1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Biblioterapi adalah suatu istilah yang masih asing di telinga sebagian orang. Apa dan bagaimana tujuan serta pelaksanaan Biblioterapi masih banyak yang tidak paham. Padahal setiap orang pernah melakukan terapi yang satu ini. Secara tidak sadar Biblioterapi dijadikan alat untuk pencarian jatidiri mereka, dengan melibatkan para tokoh yang ada di dalam buku, mereka akan merasa terlibat. Biblioterapi sangat disarankan di berbagai instansi yang ada di luar negeri, seperti Rumah Sakit, Perpustakaan, dan di Sekolah. Dalam dunia pendidikan, Biblioterapi acapkali dijadikan metode konseling para guru untuk murid-murid yang ada disana. Pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial seorang manusia. Pendidikan juga sangat diperlukan dalam mengembangkan kepribadian anak. Melalui pendidikan, anak dapat mengenal berbagai aspek kehidupan, mulai dari nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Menurut ajaran Agama Islam, pendidikan itu diarahkan untuk membimbing anak agar berkembang menjadi manusia yang berkepribadian muslim yang sholeh dan taqwa. Manusia yang bertaqwa sangat tinggi derajatnya di mata Allah. Muttaqin adalah sebutan untuk mereka yang bertaqwa, mereka akan menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan-ketentuan Allah, melalui amal shaleh, perbuatan terpuji yang berwujud ibadah ritual personal (habluminnallah), maupun ibadah
2
sosial (hablumminannas), yaitu dengan menjalin persaudaraan, memelihara, mengelola, dan menggunakan serta mensyukuri nikmat Allah bagi kesejahteraan bersama. Mendidik seorang anak merupakan amanah dari Allah, terutama bagi orang tua anak itu sendiri. Dalam Al Qur’an dan Hadist, banyak terdapat ayat atau keterangan yang berkaitan dengan pendidikan ini, seperti diuraikan berikut ini: a. QS Surat Attahrim ayat 6 “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka” b. Hadist “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci / fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan dia yahudi, nasrani, atau majusi ” Ayat dan hadist diatas menunjukkan tentang wajibnya orang tua untuk mendidik anak, agar mereka menjadi seorang muslim, karena hanya muslimlah yang terhindar dari siksa api neraka. Orang tua akan berdosa, apabila anaknya dibiarkan menjadi kafir. QS Surat Annisa ayat 9 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah (fisik-material dan mental-spiritual), yang mereka khawatirkan terhadap mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucap perkataan (didikan) yang benar .” Agama Islam mempunyai banyak pengajaran-pengajaran yang sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Membekali seorang anak dengan Agama
3
yang kuat sejak dini adalah keputusan yang bijak. Kehidupan masa depan anak tersebut akan senantiasa berjalan sesuai dengan syariah dan ketentuan yang telah diridhoi Allah swt. Dalam kehidupan ini, akan ada banyak batu kerikil yang senantiasa menghalangi setiap perjalanan hidup, memberikan rasa takut, kecewa, bahkan putus asa, hanya manusia yang dekat dengan-Nya lah yang akan tetap kuat dan sabar menghadapi cobaan dan terpaan yang menghadang. Inilah alasan mengapa seseorang sangat butuh pegangan dan prinsip di dalam hidup mereka yaitu dengan bekal Agama dan iman yang kuat. Nantinya akan datang masa dimana seorang anak mulai mencari identitas diri mereka. Masa transisi seorang anak yang beranjak menjadi seorang remaja terdapat pada usia 11 s.d. 20 tahun, seperti di masa sekolah menengah pertama di Walisongo 1 Semarang. Masa SMP adalah masa dimana rasa penasaran, rasa lebih ingin tahu mereka mulai tumbuh, ketika seorang anak tidak membawa bekal apapun, maka mereka akan sangat rentan terkena pengaruh dari luar, entah pengaruh baik atau pengaruh buruk, karena terkadang remaja belum bisa mengambil keputusan yang bijak, dan tidak berpikir panjang, bahkan mereka berani mengambil resiko yang mungkin akan merugikan mereka sendiri nantinya. SMP Walisongo 1 Semarang adalah sekolah yang bernafaskan Islam. Sekolah ini membekali siswa dengan pelajaran agama Islam, hanya saja semua kembali ke diri masing-masing siswa. Pihak sekolah hanya dapat mengawasi siswa di sekolah, tetapi setelah keluar dari gerbang, pihak sekolah tidak dapat berbuat lebih jauh lagi. Di sinilah berbagai permasalahan terjadi, melihat masih banyak siswa memiliki keluarga yang kurang memperhatikan tingkah laku, dan perkembangan
4
mereka. Para orang tua memiliki kesibukannya masing-masing, dari mengurus rumah, mengurus usaha atau pekerjaan yang mereka miliki, dan kesibukan lainnya. Kesibukan ini membuat para orang tua bersikap acuh tak acuh. Sebagian dari siswa memiliki pola pikir yang berbeda, melihat keadaan di rumah yang tidak kondusif, melatih mereka berperilaku semena-mena ketika di sekolah atau di luar rumah. Mereka melampiaskan rasa kesepian, dan ketidak-nyamanan itu kepada lingkungan terdekatnya yang lemah, seperti teman sekelasnya. Mereka melakukan tindakan tidak pantas, atau perilaku buruk hanya untuk mencari perhatian guru atau temannya, alasan sederhananya yaitu, karena mereka tidak pernah mendapat perhatian itu dari orang tua mereka. Perilaku yang biasa dilakukan siswa ini antara lain bertengkar, jahil, malas belajar, melanggar peraturan sekolah, terlambat masuk sekolah, membolos, dan berperilaku kurang ajar kepada guru. Fenomena ini membuat peneliti ingin mengungkap bagaimana perilaku siswa di sekolah, dan alasan siswa berperilaku tidak terpuji. Peneliti juga mencoba menerapkan Biblioterapi di SMP Walisongo 1 Semarang, untuk memberikan solusi dalam memecahkan permasalahan siswa yang memiliki perilaku bermasalah, dengan menggunakan media yang terdapat di sekolah yaitu Al Qur’an dan Hadist.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
permasalahan sebagai berikut :
di
atas
peneliti
mencoba
merumuskan
5
a. Bagaimana penerapan Biblioterapi di SMP Walisongo 1 Semarang? b. Bagaimana manfaat penerapan Biblioterapi dengan Al Qur’an dan Hadist dalam membentuk kepribadian siswa di SMP Walisongo 1 Semarang?
1.3 Tujuan Penelitian a. Agar dapat mengetahui bagaimana penerapan Biblioterapi di SMP Walisongo 1 Semarang melalui Al Qur’an dan Hadist dalam membantu membentuk kepribadian para siswa. b. Mengetahui manfaat penerapan Biblioterapi di SMP Walisongo 1 Semarang melalui Al Qur’an dan Hadist dalam pembentukan kepribadian para siswa.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat dijelaskan beberapa manfaat dari pelaksanaan penelitian tersebut, sebagai berikut: a. Manfaat bagi peneliti Menambah
wawasan
dan
pengetahuan
tentang
Biblioterapi
dengan
memanfaatkan koleksi di Perpustakaan (berupa Al Qur’an dan Hadist). Menambah pemahaman peneliti tentang Agama Islam, Psikologi dan kepribadian seseorang. b. Manfaat bagi SMP Walisongo 1 Semarang Dapat memberikan masukan bagi SMP Walisongo 1 Semarang
untuk
menerapkan Biblioterapi sebagai sarana pembentukan kepribadian siswa melalui Al Qur’an dan Hadist dari bulan April s.d. Juni 2013.
6
1.5 Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Walisongo 1 Semarang. Waktu penelitian yang dibutuhkan adalah kurang lebih selama 3 (tiga) bulan mulai dari bulan April 2013 s.d. Juni 2013.
1.6 Kerangka Pikir
SMP Walisongo 1 Semarang
1. Kurangnya pemahaman tentang Agama Islam 2. Kurangnya perhatian orang tua di rumah sehingga acuh tak acuh 3. Kurang memahami pelajaran
Proses
4. Kurang percaya diri
Biblioterapi
5. Hiperaktif di kelas
1. Identifikasi 2. Tindakan
Melalui Hadist dan Al Qur’an
3. Evaluasi
Implementasi Terhadap Perkembangan Kepribadian Siswa Sumber : (Tika Cahyo Setianingrum, 2013)
7
1.7 Definisi Operasional Dalam penelitian ini agar tidak terjadi perbedaan pengertian perlu adanya penjelasan Istilah. Oleh karena itu, definisi operasional digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini. Beberapa definisi operasional yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut : a. Biblioterapi berasal dari kata “biblion” yang berarti buku atau bahan bacaan dan “therapeia” artinya penyembuhan atau pengobatan (Suparyo, 2010) . Biblioterapi adalah dukungan psikoterapi melalui bahan bacaan untuk membantu seseorang yang mengalami permasalahan mental. Metode terapi ini sangat dianjurkan, terutama bagi para penderita yang sulit mengungkapkan permasalahannya secara verbal dengan menggunakan Al Qur’an dan Hadist. Sasaran Biblioterapi ini adalah para siswa kelas 8 (delapan) SMP Walisongo 1 Semarang. Akan dipilih siswa berjumlah 6 (enam) orang dari kelas 8 (delapan) A s.d D yang memiliki record perilaku bermasalah dalam catatan BK. Pemilihan ini dilakukan oleh pihak sekolah yakni BK. b. Pembentuk Kepribadian adalah suatu proses atau alat bantu yang digunakan untuk merubah atau mengkondisikan sikap atau perilaku klien yang berbeda dari sebelumnya. Proses pembentukan kepribadian ini ditujukan untuk membentuk karakter, membiasakan perilaku yang baik didalam kehidupan sehari-hari atau merubah perilaku yang sedikit menyimpang dari aturan yang berlaku didalam kehidupan, yang meliputi aspek kognitif, sosial, emosional, dan moral, misalnya pola perilaku siswa SMP yang sering melanggar peraturan sekolah, kurangnya pemahaman soal keagamaan, kurang bisa memahami
8
pelajaran yang diberikan pihak sekolah, krisis kepercayaan diri, dan perilaku pemberontakan di sekolah. Proses ini akan dilakukan oleh pihak peneliti yang bekerjasama dengan pihak sekolah (BK) dengan berbagai kegiatan seperti diskusi keagamaan, tukar pengalaman, konseling keagamaan dan kegiatankegiatan positif lain yang bermanfaat bagi para siswa SMP Walisongo 1 Semarang.
1.8 Penelitian Terdahulu Peneliti mengambil 2 (dua) penelitian terdahulu dari Anita Apriliawati (2011), dalam Tesisnya yang berjudul “Pengaruh Biblioterapi Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Menjalani Hospitalisasi Di Rumah Sakit Islam Jakarta”, dan Risa Ermayanti (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Metode Ganjaran dan Hukuman Dalam Pembentukan Akhlak Terpuji Peserta Didik di MTs Islamiyah Pakis”. Alasan peneliti mengambil penelitian terdahulu ini karena pada Tesis Anita memaparkan pengaruh Biblioterapi pada pasien di Rumah Sakit. Peneliti juga akan meneliti pengaruh Biblioterapi tetapi di SMP Walisongo 1 Semarang. Sedangkan alasan mengapa peneliti mengambil skripsi Risa, dikarenakan Risa memaparkan bagaimana pembentukan kepribadian akhlak terpuji siswa di MTs, sama dengan tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini. a. Anita Apriliawati (2011), dalam Tesisnya yang berjudul “Pengaruh Biblioterapi Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Menjalani Hospitalisasi Di Rumah Sakit Islam Jakarta” dari Universitas Indonesia, menyimpulkan bahwa sebagian besar usia responden yang berusia 8 (delapan) tahun, berjenis
9
kelamin laki-laki, dengan lama rawat 2 (dua) hari dan sudah memiliki pengalaman dirawat sebelumnya. Tingkat kecemasan setelah pemberian biblioterapi pada kelompok intervensi sebesar 29,2 dan 36,0 pada kelompok interval. Terdapat pengaruh biblioterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi dimana setiap anak yang mendapatkan biblioterapi maka tingkat kecemasannya akan menurun 6,005 setelah dikontrol oleh variabel tingkat kecemasan sebelum intervensi, usia anak dan pengalaman dirawat sebelumnya. Tidak terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, lama rawat, frekuensi membaca, pengalaman dirawat dengan tingkat kecemasan anak sekolah yang menjalani hospitalisasi. b. Risa Ermayanti (2008), dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Metode Ganjaran dan Hukuman Dalam Pembentukan Akhlak Terpuji Peserta Didik di MTs Islamiyah Pakis” dari Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, menyimpulkan bahwa penerapan ganjaran dan hukuman dalam pembentukan akhlak terpuji peserta didik MTs Islamiyah Pakis malang harus sesuai dengan peraturan yang sudah disepakati. Dalam memberikan ganjaran dan hukuman pendidik diharapkan melakukannya dengan adil, tidak membedakan status/ golongan, dan tidak ada unsur balas dendam yang dapat menyakiti peserta didik. Setiap pendidik berhak memberikan ganjaran dan hukuman dengan cara tersendiri, yang penting masih dalam hal yang wajar dan harus ada unsur mendidik yang dapat menjadikan siswa termotivasi untuk menjadi lebih baik. Ganjaran dan hukuman ini diterapkan dengan tujuan menjadikan peserta didik terarah pada hal kebaikan, sehingga metode ini bisa digunakan sebagai alat
10
pendidikan yang efektif yang dapat membawa perubahan pada peserta didik untuk menjadi lebih baik. Ganjaran dan hukuman yang diterapkan di MTs Islamiyah Pakis Malang setidaknya membawa dampak pada peserta didik. Dengan adanya ganjaran dan hukuman ternyata peserta didik bisa menjadi lebih baik, rajin belajar, selalu mengikuti kegiatan keagamaan yang dilaksanakan sekolah, selalu mengerjakan tugas/ PR yang diberikan oleh bapak ibu guru, mamatuhi tata tertib sekolah, tidak berkelahi disekolah, tidak berpacaran disekolah. Adanya ganjaran dan hukuman tersebut menjadikan peserta didik terarah pada kebaikan, di mana mereka sudah menumbuhkan akhlak yang terpuji pada diri mereka sendiri.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biblioterapi Biblioterapi berasal dari kata “biblion” dan “therapeia”. “Biblion” berarti buku atau bahan bacaan, sementara “therapeia” artinya penyembuhan. Jadi, Biblioterapi dapat diartikan sebagai upaya penyembuhan melalui buku. Bahan bacaan berfungsi untuk mengalihkan orientasi dan memberikan pandanganpandangan yang positif sehingga menggugah kesadaran penderita untuk bangkit menata hidupnya (Suparyo, 2010 ). Istilah Biblioteraphy pertama kali digunakan oleh SM Crothers pada tahun 1916 untuk menggambarkan penggunaan buku untuk membantu pasien memahami masalah kesehatan mereka dan gejalanya (Goddard, 2011). (Thibault, 2004) dalam (Goddard, 2011) menekankan bahwa kunci Biblioterapi adalah menggunakan cerita sebagai cara untuk memulai diskusi tentang isu-isu dan harus digunakan untuk menghadapi masalah. Secara medis, pemikiran Plato diteruskan oleh Rush dan Galt pada 1815-1853. Lewat percobaan-percobaan medis, keduanya berkesimpulan bahan bacaan dapat dipadukan dengan proses konseling, terutama untuk menciptakan hubungan yang hangat, mengeksplorasi gaya hidup, dan menyarankan wawasan mendalam (insight). Para dokter di Inggris membangun kerjasama dengan para pustakawan untuk pengembangan model terapi ini.
