BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Praktek imperialisme dan kolonialisme di Indonesia mempunyai dampak
yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsaraan fisik, tetapi juga psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga
saat
ini.
Selain
mengakibatkan
penderitaan
dan
kesengsaraan,
imperialisme barat juga meninggalkan kosakata, budaya, marga, sarana jalan dan beberapa pabrik gula, dan aturan perundangan. Sejak 1806 Inggris selalu berusaha untuk melemahkan kekuasaan Belanda di Indonesia. Inggris akhirnya berhasil menguasai Indonsia setelah melakukan serangan darat dan laut atas wilayah kekuasaan Belanda di Pulau Jawa. Akibatnya, Belanda di bawah Gubernur Jendral Jansen terpaksa menyerah tanpa syarat dan menyerahkan wilayah kekuasaan kepada pemerintah Inggris. Kekuasaan Inggris di Idnonesia diwakili oleh kongsi dagang Inggris yang bernama East Indian Company (EIC) yang berkedudukan di Kalkuta, India.
1
2
Inggris kemudian menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jendral di Indonesia.1 Kekuasaan Raffles di Indonesia harus berakhir setelah penandatanganan Convention of London tahun 1814. Atas dasar perjanjian London tersebut, Belanda kemudian berkuasa kembali di Indonesia. Pemerintahan kolonial Belanda diatur oleh sebuah komisi yang beranggotakan Van Der Capellen, Elout, dan Buysken. Di antara mereka bertiga Van Der Capellen mempunyai peran yang paling menentukan. Ia berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari tanah jajahan.2 Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kolonial sangat dipengaruhi oleh sistem kolonial yang diterapkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Setelah sistem tanam paksa dihapuskan pada tahun 1870 pemerintah kolonial menerapkan sistem ekonomi baru yang lebih liberal. Sistem tersebut ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870. Menurut undang-undang tersebut penduduk pribumi diberi hak untuk memiliki tanah dan menyewakannya kepada pswasta. Tanah pribadi yang dikuasai rakyat secara adat dapat disewakan selama 5 tahun. Sedangkan tanah pribadi dapat disewakan selama 20 tahun. Para pengusaha dapat menyewa tanah dari guberneman dalamjangka 75 tahun. Dalam jangka panjang, akibat sistem sewa tersebut tanah yang disewakan
1
Ratna Hapsari dan Abdul Syukur. Eksplorasi Sejarah Indonesia dan Dunia Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta : 2008. Hal. 92 2 Ibid, hal.94
3
cenderung menjadi milik penyewa. Apabila pada masa sistem tanam paksa perekonomian dikelola oleh negara maka sejak Undang-undang Agraria 1870 kegiatan ekonomi lebih banyak dijalankan oleh swasta. Nilai-nilai kapitalisme mulai masik ke dalam struktur masyarakat Indonesia. Komersialisasi telah menggantikan sistem ekonomi tradisional. Nilai uang telah menggantikan satuan ekonomi tradisional yang selama ini dijalankan oleh masyarakat pedesaan. Masalah sistem perburuhan dikeluarkan aturan yang ketat. Tahun 1872 dikeluarkan Peraturan Hukumam Polisi bagi buruh yang meninggalkan kontrak kerja. Pada tahun 1880 ditetapkan Koeli Ordonanntie yang mengatur hubungan kerja antara koeli (buruh) dengan majikan, terutama di daerah perkebunan di luar Jawa. Walaupun wajib kerja dihapuskan sesuai dengan semangat liberalisme, pemerintah kolonial menetapkan pajak kepala pada tahun 1882. Pajak dipungut dari semua warga desa yang kena wajib kerja. Pajak tersebut dirasakan oleh rakyat lebih berat dibandingkan dengan wajib kerja. Di bidang ekonomi, penetrasi kapitalisme sampai pada tingkat individu, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Tanah milik petani menjadi objek dari kapitalisme. Tanah tersebut menjadi objek komersialisasi, satu hal yang tidak kekenal sebelumnya dalam masyarakat tradisional di pedesaan. Adanya jaringan jalan raya serta jalan kereta api dan hubungan laut telah membantu
mempercepat
pertumbuhan
kota.
