BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Kajian Sejak lahir manusia mempunyai hak dan kebebasan untuk merealisasikan hidupnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak didefinisikan sebagai kekuasaan untuk melakukan atau berbuat sesuatu; wewenang menurut hukum1. Definisi kebebasan adalah keadaan lepas / tidak terhalang sehingga dapat bergerak dengan nyaman2. Dari kedua definisi tersebut, hak dan kebebasan berhubungan dengan wewenang seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam menggunakan wewenang tersebut, manusia mempunyai dimensi sosial dan dimensi religius yang harus diperhatikan. Dimensi sosial manusia adalah bahwa sebagai makhluk sosial manusia tidak hidup sendiri, akan tetapi berada dalam hubungan bermasyarakat. Demikian juga penggunaan hak dan kebebasannya terikat dengan aturan sosial kemasyarakatan yang ada. Keterikatan itu menimbulkan batasan-batasan dalam penggunaan hak dan kebebasan yang dimilikinya. Pandangan ini selaras dengan Scott Davidson yang mengungkapkan bahwa hak dan kebebasan yang dimiliki oleh manusia tidaklah mutlak karena ada hukum dan norma yang harus diperhatikan dalam penggunaan hak dan kebebasan3. Memang pada hakikatnya hak dan kebebasan manusia bukanlah suatu hal yang mutlak, akan tetapi berhubungan dengan kehidupan bersama dan aturan-aturan yang berlaku di dalamnya. Dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi religius. Sebagai makhluk religius manusia disebutkan sebagai yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Kejadian 1:26-27). Kesegambaran tersebut dimaksudkan bahwa manusia diciptakan berelasi dengan Allah. Pandangan ini senada dengan pandangan Arie Jan Plaiser yang mengungkapkan bahwa manusia diciptakan sesuai gambar Allah yang memiliki arti bahwa manusia berelasi dengan Allah4. Dalam relasi tersebut, manusia merepresentasikan kehadiran Allah di hadapan semua makhluk di muka bumi. Selain berelasi, manusia mempunyai hak-hak istimewa di hadapan Allah seperti halnya yang tersirat di dalam Kejadian 1:28-30. Menurut Anthony A. Hoekema kesegambaran 1
Tim Prima Pena Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Gitamedia Press, tt) hal. 308 Tim Prima Pena Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 116 3 Scott Davidson Hak Asasi Manusia (Jakarta : Grafiti, 1994) hal. 34-35 4 Dr. Arie Jan Plaisier Manusia Gambar Allah, Terobosan-Terobosan dalam bidang Antropologi Kristen (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000) hal. 104-105 2
1
manusia dengan Allah tidak berarti manusia mempunyai hak dan kebebasan mutlak seperti halnya Allah5. Sebagai representasi Allah ada hal-hal dan batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi oleh manusia dalam menggunakan hak dan kebebasannya. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial dan religius senantiasa menjadi dasar dalam penggunaan hak dan kebebasannya sehari-hari. Artinya, pemakaian hak dan kebebasan akan senantiasa diukur baik tidaknya dihadapan Tuhan dan sesama. Penggunaan hak dan kebebasan yang cenderung tidak didasarkan pada pertanggungjawaban –berusaha memutlakkannya- akan dapat merusak relasi dengan Tuhan dan sesama. Prinsip yang sama seperti ini berlaku juga dalam kehidupan berjemaat. Pada saat ada seorang anggota jemaat atau lebih berusaha memutlakkan hak dan kebebasan yang dimilikinya tanpa kompromi pada anggota jemaat lainnya maka akan menimbulkan rusaknya kehidupan berjemaat. Sebagai contoh konkret penggunaan hak dan kebebasan tersebut dapat dilihat dalam kehidupan jemaat Korintus. Di jemaat Korintus ada pihak-pihak tertentu yang memutlakkan hak dan kebebasan untuk hadir pada pertemuan-pertemuan dalam kuil berhala dan ikut makan daging yang dipersembahkan kepada berhala (1 Korintus 8). Kehadiran mereka menimbulkan permasalahan dan pertanyaan bagi warga jemaat lainnya. Pihak yang lemah merasa tidak seharusnya hadir dalam pertemuan-pertemuan seperti itu karena sama halnya dengan ikut menyembah berhala. Sedangkan pihak yang kuat merasa mempunyai hak dan kebebasan untuk ikut hadir dan makan dalam kuil berhala tersebut (1 Korintus 8:10). Ketidaksepahaman mengenai penggunaan hak dan kebebasan tersebut menimbulkan perselisihan dalam jemaat. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan dalam jemaat Korintus tersebut, Paulus sebagai rasul perlu berbicara mengenai penggunaan hak dan kebebasan di tengah-tengah kehidupan berjemaat. Dalam berbicara, Paulus menggunakan dirinya sebagai paradigma penggunaan hak dan kebebasannya sebagai seorang rasul (1 Korintus 9). Prinsip dasar yang diletakkan Paulus dalam penyelesaian masalah tersebut, tidak lain adalah keutuhan dan pembangunan jemaat. Nasihat-nasihat yang diberikannya berpusat pada pengalaman pribadinya yang rela mengorbankan hak dan kebebasan manakala hal tersebut menimbulkan permasalahan dalam jemaat. Contoh pengorbanan hak yang dilakukan oleh Paulus adalah kerelaannya untuk tidak menerima bantuan finansial dari jemaat Korintus. Paulus lebih memilih bekerja dengan 5
Anthony A. Hoekema Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah [Created in God’s Image] Momentum, 2003) hal. 17-18
(Surabaya :
2
tangannya sendiri dan mengorbankan haknya dari jemaat. Hal ini dilakukan oleh Paulus untuk menghindari timbulnya perselisihan baru dalam jemaat Korintus. Penggunaan hak dan kebebasan oleh Paulus sebagai seorang rasul sangat menarik untuk diselidiki. Bagaimanakah Paulus sebagai seorang pelayan jemaat dapat menjadi contoh bagi jemaat dan bagaimanakah dia dapat menggunakan hak dan kebebasannya di tengah konteks sosial dan masyarakatnya tanpa menimbulkan permasalahan? Apakah penggunaan hak dan kebebasan yang dilakukan oleh Paulus masih relevan bagi kehidupan pelayan saat ini? Hal ini juga menjadi sesuatu yang menarik jika diterapkan dalam konteks gereja dimana penulis berasal yaitu GKJW (Greja Kristen Jawi Wetan). Bagaimanakah jemaat di GKJW menggunakan hak dan kebebasannya terutama mereka yang terlibat sebagai pelayan jemaat? Penggunaan hak dan kebebasan oleh Paulus dalam 1 Korintus 9:1-23 dan relevansinya bagi pelayan jemaat di GKJW itulah yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini.
I.2. Pokok Permasalahan Dari latar belakang diatas, penulis merumuskan pokok permasalahan skripsi dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana Paulus memahami penggunaan hak dan kebebasan sebagai seorang rasul dalam kehidupan berjemaat seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 9? 2. Bagaimanakah Paulus menggunakan pemahaman tersebut untuk menyelesaikan perselisihan yang ada dalam jemaat Korintus? 3. Hak dan kebebasan apakah yang dikorbankan oleh Paulus dan konsekuensi apakah yang diterimanya dalam pelayanannya? 4. Relevansi apakah yang dapat diperoleh dari penggunaan hak dan kebebasan oleh Paulus bagi pelayan jemaat di GKJW?
I.3. Batasan Permasalahan Berbicara mengenai hak dan kebebasan dalam surat Korintus sangat luas sekali. Akan tetapi penggunaan kata hak dan kebebasan paling menonjol terdapat dalam ps. 9, sehingga pembahasan hak dan kebebasan dibatasi pada 1 Kor 9. Dalam ps. 9 banyak dibicarakan mengenai hak seorang rasul dan kebebasan seorang rasul dalam pelayanannya. Selain itu pembahasan pada ps. 9
3
dibatasi juga pada pemahaman akan penggunaan hak dan kebebasan oleh Paulus yang tertulis pada ay. 1-23 yang akan ditafsirkan dengan menggunakan analisis sosial terhadap teks. Penggunaan analisis sosial di dalam menafsirkan perikop 1 Korintus 9 terutama untuk melihat perilaku sosial, membatasi pembahasan konteks sosial dari kota Korintus. Untuk melihat perilaku sosial warga kota Korintus dan anggota jemaat Korintus maka akan dibahas konteks sosial Korintus. Pembahasan dibatasi pada kondisi sosial politik, budaya, keagamaan dan ekonomi. Dengan keempat kondisi sosial tersebut akan dapat dilihat perilaku warga kota Korintus dan anggota jemaat Korintus yang mempengaruhi penulisan 1 Korintus 9.