12
Pemanfaatan buku sebagai media terapi disebut Biblioterapi. (Jachna, 2005:1) mengatakan Biblioterapi adalah dukungan psikoterapi melalui bahan bacaan untuk membantu seseorang yang mengalami permasalahan personal. Metode terapi ini sangat dianjurkan, terutama bagi para penderita yang sulit mengungkapkan permasalahannya secara verbal. Buku merupakan media yang tepat untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan, informasi, dan hiburan. Selain itu, buku dapat menjadi media terapi atau penyembuhan bagi penderita gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, trauma, dan stres. Perkembangan Biblioterapi berjalan pesat setelah Perang Dunia I. Rumah sakit mendirikan perpustakaan untuk mengembalikan kondisi psikis para tentara yang cacat akibat perang. American Library Association (ALA) melaporkan metode ini telah membantu 3.981 tentara untuk menerima kondisi yang dialaminya. Menurut seorang psikolog terkenal dan penulis buku psikologi, Dr. Paul A. Hauck mengenai arti sebuah buku bagi kesehatan emosional, “terlalu banyak orang berpendapat bahwa gangguan-gangguan emosional selalu membutuhkan terapi mendalam yang berbulan-bulan atau bahkan bertahuntahun. Psikologi tidak berbeda dengan geograpi. Keduanya dapat dipelajari melalui pengajaran di kelas dan keduanya dapat menggunakan buku-buku sebagai alat untuk memaksimalkan pengajaran.” (Dikutip dari buku “Think Your Way To Happiness”, karya Dr. Windy Dryden & Jack Gordon).
Selama bertahun-tahun Paul telah memperkenalkan kepada kliennya bukubuku yang terbaik tentang Terapi Perilaku Kognitif, dimana Terapi Emotif Rasional (TER) merupakan model yang terbaik. Paul telah menulis 14 buku untuk
13
membantu memperbaiki perolehan-perolehan dari konseling tersebut. Menurut salah seorang biblioterapis yang juga seorang pustakawan, Catherine Morris, Biblioterapi ditujukan bagi penderita depresi dan kegelisahan ringan. Ia menganjurkan Biblioterapi berdasarkan pengalamannya selama mengelola perpustakaan. Catherine juga banyak mendengar komentar dari pengunjung yang memperoleh keceriaan kembali setelah mereka membaca kisah tertentu. Mereka merasa lebih bersemangat setelah mengetahui bahwa masalah yang dihadapi ternyata
jauh
lebih
ringan
dibanding
kisah
yang
dibacanya.
Dengan demikian Biblioterapi memanglah sebuah sarana yang tepat dilakukan seorang pustakawan dalam memperbaiki suatu kondisi psikis seseorang, serta membantu memecahkan segala permasalahan yang dimiliki orang tersebut melalui buku atau koleksi lain di perpustakaan.
2.2
Pengertian Kepribadian Istilah personality berasal dari kata latin “persona” yang berarti topeng atau
kedok, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Bagi bangsa Roma, “persona” berarti bagaimana seseorang tampak pada orang lain. Menurut (Agus Sujanto, 2004), menyatakan bahwa kepribadian adalah suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik. Sedangkan personality menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam (Sjarkawim, 2006) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendiriran, kemampuan dan potensi yang dimiliki
14
seseorang, segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain. Allport juga mendefinisikan personality sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum. Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya.
2.2.1 Kepribadian secara umum Personality atau kepribadian berasal dari kata “persona”, kata “persona” merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral.
15
2.2.2 Kepribadian menurut Psikologi George Kelly memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas. Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sementara itu, istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama. Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut. Dari sebagian besar teori kepribadian di atas, dapat kita ambil kesamaan sebagai berikut (E. Koswara):
16
a. Sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian, atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita. b. Sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaanperbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang. c. Sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup faktor-faktor genetik atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan dan lingkungan.
2.3
Karakteristik Kepribadian Remaja
2.3.1 Aspek Kognitif Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan
17
terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis. Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. Penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anakanak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. 2.3.2 Aspek Emosi Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih
18
menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. 2.3.3 Aspek Sosial Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai perkembangan anak. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat. Tidak mengherankan jika pada masa ini, remaja mulai mencari perhatian dari lingkungannya dan berusaha mendapatkan status atau peranan, misalnya mengikuti kegiatan remaja dikampung dan dia diberi peranan dimana dia bisa menjalankan peranan itu dengan baik. Sebaliknya jika remaja tidak diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian lingkungan sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif. Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu kelompok. Remaja dalam
19
kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan, sedangkan kelompoknya dinomor satukan. 2.3.4 Aspek Moral Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. (Elliot Turiel : 1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.
2.4
Pengertian Al Qur’an dan Hadist Hikmah membaca Al Qur’an yang penuh manfaat sungguh tanpa batas. Al
Qur’an sebagai kalam ilahi diturunkan ke bumi untuk menjadi pedoman hidup umat manusia dalam menggapai kebahagiaan sejati. Sebagai wahyu yang diturunkan kepda Nabi Muhammad SAW, Al Qur’an dan Hadist menjadi
20
petunjuk paling akurat yang akan membimbing umat manusia agar jalan hidupnya tidak tersesat. Berjuta ilmu ada di dalam Al Qur’an, bahkan Alloh selalu menantang umat manusia untuk menggali rahasia rahasia yang belum diungkap oleh umat masa lalu. Sedemikian agungnya Al Qur’an itu hingga kalau kita membaca saja sudah dihitung sebagai amal ibadah. Ada hikmah yang akan kita peroleh ketika rutin membaca Al Qur’an : a. Membaca Al Qur’an bisa menghilangkan kegelisahan dan kesedihan. Ketika hati terasa gelap, kecewa, dan merasa tak berarti, segeralah ambil air wudlu, lalu bacalah Al Qur’an selama mungkin. Maka hati kita akan kembali tenang, pikiran terkendali, dan jiwa terasa lapang. b. Membaca Qur’an akan menjadikan kita dirindukan oleh syurga, orang yang gemar membaca Al Qur’an sesuai dengan makhroj-nya maka mereka sangat dirindukan oleh syurga. c. Manfaat membaca Al Qur’an juga pernah diterangkan oleh ulama Khos, beliau mengatakan kalau bacaan Al Qur’an bisa melindungi manusia dari api neraka. Ketika ada hamba Allah swt dimasukkan ke neraka lalu dari mulutnya keluar bacaan Al Qur’an maka dengan segala kebesaran Allah akan membebaskan hamba itu dari api neraka. Bacaan Al Qur’an akan menjadi dinding terkuat yang tak bisa disentuh oleh panasnya api neraka. d. Hikmah lain dari membaca Al Qur’an adalah membuat hati kita makin lembut, tidak kosong, dan terjaga dari hal hal yang merugikan diri sendiri. Ditegaskan dalam QS. Al-Baqoroh ayat 2, 3, 4 yang artinya “Kitab (AlQur’an) ini tidak ada keraguan padanya: petunjuk bagi mereka yang
21
betakwa.(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, mereka yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka beriman kepada kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunka kepadaMu & Kitab – kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan ) akhirat”. Ayat-ayat tersebut di atas mengandung 5 prinsip yakni: a. Percaya kepada yang ghoib, yaitu Allah swt dan Malaikat-Nya. b. Percaya pada wahyu yang diturunkan oleh Allah. c. Percaya pada adanya akhirat. d. Mendirikan Shalat. e. Menafkahkan dari sebagian rezki yang di anugerahkan kepadanya oleh Allah. Jadi secara umum di dalam Al Qur’an memuat lima kandungan, yaitu mengenai perintah dan larangan Allah, memuat hukum-hukum, memuat kabar gembira, memuat janji dan ancaman, semua sejarah Islam. Seperti yang dijelaskan didalam Q.S An-Nisa: 105 “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang-orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat“. Al Qur’an sebagai kitab Allah swt yang terakhir juga mempunyai keistimewaan yaitu: a. Berlaku umum untuk seluruh umat manusia di mana dan kapanpun mereka berada sampai akhir zaman. Hal itu sesuai dengan Risal Nabi Muhammad yang
22
ditujukan untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman nanti. Seperti yang tercantum pada Q.S Al-Furqon 25: 1. Yang artinya: “Mahasuci Allah telah menurunkan Al-Furqon (Al-Quran) kepada hambanya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” b. Ajaran Al Qur’an mencakup seluruh aspek kehidupan (As-Syumul), seperti aspek ekonomi, politik, hukum budaya seta mencakup ruang lingkup kehidupan. c. Mendapat jaminan pemelihara dari Allah swt dari segala bentuk penambahan, pengurangan dan pemalsuan, sebagai mana Firman-Nya Q.S Al-Qomar 54: 17 artinya “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Az-Zikra (Al-Quran) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” d. Allah swt menjadi Al Qur’an mudah untuk dipahami, dihafal dan diamalkan. e. Al Qur’an sebagai Nasikh, Muhaimin dan Mushaddiq terhadap Kitab-kitab suci sebelumnya. Al Qur’an diyakini dapat memberikan motivasi spiritual kepada penganutnya. Ini akan sangat menolong manusia khususnya para remaja dalam menyikapi permasalahan hidup. Sekolah menengah Walisongo 1 Semarang telah memiliki dasar yang baik, mengajarkan perihal keagamaan kepada para siswa yang masi dalam masa-masa butuh pembekalan yang kuat. Penerapan Biblioterapi ini diharapkan akan menambah motivasi siswa dalam mempelajari Al Qur’an dan mampu dijadikan sarana sebagai penyelesaian masalah psikis mereka. Penerapan Bibloterapi melalui Al Qur’an dan Hadist, para siswa akan mendapatkan banyak
23
manfaat, karena mereka akan tahu bagaimana cara mereka menyikapi hidup dan problematikanya.
24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian ini yaitu mengenai “Penerapan Biblioterapi dalam Pembentukan Kepribadian Siswa SMP Walisongo 1 Semarang melalui Hadist dan Al Qur’an”. Untuk memperoleh informasi mengenai permasalahan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007). Penelitian
ini
termasuk
penelitian eksperimen.
Meskipun demikian,
Experimen hanya merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian eksperimen berupaya menjawab pertanyaan “bagaimana bila?”. Pada penelitian eksperimen, peneliti memasukkan unsur baru ke dalam situasi untuk mengetahui akibatnya, bilamana ada. Tujuan penelitian eksperimen adalah mengidentifikasi hubungan kausal atau efek/ akibat sesuatu terhadap yang lain (Sugiyono, 2009). Sedangkan penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui Penelitian Deskriptif, karena fokus penelitian ini diarahkan untuk
25
mendeskripsikan
bagaimana
penerapan
biblioterapi
dalam
pembentukan
kepribadian siswa SMP Walisongo 1 Semarang melalui Al Qur’an dan Hadist. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data yang kemudian disajikan, dianalisis dan diinterprestasikan. Penelitian deskrpitif berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual dan sifat populasi tertentu. (Margono S : 2000) Peneliti memulai penelitian dengan mencari informan yang dipilih secara acak yaitu 6 (enam) siswa dari kelas 8 (delapan) di SMP Walisongo 1 Semarang untuk diuji, kemudian peneliti melakukan treatment/ perlakuan, yaitu Biblioterapi dengan menggunakan Al Qur’an dan Hadist, selanjutnya diobservasi untuk mengetahui hasilnya (treatment adalah sebagai variabel independen, dan hasil adalah sebagai variabel dependen). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan biblioterapi dapat membantu dalam membentuk kepribadian siswa-siswi SMP.
3.2 Informan Informan kunci dalam penelitian ini adalah Pengurus BK yang berjumlah 2 (dua) orang. Objek yang ada dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Walisongo 1 Semarang yang terdiri dari siswa-siswi kelas 8 (delapan) dari 4 (empat) kelas yang ada, yaitu kelas A s.d. D. Kualifikasi informan kunci yaitu Pengurus BK yang memiliki dasar pendidikan bimbingan konseling, bekerja selama lebih dari 3 (tiga) tahun di
26
sekolah tersebut, mengenal berbagai macam karakter siswa, dan menganut Agama Islam. 3.3 Jenis Data Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007).
3.4 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh penean peneliti secara langsung dari sumbernya. Sumber data primer yaitu mengenai visi, misi, nilai, dan strategi kepemimpinan yang dijaring melalui observasi antara lain keadaan fisik sekolah, upacara dan ritual, rapat-rapat, suasana proses belajar mengajar, dan kegiatan lainnya yang relevan dengan fokus penelitian. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari sumber lain berupa dokumen-dokumen, buku, dan jurnal-jurnal ilmiah. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah informan kunci di sekolah tersebut, misalnya BK dan petugas perpustakaan. Alasan ditetapkannya BK dan petugas perpustakaan sebagai informan kunci karena yang bersangkutan memiliki
27
peran penting di dalam sekolah tersebut dan bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah.
3.5 Objek Penelitian Hal yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah penerapan biblioterapi yang dilakukan peneliti, pihak dari luar (Terapis), dan pihak dalam (BK) dalam rangka pembentukan kepribadian siswa-siswi SMP Walisongo 1 Semarang.
3.6 Subjek Penelitian Subjek penelitiannya adalah siswa SMP Walisongo 1 Semarang. Siswa kelas 8 (delapan) yang berjumlah 6 (enam) orang siswa yang terpilih melalui seleksi dan record yang dimiliki dan disimpan oleh pihak informan (BK).