Terjadilah
urbanisasi
atau
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Pada akhir abad ke-19 lahirlah kota-kota
4
baru di pedalaman serta di pesisir pantai. Demikian juga dengan kota-kota lama menjadi incaran penduduk untuk bermukim. Lahirnya kota-kota tersebut terkait dengan perkembangan ekonomi seperti perkebunan serta perdagangan antar pulau. Pengadaptasian keadaan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda digambarkan kembali dalam sebuah film. Film Hati Merdeka merupakan lajutan ketiga dari film pertamanya Merah Putih dan film keduanya Darah Garuda yang cukup meraih kesuksessan, yang menceritakan tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan pemerintahan kolonial Belanda. Dengan latar belakang masa-masa kelam revolusi di awal tahun 1948, Hati Merdeka mengikuti perjalanan sekelompok kadet yang kemudian menjadi pasukan gerilya elit setelah kejadian pembunuhan massal para kadet calon prajurit di tahun 1947 (sebuah cerita yang didasarkan kisah nyata tentang perang yang mengakibatkan terbunuhnya kedua paman Hashim pada peristiwa Lengkong tahun 1946). Diperankan secara apik oleh semua bintang film muda Indonesia (Donny Alamsyah, nominasi sebagai Aktor Terbaik untuk Merah Putih di Festival Film Bandung 2010, T. Rifnu Wikana dan Lukman Sardi, nominasi sebagai Aktor Terbaik dan Aktor Pendukung Terbaik untuk Darah Garuda baru-baru ini di Indonesia Movie Awards, bersama dengan Aldy Zulfikar sebagai Pendatang Baru Terbaik memerankan serdadu kecil bernama Budi), Rahayu Saraswati, pemenang
5
Aktris Terbaik di Bali International Film Festival 2009 untuk Merah Putih dan Darius Sinathrya yang memiliki peran terbesarnya dalam film ini.3 Setelah menyelesaikan misi yang berakhir tragis dengan kehilangan anggota kelompok ini, kesetiaan kelompok ini kembali diuji dengan mundurnya pimpinan mereka, Amir (Lukman Sardi) dari Angkatan Darat. Tanpa pemimpin dan dengan dirundung kesedihan karena kehilangan mereka, para kadet membawa dendam mereka dalam perjalanan misi mereka ke Bali tempat Dayan yang bisu (T. Rifnu Wikana) tinggal, untuk membalas dendam kepada Belanda. Mereka dikirim ke Bali untuk membunuh Kolonel Raymer (Michael Bell, aktor berbakat dari Inggris yang meninggal April lalu), yang telah membunuh keluarga Tomas (Donny Alamsyah) di awal trilogi ini. Tomas telah dipilih sebagai pemimpin baru dari kelompok kadet ini. Menghadapi meriam kapal perang Belanda, Marius yang playboy dan peminum (Darius Sinathrya) harus mengatasi rasa takutnya karena persaingannya dengan Tomas untuk memperebutkan Senja, seorang gadis berdarah biru (Rahayu Saraswati) Sesampainya di Bali, kelompok taruna ini menyelamatkan Dayu (pemeran baru Ranggani Puspandya) dari kekejaman kelompok milisi KNIL Kolonel Raymer, tapi salah satu dari kelompok kadet ini hampir saja mati terbunuh. Saat teman mereka sedang berjuang antara hidup dan mati, kelompok kadet ini bertemu dengan pemimpin pemberontak bawah tanah Wayan Suta (Nugie). Tomas bentrok dengan pimpinan mereka terdahulu, Amir (Lukman Sardi) saat 3
http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/filminfo/movie.php?uid=22539cd5474d&title=Hati %20Merdeka%20(Merah%20Putih%20III) diakses tanggal 24 juli 2012 pukul 22.30 WIB
6
mereka merencanakan serangan terakhir untuk melawan milisi Raymer yang menimbulkan pertanyaan: Sejauh mana revolusi ini bisa menghancurkan kejahatan dan tetap mempertahankan idealismenya. Rangkaian film Merah Putih ini mendapat beberapa penghargaan yang terbilang cukup banyak, yaitu: -
Winner Best Film di Bali Internastional Film Festival tahun 2009.
-
First Place People’s Choice di Bali International Film Festival tahun 2009.
-
Winner Best Direction “Yadi Sugandi” di Bali International Film Festival tahun 2009.
-
Winner Best Actress “Rahayu Sarawati” di Bali International Film Festival tahun 2009.
-
Nominee Best Actor Donny Alamsyah di Bandung Film Festival tahun 2010.
-
Dan beberapa penghargaan Official Selection di Los Angeles dalam Asian Pasific Film Festival, Amsterdam dalam Cinemaasia Film Festival, Bangkok dalam World Film Festival, Dallas dalam International Film Festival, dan Mumbai dalam 3rd Eye Asian Film Festival tahun 2009. Pada film Merah Putih cukup mendapat apresiasi dari penonton film
Indonesia dengan jumlah penonton 611.572 dan masuk di urutan kesepuluh film jumlah penonton terbanyak di tahun 2009, untuk trilogi yang kedua yaitu “Darah Garuda” kurang mendapat apresiasi dari film sebelumnya dengan jumlah penonton 407.426 jiwa dan berada diurutan kedelapan dalam jumlah penonto terbanyak di tahun 2010, sedangkan untuk film Hati Merdeka tidak masuk dalam
7
rangkaian sepuluh besar film dalam jumlah penonton terbanyak pada tahun 2011. 4 Hal ini dapat disebabkan mungkin karena terlalu dekat jarak peluncuran film yang satu dengan yang lainnya. Penulis mengambil penggambaran nilai kolonialisme dalam film ini karena penulis ingin tahu sejauh mana penggambaran kolonislisme yang digambarkan pada film ini pada saat jaman kolonial Belanda saat sesudah Indonesia menyatakan sudah merdeka dan ingin mempertahankan kemerdekaan yang sudah ditegakkan.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas maka yang akan diteliti
adalah: “Bagaimana penggambaran nilai kolonialisme dalam film Hati Merdeka?”
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui bagaimana
penggambaran nilai kolonialisme dalam film Hati Merdeka yang mengadaptasi dari keadaan Indonesia setelah menyatakan kemerdekaannya.
4
http://filmindonesia.or.id/movie/viewers#.T5ODOtUvDIU. Diakses pada tanggal 10 April 2012
8
1.4.
Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis Penelitian yang membahas tentang nilai-nilai kolonialisme agar kita tahu bagaimana perjuangan masyarakat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sekarang dengan cara yang berbeda, sehingga penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. 1.4.2. Manfaat Praktis Diharapkan dapat memberikan masukan kepada perfilman indonesia dalam membuat film agar dapat menyajikan film-film yang berkualitas dan beredukasi sehingga dapat bermanfat bagi masyarakat.