BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Iklan telah merasuki seluruh bagian kebutuhan dari kehidupan kita.1 Mulai dari kebutuhan
primer, sekunder maupun tersier, iklan selalu hadir dalam bentuk yang memukau. Tanpa disadari, setiap hari aktivitas yang kita lakukan selalu disuguhkan dengan berbagai macam iklan. Pada dasarnya iklan dibuat oleh produsen untuk memikat hati calon konsumennya. Akan tetapi persaingan antar produsen dalam pasar bisnis menyebabkan iklah harus lebih inovatif dan lebih kreatif. Menurut M. Gunawan Alif sebagai Pemimpin Redaksi majalah Cakram. “Begitu banyaknya pesan pemasaran yang bertebaran membuat konsumen semakin acuh terhadap pesan pesan merek itu, kecuali juka pesan pesan itu terasa unik dan menarik perhatian”2 Persaingan yang dilakukan oleh berbagai produsen pada saat ini lebih dari sekedar untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi juga mencoba untuk mendekati dan meraih hati para konsumennya melaui pengenalan prosuk dengan kegiatan kegiatan promosi yang ada. Dalam pengetahuan iklan memberikan informasi dan fakta fakta mengenai produk, dengan informasi seseorang mendapatkan pengetahuan tentang iklan dan dapat disebut efektif bila ia berhasil menambah pengetahuan khalayak mengenai suatu produk.3
1
Reynald Kasali, Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya, Gramedia, 2004, hal 5 Majalah Cakram edisi 271-09/3006, Hal 8 3 David W.N. Advertising: Planing Implementation and Control, (Ohio;South Western Publishing Co, 1978). Hal. 27 2
Iklan Sebagai Konstruksi Realitas dalam media. Iklan pada dasarnya mengikuti bagaimana tujuan tujuan promosi dan pemasaran yang dibuat. Suharko mengungkapkan bahwa: “melalui iklan, kelompok-kelompok pemasar komoditas menginterpretasikan dan mensosialisasikan nilai guna dari suatu komoditas, dan memproyeksikan kedalam lingkup pasar global. Karena itu iklan merupakan bagian penting dari strategi pemasar komoditas”. Strategi pemasaran yang dibuat oleh para pemilik komoditas dimaksudkan agar para konsumen menerima produk mereka dan kemudian mengkonusmsinya. Untuk itu iklan sebagai bentuk komunikasi pemasaran harus bisa menyampaikan kepada khalayaknya tujuan tujuan pemasaran tersebut dengan menonjolkan hal hal baik dan nilai guna yang dimiliki produk dan sebaliknya sebisa mungkin iklan menutupi keburukan produk tersebut. Pesan iklan yang dekat dengan konsumen tentu akan lebih diterima oleh konsumen. Iklan dalam konstruksi pesannya berusaha menghadirkan figure figure tertentu yang dekat dengan konsumen. Lebih tepatnya iklan berusaha menggambarkan konstruksi pasar yang dibidik olehnya. Suharko mengatakan bahwa melaui iklan, citra mengenai kelompokkelompok masyarakat tersebut dibentuk, didiktekan, dan dikonstruksikan ke dalam bangunan kesadaran yang bermuara pada bujukan untuk mengkonsumsi suatu komoditas. Giacardi berpendapat bahwa iklan adalah acuan, artinya iklan adalah diskursus tentang realitas yang menggambarkan, memproyeksikan dan menstimulasi suatu dunia mimpi yang hiper-realistik. Menurutnya iklan berusaha menciptakan suatu realitas namun realitas iklan sendiri selalu berbeda dari realitas nyata yang ada di masyarakat. Suharko mengatakan iklan berusaha mempresentasikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat melalui symbol symbol tertentu, sehingga mampu menimbulkan impresi dalam benak kosumen bahwa citra produk yang ditampilkan adalah juga bagian dari kesadaran budayanya.
Untuk itu iklan berusaha mengkontruksi suatu tampilan tampilan yang dekat dengan kesadaran budaya konsumen menggunakan sejumlah tekhnik manipulasi sehingga terkonstruksi suatu realitas tertentu. Yong Sang berpendapat: “para ahli pembuat iklan sering secara sengaja menciptakan gambaran yang palsu dalam iklan (pseudo reality). Bisa dibayangkan iklan adalah suatu sajian yang penuh dengan manipulasi fotografi, pencahayaan dan taktik taktik kombinasi lain yang memunculkan suatu pengalaman yang seolah olah dialami sendiri (avicorius experience). Dalam pandangan konstruksionis, Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori peneltian konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini seringkali disebut sebagai paradigma prosuksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma positivis (paradigma transmisi). Dalam pandangan konstruksionis, jika asumsi transmisi melihat komunikasi sebagai proses penyebaran (penyebaran dan penerimaan pesan), maka paradigma ini melihat komunikasi sebagai produksi dan makna. Yang menjadi titik perhatian bukan bagaimana seseorang mengirimkan pesan, melainkan bagaimana masing masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Di sini diandaikan tidak ada pesan dalam arti yang statis yang saling dipertukarkan dan disebarkan. Pesan itu sendiri dibentuk secara bersama sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial tempat mereka berada. Fokus dari pendekatan ini adalah bagaimna pesan politik dibuat/diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara efektif ditafsirkan oleh individu sebagai penerima.
