BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah
penduduk
beragama Islam terbesar. Hal ini mempengaruhi kebutuhan akan pendidikan yang direalisasikan dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan yang dilandasi sistem pendidikan Islam. Meningkatnya sistem pendidikan berbasis Islam berdampak pada perkembangan pola pikir masyarakat, salah satunya terhadap pelayanan kesehatan, terutama kesehatan gigi. Pelayananan kesehatan gigi menarik perhatian kaum muslim di Indonesia. Banyak kaum muslim yang menanyakan status hukum pelayanan kesehatan gigi berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Munculnya berbagai pertanyaan masyarakat seperti hukum pemakaian kawat behel, hukum pemakaian gigi tiruan, hukum mencabut gigi ketika puasa serta status halal bahan-bahan yang digunakan dalam perawatan gigi mendorong banyaknya pembahasan yang terkait dengan pelayanan kesehatan gigi ditinjau dari sisi agama. Meskipun demikian, pembahasan ini hanya dilakukan dari sudut pandang agama tanpa memperhatikan sisi ilmu kedokteran gigi, sehingga sering terjadi ketimpangan informasi yang diterima masyarakat. Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau, menentukan sendiri 1
2
pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, info dan edukasi kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab, serta informasi tentang data kesehatan dirinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ali dalam Kuswanto (2012) yang menyatakan bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau, sehingga harus dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang memiliki kompetensi, etika, dan moral yang tinggi. Fenomena di atas merupakan tantangan besar bagi institusi pendidikan kedokteran gigi terutama yang berbasis Islam dalam menyelenggarakan pendidikan kedokteran gigi yang mampu memenuhi harapan stakeholders dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya sesuai dengan tujuan pendidikan kedokteran gigi. Pendidikan dokter gigi merupakan pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan pada penguasaan ilmu dan penerapan ilmu kepada masyarakat dalam bidang kedokteran gigi sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan (KKI, 2008). Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) merupakan suatu lembaga yang memiliki wewenang dalam mengatur kompetensi lulusan dokter gigi di Indonesia bekerja sama dengan stakeholders menyusun kompetensi profesi dokter gigi yang berlandaskan akademik-profesional yang tertuang dalam sebuah
Standar
Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (SKDGI) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Standar
Kompetensi
bagi
penyelenggaraan
pendidikan
kedokteran
gigi
mengandung pengertian sebagai kriteria minimal yang harus dicapai oleh setiap lulusan institusi pendidikan dokter gigi di Indonesia agar para lulusannya kelak
3
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mutu yang hampir sama (KKI, 2008). Tabel 1. Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesial Domain Kompetensi Utama Profesionalisme Etik dan Jurisprudensi (C3,P5,A4) Analisis informasi kesehatan secara kritis ilmiah dan efektif (C4,P3,A3) Komunikasi (C3,P3,A3) Hubungan sosiokultural dalam bidang kesehatan gigi dan mulut (C3,P3,A3) Penguasaan ilmu Ilmu kedokteran dasar (C3,P3,A4) pengetahuan kedokteran dan Ilmu kedokteran klinik (C4,P3,A4) kedokteran gigi Ilmu kedokteran gigi dasar (C4,P4,A4) Ilmu kedokteran gigi klinik (C4,P3,A4) Pemeriksaan fisik secara Pemeriksaan pasien (C4,P3,A4) umum dan sistem Diagnosis (C4,P4,A4) stomatognatik Rencana Perawatan (C4,P3,A3) Pemulihan fungsi sistem Pengelolaan sakit dan kecemasan (C4,P4,A4) stomatognatik Tindakan medik kedokteran gigi (C4,P5,A4) Kesehatan gigi dan mulut Melakukan pelayanan kesehatan gigi dan masyarakat mulut masyarakat (C4,P3,A4) Manajemen perilaku (C4,P3,A3) Manajemen praktik Manajemen praktik dan lingkungan kerja kedokteran gigi (C3,P3,A3) Sumber: KKI, 2008. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung (FKG Unissula) sebagai institusi pendidikan berbasis Islam harus mampu menghasilkan lulusan dokter gigi yang islami. Hal ini selaras dengan tema utama Unissula “Membangun Generasi Khairu Ummah” dan kompetensi luaran Unissula yang memiliki pemahaman tentang: (1) pendidikan agama Islam, (2) bahasa asing, (3) teknologi informasi, (4) kepemimpinan dan kewirausaahan, dan (5) keilmuan (Unissula, 2010). Tema utama Unissula tertuang dalam surat Ali ‘Imran ayat 110 yang menyatakan:
4
“Artinya: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah (QS 3:110).”