3.7 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang dikumpulkan melalui : a. Observasi, yaitu proses mengamat-amati dan merekam peristiwa atau situasi yang ada di suatu lingkungan tertentu secara langsung untuk memberikan kesimpulan dan dapat menghasilkan keputusan dalam memecahkan suatu permasalahan. Observasi yang digunakan adalah observasi partisipan. b. Wawancara, yaitu proses pengumpulan data untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, melalui sesi tanya jawab secara langsung oleh peneliti terhadap informan dengan menggunakan media perekam berupa recorder, kamera, ataupun kamera video untuk menghindari kehilangan informasi.
28
c. Dokumentasi, yaitu proses pengumpulan data menggunakan media perekam berupa kamera untuk mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan di tempat penelitian, serta rekaman wawancara yang telah di transkrip untuk menghindari kehilangan informasi dan membuktikan keabsahan data. Metode pengumpulan data yang akan dilakukan di SMP Walisongo 1 adalah identifikasi, tindakan dan evaluasi dengan rancangan lebih lanjut sebagai berikut, Pertama, wawancara mendalam dengan informan kunci (kepala sekolah, BK, dan petugas perpustakaan). Kedua, mencari para siswa yang bermasalah, dan tercatat di BK (telah ditentukan pihak sekolah). Ketiga, melihat record siswa terpilih tadi pada satu semester sebelumnya, apakah terdapat masalah signifikan atau tidak (psikis atau akademis). Keempat, mengelompokkan para siswa sesuai dengan permasalahan yang dihadapi (setelah sebelumnya diadakan wawancara dengan guru BK). Kelima, melakukan pendekatan melalui diskusi dan sesi tukar pengalaman yang dimiliki. Keenam, melakukan penerapan biblioterapi (dilakukan oleh peneliti dibantu oleh guru BK dan pihak luar yaitu seorang Terapis (guru mengaji) dengan koleksi berupa Al Qur’an dan Hadist yang ada di perpustakaan SMP Walisongo 1 Semarang) selama 3 (tiga) bulan dengan pertemuan 2 kali dalam 1 minggu, setiap hari Senin dan Sabtu pukul 12.30 WIB sepulang sekolah. Ketujuh, peneliti mengevaluasi untuk kemudian menarik kesimpulan.
3.8 Pengolahan Data Pada penelitian ini, data yang telah terkumpul akan diolah dan pengolahan data dilakukan dengan, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.
29
a. Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh. Data yang telah direduksi akan memberi gambaran yang lebih jelas dan mudah dipahami. Fokus pada penelitian ini adalah penerapan biblioterapi dapat bermanfaat bagi para siswa dalam membentuk kepribadian mereka. b. Penyajian data (data display). Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk deskriptif. c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Setelah dilakukan penyajian data peneliti dapat melakukan penarikan kesimpulan. Peneliti membuat kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
3.9 Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, proses analisis data dilakukan seiring dengan pengumpulan data, dan umumnya mencakup kegiatan transkrip hasil wawancara, reduksi data, serta analisis dan inteprestasi data. Selanjutnya dari hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari penelitian. Data dalam penelitian ini dituangkan dalam bentuk narasi deskriptif. Analisis data dimulai dengan membuat transkrip hasil wawancara, hal ini dilakukan peneliti dengan cara memutar kembali hasil rekaman wawancara dan mendengarkannya dengan seksama, untuk kemudian menulis kata-kata yang di dengar sesuai dengan yang dibicarakan oleh informan. Transkrip yang telah
30
selesai ditulis, maka peneliti selanjutnya kembali membaca transkrip tersebut untuk kemudian dilakukan reduksi data. Reduksi data dilakukan dengan cara membuat abstraksi, yaitu mengambil dan mencatat informasi-informasi penting yang bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian atau membuang semua informasi yang tidak penting atau tidak diperlukan sehingga diperoleh inti kalimat saja. Bahasa yang digunakan sesuai dengan aslinya, tidak perlu diubah. Setelah dilakukan reduksi, akan dilakukan penyajian data untuk kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Analisis data pada penelitian kualitatif sifatnya induktif, yaitu analisis yang didasarkan pada data-data yang diperoleh untuk kemudian dikembangkan menjadi hipotesis. Hipotesis yang diperoleh selanjutnya dihubungkan secara berulangulang sampai akhirnya didapat suatu kesimpulan.
3.10 Pengecekan Keabsahan Data Pengecekan keabsahan data dilakukan agara memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung-jawabkan serta dipercaya oleh semua pihak. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejahwat, analisis kasus negatif, dan membercheck. (Sugiyono : 2009). Pengecekan keabsahan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah dengan melakukan perpanjangan pengamatan, dan Diskusi dengan teman sejawat.
31
a. Perpanjangan pengamatan Perpanjangan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti datang kembali ke lapangan, kemudian melakukan pengamatan, wawancara kembali dengan sumber terdahulu atau sumber baru yang dapat dipercaya memberikan informasi. Dengan perpanjangan pengamatan berarti hubungan antar peneliti dengan narasumber akan semakin dekat, dan akrab, saling terbuka, dan saling percaya sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Pada tahap awal peneliti kembali ke SMP Walisongo 1 Semarang, peneliti melakukan wawancara kembali setelah diawal penelitian melakukan wawancara, untuk mengecek kembali data yang diberikan pihak informan (BK) apakah data yang diperoleh valid atau tidak. b. Diskusi dengan teman sejawat Teknik diskusi dengan teman sejawat dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekanrekan sejawat. Dalam tahapan ini peneliti melakukan diskusi dengan teman yang mengerti dan memahami penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hasil sementara yang peneliti dapatkan. Tujuannya agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran.
32
BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Karakteristik SMP Walisongo 1 Semarang
SMP Walisongo 1 Semarang adalah sekolah yang didirikan oleh Yayasan ALJAMI’AH MASYHARIYAH yang beralamat di JL. Ki Mangunsarkoro no. 17 Semarang. SMP Walisongo 1 Semmarang memiliki tiga tingkatan kelas yaitu kelas 7, 8, dan kelas 9 yang masing masing memiliki sejumlah 4 kelas (A-D). Sarana dan prasarana yang ada di SMP Walisongo 1 yaitu Lab IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi), Lab. Bahasa, Lab. Multimedia dan Sumber belajar, Lab. Audio visual, Perpustakaan, Studio Musik, dan Lapangan Olahraga luas (stadion Diponegoro). SMP Walisongo 1 telah memiliki segudang prestasi dari beragam lomba dan kejuaraan. Melalui berbagai ekstrakurikuler seperti Paskibra, Pramuka, PMR, Karya Ilmiah Remaja, Rebana, Band, Karate, Sepak Bola, Bola Basket, dan Atletik. Selain itu masi banyak lagi kegiatan outdor yang diadakan pihak sekolah untuk pengembangan bakat dan hobi siswa.
4.2 Visi Misi SMP Walisongo 1 Semarang Visi : Terwujudnya lulusan SMP yang memiliki kemampuan dasar, keunggulan dalam berprestasi dan berakhlakul karimah untuk melanjutkan pendidikan menengah.
33
Misi : a. Menyelenggarakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif untuk mengoptimalkan potensi akademik yang dimiliki siswa b. Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi dirinya agar dapat berkomunikasi dengan baik c. Menyelenggarakan kegiataan penelitian ilmiah remaja sebagai bidang d. Menyelenggarakan pelatihan dan bimbingan untuk prestasi bidang olahraga e. Melestarikan dan mengembangkan seni budaya bangsa f. Mengembangkan budaya kompetitif bagi siswa dan upaya peningkatan ketrampilan g. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan memiliki budi pekerti yang luhur h. Menciptakan lingkungan sekolah yang tertib dan indah
4.3 Gambaran Perpustakaan SMP Walisongo 1 Semarang Perpustakaan SMP Walisongo 1 Semarang melayani kebutuhan bahan pustaka seluruh civitas akademika di SMP Walisongo 1 Semarang. Pelayanannya menggunakan prosedur peminjaman yang telah ditentukan. Perpustakaan ini masih menggunakan katalog manual. Jam kerja perpustakaan mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku sesuai dengan kalender pendidikan. Sedang jam pelayanan adalah dari pagi sampai siang hari dengan jam buka sebagai berikut:
Senin-Jumat
: Jam 07.00-13.30 WIB
Sabtu
: Jam 07.00-12.00 WIB
34
Koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan SMP Walisongo 1 Semarang yaitu koleksi fiksi dan non-fiksi. Koleksi fiksi dari perpustakaan ini adalah novel, buku cerita, sedangkan koleksi non-fiksi nya adalah surat kabar, buku-buku pelajaran akademik, buku-buku agama seperti Al Qur’an, Hadist, Asmaul Husna, Juz Amma, dan buku panduan Sholat. Sedangkan fasilitas yang ada di perpustakaan SMP Walisongo 1 Semarang meliputi meja kursi untuk petugas perpustakaan, meja lesehan untuk siswa, mesin ketik, almari, dan tempat surat kabar.
4.4 Bimbingan Konseling SMP Walisongo 1 Semarang SMP Walisongo 1 Semarang memiliki pusat pembelajaran psikologis yang disebut dengan bimbingan konseling. Bimbingan konseling merupakan wadah yang dipersiapkan pihak sekolah untuk memberikan pelayanan kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus masalah moral, etika, dan psikologi. Bimbingan konseling biasa dijadikan tempat curahan hati para siswa yang butuh konseling dalam mengatasi permasalahan pribadi dan membutuhkan solusi atau jalan keluar dari pihak lain yaitu BK. Tidak hanya itu BK juga tempat bagi para siswa yang melanggar peraturan sekolah. Pemberian hukuman yang bermutu oleh BK diharapkan dapat memberikan efek jera tanpa ada yang tersakiti secara lahiriah maupun batiniah. Para siswa pun akan mendapatkan pelajaran berharga dari tindakan fatal yang pernah dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti mencari klien atau target dari informan yaitu pengurus BK. Pihak BK mencarikan target penelitian yang memiliki kualifikasi khusus di sekolah. Misalnya anak-anak yang pernah tercatat maupun yang tidak
35
tercatat yang melakukan pelanggaran kecil atau besar di sekolah. Siswa-siswa ini akan menjalani Biblioterapi yang nantinya akan dilakukan pihak peneliti dibantu pihak luar dan pihak BK. Diharapkan perlakuan Biblioterapi ini dapat memberikan pengaruh yang baik dan bermanfaat bagi para siswa terpilih dari SMP Walisongo 1 Semarang.
4.5 Kegiatan Keagamanaan SMP Walisongo 1 Semarang Ada banyak sekali kegiatan dan Extra kurikuler yang berhubungan dalam hal ibadah yang diadakan oleh pihak SMP Walisongo 1 Semarang, demi membentuk perilaku siswa yang lebih Islami, seperti misalnya : a. Pelaksanaan Sholat Dzuhur berjamaah Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, setiap hari siswa-siswi dan guru SMP Walisongo 1 Semarang melakukan shalat Dzuhur berjamaah di mushola yang telah disediakan. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan siswasiswi selalu mengikuti shalat berjamaah dalam kehidupan sehari-hari dan dimanapun mereka berada. b. Kegiatan untuk memperingati hari-hari besar umat Islam Dalam rangka memperingati hari besar Islam, SMP Walisongo 1 Semarang juga mengadakan peringatan hari besar Islam. Diantaranya yaitu memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW serta Isra’Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Dalam acara tersebut biasanya diselenggarakan pengajian dan cerama keagamaan yang dapat memberikan arahan kepada peserta didik untuk selalu menebalkan iman untuk menuju kebaikan.
36
c. Pelaksanaan Istigosah SMP Walisongo 1 Semarang mengadakan Istighosah setiap hari, dengan tujuan agar para siswa bisa lebih dekat dengan Sang Pencipta dan pandai bersyukur. Selain itu diharapkan para siswa dapat mengamalkan dalam kehidupan seharihari, tidak hanya di sekolah karena disuruh oleh guru, akan tetapi harus mempunyai kemauan sendiri untuk mengamalkan istighosah baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Biasanya sewaktu Istighosah dilantunkanlah Asmaul Husna dan Tadarus Al Qur’an. d. Kegiatan Ramadhan (Pesantren Kilat) Ketika bulan suci Ramadhan tiba. SMP Walisongo 1 Semarang mengadakan Pesantren Ramadhan atau biasa disebut Pesantren Kilat. Dalam kegiatan ini diisi materi-materi keagamaan, dilaksanakan buka bersama serta tarawih bersama bagi guru dan siswa. Dari situ mengajarkan untuk memperkokoh tali persaudaraan dan memperkuat tali silaturahmi antara satu dengan yang lain. e. Ekstra Kurikuler keagamaan SMP Walisongo 1 Semarang memiliki bermacam-macam ekstrakurikuler tentang keagamaan yang disediakan oleh pihak sekolah untuk siswa. Misalnya Ekskul Rebana atau Marawis, dan Tadarus. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mencari kegiatan non akademis yang lebih bermanfaat untuk kehidupannya.
37
BAB V HASIL PENELITIAN Pada awal bab ini penulis akan menyajikan data terlebih dahulu mengenai permasalahan siswa. Penyajian data dibuat untuk memberikan deskripsi mengenai data yang telah dikumpulkan dan fungsinya untuk memudahkan dalam mengambil kesimpulan. Penyajian data tentang penerapan Biblioterapi dalam pembentukan kepribadian siswa SMP Walisongo 1 Semarang disajikan dengan beberapa instrumen, yang pertama yaitu pembahasan tentang Permasalahan Siswa, instrumen kedua adalah pembahasan mengenai Jenis Terapi yang mencakup Hukuman pukulan, Terapi Hafalan, dan Terapi Wajib Lapor. Instrumen yang ketiga yaitu Penerapan Biblioterapi berdasarkan empat Aspek yaitu Aspek Sosial, Aspek Moral, Aspek Emosi, dan Aspek Kognitif. Instrumen yang keempat membahas Biblioterapi Pembentuk Kepribadian, dan instrumen yang terakhir adalah pembahasan mengenai Manfaat Penerapan Biblioterapi.
5.1 Permasalahan Siswa Sebelum diadakan Biblioterapi ada banyak permasalahan yang muncul pada siswa. Sejumlah permasalahan yang terdapat di sekolah
membuat beberapa
pengajar khususnya pihak BK kualahan dalam menghadapinya.
