BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hobi adalah kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama. 1 Tujuan hobi adalah untuk memenuhi keinginan dan mendapatkan
kesenangan.
2
Terdapat
berbagai
macam
jenis hobi seperti
mengumpulan sesuatu (koleksi), olahraga, pariwisata, dan membuat karya seni. Salah satu hobi dalam membuat karya seni adalah membuat kerajinan tangan, contohnya kerjinan tangan clay. Clay merupakan suatu karya seni handycraft/kerajinan tangan yang terlihat seperti keramik. Bahan dasar clay harus dibentuk terlebih dahulu, kemudian diwarnai dan dikeringkan dengan berbagai macam cara, tergantung bahan pembuatannya. Hasil kerajinan tangan clay biasa digunakan sebagai asesori/hiasan untuk berbagai macam barang, seperti gantungan kunci, gantungan handphone, bross, magnet lemari es, dan lain-lain. Kata “Clay” berasal dari bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesia berarti tanah liat. Clay/Tanah Liat adalah materi alam yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembuat karya seni handycraft karena sifat wujudnya yang liat/empuk sehingga mudah dibentuk. Dalam hal membuat karya seni handycraft, tanah liat bukanlah satu-satunya bahan dasar untuk membuat clay.
1 2
https//kbbi.web.id/hobi. https://id.m.wikipedia.org/wiki/hobi.
1
2 Sebenarnya clay dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang adonannya memiliki sifat sama seperti tanah liat(liat/empuk), sehingga clay memiliki berbagai macam jenis. Dewasa ini banyak generasi muda yang membuat kerajinan tangan clay sebagai penyalur hobi. Banyak juga peminat hasil kerajinan tangan clay dengan variasi bentuk yang unik. Bentuk-bentuk kerajinan tangan clay diantaranya adalah membuat clay berbentuk miniatur bangunan, miniatur tokoh kartun, dan miniatur makanan. Salah satu bentuk yang banyak diminati dalam pembuatan kerajinan tangan clay adalah bentuk-bentuk kue yang tercantum dalam buku Sweets Motif Wonderland. Buku Sweets Motif Wonderland yang diterbitkan oleh Boutique Sha menjelaskan tentang langkah-langkah cara pembuatan clay yang unik dan juga menarik. Tidak hanya langkah-langkah cara pembuatan clay saja, tetapi juga menerangkan tentang alat dan bahan yang dibutuhkan dalam membuat clay. Buku ini sangat cocok untuk digunakan sebagai panduan membuat kerajinan tangan clay, sehingga sangat menarik untuk diterjemahkan. Buku ini terdiri atas empat bagian. Bagian pertama menjelaskan langkahlangkah cara pembuatan clay berbentuk kue manis. Bagian kedua menjelaskan langkah-langkah cara pembuatan clay berbentuk cup cakes dan juga kue kering. Bagian ketiga menjelaskan langkah-langkah cara pembuatan clay berbentuk kue ala Eropa. Bagian terakhir menjelaskan langkah-langkah cara pembuatan clay berbentuk camilan yang berbahan dasar ice cream. Bagian yang diterjemahkan dalam Tugas Akhir ini adalah langkah-langkah pembuatan kerajinan tangan clay
3 pada bagian pertama buku Sweets Motif Wonderland, beserta alat-alat yang dibutuhkan untuk membuat kerajinan tangan clay.
1.2 Pokok Bahasan Adapun pokok bahasan dalam tugas akhir ini adalah menerjemahkan majalah Sweets Motif Wonderland kedalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Menerjemahkan majalah Sweets Motif Wonderland kedalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. 2. Memberikan informasi/isi dari majalah Sweets Motif Wonderland dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga pembaca dapat mengerti langkah-langkah pembuatan clay.
1.4 Metode Penerjemahan Menurut Nida dan Taber, Penerjemahan merupakan pengungkapan kembali di dalam bahasa penerima (disebut bahasa sasaran/Bsa) padanan yang terdekat dan wajar dari pesan dalam bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya(Via Hoed, 39). Catford (1965) menyebutkan bahwa dalam proses menerjemahkan terjadi perubahan-perubahan secara linguistik yang terjadi di antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran dikenal sebagai pergeseran. Pergeseran struktur gramatikal (structure shift) yaitu pergeseran struktur yang
4 terjadi pada semua tingkat (kata, frase, klausa, kalimat).3 Struktur kalimat bahasa Jepang adalah subyek (S)–obyek (O)–predikat (P) sedangkan struktur kalimat bahasa Indonesia adalah subyek (S)–predikat (P)–obyek (O). Pergeseran tersebut dapat dilihat pada kalimat yang diambil dari buku Minna No Nihongo I halaman 48 : Bsu: Watashi wa pan o tabemasu
(S-O-P)
Bsa: Saya makan roti
(S-P-O)
Dalam menerjemahkan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan metode penerjemahan
komunikatif.