I.4. Pemilihan Judul Atas permasalahan yang akan diangkat dan dibahas dan berangkat dari pembatasan permasalahan, maka penyusun memberi judul pada skripsi ini adalah sebagai berikut:
Pemaknaan Hak dan Kebebasan dalam Pelayanan Paulus Bagi Kehidupan Berjemaat (Analisis Sosial atas 1 Korintus 9:1-23)
I.5. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah : 1. Menggali pemahaman Paulus tentang penggunaan hak dan kebebasan sebagai seorang rasul dalam kehidupan berjemaat. 2. Menggali pemahaman Paulus tersebut sebagai sarana pembangunan jemaat di Korintus. 3. Mengetahui hak dan kebebasan yang dikorbankan oleh Paulus dan konsekuensi yang diterimanya dalam pelayanannya? 4. Menggali relevansinya bagi pelayanan jemaat dewasa ini terutama bagi GKJW.
I. 6. Metode Penulisan Di dalam menafsirkan perikop 1 Korintus 9:1-23, penulis akan menggunakan Metode Analisis Sosial. Metode Analisis Sosial merupakan cara pendekatan eksegetis yang mencoba menempatkan makna teks dalam bingkai sosial kemasyarakatan pada saat teks tersebut ditulis. 4
Dalam melakukan analisis sosial perlu diketahui perilaku sosial yang berkaitan dengan pokok masalah dalam teks. Untuk itu dibutuhkan data sosiologis yang diambil dari sumber-sumber di luar kitab Perjanjian Baru, seperti halnya literatur-literatur yang dapat memberikan data sosiologis tersebut. Setelah perilaku sosial yang berkaitan dengan teks ditemukan, kemudian setiap kalimat di dalam ayat Alkitab dimaknai/ditafsirkan berdasarkan perilaku sosial tersebut.
I.7. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan latar belakang permasalahan, fokus permasalahan yang akan dibahas, batasan permasalahan, judul tulisan, tujuan penulisan, metode penulisan dan terakhir adalah sistematika penulisan.
Bab II : Konteks Sosial Kemasyarakatan Yang Mempengaruhi Munculnya Surat 1 Korintus Bab ini membahas secara umum surat-surat yang dikirim oleh Paulus kepada jemaat Korintus, khususnya surat 1 Korintus. Pembahasan diikuti dengan konteks sosialkemasyarakatan kota Korintus dan konteks sosial-kemasyarakatan beserta permasalahan jemaat Korintus yang melatarbelakangi penulisan surat 1 Korintus.
Bab III : Penggunaan Hak dan Kebebasan dalam Pelayanan Paulus (Analisis Sosial atas 1 Korintus 9:1-23) Bab ini merupakan penafsiran dari teks 1 Korintus 9:1-23 untuk mengetahui penggunaan hak dan kebebasan oleh Paulus sebagai seorang rasul. Penafsiran menggunakan metode analisis sosial yaitu dengan melihat konteks sosial yang melingkupi teks. Konteks sosial yang yang melingkupi teks terutama dilihat dari konsepsi konteks sosial yang mempengaruhi penulisan surat yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
5
Bab IV : Kesimpulan dan Relevansi Pemikiran Paulus Bagi Pelayanan Pendeta GKJW Bab ini membahas kesimpulan dari seluruh bab dan relevansi dari bab II dan III bagi kehidupan Pendeta di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Khususnya pemikiran Paulus yang berhubungan dengan bagaimanakah pelayan jemaat khususnya Pendeta dapat menggunakan hak dan kebebasannya dalam kehidupan berjemaat. Selain itu akan diberikan saran-saran bagi penggunaan hak dan kebebasan oleh Pendeta Jemaat.
6