BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Antibiotik bermanfaat
merupakan
dalam
substansi
kesehatan.
yang
Substansi
sangat
ini
banyak
dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan sebagai obat untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan masalah
utama
pada
dunia
kesehatan.
Resistensi
ini
dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan penyakit infeksi.
Pada
pengobatan
penyakit
infeksi
dengan
antibiotik harus dilakukan pemilihan kelas antibiotik yang tepat. Untuk memilih antibiotik yang tepat perlu diketahui
tingkat
resistensi
bakteri
terhadap
antibiotik tertentu, dengan melakukan tes sensitivitas bakteri terhadap antibiotik. Mekanisme
utama
dari
resistensi
bakteri
adalah
inaktivasi agen antibiotik oleh enzim yang diproduksi oleh
bakteri,
melemahkan
alterasi
efek
target
dari
antibiotik
antibiotik,
sehingga menurunkan
permeabilitas terhadap antibiotik sehingga tidak dapat tercapai melawan
konsentrasi bakteri,
dan
antibiotik secara
yang
aktif
efektif
mengeksklusi
untuk agen
antibiotik (Levinson, 2010). Hidrolisis antibiotik beta 1
2
laktam
oleh
beta
laktamase
adalah
mekanisme
yang
paling sering mendasari terjadinya resistensi terhadap antibiotik
golongan
beta
laktam
pada
bakteri
gram
negatif yang penting secara klinis (Bush dan Jacoby, 2010). Selama 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan antibiotik beta laktam jenis baru yang dirancang khusus untuk resisten terhadap aksi hidrolisis beta laktamase. Namun dengan banyaknya penggunaan antibiotik jenis baru ini,
muncullah
bakteri
beta
resisten
peningkatan disebut
laktamase
terhadap
spektrum
baru
yang
antibiotik
aktivitasnya,
extended
spectrum
menyebabkan ini.
maka beta
Karena
enzim
ini
lactamase
(ESBL)(Bradford, 2001). ESBL merupakan beta laktamase yang dimediasi oleh plasmid yang banyak ditemukan pada E. coli dan gram negatif lain (Rodriguez - Bano et al., 2006). Survei nasional
menunjukkan
isolat
dari
tetapi
12-24
Korea, %
di
adanya Jepang,
ESBL
pada
Malaysia,
Thailand,
Taiwan,
5-8
%
E.coli
dan
Singapura
Filipina,
dan
Indonesia (Paterson dan Bonomo, 2005). Prevalensi 6,67
%.
ESBL-E.coli
Resistensi
E.coli
di
Yogyakarta
terhadap
mencapai
antibiotik
beta
laktam adalah 10% terhadap seftriakson dan sefotaksim,
3
20% terhadap sefpodoksim, 7,78% terhadap seftazidim, dan 12,22% terhadap aztreonam (Yanuarti, 2010). Infeksi
bakteri
yang
memproduksi
ESBL
dapat
menyebabkan kegagalan pengobatan dan dapat meningkatkan biaya
pengobatan
yang
disebabkan
karena
penggunaan
antibiotik yang tidak tepat. Untuk itu, penelitian ini dilakukan
untuk
mengetahui
sensitivitas
E.coli
yang
memproduksi ESBL terhadap antibiotik kelas karbapenem, proporsi
bakteri
E.coli
yang
resisten
terhadap
antibiotik karbapenem, dan proporsi bakteri E.coli yang menghasilkan ESBL. I.2. Perumusan Masalah 1.
Berapa
proporsi
Escherichia
coli
penghasil
ESBL
dari isolat klinis koleksi Bagian Mikrobiologi FK UGM periode April-September 2013? 2.
Sejauh
mana
sensitivitas
Escherichia
coli
yang
menghasilkan ESBL tehadap antibiotik kelas karbapenem dari isolat klinis koleksi Bagian Mikrobiologi FK UGM periode April-September 2013? I.3. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui
proporsi
Escherichia
coli
penghasil
ESBL dari isolat klinis koleksi Bagian Mikrobiologi FK UGM periode April-September 2013.
4
2.
Mengetahui
sensitivitas
Escherichia
coli
yang
menghasilkan ESBL terhadap antibiotik kelas karbapenem dari isolat klinis koleksi Bagian Mikrobiologi FK UGM periode April-September 2013. I.4. Keaslian Penelitian Yanuarti, A.F. (2010) melakukan penelitian tentang prevalensi Escherichia coli penghasil ESBL. Hasilnya adalah
prevalensi
ESBL-E.coli
Resistensi
E.coli
adalah
terhadap
10%
terhadap
di
Yogyakarta
antibiotik
seftriakson
dan
6,67
beta
%.
laktam
sefotaksim,
20%
terhadap sefpodoksim, 7,78% terhadap seftazidim, dan 12,22% terhadap aztreonam. Chislett, R.J. et al (2010) melakukan penelitian tentang
sensitivitas
E.coli
penghasil
ESBL
terhadap
fosfomisin di Nottingham, UK. Deteksi ESBL dilakukan dengan
metode
klavulanat. dengan
double
Uji
metode
Penelitian
sefpodoksim/sefepime
sensitivitas
difusi
ini
disk
disk
antibiotik
dan
menghasilkan
dilakukan
penggabungan
95,1%
-
isolat
agar. E.coli
sensitif terhadap fosfomisin. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada E.coli yang pofitif maupun negatif ESBL. Ibrahim,
M.E.
et
al
(2013)
meneliti
tentang
prevalensi E.coli penghasil ESBL dari rumah sakit di
5
Khartoum State, Sudan. Deteksi ESBL dilakukan dengan skrining menggunakan metode double disk synergy test (DDST) diikuti tes konfirmasi menggunakan metode double disk diffusion test (DDDT). Hasil dari penelitian ini didapatkan 30,2% isolat terdeteksi positif menghasilkan ESBL. Aktivitas antibiotik terhadap isolat positif ESBL paling tinggi didapatkan pada amikasin (95,7%), diikuti tobramisin (74,3%), dan nitrofurantoin (68,6%). Peco-Antić, A. et al (2012) melakukan penelitian tentang
sensitivitas
seftriakson
pada
E.coli
anak
penghasil
dengan
ESBL
terhadap
pyelonefritis
akut.
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif. Deteksi ESBL
dilakukan
penelitian serupa
dengan
ini
pada
metode
didapatkan
pasien
difusi
efek
dengan
disk.
klinis
infeksi
Pada
seftriakson
ESBL
positif
dibandingkan dengan ESBL negatif. Persamaan ini
yaitu
penelitian
topik
yang
tersebut
diusung
dengan
adalah
penelitian
bakteri
E.coli
penghasil ESBL dan sensitivitasnya terhadap antibiotik. Perbedaan
penelitian
tersebut
dengan
penelitian
ini
adalah antibiotik yang digunakan, tempat pengumpulan sampel, jumlah sampel yang digunakan, dan metode yang dipakai.
Deteksi
ESBL
pada penelitian
ini
dilakukan
dengan skrining ESBL menggunakan metode difusi disk dan
6
tes
konfirmasi
dengan
menggunakan
metode
yang
disk
dianjurkan
Mast
Group®
sesuai
oleh
Clinical
and
Laboratory Standards Institute (CLSI 2012). I.5. Manfaat Penelitian Hasil
dari
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan informasi tentang proporsi E.coli penghasil ESBL yang resisten terhadap antibiotik kelas karbapenem. Sehingga informasi
penelitian untuk
ini
praktisi
dapat
dijadikan
klinis
dalam
tambahan memilih
antibiotik yang digunakan untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri E.coli penghasil ESBL.