38
Para ahli mendefinisikan kenakalan remaja sebagai arti yang berbeda-beda. Kartono, ilmuwan sosiologi mendefinisikan kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Juvenile Delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Perilakuperilaku yang terkadang membuat repot para guru dan pihak BK misalnya siswa yang keluar kelas pada saat pelajaran berlangsung tanpa izin, membolos, dan mengerjai guru, seperti yang pernah disampaikan Wiwik Puji Astutik mengenai beberapa permasalahan yang pernah dilakukan siswanya disekolah : “Banyak permasalahan kompleks yang ada di sekolah ini, misalnya ketika pelajaran yang mengharuskan mereka maju satu per satu untuk hafalan, ketika waktunya dapat giliran, mereka malah pergi keluar kelas atau sembunyi entah kemana, kalau guru-guru harus mengejar satu persatu ya repot, sedangkan ada anak lain yang belum dapat giliran. Dia itu terkesan menghindari mapel tersebut. Ada juga yang sering membolos, pamit dari eumah ke sekolah, ternyata belok, entah main kemana. Ada juga yang suka mengerjai guru, dengan memasang kursi patah, dengan tujuan diduduki guru piket, sampai guru itu jatuh. Padahal gurunya sudah sepuh, dan punya penyakit jantung. Untung tidak kumat, gimana kalau sampai kumat? Itu kan berbahaya.” (2 Mei 2013) Ada sejumlah kasus yang terjadi di sekolah. Faktor pergaulan dan lingkungan yang tidak mendidik mengakibatkan perkembangan psikis anak yang buruk sehingga terbentuklah pribadi siswa yang kurang baik. Hal ini membuat siswa terdorong melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik bahkan sampai brutal. Tindakan brutal siswa yang membahayakan siswa lain kerap terjadi di sekolah. Hal ini menjadi pertimbangan serius para guru dan BK dalam mengatasi permasalahan ini, karena tindakan seperti ini jika diteruskan akan sangat
39
merugikan pihak lain yang menjadi korban. Pernah ada kasus siswa yang mengerjai guru, dan suka melempar-lempar tripleks di dalam kelas, seperti yang diujarkan Wiwik Puji Astutik : “Biasanya anak ini masalahnya adalah, satu membahayakan orang lain. Jadi pantaslah kalau saya sampai main tangan, karena itu kurang ajar, kalau tidak diberi hukuman berat, anak itu akan semakin menjadi jadi. Padahal guru itu datang dari rumah ke sekolah sudah dalam keadaan sakit, ini kan sangat rentan sekali. Lalu ada kejadian lagi anak itu mainan kayu, seperti tripleks, dilempar-lemparkan ke seisi kelas, lha kalau itu sampai mengenai leher atau kepala siswa yang lain bagaimana?” (2 Mei 2013) Pihak sekolah telah memberikan sarana dan prasarana yang baik untuk memenuhi keinginan para siswa. Semisal diadakannya banyak ekstra kurikuler yang bermanfaat untuk mengisi waktu senggang para siswa, daripada siswa menghabiskan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat. Namun ternyata itikat baik dari pihak sekolah kurang direspon oleh siswa. Inilah masalah anak sekarang, mudah tergiur dan dibutakan oleh teknologi yang canggih. Hadirnya internet di zaman sekarang mendidik para siswa menjadi malas, dan kurang disiplin waktu, misalnya seperti penggunaan media sosial bernama Facebook yang memberikan dampak buruk terhadap siswa. Hal ini dibenarkan oleh Wiwik Puji Astutik : “Ada Banyak Ekskul disini, ada tempatnya semua, tapi anaknya yang terkadang kalah dengan rasa malas, dan orang tuanya tidak mendorong, jadi mereka tidak termotivasi, kita harus bagaimana kalau seperti ini? kita sudah mewajibkan seperti mengikuti ekskul Pramuka untuk kelas 7, Paskibra, Rebana, Marawis, Band, Mading, Karate, Sepak Bola, tapi yang datang ya hanya beberapa saja, mereka kebanyakan senang dengan teknologi masa kini yaitu Internet. Padahal saya waktu pelajaran BK juga sudah sering mengingatkan mereka tentang pengaruh buruk internet, tapi mereka masih tetap melakoninya. Sudah banyak kasus yang saya ceritakan kepada mereka. Sampai kasus pembunuhan gara-gara facebook, tapi mau apa lagi mereka sudah terlampau asyik dengan kegiatan tersebut.” (2 Mei 2013)
40
Teknologi masa kini sangat mencuri perhatian anak, banyak diatara para siswa yang menjadi korban dari perkembangan Internet terkini. Terobosan baru yang dinamakan internet telah mengambil perhatian para siswa. Kurang nya pengawasan orang tua, dan dorongan rasa ingin tahu yang sangat besar membuat mereka menutup mata terhadap realita hidup yang sebenarnya. Dalam upaya mengatasi permasalahan ini, sekolah telah mengadakan kegiatan yang bermanfaat untuk siswa yaitu membaca Asmaul Husna bersama-sama setiap hari. Tujuannya semata-mata hanyalah memperkuat benteng siswa agar tidak mudah terperosok ke dalam pergaulan dan perilaku yang buruk. Berdoa bersama di sekolah pada awal sebelum proses pembelajaran berlangsung melalui radio sekolah dilakukan setiap pagi. Namun banyak siswa yang kurang memperhatikan pentingnya kegiatan ini. Siswa-siswa tidak memanfaatkan waktu berdoa dengan baik. Mereka mengacuhkannya bahkan terang-terangan tidak mempedulikannya. Tapi pihak BK tidak menutup mata dan menyalahkan hal ini kepada siswa sepenuhnya, pihak BK menyadari kurangnya keterlibatan guru piket dalam menertibkan siswa juga merupakan faktor ketidak disiplinan siswa dalam melakukan doa bersama, seperti pemaparan Wiwik Puji Astutik : “Waktu pembacaan Asmaul Husna saya harus turun tangan mendisiplinkan anak-anak. Karena memang pada saat membaca itu, tidak ada guru jaga di kelas masing-masing. Jadi para siswa berlaku sesuka mereka, maka sayalah yang bertugas mendisiplinkan. Padahal ini dilakukan untuk membiasakan mendengar Asmaul Husna. Terkadang saya juga membuka mata tidak sepenuhnya menyalahkan kelakuan para siswa, tapi juga para guru yang belum bisa disiplin waktu, yah saya memaklumi mungkin tidak semua guru bisa datang pagi-pagi mungkin ada urusan lain di luar pekerjaan mereka. Tapi ini menjadi koreksi penting, karena para siswa disini menjadi tidak terkontrol karena tidak ada guru yang menjaga kelas. tapi tidak semua kelas kosong, karena pasti masih ada guru yang tidak terlambat dan berangkat lebih awal.”(8 Mei 2013)
41
Dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada siswa, banyak hal dilakukan oleh pihak BK. Meski demikian masih saja ada kesulitan-kesulitan yang dialami dalam memecahkan masalah-masalah tersebut. Ini yang menjadi kesulitan pihak BK dalam mengatasi permasalahan anak didik, seperti sikap acuh para orang tua siswa atas penggilan pihak sekolah untuk membahas permasalahan yang dilakukan anak. Hal ini diujarkan pula oleh Wiwik Puji Astutik : “Ya kalau dibilang sulit, ya sulit, tapi bagaimana ya, kembali lagi ke orang tuanya di rumah. Kadang waktu kita memanggil orang tua siswa, orang tuanya diberitahu mengenai kesalahan anaknya, tapi orang tua enggan datang ke sekolah. Terpaksanya ya panggilan orang tua, tapi sama saja merka kadang acuh, tidak datang ke sekolah. Tapi tindakan kita tidak berhenti sampai disitu, kita sms mereka meminta kedatangan mereka baik-baik, dan anaknya pun diberitahu terus menerus, lha nanti suatu saat waktu orang tua akhirnya datang barulah diberitahu bahwa anaknya seperti ini begini begini, dan kita punya bukti kalau kita juga sudah berusaha mengatakan kepada orang tua, akhirnya mereka bilang sendiri kalau tidak sempat datang ke sekolah. Nah ini kan sudah prosedur, tapi mau bagaimana lagi ibaratnya kita bertepuk sebelah tangan. Ya sedikit- sedikit kita bertahap melatih mereka, misalnya kelas 7 diarahkan pelan-pelan, nanti dikelas 8 ditinjau lagi perkembangannya ditambah lagi materinya, begitu terus sampai kelas 9.” (2 Mei 2013) Kesulitan pihak BK dalam menyelesaikan permasalahan siswa ini tidak membuat pihak BK mudah menyerah dalam memberitahukan permasalahan yang terjadi di sekolah. Pihak BK menyadari banyak faktor yang memperngaruhi perilaku para siswa. Faktor internal seperti keluarga pun tidak luput memberi pengaruh dalam perkembangan pribadi serta pola pikir seorang anak. Pengajaran atau didikan dari orang tua sangatlah penting, karena pembelajaran pertama seorang anak berawal dari rumah seperti yang dipaparkan Alfarasty Pramantyo : “Secara tidak sadar anak itu mencontoh perilaku orang tuanya, seperti dalam konseling psikologi sosial itu ada yang namanya “imitasi” yaitu meniru, jadi seorang anak itu akan meniru orang tutanya, jadi benar yang namanya anak adalah cerminan orang tua itu benar. Kita mau lihat orang tuanya kita lihat
42
dulu anaknya, ya walaupun itu tidak selalu, tapi kebanyakan seperti itu. Nah, dari situ saya bisa mempunyai asumsi, oh anak-anak ini seperti itu karena orang tuanya, pernah saya bertanya “kamu tidak sholat kenapa? Dirumah orang tua juga tidak sholat ya?” mereka hanya diam tidak bisa menjawab apaapa. Kemudian saya melanjutkan pemikiran, bahwa mereka pemahamannya terhadap islam pun belum ada.” (2 Mei 2013) Banyak halangan yang terjadi yang dirasakan pihak BK dalam mendidik siswa. Sekali lagi faktor internal yaitu keluarga yang juga kurang memperhatikan anak mereka, sangat mempengaruhi perkembangan anak dirumah. Pembelajaran yang dilakukan pihak sekolah hanya terbatas sampai gerbang sekolah, ketika mereka keluar gerbang tidak ada lagi yang tersisa. Mereka lupa begitu saja, apalagi jika di rumah tidak ada yang membimbing mereka. Berikut ini pemaparan Alfarasty Pramantyo mengenai halangan-halangan serta rintangan dari pihak luar yang mempengaruhi kelurusan jiwa seorang anak : “Sayangnya dirumah pun tidak ada tindak lanjut lagi. Batasnya sampai gerbang sekolah ini. Setelah keluar gerbang mereka lupa apa saja yang mereka dapat hari ini. Terkadang disekolah di ajarkan sholat, tapi sampai dirumah mereka tidak sholat bahkan orang tuanya asyik melihat sepak bola di ruang tamu. Ini sama sekali tidak mendidik anak, karena orang tua seperti itu akan diremehkan anak. Tapi tidak semua anak seperti itu, ada juga yang mengena dan menyimpan apa yang bapak ibu guru sampaikan di sekolah tadi.” (16 Juni 2013) Fenomena ini seringkali menjadi kunci dari perilaku menyimpang anak. Kurangnya pengawasan orang tua dan perilaku tidak disiplin yang dibiasakan orang tua kepada anak memberikan dampak buruk. Seharusnya dari kecil, orang tua memberikan pembelajaran agama kepada anak. Sehingga ketika dewasa nanti setidaknya anak memiliki cukup bekal dalam menjalani kehidupannya. Perkembangan zaman yang semakin maju memberikan imbas kepada siswa. Pihak sekolah dan pihak BK tidak henti-hentinya memberikan pengarahan kepada
43
siswa, namun pihak BK tidak bisa memaksakan pilihan yang harus dipilih siswa. Siswa sendiri yang berhak menentukan jalan mereka sendiri. Pihak sekolah hanya mengarahkan dan memberikan pandangan, pilihan diserahkan sepenuhnya kepada siswa dengan segala konsekuensinya, seperti pemaparan Alfarasty Pramantyo berikut : “Iya yang terpenting kami sudah memberikan gambaran, kita tidak bisa memaksakan mereka harus begini atau begitu. Tapi kita memberikan pilihan untuk mereka. Kalau kalian seperti ini akibatnya begini, kalau kalian seperti itu akibatnya bagitu, semua sudah kami gambarkan, tergantung mereka sendiri mau mengambil jalan yang mana.kita tidak bisa memaksakan keputusan apapun kepada mereka. Kami menghargai. Seorang guru Agamapun tidak bisa membatasi memaksakan kehendak mereka. BK pun tidak bisa, menasehati pun tidak diperbolehkan, hanya mendengarkan dan kita memberikan masukan kepada mereka. Ya kami sudah berusaha secara maksimal dalam mendidik para siswa disini.” (2 Mei 2013) Jadi permasalahan siswa yang di SMP Walisongo 1 ini antara lain terdapat siswa
yang sering
membolos,
siswa
yang sering mengerjai gurunya,
membahayakan teman sekelas, siswa yang lebih suka bermain internet daripada belajar, tidak disiplin dalam kegiatan berdoa bersama, dan sholat berjamaah. Semua ini dipengaruhi faktor-faktor dari dalam diri siswa tersebut, dan faktor kurangnya perhatian orang tua siswa. Permasalahan-permasalahan inilah yang sampai saat ini menjadi ketakutan tersendiri bagi pihak sekolah. Meski demikian, pihak BK tidak berhenti begitu saja memikirkan cara mendidik para siswa. Mereka menggunakan bermacam-macam cara dalam memperbaiki pola pikir dan tindakan siswa yang bermasalah. Terapi dan hukuman pun diberikan guna menuntun para siswa ke arah yang tidak memperosokkan mereka kepada hal buruk.
