BAB I PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang
Perkembangan perbankan syariah di Negara - negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980 an, diskusi mengenai Bank Syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para Tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A.Perwataatmadja, M. Dawan Rahadjo, A.M Saefudin, M. Amien Azis dan lain – lain. Beberapa uji coba pada skala terbatas telah diwujudkan. Baitut Tamwil – Salman Bandung, salah satu lembaga keuangan Islam yang sempat tumbuh mengesankan serta lembaga Koperasi yang bernama Ridho Gusti yang di bentuk Jakarta (MS Atonio, 2001; Arifin, 2005). Bank Islam di Indonesia baru diprakarsai lebih khusus pada tahun 1990. Majelis
Ulama
Indonesia
(MUI)
pada
tanggal
18-20
Agustus
1990
menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor Jawa Barat. Hasil Lokakarya tersebut dibahas lebih dalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut TIM Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait (MS Atonio, 2001). 1
2
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana
dari
masyarakat
dan menyalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan serta jasa – jasa lain, dalam pembayaran yang beroperasi berdasarkan prinsip – prinsip syariah (Heri Sudarsono, 2003). Bank syariah dalam operasinya mengikuti ketentuan – ketentuan syariat Islam yang menyangkut bermuamalat secara Islam dengan cara menghindari praktik – praktik yang mengandung unsur riba dengan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Operasi
Bank
Syariah
sangat sesuai dengan
pengembangan usaha menengah, karena penggunaan perangkat bagi hasil yang besar kecilnya ditentukan dengan besar kecilnya hasil usaha yang diperoleh. (Nurcahyati, 2014) Perkembangan perbankan syariah dapat kita lihat dari banyaknya pertambahan jumlah bank dengan landasan operasi syariah. Menurut data dari Bank Indonesia, sampai Juni 2015 telah berdiri sebanyak 12 Bank Umum Syariah (BUS) dengan jumlah kantor 2.121 , 22 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan jumlah kantor 2.448. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1 yang menggambarkan data tentang perkembangan (www.bi.go.id)
Bank
Umum
Syariah
di
Indonesia
periode
2005-2015
3
Tabel 1.1 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2005-2015
Sumber : www.bi.go.id (diolah)
Perkembangan perbankan syariah yang signifikan sesuai dengan Tabel 1.1 di atas menunjukan bahwa prospek perbankan syariah di Indonesia cukup menjanjikan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah (2014)
mengatakan bahwa pertumbuhan perbankan syariah meningkat sekitar 17.3 persen dari tahun sebelumnya, dua kali lipat dari sistem keuangan konvensional (Jatmiko, 2015) Peningkatan eksistensi perbankan syariah didorong oleh tingginya minat masyarakat untuk menempatkan dananya. Perbankan Syariah memiliki prinsip bagi hasil dan memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntunkan bagi masyarakat. Perbankan syariah dalam menyalurkan dana kepada masyarakat tidak menggunakan istilah kredit tetapi diganti dengan istilah
4
pembiayaan karena mempunyai prinsip yang berbeda. Pembiayaan lebih mengutamakan unsur kesepakatan dan transparansi sehingga nilai-nilai Islam tetap terjaga. Jumlah pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat pada tidak semuanya berkategori pembiayaan yang lancar dan sehat tetapi diantaranya merupakan pembiayaan yang mempunyai kualitas buruk atau bermasalah. Pembiayaan bermasalah ini dalam dunia perbankan syariah disebut non performing financing, ini merupakan fenomena yang sering terjadi dalam dunia perbankan syariah karena salah satu kegiatan utama perbankan syariah adalah menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat. Jika pembiayaan bermasalah melampaui batas, maka akan menjadi masalah serius yang akan mengganggu profitabilitas bank syariah dan berujung pada berhentinya kegiatan operasional. (Firmansyah, 2014) Non performing financing merupakan angka yang menunjukan persentasi pembiayaan yang bermasalah yang diberikan
kepada masyarakat, rasio non
performing financing digunakan untuk menunjukan kemampuan bank syariah dalam mengelola pembiayaan bermasalah, semakin kecil rasio non performing financing, maka kualitas pembiayaan semakin baik . Idealnya rasio non performing financing suatu bank tidak lebih dari 5% (Suhardjono, 2003).