Dokter gigi Islam adalah dokter yang memiliki karakter seorang muslim yang memahami nilai-nilai Islam secara utuh dan mampu mencerminkan nilainilai keislaman dalam perilakunya (Nilasari, 2009). Profesi dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak hanya ditujukan dalam kesehatan fisik namun juga kesehatan mental. Hal tersebut memiliki makna bahwa dokter yang bertugas memberikan pengobatan fisik harus sekaligus berfungsi dalam mengobati dan memperbaiki iman dalam hati pasiennya, seperti yang tertuang dalam surat Al-maidah ayat 32 yang menyatakan :
“Artinya: “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS 5: 32).” Pengembangan kurikulum yang dapat membentuk karakter dokter gigi yang islami diperlukan untuk menghasilkan dokter gigi Islam sebagai implementasi visi dan misi baik dari universitas maupun FKG Unissula. Pada kunjungannya saat visitasi pendidikan profesi FKG Unissula, Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia menyarankan agar dibentuk suatu kurikulum yang
5
mampu memperkuat nilai-nilai Islam pada pendidikan akademik, sehingga pada pendidikan profesi mahasiswa dapat mengimplementasikan nilai-nilai Islam. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Inti Pendidikan Tinggi
memutuskan penggunaan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum berbasis kompetensi berorientasi pada pencapaian hasil (output-oriented) yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi (Depdiknas, 2000). Selama ini kurikulum FKG Unissula terdiri atas 90% kurikulum inti dan 20% muatan lokal, dan dalam muatan lokal tersebut dikembangkan satu area kompetensi yaitu kurikulum Kedokteran Gigi Islam atau disebut Islam Disiplin Ilmu (IDI) (Unissula, 2009). Dalam perjalanannya sebagai sebuah lembaga pendidikan berbasis Islam, FKG Unissula memperoleh banyak pertanyaan tentang kompetensi lulusan terutama yang berkaitan dengan kompetensi dokter gigi Islam yang merupakan muatan lokal Unissula. Salah satu pertanyaan dari BAN-PT pada saat visitasi akreditasi FKG Unissula adalah tentang kompetensi dokter gigi Islam yang membedakan lulusan FKG Unissula dengan lulusan FKG lain dan indikator dokter gigi Islam. Hal ini sejalan dengan pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh stakeholder terkait keunggulan FKG Unissula dalam hal lulusan yang islami. Berangkat dari berbagai uraian di atas, penelitian untuk merumuskan kompetensi dokter gigi Islam menjadi penting artinya, agar hasil penelitian dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun kurikulum pendidikan kedokteran gigi berbasis Islam.
6
I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana rumusan kompetensi dokter gigi Islam yang dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum kedokteran gigi Islam pada Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Islam Sultan Agung? I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1. Mengembangkan dan merumuskan kompetensi dokter gigi Islam. 2. Melakukan validasi kompetensi dokter gigi Islam. I.4 Manfaat Penelitian Penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Memberikan manfaat bagi institusi pendidikan kedokteran gigi, terutama institusi dengan visi keislaman, sebagai panduan dalam penyusunan kurikulum kedokteran gigi untuk menghasilkan dokter gigi Islam. 2. Memberikan masukan tentang indikator dokter gigi Islam. I.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengembangan kompetensi dokter gigi Islam pada pendidikan kedokteran gigi di Indonesia belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, namun terdapat beberapa penelitian sejenis yang menjadi acuan peneliti, antara lain:
7
1. Penelitian The Islamic Dentist oleh drg. Laelia Dwi Anggraini,Sp.KGA (2013). Penelitian ini merupakan literature reviews tentang karakter yang harus dimiliki oleh dokter gigi Islam. Pada penelitian ini dihasilkan empat karakter yang harus dimiliki dokter gigi muslim yaitu, amanah (dapat dipercaya),
siddiq
(jujur),
tabligh
(menyampaikan),
dan
fathonah
(cerdas/pintar). 2. Penelitian Development
of
a Competency
Framework for
Quality
Improvement in Family Medicin : A Qualitative Study oleh Czabanowska et al.