Menurut
Hartono,
metode
ini
berusaha
mempertahankan makna dan kontekstual yang tepat dari bahasa sumber sedemikian rupa sehingga baik isi maupun bahasanya langsung dapat dipahami dan diterima oleh pembaca hasil terjemahan(via Saraswati, 4). Metode tersebut mementingkan pembaca bahasa sasaran, mengedepankan bahasa yang lebih halus, sederhana dan jelas, serta menggunakan kata-kata yang bersifat umum sehingga isi terjemahan dapat diterima dan mudah dipahami. Dr. Ronald H. Bathgate dalam karangannya yang berjudul “A Survey of Translation Theory” menjabarkan tujuh langkah dari proses penerjemahan (via Widyamartaya, 15-18). Tujuh langkah tersebut adalah: 1. Tunning (Penjajagan) Sebelum menerjemahkan, kita harus menjajagi bahan yang akan kita terjemahkan. Supaya makna dan gaya dalam bahasa terjemahan selaras dengan bahasa yang akan diterjemahkan, maka kita harus tahu bahan seperti apa yang
3
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125906-RB08F112a-Analisis%20penerjemahan-Literatur.pdf.
5 akan kita terjemahkan. Misalnya, mengetahui siapa penulis naskah yang diterjemahkan, menentukan ragam yang tepat, serta membayangkan pilihan kata atau susunan frase. Dalam proses ini, penerjemah melakukan penjajagan terhadap bahan yang akan diterjemahkan dengan cara membaca sekilas buku yang akan diterjemahkan dan mencoba memahami isi buku secara garis besar. 2. Analysis (Penguraian) Dalam proses penguraian ini, tiap-tiap kalimat dalam bahasa sumber harus diuraikan ke bahasa sasaran berupa kata dan frase. Lalu penerjemah harus menentukan hubungan sintaksis antara berbagai unsur kalimat. Penerjemah mencari furigana dari huruf kanji yang tidak diketahui, dan memahami pola-pola kalimat bahasa Jepang untuk dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. 3. Understanding (Pemahaman) Penerjemah harus memahami isi bahan yang akan diterjemahkan. Penerjemah harus dapat menangkap gagasan utama dalam setiap paragraf, ide-ide pendukung dan pengembangnya. Selain itu, penerjemah juga harus memahami hubungan gagasan satu sama lain dalam setiap paragraf dan antar paragraf. Dalam proses ini, penerjemah berusaha untuk memahami isi bahan yang akan diterjemahkan, seperti: membaca kembali dan memahami isi buku, alat-alat dan bahan yang akan dibahas dalam buku yang akan diterjemahkan, karena penerjemah perlu menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diterjemahkan dan harus benar-benar memahami bahasa sumbernya.
6 4. Terminology (Peristilahan) Setelah memahami isi dalam bahasa sumber, penerjemah harus mengungkapkan isi tersebut kedalam bahasa sasaran. Penerjemah harus dengan cermat menemukan padanan kata yang tepat dan selaras antara kata-kata dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam proses ini, penerjemah mencoba mencermati dan memahami tata bahasa yang digunakan pada setiap kalimat dengan menggunakan bantuan kamus, buku tata bahasa, internet, dan bertanya kepada dosen/teman. 5. Restructuring (Perakitan) Setelah masalah bahasa yang diperlukan untuk menyusun dalam bahasa sasaran sudah tersedia, penerjemah menyusunnya menjadi sebuah kalimat yang padu dan selaras sesuai aturan dalam penulisan bahasa sasaran. Namun juga harus tetap memperhatikan makna dan gaya dari bahasa sumber. Dalam proses ini penulis mulai merangkai kata demi kata dalam artikel tersebut menjadi sebuah kalimat yang padu dalam bahasa sasaran. Dalam proses ini, penerjemah menyusun setiap kosakata yang telah dipahami menjadi kalimat-kalimat yang tepat dengan bahasa sasaran, kemudian menyatukan kalimat-kalimat yang telah diterjemahkan dalam terjemahan keseluruhan. Dalam tahapan ini juga dilakukan proses mengatur kembali gambar dan teks terjemahan agar menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami.
7 6. Checking (Pengecekan) Kesalahan-kesalahan seperti penulisan kata dan pemakaian tanda baca harus diperiksa dengan teliti. Susunan kalimat terjemahan juga harus diperbaiki supaya dapat menghasilkan kalimat yang efektif. Dalam proses ini, orang lain diminta untuk mengecek dan menyarankan perubahan-perubahan. 7. Discussion (Pembicaraan) Untuk mengakhiri proses penerjemahan, seorang penerjemah harus melakukan diskusi terkait dengan si dan bahasa dalam teks yang diterjemahkan. Pada proses terakhir, penerjemah akan mendiskusikan hasil terjemahannya, baik isi maupun penggunaan bahasanya.
1.5 Sistematika Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari tiga bab. Bab I yaitu pendahuluan, berisi tentang latar belakang, pokok bahasan, tujuan penulisan, metode terjemahan dan sistematika penulisan. Bab II akan dipaparkan teks hasil terjemahan per kalimat dan teks hasil terjemahan keseluruhan dalam bahasa Indonesia. Dalam Bab III yaitu penutup, akan dituliskan kesimpulan isi terjemahan teks dari buku “Sweets Motif Wonderland” bagian pertama.