5
Grafik 1.1 Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah Indonesia Periode 2005 – 2015 NON PERFORMING FINANCING 7,00 6,00 5,00 4,00
3,00 2,00 1,00
Jan-15
Jun-15
Agu-14
Okt-13
Mar-14
Des-12
Mei-13
Jul-12
Feb-12
Sep-11
Apr-11
Jun-10
Nov-10
Jan-10
Agu-09
Okt-08
Mar-09
Mei-08
Jul-07
Des-07
Feb-07
Apr-06
Sep-06
Nov-05
Jan-05
Jun-05
-
Sumber : www.bi.go.id (diolah)
Grafik 1.1 diatas menunjukan bahwa selama periode tahun 2005-2015 perbankan syariah mengalami fluktuasi non performing financing, pada tahun 2007 non performing financing bank syariah mengalami kenaikan yang signifikan rata-rata 6,43 persen, dengan kondisi ini bank syariah meningkatkan cadangan penghapusan pembiayaan bermasalah sampai ahir tahun 2007 mencapai 4,75 persen dan meskipun masih dibawah rasio ideal tetapi perlu diwaspadai pada tahun 2015 non performing financing perbankan syariah mengalami fluktuasi yang sangat tinggi dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,76 persen. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya non performing financing, antara lain disebabkan oleh faktor eksternal dan internal perbankan, seperti faktor eksternal yaitu tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga, dan faktor internal seperti rasio return profit loss sharing terhadap return total pembiayaan, rasio alokasi piutang
6
murabahah terhadap alokasi pembiayaan profit loss sharing. (Mutamimah dan Chasanah, 2012). Kondisi ekonomi makro suatu negara bisa memberikan pengaruh bagi kelancaran suatu usaha. Inflasi merupakan salah satu variable ekonomi makro yang digunakan untuk mengukur kondisi perekonomian negara. Jika tingkat inflasi suatu negara tinggi dapat berpengaruh terhadap perekonomian, baik dari segi pendapatan, investasi, suku bunga, nilai tukar dan lain sebagainya. Tingkat inflasi yang tinggi akan berakibat terhadap turunnya pendapatan masyarakat, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh lembaga perbankan yaitu dari tingkat pengembalian pembiayaan akan meningkatkan rasio dari non performing financing (Nafi’ah, 2008) Inflasi merupakan kejadian ekonomi yang sering terjadi meskipun kita tidak pernah menghendaki. Milton Friedman mengatakan inflasi ada dimana saja dan selalu merupakan fenomena moneter yang mencermikan adanya pertumbuhan moneter yang berlebihan dan tidak stabil (Dornbush dan Fisher, 2001). Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waku ke waktu menunjukan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Salah satu kebijakan dari Bank Indonesia ialah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Inflasi yang tinggi dapat memperlambat perekonomian yang akhirnya mempengaruhi risiko dunia uasaha disektor riil. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh pada sektor keuangan baik pasar modal maupun perbankan. Salah satu
7
peningkatan risiko yang dihadapi industri perbankan ini adalah peningkatan risiko pembiayaan berupa meningkatnya pembiayaan bermasalah (S.Priatmadja, 2011). Ernawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Faktor Eksternal dan Internal Bank Terhadap Risiko Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Umum Syariah, menunjukan bahwa variabel inflasi dan Bonus SWBI tidak berpengaruh terhadap non performing financing Kurs mata uang asing adalah harga dalam negeri dari mata uang luar negeri atau mata uang asing (Hendry, 2011). Kurs menunjukkan perbandingan nilai antara dua mata uang yang berbeda. Artinya nilai suatu mata uang ditentukan oleh nilai tukar mata uang tersebut terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang Indonesia menggambarkan kestabilan ekonomi di negara Indonesia. Penguatan nilai tukar rupiah, semakin kuat rupiah semakin bagus perekonomian nasional di negara ini. Perubahan kurs mata uang juga akan sangat berpengaruh pada kelancaran usaha nasabah. Jika nilai rupiah jatuh dibandingkan
dengan
valuta asing
dan
jika
usaha
tersebut
dijalankan
menggunakan bahan impor, maka akan memukul usaha nasabah dan dapat meningkatkan rasio pembiayaan bermasalah. (Mutamimah dan Chasanah, 2012). Alfina (2014) dalam penelitiannya dengan judul Analisis Pengaruh SBIS, Kurs dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia, menunjukan bahwa variabel kurs berpengaruh negatif signifikan terhadap pembiayaan bermasalah.
