Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Untuk mempelajari suatu bahasa, orang dapat menggunakan berbagai macam media, misalnya film. Salah satu media berbahasa Jepang yang banyak beredar di Indonesia yaitu dorama. Menurut Wikipedia, dorama merupakan serial drama yang disiarkan di televisi Jepang. Banyaknya drama Jepang sangat membantu bagi orangorang yang ingin mempelajari bahasa Jepang karena di sana terdapat pemakaian bahasa sehari-hari yang tak semuanya ada dalam buku pelajaran. Penulis tertarik untuk meneliti penggunaan kata “chotto” dalam sebuah drama Jepang. Penulis memilih tema tersebut karena penulis tertarik dengan banyaknya penggunaan kata “chotto” dalam percakapan bahasa Jepang yang memiliki bermacam-macam fungsi. Untuk menganalisis korpus data, penulis akan menggunakan teori tindak tutur dari Austin, serta teori Sachiko Okamoto dan Shigemi Saito mengenai fungsi chotto. Dalam penelitian ini penulis akan menghubungkan teori fungsi chotto menurut Okamoto dan Saito dengan penggunaan kata “chotto” dalam drama “Yamada Tarou Monogatari”. Bahasa berkaitan erat dengan budaya. Bahasa yang dipakai dalam masyarakat dipengaruhi oleh budaya masyarakatnya. Penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi juga sangat dipengaruhi oleh budaya masing-masing orang yang terlibat baik sebagai penutur atau petutur. Pemelajar bahasa asing sebaiknya memiliki pengetahuan tentang budaya asing agar dapat memakai bahasa tersebut dengan baik. Hal ini juga berlaku bagi pemelajar bahasa Jepang. Karena budaya masyarakat
1
Jepang yang sangat mementingkan perasaan, pemelajar bahasa Jepang harus memahami cara bertutur kata yang sopan dengan mereka. Orang Jepang pada umumnya menghindari mengatakan hal secara langsung dalam situasi di mana perasaan seseorang dapat terluka. Mereka tidak suka mengungkapkan perasaan secara terbuka. Penolakan langsung seperti “dame desu” atau “dekimasen” dapat memberi kesan bahwa pembicara sangat tidak ramah ( Meguro 2001: 99 ). Berbeda dengan orang Indonesia yang lebih terbuka, bagi orang Indonesia penolakan langsung tidak dianggap tidak sopan. Namun penolakan permintaan seperti itu kemungkinan besar akan memberi kesan yang berlawanan pada orang Jepang. Dalam berbahasa terdapat suatu penghalusan kata-kata yang disebut dengan eufemisme. Eufemisme berlatar belakang sikap manusiawi. Orang berusaha menghindar untuk menyakiti hati orang dan menyinggung perasaan orang lain. Jika tidak terdapat eufemisme, maka orang akan menggunakan kata-kata secara langsung dan makna kata-kata tersebut kurang mengenakkan dan mengarah kepada perendahan ( Breal dalam Parera 2004: 128-129 ). Bentuk eufemisme yang berupa pelesapan sering ditemukan dalam bahasa Jepang. Dalam percakapan bahasa Jepang terkadang dijumpai bahwa orang Jepang tidak menyelesaikan akhir kalimat. Seperti kata “chotto” yang seringkali digunakan secara menggantung dalam kalimat, tanpa dilanjutkan. Hal itu dikarenakan orang Jepang mengharapkan orang lain mengerti maksudnya. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang Jepang memiliki budaya dan cara berpikir yang sama sehingga mereka dapat saling mengerti. Pada umumnya orang Jepang juga memiliki karakter suka berkelompok. Mereka selalu menjaga keharmonisan dengan kelompok. Orang Jepang sangat sensitif terhadap segala situasi, apa yang dilakukan dan yang
2
dikatakan harus mempertimbangkan keadaan sekeliling. Mereka tidak menginginkan orang merasa terancam olehnya dalam kondisi apa pun, sehingga mereka berpikir daripada menyakiti lebih baik diam. Bagi orang Jepang, hal-hal yang bersifat tidak terbuka itu sangat penting agar keharmonisan terjaga, oleh karena itu orang asing harus berhati-hati ketika bercakap-cakap dengan mereka agar tidak menyinggung atau menimbulkan kesalahpahaman dengan mereka. Selain tidak terbuka, bangsa Jepang juga dikenal sebagai bangsa yang sangat sopan. Mereka memiliki banyak tingkat kesopanan dalam bahasa. Dalam bahasa Jepang banyak tingkatan yang dipakai dalam percakapan. Tingkatan-tingkatan kesopanan tersebut dapat dibagi berdasarkan usia, status sosial, hubungan sosial, jenis kelamin, hubungan uchi-soto, kedekatan ataupun situasi saat percakapan terjadi. Meski seseorang berbicara dengan orang yang sama, ia dapat menggunakan tingkatan kesopanan yang berbeda jika situasinya berbeda ( Mizutani, 1993: 3-14 ). Ketika mereka memiliki permintaan terhadap orang lain, kepada orang yang dekat dengan mereka sekali pun, mereka pada umumnya sangat sopan dalam mengatakannya, misalnya dengan menambahkan kata “chotto sumimasen”. “Chotto” dalam bahasa Jepang dapat digolongkan menjadi kata keterangan (fukushi) atau kata seru (kandoushi). Agar pemelajar bahasa Jepang dapat memahami dan menggunakan kata “chotto” dengan baik dan benar, maka penulis ingin menelitinya dalam korpus data berupa drama dan menganalisisnya dengan teori linguistik dari pakar-pakar bahasa Jepang. 1.1.1. Profil Film Yamada Tarou Monogatari Drama seri ini dibuat berdasarkan komik berseri “Yamada Tarou Monogatari” karya Morinaga Ai yang diterbitkan dari tahun 1996 sampai 2000. Drama seri ini ditayangkan di stasiun TV Jepang TBS dari bulan Juli sampai September 2007.