44
5.2 Jenis Terapi Terapi dan hukuman dilakukan hanya dengan satu tujuan yaitu mengajarkan kedisiplinan kepada para siswa. Satu-satunya hukuman yang dapat diterima oleh dunia pendidikan ialah hukuman yang bersifat memperbaiki, hukuman yang bisa menyadarkan anak kepada keinsyafan atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Dan dengan adanya keinsafan ini, anak akan berjanji di dalam hatinya sendiri tidak akan mengulangi kesalahannya kembali. Hukuman yang demikian inilah yang dikehendaki oleh dunia pendidikan. Hukuman yang bersifat memperbaiki ini disebut juga hukuman yang bernilai didik atau hukuman pedagogis. (Amin Danien Indrakusuma : 1973). Teori inilah yang harus kita gunakan sebagai pihak pendidik, maksudnya untuk memperbaiki perbuatan anak yang buruk/salah. (Suwarno : 1992). 5.2.1 Hukuman Berupa Pukulan Dalam hal ini, pihak BK juga telah melakukan tindakan nyata kepada para siswa yang melakukan kesalahan seperti hukuman yang membuat mereka jera. Pukulan adalah salah satu hukuman yang dilakukan pihak BK kepada siswa. Namun tidak semua pelanggaran dihukum dengan cara yang sama, hanya permasalahan kelit seperti membahayakan orang lain, hukuman pukulan diberlakukan. Seperti yang telah dipaparkan Wiwik Puji Astutik mengenai hukuman pukulan yang pernah diberikan kepada para siswa: “Terkadang saya pernah sampai memukul siswa bermasalah itu, kalau saya sampai seperti itu karena anak ini sudah sangat keterlaluan, keterlaluannya begini, satu saya ingatkan, setelah diingatkan kok dia kembali bersikap seperti itu lagi, saya beri peringatan keras. Tapi kok seperti itu lagi saya peringatkan yang kedua kali “kalau kamu seperti ini lagi, saya peringatkan sudah tidak pakai mulut lho! Saya sudah pakai tangan saya .” (2 Mei 2013)
45
Kekerasan memang tidak selalu menyelesaikan masalah, namun tetap harus melihat sebesar apa permasalahan yang terjadi disekolah. Pihak BK pun selalu memberikan peringatan terlebih dahulu mengenai hukuman seperti apa yang akan diberlakukan kepada siswa, sehingga siswa pun akan berpikir dua kali ketika akan melakukan kesalahan. Pemberian sanksi pukulan ini juga dilakukan pihak BK yang satunya. Hanya saja selalu beliau sisipkan nasehat dan pengertian, mengapa siswa yang bersangkutan dipukul, sehingga mereka memahami dan mengerti dasarnya, dengan menunjukkan Hadist mengenai kewajiban sholat. Sanksi ini memiliki tujuan yang sama yaitu mengajarkan siswa untuk disiplin mengerjakan sholat, Alfarasty Pramantyo memaparkan : “Saya selama disini hampir tidak pernah memukul, saya dulu pernah memukul waktu awal-awal, tapi saya tidak memukul mereka secara “full power”, ya mungkin mereka begini “Pak Alfa kok mukulnya setengahsetengah?” mungkin mereka berpikir seperti itu. Tapi saya ingin memberi mereka pelajaran bahwa ketika anak tidak sholat, saya ingin menunjukkan, ini lho Hadist Muhammad yang mengatakan “Ajari anakmu umur tujuh tahun itu untuk sholat kalau sepuluh tahun tidak sholat, maka pukullah!”. “Pukullah” dalam arti ini, bukan pukulan dalam arti kita memakai nafsu. Pukulan itu bukan untuk menghukum tapi untuk mendidik. Satu kali jangan terlalu keras, ketika dipukul saya selalu mengatakan, “saat kamu melanggar ingat pada pukulan ini, sakitkan? “ maka otomatis dia akan mengingat hal ini. Kalau hukuman yang lain ya seperti hafalan, lalu menulis ayat-ayat Al Qur’an, seperti istighfar, bacaan sholat.” (2 Mei 2013) Di sekolah ini selalu diadakan sholat Dzuhur berjamaah, yang wajib dilakukan siswa. Namun masih saja banyak siswa yang melanggar dengan membolos sholat berjamaah, hal ini ditindak tegasi oleh pihak BK, dengan memberikan sanksi seperti memukul tetapi tidak terlalu keras, sanksi ini bertujuan untuk membuat jera para siswa yang membolos, seperti pernyataan dari Wiwik Puji Astutik:
46
“Dulu ada yang pernah melanggar, yang awal-awal masuk SMP ini, kan saya pernah bilang kalian semua harus mengikuti sholat berjamaah, bagi yang sedang menstruasi tetap datang tapi duduk saja di luar mushola, nanti pulangnya sama-sama dengan teman yang lain. Kalau anak-laki-laki kan tidak mungkin ada alasannya, dan yang melanggar, atau membolos sholat berjamaah itu saya “sabet” atau pukul, karena mereka ini kan sudah berumur, sudah mengerti dan paham, bahwa sholat 5 waktu itu wajib. Tapi itu waktu awal-awal saja, begitu mereka tahu seperti itu, mereka tidak melanggar lagi tidak berani lagi. Nah lebih enak lagi kalau orang tua melanjutkan lagi dirumah, tapi ya kenyataannya, orang tua kurang memperhatikan anak, kita juga tidak mungkin mendatangi orang tua siswa satu-persatu, hanya untuk mengingatkan mereka sholat. Maka dari itu saya tegas, kalau anak-anak bilang saya galak ya biarlah, kalau saya disalahkan ya sudah, saya terima, tapi ini bagian dari cara saya mendidik mereka. Saya juga pernah bilang pada mereka, kalau kamu tidak terima silakan bicara pada orang tuamu, kalau mereka tidak terima juga silakan tuntut saya, saya tidak takut, karena saya benar.” (2 Mei 2013) Dengan adanya hukuman pukulan ini, diharapkan para siswa lebih disiplin lagi dalam mentaati peraturan sekolah.. Hukuman pukulan tidak sepenuhnya dilakukan pihak BK setiap terjadi pelanggaran terhadap peraturan sekolah. Hukuman ini hanya diberlakukan kepada siswa tertentu yang bersikap kurang ajar dan keterlaluan. Kekerasan memang tidak menyelesaikan masalah, hanya saja untuk sekedar peringatan keras bagi siswa yang bandel, hukuman ini menjadi salah satu cara yang digunakan. Namun meski telah dilakukan tindakan tegas oleh BK, tetap saja masih banyak anak yang melakukan pelanggaran baik disengaja maupun tidak disengaja. Hukuman dirasa kurang cukup dalam mengahadapi para siswa bermasalah, maka pihak BK pun mencari cara lain dalam mendidik para siswa dengan melakukan Terapi, yaitu melalui hafalan ayat-ayat Al Qur’an, dan terapi Wajib Lapor.
47
5.2.2 Terapi dengan Hafalan Pihak BK ternyata memiliki cara lain yang dilakukan untuk mendidik siswanya menjadi siswa yang baik. Salah satu nya adalah dengan memberlakukan Terapi hafalan, dan baca tulis Al Qur’an kepada siswa yang melanggar peraturan sekolah. Wiwik Puji Astutik juga pernah melakukan Terapi dengan menhafal Asmaul Husna dan doa-doa sehari-hari untuk mengatasi permasalahan siswa, beliau mengatakan : “Iya sudah pernah saya terapkan, seperti hafalan Amaul Husna, hafalan Doadoa sejak beberapa tahun yang lalu. Sampai anak-anak hafal karena sering melanggar peraturan. Akhirnya kami memberlakukan terapi ini ke semua anak untuk menghafal doa yang disisipkan dalam pelajaran BK. Ini sangat bermanfaat meski tidak mereka sadari. Saya itu kalau dengan siswa terbuka, kamu mau mengatakan apa saja uneg-uneg mu silakan dikatakan, entah kamu tidak suka dengan Bu Wiwik, benci dengan ibu, silakan katakan, tapi saya tidak akan balas membenci kamu, nanti suatu saat kamu akan ingat pada ucapan saya. Karena hasil tidak akan bisa langsung di rasakan saat itu juga. Menanam pagi hari ini pun besok belum bisa dipanen, butuh proses panjang dalam hal ini. tapi kami tidak pernah lelah memberitahu mereka, menasehati mereka, agar suatu saat terkenang, dan menyadarkan mereka. Kadang ketika mereka merasa sakit hati terjadap apa yang kami ucapkan, itu sebenarnya proses mereka mengingat ingat apa kesalahan mereka dan konsekuensi yang mereka dapatkan, otomatis akan terkenang dengan sendirinya. Sesudah saya hukum pun, saya marahi, saya akan merangkul mereka kembali, supaya mereka merasakan kemarahan saya adalah bagian dari kasih sayang saya untuk mereka. Supaya tidak tertanam benci dan dendam dalam hati mereka.” (8 Mei 2013) Berbagai cara yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan siswa. Sebagai contoh kasus yang baru-baru ini terjadi, yaitu ada beberapa siswa yang membolos kegiatan Isra’ Mi’raj di sekolah. BK memberikan sanksi seperti suatu terapi yaitu menuliskan bacaan sholat dalam kertas folio yang harus dihafalkan juga. Terapi seperti ini secara tidak langsung sangat bermanfaat bagi mereka sendiri, Wiwik Puji Astutik mengungkapkan :
48
“Saya menyuruhnya menuliskan bacaan sholat dengan huruf Arab. Itu kenang-kenangan karena dia tidak datang sewaktu ada peringatan Isra’ Mi’raj di sekolah. Hari sabtu kemarin. Sudah diumumkan, tapi tetap ada yang tidak datang. Kalau saya tidak memberikan seperti itu nanti kasihan yang lain, dan dia akan menyepelekan hal seperti ini, maka saya beri sanksi yang bermanfaat untuk dia. Kemarin saya kumpulkan jadi satu yang membolos itu, lalu saya beri hukuman sperti ini, menuliskan bacaan sholat Subuh dari awal wudhu sampai selesai sholat. Setelah sebelumnya saya jelaskan dulu mengapa kita harus memperingati Isra’ Mi’raj? Yaitu diturunkannya wahyu untuk mendirikan sholat, maka saya hukum mereka untuk menulis bacaan sholat. Hal ini pasti akan lebih membekas terhadap mereka. Dan saya memberi “deadline” satu hari harus selesai, kalau sampai beberapa hari belum selesai, ya saya tambah lagi hukumannya. Nah setelah selesai menulis, saya minta pada mereka untuk menyimpan tulisan tersebut untuk dihafalkan, karena besoknya mereka saya suruh untuk hafalan.” (12 Juni 2013) Tujuan Terapi yang dilakukan pihak BK semata-mata untuk mendidik siswa menjadi pribadi yang lebih agamis karena sekolah mereka ini sekolah yang bernafaskan Islam. Terapi seperti ini juga akan membantu siswa dalam menghadapi ujian praktek agama. Namun dalam memberikan terapi seperti ini pihak BK juga telah meminta izin pada guru Agama Islam, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman, karena BK hanya bertujuan untuk membantu, Wiwik Puji Astutik memaparkan : “Ketika saya memberikan hukuman seperti hafalan surat pendek dan lain-lain pun saya sebelumnya juga membicarakan ini kepada guru agama, dan Alhamdulillahnya guru Agama ikut terbantu dengan adanya sanksi sedemikian rupa. Nah tujuan saya melakukan ini ketika mereka ujian praktek nanti tidak ada kesulitan. Dan ini sudah terbukti tahun ini tahun kemarin, saya sudah mengawali di awal semester kelas 9, banyak yang masih tidak hafal bacaan sholat, lalu saya dengan Pak Alfa mencari cara untuk membantu mereka, tapi mereka tidak merasa digurui, dan saya mulai metode ini sejak kelas sebelumnya kelas 8 kita mulai.”(8 Mei 2013) Terapi ini diharapkan lebih bermanfaat untuk siswa dan membekas dalam ingatan para siswa. Hal seperti ini tidak akan merugikan siapapun. Di dalam
49
Agama Islam pemberian sanksi sangat dianjurkan, apalagi bertujuan mendidik seseorang untuk menjadi yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya. 5.2.3 Terapi Wajib Lapor Kedisiplinan sangat penting dalam membentuk pribadi siswa yang baik. Terapi kedisiplinan juga pernah diterapkan di sekolah. Tujuannya hanya satu yaitu mendidik siswa untuk selalu disiplin dan tepat waktu. Wiwik Puji Astutik menambahkan, bahwa pernah ada kasus yang membuat pihak BK kualahan yaitu kasus siswa dari kelas 8 (delapan) B yang membolos selama beberapa hari, yang akhirnya beliau terapkan suatu terapi yaitu terapi Wajib Lapor dengan cara mewajibkan siswa ini datang ke ruang BK untuk menandatangani buku absen untuk kemudian menghafal beberapa surat pendek yang telah ditentukan. Hal ini dirasa cukup efektif, karena selama beberapa minggu siswa yang bersangkutan disiplin melakukan kewajibannya tanpa dipaksa pihak BK, berikut pemaparannya : “Saya terapi versi saya, saya beri dia buku, yang harus ditanda tangani saya dan setelah dirumah ditanda tangani orang tuanya, agar kita semua tahu bahwa anak ini masuk sekolah. Anak itu sebenarnya sadar kalau melakukan kesalahan, tapi dia mudah terhasut teman-temannya. Padahal masalah hafalan dia pandai, tapi dia kurang bisa memahami apa yang di hafalkan. Maka dari itu setiap hari saya dan Pak Alfa tidak pernah bosan memberi masukan dan memotivasi dia. Memberikan penjelasan mengenai arti dari surat- surat Al Qur’an yang dia hafal. Waktu ulangan semesteran ini pun dia memberikan absen itu, saking dia sadar dengan sendirinya, padahal banyak teman yang punya kasus seperti dia, yang tidak disiplin meminta tanda tangan ke BK. Ini senjata saya yang terakhir dengan Pak Alfa.” (12 Juni 2013) Diterapkannya beberapa Terapi penyembuhan dengan hafalan ayat-ayat Al Qur’an dan Terapi Wajib Lapor untuk mengatasi permasalahan siswa tujuannya tidak lain tidak bukan untuk memotivasi siswa dalam mengatasi permasalahan
50
yang mereka lakukan di sekolah. Tujuannya agar para siswa mau mentaati peraturan yang berlaku, agar menjadi anak-anak yang bermoral yang berguna bagi masyarakat luas, yang bertanggung jawab yang sesuai dengan tujuan dari pendidikan.