(2012).
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif
dengan
menggunakan metode Delphi yang bertujuan untuk mengembangkan kerangka kompetensi quality improvement (QI) yang digunakan dalam Continuing Proffesional Development (CPD) dan Continuing Medical Education (CME) untuk dokter umum atau dokter keluarga di Eropa. 3. Penelitian Development of Geriatric Competencies for Emergency Medicine Residents Using an Expert Consensus Process oleh Hogan et al. (2010) dilakukan untuk mengembangkan dokumen kesepakatan oleh pakar tentang kompetensi geriatri bagi residen kegawatdaruratan. Penelitian ini dilakukan dalam empat fase. Fase pertama dilakukan untuk mengidentifikasi semua konten potensial dengan teknik snowball sampling yang menghasilkan 12 domain dan 300 kompetensi. Fase kedua dilakukan guna memfokuskan kompetensi pada fase pertama menjadi 8 domain dengan 72 kompetensi. Fase ketiga merupakan konferensi kesepakatan yang dilakukan dengan pertemuan pakar untuk mendiskusikan hasil fase kedua. Pada fase ini ditetapkan 8
8
domain dengan 26 kompetensi. Fase keempat merupakan tahap validasi dari kompetensi yang dilakukan oleh empat kelompok pakar. Proses triangluasi data dengan menggunakan literature review dan kompetensi mahasiswa kedokteran digunakan untuk meningkatkan validitas. 4. Perkins et al. (2005) mengidentifikasi kompetensi acute care sarjana kedokteran di Inggris dengan menggunakan metode Delphi modifikasi yang terdiri dari tiga putaran. Putaran pertama bertujuan untuk mengidentifikasi komponen kompetensi dari stakeholder. Tahap kedua dilakukan pada Nominal Group guna mendiskusikan draft kompetensi dari tahap pertama dan melakukan penilaian peringkat kompetensi menggunakan skala Likert oleh peserta Nominal Group. Tahap ketiga, hasil dari tahap kedua diunggah dalam situs untuk memperoleh umpan balik dari peserta tahap pertama. Tabel di bawah ini akan memberikan gambaran perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan (Tabel 2).
9
Tabel 2. Keaslian Penelitian Tujuan Metode Perbedaan Persamaan penelitian penelitian Anggraini Menggambar- Literature 1. Metode Karateristik (2013) kan review penelitian dokter gigi karateristik menggunakan Islam dokter gigi metode Delphi Islam 2. Mengembangkan kompetensi dokter gigi muslim Czabanowska Mengembang- Literature MengembangPenggunaan et al. kan kerangka review dan kan kompetensi metode (2012) kompetensi metode dokter gigi Delphi quality Delphi muslim improvement (QI) yang digunakan dalam Continuing Proffesional Development (CPD) dan Continuing Medical Education (CME) untuk dokter umum atau dokter keluarga di Eropa Hogan et al. Mengembang- Metode MengembangPenggunaan (2010) kan kualitatif kan kompetensi peringkat kompetensi induktif dokter gigi kompetensi geriatri bagi muslim dalam residen pengembangkegawatan daruratan kompetensi Perkins et al. Identifikasi Metode Mengembang1. Metode (2005) kompetensi Delphi kan kompetensi Delphi acute care modifikasi dokter gigi 2. Tahap sarjana dan teknik muslim penelitan kedokteran di Nominal dengan 3 Inggris Group fase Peneliti