3
Sesuai judulnya, drama ini bercerita tentang kehidupan seorang murid bernama Yamada Tarou. Tarou adalah murid yang pandai, atletik, dan tampan. Penampilan luarnya tampak sempurna tetapi sebenarnya dia miskin. Ibunya suka menghabiskan uang sembarangan dan ayahnya selalu merantau, sehingga dia harus bekerja keras menghidupi keluarganya. Di rumahnya dia harus merawat keenam adiknya yang masih kecil. Melalui beasiswa, dia dapat bersekolah di SMA Ichinomiya, sekolah orang-orang kaya. Oleh karena itu, meskipun tidak pernah mengatakannya, semua orang di sekolahnya berpikir bahwa dia kaya. Di sekolah itu dia dan teman sekelasnya yang bernama Mimura Takuya menjadi pujaan para murid wanita, padahal hanya Takuya yang berasal dari keluarga kaya raya. Takuya pun akhirnya menjadi teman baik Tarou yang sering membantu Tarou dan dia adalah satu-satunya murid yang mengetahui kenyataan bahwa Tarou sebenarnya miskin.
1.2. Rumusan Permasalahan Dalam penelitian ini penulis akan meneliti masalah penggunaan kata “chotto” dalam drama “Yamada Tarou Monogatari” yang ditinjau dari segi pragmatik.
1.3. Ruang Lingkup Permasalahan Dalam penelitian ini penulis akan meneliti penggunaan kata “chotto” dalam drama Yamada Tarou Monogatari episode 1 sampai 8. Penulis memilih film tersebut sebagai korpus data penelitian ini karena bahasa yang digunakan di dalamnya merupakan bahasa sehari-hari dan kata “chotto” banyak muncul di dalamnya.
4
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan “chotto” pada percakapan dalam drama ”Yamada Tarou Monogatari”. Peneliti berharap dari penelitian ini para pemelajar bahasa Jepang dapat memahami makna “chotto” dalam percakapan bahasa Jepang. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah membantu pemelajar bahasa Jepang memahami secara lebih mendalam mengenai penggunaan chotto dalam percakapan.
1.5. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan. Penulis akan mengumpulkan teori-teori yang mendukung penelitian ini dari berbagai sumber, yaitu buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan tema. Dalam menganalisis data, penelitian dilakukan dengan metode deskriptif analisis. Penulis akan menganalisis data-data dari korpus data yaitu berupa percakapanpercakapan dalam drama yang menggunakan kata “chotto”.
1.6. Sistematika Penulisan Penulis menyajikan hasil penelitian dalam sebuah skripsi yang sistematika penulisannya dimulai dari bab 1, yaitu pendahuluan. Pada bab 1 pendahuluan, penulis memaparkan tentang latar belakang masalah yang sesuai dengan tema di atas, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Kemudian dilanjutkan dengan bab 2, yaitu landasan teori. Bab ini berisi teoriteori yang mendukung dalam melakukan penelitian.
5
Selanjutnya bab 3, yaitu analisis data. Bab ini berisi hasil penelitian penggunaan “chotto” dalam drama “Yamada Tarou Monogatari”. Selanjutnya bab 4, yaitu simpulan dan saran. Bab ini berisi tentang simpulan dari analisis data yang telah dilakukan penulis dari bab sebelumnya.
6