BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit jantung adalah pembunuh nomor 1 di Indonesia dan dunia. Hipertensi merupakan salah satu pemicu dan ini dialami oleh 20-30 % populasi di dunia (Delles et al., 2010). Sekitar 66 % penyakit kardiovaskuler di 15 negara wilayah Asia Pasifik termasuk Indonesia berasal dari hipertensi. Prevalensi hipertensi berada pada rentang 5-47 % pada pria dan 7-38 % pada wanita (Martiniuk et al., 2007). Berdasarkan pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 32,2 %, sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau riwayat minum obat hanya 7,8 % atau hanya 24,2 % dari kasus hipertensi di masyarakat. Berarti 75,8 % kasus hipertensi di Indonesia belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Pada tahap awal hipertensi tidak menunjukkan gejala, sehingga hanya terdeteksi ketika komplikasi timbul (Sigarlaki, 2006). Kondisi ini membuat masyarakat Indonesia mempunyai resiko stroke, serangan jantung, aneurisme dan penyakit ginjal kronis. Sementara itu obat yang digunakan untuk
1
menurunkan tekanan darah memiliki beberapa efek samping (Roswiem et al., 2012). Obat herbal telah diterima secara luas dihampir seluruh negara di dunia. Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat dan adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu (Sukandar, 2006). WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003). Salah satu upaya meningkatkan pemanfaatan bahan alam yang terjamin
mutu,
khasiat
dipertanggungjawabkan
secara
dan
keamanannya
ilmiah
dan
dapat
sehingga
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat, Indonesia dalam hal ini Balai Besar POM bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi
sedang meneliti 9
2
tanaman unggulan nasional sampai ke tahap uji klinis, salah satu diantaranya adalah sambiloto (Sukandar, 2004). Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) bukan tumbuhan asli Indonesia. Menurut data spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense, sambiloto sudah ada sejak tahun 1893. Tumbuhan ini berasal dari India, kemudian dalam perkembangannya masuk ke daftar tanaman obat di daerah Cina, Malaysia dan Indonesia. Tanaman sambiloto tumbuh menyebar luas hampir di seluruh nusantara serta bunga dan buahnya dapat ditemukan sepanjang tahun (Widyawati, 2007). Di Indonesia khasiat sambiloto sudah dikenal sejak zaman dulu, diantaranya adalah sebagai antidiare, antiradang, antibiotik, antialergi, dan hepatoprotektor. Ekstrak sambiloto juga dapat merusak sel trophocyt dan trophoblast, berperan dalam kondensasi sitoplasma dari sel tumor, piknosis, dan menghancurkan inti sel kanker. Selain itu, sambiloto sangat efektif mengobati
infeksi
dan
merangsang
fagositosis
(immunostimulant),
mempunyai efek hipoglikemik, hipotermia, diuretik, antibakteri, dan analgetik, meningkatkan kekebalan tubuh seluler serta meningkatkan aktivitas kelenjar-kelenjar
tubuh.
Ekstrak
sambiloto
juga
mempunyai
efek
kardiovaskuler berupa fibrinolitik aksi lemah dan antitukak lambung (Winarto dan Karyasari, 2004). Di Malaysia tanaman sambiloto secara empiris telah digunakan untuk pengobatan hipertensi (Awang et al., 2012).
3
Salah satu metode terbaru pengukuran tekanan darah tak langsung adalah
perekam tekanan volume darah menggunakan metode volumetrik
untuk mengukur aliran darah dan volume darah pada ekor. Pengukuran tekanan darah dengan tehnik ini akurat, konsisten, dan reprodusibel baik digunakan pada tikus dan mencit terjaga ataupun teranestesi. Penelitian independen validasi klinis Yale University, New Heaven, Connecticut, 2003, menunjukkan perekam tekanan volume berhubungan 99 % dengan pengukuran tekanan darah secara langsung. Keuntungan pengukuran tekanan darah non invasive dengan perekam tekanan volume adalah tidak memerlukan pembedahan, lebih murah, dapat mengukur tekanan sistol dan diastol beberapa hewan uji sekaligus dan peneliti dapat memperoleh data yang akurat dan konsisten (Kent Scientific Corporation, 2011). Disebabkan keberadaan tanaman sambiloto di Indonesia melimpah dan cukup murah dan bukti-bukti ilmiah tentang ekstrak etanol herba sambiloto sebagai antihipertensi secara in vivo dengan metode non invasive menggunakan tikus sadar belum pernah ditemukan, maka
penulis ingin
mengetahui aktivitas antihipertensi ekstrak etanol herba sambiloto (EES) pada tikus Wistar sadar secara in vivo dengan metode non invasive.
4
a. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak etanol herba sambiloto (EES) mempunyai aktivitas antihipertensi pada tikus Wistar sadar dengan metode non invasive? 2. Berapa prosentase penurunan tekanan darah akibat pemberian EES pada tikus Wistar sadar dengan metode non invasive? b. Keaslian penelitian Sepanjang
penelusuran
pustaka,
penelitian
tentang
aktivitas
antihipertensi ekstrak etanol herba sambiloto [Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness] pada tikus Wistar sadar dengan metode non invasive, belum pernah dilakukan, namun merupakan pendukung dari penelitian sebelumnya yaitu : 1. Sattayasai et al. (2010) melaporkan bahwa andrografolid 0,2 mg/ml mampu menghambat kontraksi pada aorta terisolasi yang diinduksi dengan 0,15 mg/ml norepinefrin, 2. Awang et al. (2012) menyatakan bahwa ekstrak diklormetan sambiloto dosis 3 mg mempunyai aktivitas menurunkan tekanan perfusi jantung sampai 24,5±3,0 mmHg dan menurunkan rata-rata denyut jantung sampai 49,5±11,4 tiap menit pada jantung tikus terisolasi, 3. Sriramaneni et al. (2012) melaporkan bahwa pemberian ekstrak kloroform sambiloto (APCE) dosis 100 mg/kgBB sekali sehari selama 5
4 minggu pada tikus hipertensi spontan mampu menurunkan tekanan darah sistol dengan mekanisme tergantung endotelium dan tidak tergantung endotelium.
c. Urgensi (kepentingan) Penelitian 1. Bagi masyarakat untuk memberikan informasi ilmiah tentang aktivitas antihipertensi herba sambiloto sebagai alternatif obat tradisional. 2. Bagi ilmu pengetahuan untuk memberikan informasi ilmiah tentang aktivitas antihipertensi herba sambiloto dalam bentuk ekstrak etanol secara in vivo dengan metode non invasive. 3. Bagi industri memberikan informasi ilmiah tentang aktivitas antihipertensi herba sambiloto dalam bentuk ekstrak etanol sebagai dasar pengembangan obat herbal.
B. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui aktivitas antihipertensi EES pada tikus Wistar sadar dengan metode non invasive. 2. Mengetahui prosentase penurunan tekanan darah akibat pemberian EES pada tikus Wistar sadar dengan metode non invasive.
6