8
Sebagai
lembaga
intermediasi
yang
berfungsi
menghimpun
dan
menyalurkan dana kembali dari masyarakat, bank syariah dihadapkan dengan berbagai risiko. Salah satu risiko yang sangat erat kaitannya dengan jalannya fungsi intermediasi adalah risiko pembiayaan. Risiko ini timbul mengingat adanya ketidakpastian pada kolektabilitas pembiayaan dan pelunasan kewajiban dari debitur yang menyebabkan rasio non performing financing tinggi. Pembiayaan yang memiliki risiko tinggi pada perbankan syariah adalah pembiayaan dengan model
profit loss sharing, hal ini dikarenakan dalam akan pembiayaan,
keuntungan yang diperoleh shahibul maal (bank) relatif tidak pasti bahkan bank harus siap menanggung kerugian. (Khan dan Ahmed, 2001) Rasio return profit loss sharing
dibanding return total pembiayaan
mencerminkan kebijakan jenis pembiayaan bank syariah. Pembiayaan profit loss sharing terdiri dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah dimana bank harus siap menanggung kerugian dikarenakan pembiayaan ini termasuk yang memiliki risiko tinggi. Tidak adanya ketentuan jaminan dalam pembiayaan profit loss sharing menyebabkan bank menghadapi risiko terjadinya moral hazard dan adverse selection karena adanya informasi yang asimetri, sehingga apabila perbankan syariah banyak mengambil portofolio pembiayaan profit loss sharing tanpa melakukan aspek kehati-hatian, maka akan menyebabkan risiko non performing financing semakin tinggi dan menyebabkan kemacetan. (Ihsan dan Haryanto , 2011).
9
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi non performing financing, pada perbankan syariah telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu diantaranya. Hasil penelitian yang dilakukan Hermawan Soebagia (2005), menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap non performing loan. Penelitian yang dilakukan Lindiawati (2007), menjelaskan bahwa inflasi memiliki pengaruh atau dampak yang kecil serta hubungan searah atau positif dengan pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah. Komariah (2008) dalam penelitiannya yang dilakukan diperoleh kesimpulan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan murabahah macet adalah pengalaman kerja dan pelatihan perkreditan yang diterima petugas analis pembiayaan pada bank, sedangkan latar belakang pendidikan dan usia analis pembiayaan pada bank dan besar kecilnya jaminan nasabah pembiayaan tidak berpengaruh signifikan terhadap terjadinya pembiayaan murabahah macet. Hanafi (2006) mengatakan bahwa eksportir akan sangat diuntungkan dengan adanya apresiasi nilai tukar, sehingga apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar terdepresiasi, maka akan menyebabkan nasabah menemui kemudahan dalam pembayaran kembali pembiayaannya. Oleh karena itu, tingkat non performing loan dan non performing financing pada kedua jenis perbankan menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Zeman dan Jurca (2008) yang dilakukan di Slovakia. Berdasarkan latar belakang di atas , maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Inflasi, Kurs dan Rasio Return Profit Loss Sharing berbanding Return Financing Terhadap Non Performing Financing (NPF) Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode Tahun 2005 -2015”.
10
1. 2
Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah non performing financing yang sangat tinggi, berdasakan latar belakang dan masalah di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode Tahun 2005-2015 telah sesuai dengan kriteria Bank Indonesia. 2. Apakah secara parsial pengaruh Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode Tahun 2005-2015 3. Apakah secara simultan pengaruh Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode Tahun 2005 -2015 1. 3
Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah disebutkan di atas ,
maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui perkembangan Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2015.
11
2. Untuk mengetahui secara parsial pengaruh Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2015. 3. Untuk mengetahui secara simultan pengaruh Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2015. 1. 4
Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan hasilnya akan memberikan manfaat yang
berarti bagi semua pihak antara lain : 1.
Bagi Penulis Hasil penelitiaan ini diharapkan dapat memperluas kajian ilmu mengenai perkembangan Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2015.
2.
Bagi Bank Umum Syariah Indonesia Hasil
penelitiaan
ini
dapat
memberikan
informasi
tentang
perkembangan Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah dan dapat berguna dalam pengambilan keputusan dalam merencanakan suatu inovasi untuk meningkatkan kinerja Bank Umum Syariah
12
3.
Bagi Pihak Lain Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih jelas mengenai perkembangan Inflasi, kurs, dan rasio return profit loss sharing berbanding return financing terhadap non performing financing Pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2015.