5.3 Penerapan Biblioterapi Dalam penelitian ini Penerapan Biblioterapi akan dilakukan kepada siswa SMP Walisongo 1 Semarang dalam rangka pembentukan kepribadian. Bahan Biblioterapi yang digunakan adalah Al Qur’an dan Hadist. Mengapa kedua komponen itu yang digunakan, karena Al Qur’an dan Hadist adalah setinggitingginya pedoman yang dimiliki umat Muslim di seluruh dunia. Diharapkan Al Qur’an dan Hadist dapat membantu memberikan pandangan yang Islami kepada para siswa dan memecahkan permasalahan kompleks yang dialami siswa di sekolah, serta membentuk kepribadian siswa yang bermoral. Tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dan Terapis yang bernama Achmad Wijayanto dengan pengalamannya sebagai seorang guru mengaji di Masjid Al Fattah sebelum melakukan Biblioterapi di SMP Walisongo 1 Semarang yaitu Identifikasi sesuai dengan empat Aspek yang menjadi acuan, Klasifikasi bahan bacaan, Treatment, Inkubasi, dan Evaluasi. Setelah dilakukan Identifikasi terhadap ke enam siswa terpilih di SMP Walisongo 1 Semarang, kemudian dilakukanlah Klasifikasi, yaitu penentuan bahan bacaan yakni Hadist dan suratsurat dari Al Qur’an yang tepat yang akan diberikan kepada para siswa. Setelah di klasifikasi, dilakukanlah Tindakan berupa Biblioterapi. Biblioterapi ini dilakukan
51
secara berkelompok. Al Qur’an dan Hadist dipilih oleh peneliti dan Terapis setelah melakukan observasi lebih lanjut. Ada tiga Aspek yang menjadi perhatian dalam penelitian ini. Para siswa terpilih, dipilih berdasarkan ke empat Aspek ini sebelum diadakan Biblioterapi untuk memudahkan Identifikasi permasalahan dan pemilihan bahan bacaan. Aspek-aspek itu meliputi Aspek Sosial, Aspek Moral, Aspek Emosi, dan Aspek Kognitif. 5.3.1 Aspek Sosial Aspek sosial meliputi kurangnya perhatian seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. Perilaku siswa yang tidak peduli terhadap orang lain menjadi kunci dalam aspek ini. Tidak adanya sikap saling menolong, saling membantu dan meringankan beban orang lain, serta berperilaku sombong karena merasa pandai namun tidak mau membantu orang lain dengan kepandaiannya masuk ke dalam kategori ini. Dalam pelaksanaan Biblioterapi setelah teridentifikasi permasalahan seperti diatas, peneliti dan Terapis memberikan dua Hadist yaitu tentang Hadist senyum (HR. Muslim), dan amalan yang setingkat dengan sedekah (HR. Bukhari dan Muslim), kepada siswa yang mencakup Aspek Sosial : Hadits Senyum:
“Janganlah kamu mengganggap remeh apa saja dari kebaikan, meski hanya engkau bertemu saudaramu dengan muka yang manis (senyum)” (HR Muslim)
52
Telah disampaikan bahwa, manusia harus saling tolong menolong, ramah, saling mengasihi, dan membantu, tidak saling menghina dan mengejek satu sama lain. Hadist ini adalah catatan penting untuk siswa yang sering mengejek satu sama lain, dan merendahkan teman lainnya. Begitu pula untuk siswa yang memiliki prestasi lebih dibanding teman-temannya dihimbau untuk saling membantu apabila ada kesulitan dalam pekerjaan rumah. Tapi bukan untuk saling membantu saat ujian. Mereka pun memahami, bahwa berbuat baik kepada sesama itu merupakan ladang pahala, sehingga seperti siswa yang tadinya sering bertengkar, kini saling bermaaf-maafan. Selain berbuat kebaikan. Ada lagi Hadist yang melanjutkan Hadist sebelumnya, yaitu mengenai sedekah HR. Bukhari dan Muslim. Ini sangat penting, namun jarang diketahui orang, karena ini sepele, namun besar pengaruhnya di dalam kehidupan. Hadist ini perlu diketahui para siswa, yaitu Hadist mengenai : Amalan Yang Setingkat dengan Sedekah:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari di mana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai)adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia naik kendaraannya atau mengangkatkan barang nya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
53
Dikatakan dalam Hadist diatas bahwa setiap hal yang dilakukan manusia di bumi ini yang bertujuan baik, adalah suatu sedekah. Menolong orang lain, membantu orang tua, teman, saudara, guru, dan siapapun bahkan hewan dan tumbuhan merupakan sedekah. Sehingga diwajibkanlah bagi kita sedekah setiap harinya. Karena hidup ini pun adalah sedekah, nikmat tiada tara yang diberikan Alloh, maka berlomba-lomba lah bagi manusia untuk bersedekah. Para siswa yang tadinya hanya berpikir bahwa sedekah itu hanya dengan uang menjadi paham, bahwa apapun yang dilakukan dijalan kebaikan merupakan bagian dari sedekah. Setelah diajarkan sedekah, para siswa juga diberitahukan, bahwa dalam bersedekah ataupun beramal hendaknya dilakukan tanpa menunda waktu. Sekarang mampu maka segerakanlah melakukan, karena hal yang baik itu tidak boleh ditunda-tunda. Hal baik yang ditunda-tunda akan menjadi hal yang tidak baik. 5.3.2 Aspek Moral Aspek ini mencakup perilaku siswa yang sering membuat masalah, mengerjai guru, bersikap kurang sopan terhadap orang yang lebih tua seperti para guru dan orang tua mereka sendiri. Dalam aspek ini peneliti dan Terapis menentukan dua Hadist mengenai larangan mencelakakan sesama muslim (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, Hasan) ,Hadist Berbakti kepada kedua orang tua (HR Tirmidzi, Shohih) dan satu Doa sehari-hari tentang pentingnya peranan Orang tua beserta kisah Inspiratifnya, sebagai berikut:
54
Hadits Larangan Mencelakakan Sesama Muslim:
“Barangsiapa mencelakakan seorang muslim niscaya Allah akan mencelakakan dirinya dan barangsiapa menyusahkan seorang muslim niscaya Allah akan membuatnya susah” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, Hasan) Dalam Hadist ini peneliti dan Terapis memberitahukan kepada ke enam siswa secara lisan mengenai larangan mencelakakan sesama muslim. Para siswa pun diwajibkan memahami bahwa sesama muslim dilarang membahayakan jiwa dan raga muslim lainnya. Sesama muslim harus menjaga lisan dan tingkah lakunya, agar mereka tidak terjerumus ke lembah dosa. Siswa diharapkan dapat mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti juga memberikan materi lain mengenai Doa, yaitu Doa anak kepada kedua orang tuanya dengan Hadist seperti berikut ini : Doa untuk kedua Orang Tua:
Robbighfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa. Artinya : “Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”.
Hadits Berbakti Kepada Ayah dan Bunda:
“Ridho Allah ada dalam ridho ibu bapak dan murka Allah ada dalam murka ibu bapak” (HR Tirmidzi, Shohih)
55
Anak yang sholeh atau sholehah pasti tidak lupa mendoakan kedua orang tuanya. Maka dari itu penting bagi seorang anak untuk selalu melantunkan doa ini kapan pun dan dimanapun mereka berada. Selain Doa, peneliti juga menyisipkan cerita pendek mengenai betapa pentingnya seorang anak berbakti kepada orang tua, dan Alloh memberikan nya balasan yang setimpal untuk itu, yaitu syurga. Ada juga kisah inspiratif dari Nabi Musa yang disisipkan peneliti ke dalam materi Biblioterapi. Seperti yang disebutkan dalam QS. Ibrahim ayat 41 :
Rabbanā Aghfir Lī Wa Liwālidayya Wa Lilmu'uminīna Yawma Yaqūmu Al-Ĥisābu "Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orangorang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" (QS. Ibrahim:41) Begitu besarnya peran orang tua dalam kehidupan kita, peneliti dan Terapis mencoba membuka hati para siswa untuk lebih menghargai jasa dan pengorbanan orang tua. Para siswa diwajibkan untuk selalu menghormati, menuruti setiap perkataan orang tua demi kebaikan mereka sendiri, karena sesungguhnya tidak ada orang tua yang ingin melihat anaknya menderita. Dengan kisah yang diceritakan peneliti diatas, diharapkan para siswa mampu menempatkan diri sebagai anak yang mampu dibanggakan kedua orang tuanya, mampu berprestasi di sekolah, dan memiliki akhlak yang mulia, sehingga tidak akan mengecewakan kedua orang tuanya.
56
5.3.3 Aspek Emosi Aspek Emosi teridentifikasi terhadap siswa yang mudah marah, tersinggung, dan sering bertengkar dengan temannya. Peneliti dan Terapis mencarikan bahan bacaan berupa Hadist mengenai larangan mencaci sesama muslim (HR Bukhori dan Muslim), Hadits larangan berkata tidak baik (HR Tirmidzi, Shohih), dan Hadits mencintai sesama muslim (HR Bukhori dan Muslim). Hadits Larangan Mencaci Sesama Muslim:
“Mencaci orang muslim adalah perbuatan fasik” (HR Bukhori dan Muslim)
Hadits Larangan Berkata Tidak Baik
“Sesungguhnya Allah membenci orang yang keji dan kotor kata-katanya” (HR Tirmidzi, Shohih)
Hadits Mencintai Sesama Muslim
“Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhori dan Muslim) Ketiga Hadist ini ditanamkan pada siswa, agar siswa mengetahui dan memahami bahwa sebagai muslim yang baik tidak mudah tersulut emosi dan mampu menahan hawa nafsu kemarahannya serta selalu sabar dalam menghadapi cobaan hidup. Para siswa diajarkan untuk tidak berkata kasar dan mengayomi
57
sesamanya. Apabila hal ini ditanamkan dalam diri mereka, tidak akan ada siswa yang bertengkar dan tawuran di sekolah. 5.3.4 Aspek Kognitif Aspek ini meliputi sikap siswa yang malas, sering tidak memperhatikan pelajaran, dan kurang menyadari kemampuan diri nya sendiri, dia tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, dan acuh tak acuh terhadap segala sesuatu. Dalam aspek ini peneliti menemukan siswa yang meliputi Aspek kognitif yaitu siswa yang teridentifikasi tidak dapat membaca Al Qur’an dan sulit dalam menghafal bacaan surat pendek yang sangat mudah dihafalkan bagi siswa lainnya, maka dipilihlah Hadist mengenai keutamaan pembelajaran Al Qur’an dari (HR. Al-Bukhari), Hadist mengenai Agama adalah nasehat (HR Bukhori dan Muslim), Hadist tentang anjuran meninggalkan yang tidak berguna (HR Tirmidzi) juga hafalan serta pemahaman mendalam mengenai keistimewaan surat Al Fatihah dan Al Ikhlas : Keutamaan belajar dan mengajar Al Qur’an:
Diriwayatkan dari Utsman dari Nabi, beliau bersabda, “Sebaik-baiknya orang dari kalian adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain.” (HR. Al-Bukhari ).
