BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Racun yang
merupakan
dapat
substansi
menimbulkan
(kimia
maupun
atau
kerusakan
cidera
fisik) pada
sistem biologik sehingga menimbulkan gangguan fungsi sistem itu bermanifestasi sebagai gangguan kesehatan (Ngatidjan, 2006). Racun dapat berupa racun sintetis, berasal dari mineral, hewan maupun tumbuhan. Cara masuknya juga bisa melalui
mulut,
suntikan,
inhalasi
atau
penyerapan
melalui kulit dan membran mukosa. Selain itu, racun dapat
masuk
ke
dalam
tubuh
dengan
cara
sublingual,
masuk ke bagian tubuh yang berongga seperti telinga, hidung dan vagina, melalui enema, dan secara parenteral yakni melalui subkutan, intramuskular dan intravena. Cara
kerja
antara
lain
racun dapat
pun
dapat
bekerja
melalui
secara
beberapa
lokal
untuk
cara, jenis
racun yang korosif, bekerja lokal jauh yang menyebabkan reaksi lokal pada organ tertentu, dapat bekerja secara sistemik pada
yang
sistem
dapat
tubuh
menyebabkan
tertentu
gangguan
misalnya
fisiologis
sistem
gastro-
1
2
intestinal, sistem urogenital dan yang terakhir dapat bekerja dengan cara umum yang dapat meyebabkan gangguan pada lebih dari satu sistem tubuh dan dapat menyebabkan kematian (Chadha, 1995). Sianida tergolong racun yang sangat toksik, garam sianida
dalam
takaran
150-250
mg
sudah
cukup
untuk
menimbulkan kematian, sedangkan asam sianida 200-400 ppm didalam udara akan menyebabkan kematian dalam waktu 30
menit,
pada
konsentrasi
yang
lebih
besar
dapat
menimbulkan kematian dalam hitungan detik (Mason, 1988 ; Kenneth, 1993). Sianida dalam dosis kecil dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan dan gunakan.
Sianida
banyak
digunakan
pada
industri
terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalium sianida. Efek sianida dapat sangat cepat menimbulkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Banyaknya
perusahaan
penyalahgunaan
sianida
pertambangan, dalam
serta
masyarakat,
maraknya
menyebabkan
kasus kematian keracunan akibat sianida menjadi semakin banyak. Bahkan dalam lima tahun terakhir di Instalasi kedokteran menempati
Forensik urutan
RSUP
kedua
Dr.
sebagai
Sardjito, penyebab
sianida kematian
3
setelah intoksikasi alkohol. Pada tahun 2007 di Daerah Istimewa
Yogyakarta
sedikitnya
ada
lima
kasus
tndak
kriminal menggunakan sianida, salah satunya dicampurkan pada jamu pelangsing.
Pada tahun 2009 kasus diduga
keracunan
kasus
positif
sianida
tiga
dari
lima
kasus
(60%)
sianida (Nirmalasari dan Suhartini, 2011).
Dalam penanganan korban akibat keracunan, sebelum melakukan
pemeriksaan
korban,
informasi
mengenai
peeriksaan racun yang menyebabkan kematian harus kita ketahui. Hal ini dilakukan agar pemeriksaan selanjutnya dapat
dilakukan
secara
terarah
dan
tidak
terjadi
kesalahan dalam pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologis (Idries dkk, 1995). Untuk menentukan sebab kematian pasti, disamping data
lengkap
riwayat
korban
sebelum
meninggal
juga
perlu dilakukan pemeriksaan racun secara akurat. Hal ini
untuk
menganalisis
kasus
tersebut
apakah
korban
meninggal akibat penyakitnya atau akibatnya racun atau akibat racun atau kedua keadaan itu saling mendukung terjadinya kematian korban (Budiyanto dkk, 1997; Idries dkk, 1979). Penentuan
sianida
secara
kualitatif
dapat
dilakukan dengan beberapa pemeriksaan yang sederhana
4
seperti : reaksi biru berlin, cara mikro difusi dan cara
kertas
(picric
saring
acid
kuantitatif
yang
test). dapat
diberi
asam
Penentuan
dilakukan
pikrat
sianida
dengan
jenuh secara
pemeriksaan
spektofotometri (Idries dkk, 1995).
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah
terdapat
perbedaan
Sensitivitas
dan
Spesifisitas Pemeriksaan Sianida In Vivo pada Otak Tikus Postmortem dengan metode Asam Pikrat dan Metode Prusian Biru? 2. Bagaimana
perbandingan
Sensitivitas
dan
Spesifisitas Pemeriksaan Sianida antara metode Asam Pikrat dengan metode Prusian Biru terhadap Otak Tikus Pos Morterm pada hari ke 1, hari ke 4 dan hari ke 7?