Ada dua karakteristik penting dari pengekatan kontruksionis.4 Pertama, pendekatan kontruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah suatu yang absolut, konsep stastik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedia, pendekatan kontruksionis memandang kegiatn komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bgaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator, dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana kontruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tertentu dalam memberikan gambaran terntang realitas. Seseorang komunikator dengan realitas yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memeberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman, pengetahuannya sendiri.5 Ada perbedaan mendasar antara paradigma yang melihat komunikasi sebagai transmisi dan paradigma yang melihat komunikasi sebagai prosuksi dan pertukaran makna. Pertama, dari sudut definisi mengenai komunikasi sebagai interaksi sosial. Pendekatan positivis/transmisi melihat komunikasi sebagai suatu proses yang membuat seseorang mempengaruhi perilaku atau pikiran orang lain. Kedua, dalam pandangan kontruksionis, pesan adalah kontruksi, melalui interaksi dengan penerima (receiver). Pesan disini bukan apa yang dikirimkan, melainkan apa yang dikonstruksi, dan apa yang dibaca.6 Konstruksi sosial amat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu. Karena itu kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial.
4
Eriyanto, Analisis Framing, 2002, hal 47 Ibid, hal 48 6 John Fiske, introduction to Communications Studies, hlm 2-3 5
Berger dan Luckmann mengatakan bahwa, Marx pernah menjelaskan beberapa konsep kuncinya di antaranya adalah kesadaran manusia. Marx menyebutnya dengan “kesadaran palsu”, yaitu alam pemikiran manusia yang teralienasi dari keberadaan sosial yang sebenarnya dari si pemikir. Selain konsep kesadaran palsu, Karl Marx juga menggambarkan kesadaran masyarakat terefleksi kedalam struktur masyarakat. Menurut Berger dan Luckmann, Marx kemudian membagi struktur itu menjadi dua bagian, yaitu substruktur dan superstruktur. Substruktur lebih diidentifikasikan sebagai struktur ekonomi semata-mata, sedangkan superstruktur adalah refleksi dari substruktur atau struktur ekonomi itu. Berger dan Luckmann kemudian menjelaskan pemikiran Marx mengenai substruktur dan superstruktur adalah pemikiran manusia didasarkan atas kegiatan manusia dalam arti yang seluar-luasnya dan atas hubungan-hubungan sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Substruktur dan superstruktur dapat dipahami paling baik jika kita memandangnya berturut-turut, sebagai kegiatan manusia dan dunia yang dihasilkan oleh kegiatan itu. Bagaimanapun substruktur dan superstruktur didasarkan pada hubungan pemikiran dan kenyataan yang mendasarinya, yang lain dari pemikiran itu sendiri. Konstruksi sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan gagasan substruktur dan superstruktur. Dalam sosiologi pengetahuan, Scheler (Berger dan Luckmann, 1990:9) melihat bahwa ada hubungan antara pemikiran dan kenyataan yang mendasarinya. Dengan demikian, substruktur merupakan kenyataan sosial yang dibangun melalui proses dialektika: eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Sedangkan superstruktur merupakan bentuk lain dari pemikiran dan kesadaran palsu yang terefleksi dari substruktur. Dalam contoh yang konkret, Filsuf Herbert Marcuse (hartanto 1996:21) menyebut masyarakat mengenal diri mereka pada barang dagangan yang mereka pakai. Mereka
menemukan jiwa mereka pada mobil yang mereka miliki, perabot dan rumah mewah, serta barang-barang konsumtif lainnya. Mekanisme yang menempatkan posisi seseorang ditengah masyarakat yang berubah dan pengendalian sosial kini terletak pada kebutuhan baru secara konsumtif. Pernyataan posisi seseorang dalam masyarakat kemudian dapat dikonstruksikan melalui iklan yang menunjukkan penggunaan produk-produk komersial tertentu yang ada dimasyarakat. Agar sebuah iklan komersial memiliki kemampuan mengkonstruksi gender atau kelas sosial dimasyarakat, maka lebih dahulu produk itu dikonstruksikan sebagai barang yang mampu memberi kontribusi pembentukan kelas eksklusif dimasyarakat. Karena itu produk komersial tertentu harus dikonstruksi sebagai bagian dari kelas atas atau kelas eksklusif itu sendiri. Hartanto (1996:21) mengatakan, salah satu pemicu kondisi diatas adalah iklan itu sendiri. Iklan seperti yang disinggung diatas adalah bagian dari masyarakat kapitalis, yang oleh Al Ries