Hadits Agama adalah Nasehat:
“Agama adalah nasehat.” (HR Bukhori dan Muslim)
58
Hadits Anjuran Meninggalkan yang Tidak Berguna:
“Merupakan tanda baiknya islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR Tirmidzi) Kesimpulan dari Hadist tersebut adalah anjuran untuk mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain, yang meliputi tajwid, makna, tafsir, dan hukum-hukum syariat yang terkandung di dalamnya. Sebaik-baiknya amalan adalah mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an kepada orang lain dengan tetap memelihara keikhlasan dalam melakukannya. Belajar dan mengajarkan Al Qur’an merupakan sebab meraih kebaikan, kebahagiaan, dan keberkahan hidup. Para siswa dirujuk untuk memahami bahwa Al Qur’an adalah pedoman yang harus dimiliki manusia, dalam menjalankannya di kehidupan dunia maupun akhirat, dengan kata lain setiap manusia diwajibkan untuk dapat membaca Al Qur’an, dan selalu berusaha mengamalkannya. Tidak berhenti disini, selain memberikan pemahaman mengenai isi dari Hadist ini, peneliti dan Terapis melakukan praktek langsung dalam Biblioterapi, yaitu mengajarkan dan mengenalkan kembali kitab suci yang bernama Al Qur’an kepada siswa. Selain Hadist dan Al Qur’an ada materi lain yang ditambahkan peneliti dan Terapis dalam melakukan Biblioterapi ini. materi lain yang disampaikan sangat ringan namun diharapkan dapat membekas pada para siswa, sehingga dimanapun mereka berada, materi ini selalu diingat, materi yang disampaikan adalah mengenai tafsir dari Surah Al Fatihah dan Al Ikhlas. Para siswa dituntut memahami bagaimana peranan Surat Al Fatihah dan Al Ikhlas, yang selama ini mereka kenal, namun tidak mereka pahami. Setelah mereka mengetahui
59
keistimewaan Surat ini, mereka melantunkan Al Fatihah dan Al Ikhlas tiga kali untuk berdoa agar diberikan ilmu yang bermanfaat dan selamat di dunia dan akhirat. Sejumlah Hadist yang diberikan mencakup Aspek Sosial yaitu Hadist senyum (HR. Muslim), dan amalan yang setingkat dengan sedekah (HR. Bukhari dan Muslim), Aspek Moral yaitu Hadist mengenai larangan mencelakakan sesama muslim (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, Hasan) ,Hadist berbakti kepada kedua orang tua (HR Tirmidzi, Shohih) dan satu Doa sehari-hari tentang pentingnya peranan Orang tua beserta kisah Inspiratifnya, Aspek Emosi yaitu Hadist mengenai larangan mencaci sesama muslim (HR Bukhori dan Muslim), Hadits Larangan Berkata Tidak Baik (HR Tirmidzi, Shohih), dan Hadits Mencintai Sesama Muslim (HR Bukhori dan Muslim), dan Aspek Kognitif yaitu Hadist mengenai keutamaan pembelajaran Al Qur’an dari (HR. Al-Bukhari), Hadist mengenai Agama adalah Nasehat (HR Bukhori dan Muslim), Hadist tentang Anjuran Meninggalkan Yang Tidak Berguna (HR Tirmidzi) juga hafalan serta pemahaman mendalam mengenai keistimewaan surat Al Fatihah dan Al Ikhlas. Semua pemberian Hadist-hadist tersebut bertujuan memberikan pemahaman lebih dalam mengenai Islam. Pemberian Hadist ini diharapkan mampu memberikan pandangan dan bekal untuk siswa dalam menjalani kehidupan yang akan datang. Setelah dilakukan Tindakan dengan menggunakan Hadist dan Al Qur’an, beberapa siswa langsung dapat diketahui perkembangannya, pihak pneliti pun dapat memberikan evaluasinya terhadap kasus yang dihadapi seperti kemampuan siswa dalam membaca huruf arab yang tadinya sama sekali tidak bisa menjadi
60
bisa, dan yang sudah bisa menjadi lancar, serta lebih memahami isi dari Hadisthadist untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
5.4 Biblioterapi Pembentuk Kepribadian Biblioterapi dianggap dapat memberikan manfaat dan pembelajaran tersendiri dalam mengembangkan pola pikir serta pembentukan kepribadian seseorang. Logikanya semakin sering orang membaca, semakin terpola juga pikirannya, semakin ia banyak tahu, maka akan semakin mudah bagi nya untuk memposisikan dirinya dalam kehidupan masyarakat. Secara sadar maupun tidak, apa yang dilakukan pihak BK selama ini merupakan suatu terapi dengan menggunakan pedoman sebuah buku, yaitu kitab suci Al Qur’an, yang bisa dikatakan sebagai penyembuhan lewat buku atau sering disebut dengan Biblioterapi. Biblioterapi memang masih awam di telinga kebanyakan orang, tapi secara tidak sadar selama ini semua orang pernah melakukannya. Seperti halnya disekolah ini, pihak BK ternyata pernah melakukan Biblioterapi. Biblioterapi ini akan diterapkan dalam pemberian hukuman dan pembelajaran kepada siswa, karena sangat bermanfaat, seperti yang diungkapkan Wiwik Puji Astutik mengenai Biblioterapi berikut ini: “Iya saya sebenarnya awam dan asing mendengar kata Biblioterapi itu, tapi setelah dijelaskan saya mengerti dan ternyata selama ini saya melakukannya kepada para siswa disini. Tapi saya tidak tahu kalau namanya Biblioterapi. Nanti mulai kelas 8 itu saya akan biasakan metode seperti ini, dalam memberikan hukuman, atau pengajaran terhadap para siswa, ini akan lebih bermanfaat bagi mereka.” (8 Mei 2013) Setelah mendengar penjelasan mengenai Biblioterapi, Alfarasty Pramantyo, mulai menyadari bahwa selama ini pihak sekolah telah melakukan Biblioterapi
61
dalam versi yang lain. Sebagai contoh memberikan ekstra kurikuler di luar jam pelajaran yang berhubungan dengan keagamaan, seperti baca tulis Al Qur’an yang diampu salah satu guru kompeten yang ada di sekolah tersebut. Ini sangat membantu perkembangan diri siswa dalam hal keagamaan, beliau menuturkan : “Di sekolah ini pun sudah ada guru mata pelajaran lain yang mau membantu para siswa dalam hal BTQ. Yaitu guru bahasa Indonesia yang merangkap menjadi guru mading dan mengajarkan BTQ seminggu tiga kali. Itu juga sangat membantu, karena ilmu yang diperoleh kalau bisa bermanfaat bagi orang lain. Seperti saya juga dalam memberi pelajaran BK, juga saya sisipkan tajwid-tajwid mereka dalam pembacaan Al Qur’an, bukan hanya hafalanhafalan surat. Tapi juga masalah tingkah laku dan kebiasaan-kebiasaan.” (8 Mei 2013) Pihak BK tidak pernah lalai mengingatkan betapa pentingnya seorang muslim taat kepada agamanya. Ketika memberikan pelajaran BK di kelas, BK terkadang memberikan beberapa nasehat, menceritakan kisah inspiratif dari para Nabi terdahulu dan menyampaikan beberapa Hadist untuk diambil hikmahnya, seperti yang diungkapkan Alfarasty Pramantyo : “Saya juga menceritakan dahulu ada salah seorang sahabat Nabi yang ketika akan dihukum mati dia ditawari satu permintaan, dan dia ingin sholat 2 rakaat sebelum dihukum mati. Nah apakah pada saat itu dia di tolong oleh Allah lantas tidak jadi dihukum mati? Tidak dia tetap dihukum mati, tapi ya itu, prosesnya kan benar, dia melakukan pertobatan sebelum dia mati. Masalah diterima atau tidak itu urusan Allah setidaknya dia punya etiket yang baik kepada Allah. Seperti dikatakan pada QS. Al Baqarah, “mintalah tolong dengan sholat dan sabar”. Ini yang kurang kita pahami. Ini juga menjadi kesulitan, melihat anak-anak sekarang akhlaknya seperti itu. Baiknya ya kita berusaha dulu semampu kita, jangan melihat kemampuan orang lain untuk berubah, berubah lah menjadi lebih baik semampumu. Karena jelas kemampuan manusia satu dengan yang lain itu berbeda.” (8 Mei 2013) Biblioterapi memang terasa asing di telinga banyak orang, namun sebenarnya Biblioterapi telah dipraktekan dari dulu, hanya saja tidak banyak orang yang menyadarinya. Seperti Biblioterapi yang pernah dilakukan di SMP Walisongo ini , pelaksanaanya dilakukan secara tidak sadar, dengan memberikan hukuman
62
melalui hafalan, serta peringatan-peringatan ringan dengan pedoman kitab suci Al Qur’an yang sebelumnya telah dibaca dan dipelajari pihak BK. Biblioterapi melalui Hadist dan Al Qur’an sangat bermanfaat di sekolah Islam seperti ini. Namun hal ini bekerja dalam jangka panjang, karena proses ini tidak mudah, membutuhkan banyak waktu dan kesungguhan serta keminatan. Biblioterapi diyakini mampu memberikan banyak manfaat bagi kemajuan pola pikir dan tingkah laku seseorang untuk memecahkan permasalahannya.
5.5 Manfaat Penerapan Biblioterapi Biblioterapi sangat bermanfaat bagi para siswa dan pihak BK yang ingin menyelesaikan permasalahan dengan cara yang berbeda. Biblioterapi ini harus dilakukan secara terus menerus namun bertahap. Banyak cara dilakukan dalam Biblioterapi ini, bukan hanya dengan membaca, tapi menghafal, menulis, dan Biblioterapi pun dapat dilakukan melalui pemberian hukuman. Hal ini justru akan memberikan manfaat yang lebih besar terhadap siswa. Dengan membaca dan memahami arti dari Al Qur’an dan Hadist, siswa akan mampu memilih mana yang baik dan mana yang buruk secara jelas. Dan tanpa disadari Biblioterapi ini akan mengembangkan pola pikir siswa ke arah yang lebih baik dan pribadi yang beriman. Manfaat yang terlihat pun tidak terlalu mencolok dikarenakan waktu penelitian yang terbatas. Beberapa siswa ketika dilakukan tes membaca Al Qur’an oleh Terapis ternyata ada dua dari enam anak yang sama sekali tidak bisa membaca huruf hijaiyah. Kurangnya perhatian guru mereka juga menjadi faktor yang membuat mereka tidak sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran yang
63
diberikan. Ini merupakan masalah kecil yang bisa menjadi masalah besar apabila didiamkan begitu saja. Seperti yang dikemukakan Achmad Wijayanto mengenai perilaku siswa dan kemampuan membaca Al Qur’an para siswa ini : “Ya menurut saya sih wajar ya karena dia masih SMP masih terbawa suasana seorang bocah. Tapi kalau saya lihat, sebenarnya mereka itu bukan nakal tapi jahil, masih dalam batas normal, kalau saya perhatikan yang paling kelihatan jahil itu Antok atau Nando Funanda. Kalau yang lainnya seperti Arjun, Aji, Iman, Danu, sama Aditya itu masih dibawahnya Antok lah, istilahnya gitu, jadi paling “Waw” itu Antok, kalau Arjun dia sudah sampai Al Qur’an, kalau Aditya dia juga sudah sampaiAl Qur’an tapi sudah 2 tahun terakhir ini dia tidak mengaji, kemudian kalau Iman dan Danu menurut saya mereka sudah lancar, ya tinggal Aji dan Antok itu kalau Aji itu tidak semua huruf Hijaiyah dia ketahui.” (16 Juni 2013) Fokus dari kegiatan Biblioterapi ini adalah membentuk kepribadian para siswa yang terpuji dan membentuk akhlak yang baik. Penggunaan koleksi dari perpustakaan SMP Walisongo 1 berupa Hadist dan Al Qur’an ini juga merupakan suatu upaya untuk terbentunya akhlak yang menjunjung tinggi norma agama di sekolah. Biblioterapi ini bertujuan untuk mengembangkan diri siswa, sekaligus membantu membentuk kepribadian siswa, karena menggunakan Al Qur’an dan Hadist dalam pelaksanaannya. Pihak BK setuju bahwa Biblioterapi dengan Al Qur’an dan Hadist ini sangat bagus dalam perkembangan rohani para siswa, seperti yang disampaikan Alfarasty Pramantyo: “Nah biblioterapi ini sangat fleksibel sekali, apalagi kemarin saya sempat kaget mendengar kegiatan Biblioterapi yang akan diadakan di sekolah ini, tapi justru ini bagus. Dulu saya sering belajar dengan Ustadz saya sewaktu saya mengaji, beliau mengatakan ketika beliau menasehati orang, itu sudah sama saja dengan menasehati dirinya sendiri, sama seperti saat kita belajar Al Qur’an, kita yang mengajarkan mau tidak mau harus belajar lagi, dan ilmu itu akan terus berkembang dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Biblioterapi dengan Qur’an dan Hadist ini sangat bagus dalam perkembangan rohani para siswa.” (8 Mei 2013)
64
Manfaat penerapan Biblioterapi akan terlihat secara berangsur-angsur. Dalam kasus tertentu Biblioterapi telah memperlihatkan efeknya secara langsung, tanpa menunggu masa inkubasi yang terlalu lama. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam membaca Al Qur’an, dari yang tidak bisa menjadi bisa serta siswa yang sempat sering membolos, setelah diadakan Biblioterapi dia jadi bersemangat datang ke sekolah untuk dapat berbagi permasalahannya pada peneliti, Terapis, dan BK. Dalam menangani masalah siswa yang sering membolos, pihak BK juga turut serta membantu proses Biblioterapi ini, yaitu dengan memberikan Terapi Wajib Lapor yaitu kewajiban mengisi buku Absen dan menghafal ayat setiap harinya, untuk kemudian dipantau BK, agar siswa yang bersangkutan tidak membolos kembali. Begitu pula untuk beberapa siswa lain, mereka kini sering melakukan belajar kelompok untuk sekedar menyelesaikan pekerjaan rumah bersama-sama seusai kegiatan Biblioterapi, dibantu oleh peneliti dan Terapis. Ada salah satu siswa yang memang kurang begitu banyak terlihat perubahan dan perkembangannya, namun yang awalnya dia bersikap acuh tak acuh dan sering protes ketika awal dilakukan Biblioterapi, semakin lama dia bisa mengikuti kegiatan Biblioterapi dengan lebih tenang, dan menurut, tanpa banyak bicara. Peneliti yang merangkap menjadi Terapis kedua ini pun juga mengungkapkan pendapatnya mengenai perkembangan siswa setelah dilakukan beberapa kali Biblioterapi pada beberapa siswa terpilih, terlihat beberapa kemajuan dan perubahan pada siswa. Mereka sedikit demi sedikit mengerti mengenai hadisthadist, mereka juga paham hal-hal yang sebenarnya wajib dilakukan seorang
65
muslim, mampu memilih pergaulan yang baik, dan tidak mudah berkata kasar atau tersinggung oleh perkataan orang lain. Hadist-hadist ini diharapkan mampu mendidik siswa supaya lebih memahami bahwa Islam itu selalu menagajarkan kebaikan, dan mereka diharapkan mampu mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari : “Selama setelah di Biblioterapi pada awalnya kan diberikan Hadist-hadist tentang cara belajar dan mengajarkan Al Qur’an kepada anak-anak, ada juga Hadist tentang hal-hal yang mengajarkan anak-anak tentang perintah supaya mereka bisa mengendalikan diri, lalu juga Hadist tentang pergaulan supaya mereka tidak salah pergaulan di zaman sekarang, itu saya sendiri sebagai peneliti juga sebagai terapis disana, dan setelah saya beberapa kali saya berikan hadist-hadist itu, mereka jadi tahu, oh ternyata seperti ini, pergaulan yang baik menurut Islam itu seperti ini, sebenarnya membaca Al Qur’an itu penting, dan mengucapkan kata-kata yang lebih baik untuk berbicara dengan orang lain, menurut saya ini sudah sedikit banyak memberi perubahan untuk mereka.” (16 Juni 2013) Ternyata Al Qur’an memiliki peran penuh dalam memberikan perubahan yang manfaat di dalam kehidupan manusia, terutama para siswa yang bermasalah. Perubahan yang terjadi setelah pelaksaan Biblioterapi menggunakan Al Qur’an ini juga dirasakan oleh Terapis. Beberapa siswa yang dulu nya tidak bisa membaca huruf hijaiyah sama sekali, kini mampu menghafal huruf tersebut. Ini sungguh perkembangan yang tidak disangka, dalam waktu beberapa kali pertemuan, siswa mampu mempelajari nya dengan baik. Ini suatu pertanda bahwa niat dan semangat mereka masih menyala, tinggal diberikan motivasi dan sarana yang tepat, mereka akan mampu mengembangkan diri lagi. Hal ini dibenarkan oleh Achmad Wijayanto sebagai Terapis : “Ada, saya lihat ada perubahan, misalnya seperti siswa bernama Arjun, dia tidak diragukan lagi dia memang sudah bisa membaca Al Qur’an, kemudian kalau Danu dan Iman, mereka sudah mulai lancar membaca Al Qur’an, kemudian Aditya juga sudah mulai lancar, nah mengenai Aji dan Antok,