5
I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : I.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan
sensitivitas
dan
spesifisitas
pemeriksaan
Sianida In Vivo antara metode Asam Pikrat dengan metode Prusian Biru pada Otak tikus postmortem.
I.3.2. Tujuan Khusus 1.
Mengetahui perbedaan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sianida in vivo menggunakan metode Asam Pikrat dan Metode Prusian Biru terhadap Otak dengan interval waktu berturut-turut pada hari ke 1, hari ke 4 dan hari ke 7.
2.
Mengetahui perbedaan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sianida in vivo meggunakan metode Asam Pikrat
dengan
metode
Prusian
Biru
terhadap
Otak
dengan interval waktu berturut-turut pada hari ke 1, hari ke 4 dan hari ke 7.
6
I.4. Keaslian Penelitian Belum
ada
penelitian
penelitian
tentang
lain
Uji
yang
serupa
Sensitivitas
dengan
dan
Uji
spesifisitas Pemeriksaan Sianida In Vivo Dengan Metode Asam Pikrat dan metode Prussian Biru Pada Otak Tikus Postmortem. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan adalah : 1.
“Penentuan Waktu Masih Terdeteksinya Kalium
Sianida
pada
dilakukan
Kasus
oleh
Keracunan
Suhartini
Kalium pada
Sianida”
tahun
yang
1992/1993
menggunakan 10 ekor tikus jantan dengan berat 150-300 gram
diberi
melalui hati,
larutan
kanula.
ginjal,
kalium
Jaringan dan
sianida
yang
lambung
diambil
beserta
jenuh
peroral
adalah
isinya.
limpa,
Kemudian
dilakukan pengamatan secara periodik dengan menggunakan uji
asam
pikrat.
Waktu
masih
terdeteksinya
Kalium
Sianida paling cepat berturut-turut adalah Ginjal (3,3 ± 0,67 hari), Limpa (3,4 ± 0,52 hari), darah (3,5 ± 0,53 hari), Hati (7,1 ± 2,3 hari), dan Lambung (8,5 ± 2,97 hari). 2.
“Kadar Sianida dan Tiosianat pada Tikus Putih
Postmorterm
yang
Diberi
Sianida
Dosis
Lethal
secara
Peroral” yang dilakukan oleh IBG Surya P. Dan Suhartini pada tahun 2004 menggunakan bahan hidup tikus putih
7
dewasa jenis wistar sebanyak 3 ekor dengan berat 100200 gram yang dilakukan emeriksaan pada darah, hati dan ginjal. Bahan kimia yang dipakai adalah Kalium Sianida dan pemeriksaan spektrofotometrik. Setelah tikus mati, darah diambil melalui vena kemudian dilakukan otopsi untuk mengambil hati, dan ginjal. Kemudian dilakukan pemeriksaan minggu
pada
keempat.
hari
kematian,
Pemeriksaan
minggu
dilakukan
kedua,
dengan
dan
metode
piridin-asam barbiturat untuk menentukan adanya sianida dan
metode
tiosianat
trikloroasetat dan
spektrofotometer. sianida
pada
spektofotometer
kemudian Hasilnya kasus adalah
untuk
menentukan
dilakukan adalah
keracunan dilakukan
untuk
adanya
pemeriksaan pemeriksaan
sianida
dengan
dengan
segera,
sedangkan jika sudah berlangsung lama yang paling baik adalah kadar tiosianat. Sampel yang paling baik adalah hati.
8
I.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pendidikan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menangani kasus keracunan sianida bagi para mahasiswa kedokteran dan tenaga medis lainnya. b. Sebagai
gambaran
terkait
yang
adanya
berguna
bagi
perbandingan
sensitivitas
spesifisitas
pemeriksaan
sianida
in
metode
pikrat
prusian
biru
asam
dan
pengetahuan
vivo
dan dengan
ini,
maka
kedepannya dalam pembuktian medis dapat dilakukan pemeriksaan sianida dengan metode yang sederhana dan praktis. c. Dapat jenazah
membantu yang
dalam
meninggal
mengidentifikasi karena
keracunan
(visum) terutama
sianida dengan menggunakan metoda yang praktis dan sederhana. d. Sebagai syarat bagi peneliti untuk memperoleh gelar sarjana
Kedokteran
dan
Menambah
bidang Kedokteran Forensik.
khazanah
ilmu
di