dan Jack Trout, diartikan sebagai “pencipta ilusi. Suatu contoh, iklan rokok tidak lagi sekadar menjual rokok, akan tetapi menjual sebuah kebutuhan, menjual gaya hidup yang penuh pesona. Dari sisi ini kemudian pemenuhan kebutuhan bagaikan meniti sebuah tangga. Tiap tangga adalah bagian dari kemewahan tertentu untuk mengejar kemewahan diatasnya. Anak tangga itu kemudian dapat menciptakan strata sosial didalam masyarakat. Melalui interaksi simbolis, konstruksi sosial kadang mampu menghadirkan dunia kesadaran jauh sebelum manusia memahami eksistensi materi dari apa yang disadari itu sendiri. Hal ini dilakukan melalui trial and error terhadap peluang pasar, yang dilakukan oleh media iklan sebagai bagian yang sangat penting dari kekuatan iklan pada umumnya. Dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa jam tangan Swiss, masih merajai pangsa pasar jam tangan di Indonesia. Bagi sebagian kalangan, jam tangan bukan sekedar penunjuk waku, melainkan juga sebagai akseoris wajib untuk pelengkap penampilan dan menaikkan gengsi. Tentu jam tangan yang di pakai untuk menaikkan gengsi itu bukan jam tangan yang berharga puluhan
atau ratusan ribu, melainkan berharga jutaan, puluhan juta, ratusan juta bahkan ada yang sampe milyaran rupiah. Memang kalau bicara soal jam tangan, Swiss tidak diragukan lagi sebagai produsen ternama. Banyak orang yang jatuh hati pada jam buatan Swiss. Selain Rolex, Patek Phillipe, dan Tag Heuer yang menjadi primadona Swiss, ada juga Omega, Swiss Army dan Swiss Military yang dianggap masih memiliki harga yang “manusiawi”. Dan kualitas mereka tidak diragukan lagi oleh para konsumennya. Oleh karena itu, pangsa pasar jam tangan mewah dikuasai oleh merek-merek dari Swiss. Yuswohadi, pengamat pemasaran mengatakan, hampir semua produk jam tangan mewah yang ada dipasar dalam negri berasal dari para pemain global dengan merek-merek yang sudah mendunia. Tapi menurutnya, jam tangan asal Swiss masih mendominasi pasar jam tangan mewah di Indonesia. Karena sudah lama dikenal publik dan reputasinya teruji. “Seberapa besar persentasenya, perlu ada riset khusus” ujarnya. Yang pasti, negara kita menjadi incaran para produsen jam tangan asing karena pasarnya yang cukup besar. Jumlah kelas atas di negara ini cukup banyak dan terjadi perubahan dalam memaknai jam tangan di Indonesia. Jam tangan bukan lagi berfungsi sebagai penunjuk waktu saja, melainkan menjadi barang mewah untuk pembuktian derajat sosial atau kelas sosial di masyarakat. Menurut Yuswohadi, bagi kalangan atas, memakai jam tangan mewah merupakan bagian dari gaya hidup untuk membangun imaji. “Gaya hidup ini tidak terlepas dari bertambahnya orang kaya di Indonesia”, imbuh konsultan marketing yang sudah menulis puluhan buku ini. Mengutip laporan dari Credit Suisse, saat ini saja ada lebih dari 100.000 orang Indonesia yang memiliki kekayaan lebih dari US$ 1 juta. Angka ini akan meningkat dua kali lipat di tahun 2017.7 Jadi, jam tangan asal Swiss ini, seperti Swiss Military salah satunya, tidak sekedar menjual jam tangan karena kegunaannya sebagai penunjuk waktu, akan tetapi Swiss Military menjual gaya hidup yang diinginkan oleh target audiens mereka seiring dengan pertumbuhan ekonomi dari target mereka. Oleh karena itu,
7
Majalah Kontan edisi Desember 2013. Hal 24
maksud peneliti membuat judul seperti ini adalah untuk mengetahui apa saja isu-isu yang ingin di konstruksikan oleh pihak Swiss Military Hanowa kepada khalayak dan merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang Konstruksi Realitas Maskulinitas pada iklan Advertorial Jam Tangan Swiss Military Hanowa versi Koran Kompas, edisi 28 Mei 2013.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:
Bagaimana Kontsruksi Realitas Maskulinitas pada iklan Advertorial jam tangan Swiss Military Hanowa versi koran Kompas, edisi 28 Mei 2013?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui Kontsruksi Realitas Maskulinitas pada iklan
Advertorial jam tangan Swiss Military Hanowa versi koran Kompas, edisi 28 Mei 2013
1.4
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi dan masukan bagi kajian ilmu komunikasi di bidang periklanan, khususnya mengenai konstruksi realitas advertorial jam tangan Swiss Military Hanowa dikoran Kompas . 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat memberikan sumbangan atau kontribusi bagi produsen “Swiss Military” dan semua produk jam tangan sejenis tentang bagaimana
menkonstruksikan advertorial untuk membentuk sebuah persepsi positioning yang sesuai dengan produsen.