66
mereka berdua ini kalau saya lihat, dia hanya sebatas tahu saja awal nya sebelum belajar dengan saya, tapi belum paham mengenai bacaan Al Qur’an. Huruf Hijaiyah saja mereka belum menguasai. Tapi setelah belajar dengan saya beberapa hari terlihat sekali perubahan yang sangat drastis pada siswa terutama pada Aji, Aji itu pertemuan pertama waktu saya tes, dia belum begitu menguasai huruf Hijaiyah, saya coba tes jilid dua, dia belum bisa menguasai kemudian saya turunkan menjadi jilid 1 dan belajar lebih dalam mengenai huruf Hijaiyah, dari Alif sampai Ya’, kemudian saya suruh baca berulang-ulang kali dan Alhamdulillah dia sudah mulai hafal, dan kalau Antok, itu memang sulit, dia sering lupa, tapi misalkan dia terus belajar, maka dia akan bisa menguasai huruf Hijaiyah, dan kedepannya mereka semua akan bisa membaca Al Qur’an dengan baik dan lancar.” (16 Juni 2013) Biblioterapi ini diharapkan dapat mendorong dan memotivasi siswa untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan lebih dekat lagi kepada Allah swt. Selain perkembangan siswa mengenai pembelajaran Al Qur’an, Bilioterapi mengenai Hadist-hadist juga dirasa mampu memberikan perubahan secara bertahap terhadap para siswa. Seperti pendapat peneliti dan Terapis yaitu Achmad Wijayanto yang menyampaikan manfaat dari Biblioterapi yang diadakan di SMP Walisongo 1 Semarang ini: “Menurut saya Biblioterapi ini manfaatnya cukup besar sekali bagi anakanaknya itu sendiri, yang tadinya tidak mengenal Al Qur’an jadi mengenal Al Qur’an, dan bisa belajar mengenai Al Qur’an, seperti dasarnya yaitu huruf Hijaiyah, mereka bisa memahami itu, itu saja sudah luar biasa, buat bekal kedepannya mereka bisa mempelajari Al Qur’an. Kemudian, mengenai materi-materi yang disampaikan juga mengenai Hadist-Hadist mungkin mereka tidak sepenuhnya paham mengenai Hadist tersebut, tetapi mereka bisa mempraktekan inti dari Hadist yang disampaikan.” (16 Juni 2013) Biblioterapi ini akan sangat efektif apabila ditindak lanjuti oleh pihak sekolah khususnya pihak BK. Biblioterapi sangat bermanfaat dalam mengembangkan dan membentuk akhlak para siswa menjadi lebih terarah dengan pedoman Al Qur’an dan Hadist, peneliti menambahkan : “Paling tidak Biblioterapi ini jika diterapkan seterusnya di sekolah, akan bisa membantu memperbaiki akhlak, dan membentuk kepribadian siswa, membantu siswa yang membutuhkan penyembuhan psikis. Saya juga sudah
67
menitipkan hal ini kepada pihak BK SMP Walisongo 1 Semarang agar supaya mereka bisa melanjutkan Biblioterapi yang saya lakukan di sekolah ini.” (16 Juni 2013) Seperti yang juga disampaikan Wiwik Puji Astuti, bahwa beliau berjanji akan menindak lanjuti kegiatan ini bekerja sama dengan guru lain, agar pelaksanaanya lebih efektif dan terbuka, sehingga tidak terjadi masalah di tengah pelaksanaannya nanti: “Iya tentu saja ini bisa ditindak lanjuti, karena insyaAlloh ini ada manfaatnya untuk semua. InsyaAlloh, makanya apa yang saya lakukan ini bertahap, mungkin karena ini bukan bidang kami, karena sudah ada pembimbingnya sendiri seperti guru Agama Islam. Saya juga tidak bisa “meng-handle” hal ini, nanti dikira merebut lahan guru lain, tapi paling tidak hukuman bagi anakanak pun kita sisipkan hal yang menyangkut agama, karena memang ini sekolah yang beraroma Islam. Paling tidak ini akan membekas untuk para siswa. Setelah lulus dari sini pun mereka yang tadinya tidak bisa sholat jadi bisa sholat. Tidak bisa mengaji jadi bisa mengaji. Tidak bisa hafalan asmaul husna jadi bisa hafal. ini saya juga ingin melakukan seperti pelatihan, untuk para siswa yang bertugas Tadarus setiap pagi itu, agar dilatih sebelum melakukan tugasnya. Jadi paling tidak mereka bisa membaca dengan fasih, baik dan benar. Kalau bisa seminggu sekali mereka dilatih oleh guru khusus untuk mendalami BTQ. Mungkin di tahun ajaran baru nanti kita adakan latihan itu, dan menghidupkan kembali Tadarusan ini. saya tidak menuntut bacaannya tidak sebagus gurunya, tapi paling tidak bacaannya lebih bagus lagi. Ini bisa jadi masukan khusus untuk pihak sekolah.”(16 Juni 2013 ) Manfaat diadakannya penerapan Biblioterapi di SMP Walisongo 1 Semarang ini memberikan motivasi yang besar bagi para siswa dan pihak BK. Perubahan nyata terlihat pada beberapa anak, akibat Biblioterapi ini yaitu kemampuan menghafal surat-surat pendek, dan lebih memahami Hadist, kemampuan membaca Al Qur’an yang lebih baik dari sebelumnya. Siswa yang malas belajar menjadi termotivasi lebih rajin belajar. Siswa yang sering membolos menjadi lebih disiplin datang ke sekolah. Mereka yang sering bertengkar menjadi lebih tenang dan mampu menguasai diri. Respon dan niat yang baik untuk memperbaiki diri terlihat
68
jelas dengan cara mendengarkan dan menjalankan dengan sungguh-sungguh kegiatan Biblioterapi ini. Diharapkan pihak sekolah tidak hanya pihak BK, dapat menindak lanjuti kegiatan Biblioterapi ini, untuk mewujudkan suasana sekolah yang lebih Islami, dan memberikan bibit-bibit unggul yang mampu berprestasi di bidang akhlak dan budi pekerti.
69
BAB VI PENUTUP 6.1 SIMPULAN Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan, dapat disimpulkan bahwa penerapan Biblioterapi dalam membentuk kepribadian siswa SMP Walisongo 1 Semarang memberikan hasil yang positif terhadap siswa yang bermasalah. Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1.
Penerapan Biblioterapi dilakukan kepada 6 (enam) siswa terpilih yang perilakunya meliputi 4 (empat) aspek yaitu Aspek Moral, Aspek Sosial, Aspek Emosi, dan Aspek Kognitif, dengan media berupa koleksi yang ada di Perpustakaan SMP Wlaisongo 1 Semarang berupa Al Qur’an dan Hadist . Penerapan Biblioterapi dilakukan dengan cara seperti pemberian hukuman, terapi melalui hafalan ayat Al Qur’an yaitu surat pendek dan bacaan sholat, dan kegiatan baca tulis Al Qur’an serta pengenalan Hadist.
2.
Penggunaan koleksi dari Perpustakaan SMP Walisongo 1 Semarang berupa Hadist dan Al Qur’an dapat memberikan motivasi spiritual terhadap siswa. Melalui Hadist dan Al Qur’an, para siswa diajarkan memahami dan memaknai lebih dalam isi dari Hadist-Hadist dan ayat-ayat Al Qur’an. Perubahan nyata terlihat pada beberapa anak akibat Biblioterapi ini yaitu Pertama, kemampuan siswa dalam menghafal dan membaca ayat-ayat Al Qur’an serta Hadist, menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kedua, Siswa yang malas belajar menjadi termotivasi lebih rajin belajar. Ketiga, Siswa yang
70
sering membolos menjadi lebih disiplin datang ke sekolah. Keempat, Siswa yang sering bertengkar menjadi lebih tenang dan mampu menguasai diri.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan adanya Biblioterapi mereka termotivasi untuk melakukan hal positif yang bisa menghasilkan prestasi yang nantinya bisa membanggakan dirinya sendiri. Selain itu secara tidak langsung Biblioterapi juga mengajarkan kepada siswa untuk lebih sering menggunakan fasilitas Perpustakaan dan menumbuhkan jiwa gemar membaca dalam diri siswa. Biblioterapi membantu siswa mengatasi permasalahan dengan sudut pandang yang berbeda yaitu dengan memanfaatkan buku bacaan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
6.2 SARAN Berdasarkan simpulan di atas, maka ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan : 1. Bagi pihak guru dan pihak BK yang berfungsi sebagai pengajar sekaligus pendidik, sebaiknya penerapan Biblioterapi melalui Al Qur’an dan Hadist ini ditindak lanjuti, agar lebih banyak siswa yang mengerti akan manfaat dari mempelajari dan memahami Al Qur’an dan Hadist, yang pastinya akan memberikan siswa bekal yang positif untuk kedepannya, dan dapat mengarahkan para siswa kepada kebaikan. 2. Kepedulian dan kedisiplinan seorang pendidik adalah faktor pedukung keberhasilan para siswa. Maka hendaklah bagi pendidik seperti BK, ataupun guru-guru lainnya untuk
lebih memperhatikan, dan peduli terhadap
71
perkembangan prestasi para siswa. Pendidik diharapkan mampu mendidik siswa menjadi siswa yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur. 3. Diharapkan para pendidik dapat mengintegrasikan nilai-nilai Hadist dan Al Qur’an pada bidang mata pelajaran yang diampu kepada para siswa, sehingga akhlak para siswa dapat terbina pada saat yang sama ketika mengikuti pelajaran formal. 4. Kegiatan Parenting perlu diadakan di sekolah, untuk membina hubungan baik antara pihak sekolah dengan orang tua siswa. Parenting sangat bermanfaat untuk para orang tua agar lebih memperhatikan perkembangan siswa di sekolah, juga lebih mudah dalam mencari penyelesaian dari permasalahan yang dilakukan siswa. Diadakannya parenting akan menciptakan suasana yang lebih harmonis antara orang tua dan anak.
72
DAFTAR PUSTAKA
Andi Mappiare, AT. 1996. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka. Ahmadi, Rulam. 2005. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang: UIN Malang Press, 63. Apriliawati, Anita. (2011). “Pengaruh Biblioterapi Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Menjalani Hospitalisasi di Rumah Sakit Islam Jakarta”. Tesis, Universitas Indonesia. Arifin, Bambang Syamsul. 2008. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia. A.S Nasution. 1981. Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Proyek PerpustakaanDepartemen P dan K. Baharuddin. 2010. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Departemen Agama RI. Al Qur’an Terjemahan dan Penjelasan Ayat Tentang Wanita. 2011. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Ermayanti, Risa. (2008) “Penerapan Metode Ganjaran dan Hukuman dalam Pembentukan Akhlak Terpuji Peserta Didik di MTs Islamiyah Pakis Malang”. Skripsi, Universitas Islam Negeri Malang. Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: CV. Pustaka Setia. Goddard, A.T. 2011. Children’s book’s for use in bibliotherapy. Pediatr Health Care. 2011; 25 (11) : 57-61. Murtadha, Muhammad. 2013. 50 Hadist Pilihan Mudah Dihafalkan dan Diamalkan. Solo: PQS Publishing. Namora, Lubis Lumongga. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Puspawarna. 2010. “Sumber Pokok Ajaran puspawarna.blogspot.com/ : [16 Juni 2010]
Islam”.
http://puspawarna-
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
73
Sukardi. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara. . 2010. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Suparyo, Yossy. 2010. “Bagaimana Menerapkan Biblioterapi”. http://kombinasi.net/bagaimana-menerapkan-biblioterapi/ : [15 Mei 2013] . 2010. “Biblioterapi, Kekuatan Penyembuhan Lewat Buku”. http://pelosokdesa.wordpress.com/2010/03/04/biblioterapi-kekuatanpenyembuhan-lewat-buku/ : [4 Mei 2013] Suwarno, Wiji. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto. . 2010. Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group. Yusuf, Syamsu. 2008. “Teori Kepribadian”. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset Wika. 2012. “Teknik Biblioterapi”. http://wikacintakonselor.blogspot.com/2012/05/teknik-biblioterapi.html : [12 Mei 2013] Zulaeha, Ella. 2012. “Biblioterapi: Penghalau Galau dan Depresi”. http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/05/21/biblioterapipenghalau-galau-dan-depresi/ : [21 Mei 2013]
74
LAMPIRAN A
BIODATA PENULIS Nama
: Tika Cahyo Setianingrum
Tempat/tanggal lahir : Semarang, 4 September 1991 Alamat
: Jl. Srikuncoro III No. 125 RT 08 RW 03 Semarang
E-mail
:
[email protected]
Pendidikan Formal JENJANG
MASA SEKOLAH
SD
NAMA KOTA
TH. MASUK
TH. LULUS
SDN Kalibanteng Semarang Kidul 1-3
1996
2003
SMP
SMPN 19
Semarang
2003
2006
SMA
SMA Kesatrian 1
Semarang
2006
2009
Semarang, 17 Juli 2013
75
LAMPIRAN B Daftar Pertanyaan 1. 2. 3. 4.
5. 6.
Permasalahan seperti apa yang dilakukan para siswa di sekolah? Adakah tindakan siswa yang keterlaluan? Adakah kegiatan keagamaan di sekolah untuk memupuk minat dan bakat siswa? Adakah kegiatan berdoa bersama seperti Istigosah di sekolah? Bagaimana sikap siswa ketika kegiatan berdoa bersama di sekolah sedang berlangsung? Adakah kesulitan yang dialami pihak BK dalam mengatasi permasalahan siswa? Selain Istigosah adakah kegiatan keagamaan yang rutin dilakukan? Adakah siswa yang melanggar ketika kegiatan sedang berlangsung?
7. 8.
Apa saja halangan-halangan serta rintangan dari pihak luar yang mempengaruhi kelurusan jiwa seorang anak? Bagaimana pendapat BK mengenai imbas perkembangan zaman terhadap para siswa?
9. 10. 11.
Hukuman apa saja yang biasa diberikan pihak BK kepada para siswa? Beberapa sanksi yang pernah pihak BK berikan kepada siswa? Apabila para siswa tidak mentaati peraturan dan membolos sholat berjamaah, maka akan diberi hukuman seperti apa?
12. 13. 14. 15. 16. 17.
Biblioterapi sejenis apakah yang pernah dilakukan BK SMP Waslisongo 1 untuk mengatasi permasalahan siswa? Bagaimana BK memberikan hukuman terhadap siswa yang usil, dan hiperaktif? Apakah tujuan terapi hafalan dari BK? Bagaimana cara BK memberikan hukuman terhadap siswa yang sering membolos selama beberapa hari? Bagaimana pendapat Wiwik Puji Astutik mengenai Biblioterapi? Pihak sekolah telah melakukan Biblioterapi dalam versi yang lain, seperti apakah Biblioterapi itu?
18. 19.
Selain itu penerapan Biblioterapi seperti apa yang pernah dilakukan Alfarasty Pramantyo? Setelah Terapis melakukan tes membaca Al Qur’an, Terapis diminta pendapatnya mengenai perilaku siswa dan kemampuan membaca Qur’an para siswa ini?
76
20.
Bagaimana pendapat Alfarasty Pramantyo tentang penggunaan Al Qur’an dan Hadist dalam kegiatan Biblioterapi di sekolah?
21.
Peneliti yang merangkap menjadi Terapis kedua ini pun juga mengungkapkan pendapatnya mengenai perkembangan siswa setelah dilakukan Biblioterapi, yaitu
22.
Ternyata Al Qur’an memiliki peran penuh dalam memberikan perubahan yang manfaat di dalam kehidupan manusia, terutama para siswa yang bermasalah. Hal ini juga dibenarkan oleh Saudara Achmad sebagai Terapis
23.
Adakah manfaat dari Biblioterapi yang diadakan di SMP Walisongo 1 Semarang ini menurut Terapis?
24.
Peneliti menambahkan mengenai menfaat dari Biblioterapi:
25.
Apakah pihak BK akan menindak lanjuti kegiatan Biblioterapi ini secara bertahap?