Lampiran 4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia masih menjadi
permasalahan nasional yang tidak kunjung tuntas bahkan semakin memprihatinkan dan mengancam generasi muda dari berbagai lapisan masyarakat tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat pendidikan. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan jasmani dan rohani seperti depresi mental, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital seperti otak, jantung, hati, paru-paru dan ginjal, serta dampak sosial termasuk putus sekolah, kuliah, kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan (BNN RI, 2013). Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) tahun 2013, pengungkapan kasus narkoba dan barang bukti narkoba yang ditemukan cukup besar namun bila dibandingkan dengan narkoba yang beredar hal tersebut masih relatif rendah. Prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia pun cenderung meningkat yaitu di tahun 2008 sebesar 1,99%, tahun 2011 sebesar 2,32%, tahun 2013 sebesar 2,56% dan pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 2,80% atau setara dengan ± 5,1 – 5,6 juta jiwa dari populasi penduduk Indonesia. Salah satu jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan pada tahun 2013 adalah heroin. Heroin merupakan obat terlarang yang sangat keras dengan zat adiktif yang tinggi. Narkoba jenis ini sering digunakan dengan cara disuntik dan salah satu dampak dari penggunaan narkoba suntik ini adalah meningkatnya kejadian HIV/AIDS karena penggunaan jarum suntik bergantian.
Di dalam Laporan Triwulan III Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI, Oktober 2014, jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor resiko pada kelompok Injecting Drug User (IDU) atau yang dikenal dengan istilah pengguna narkoba suntik (penasun) pada tahun 2013 menempati urutan kedua yaitu sebanyak 8.462 kasus. Provinsi Bali sebagai pulau wisata merupakan salah satu provinsi yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba jenis heroin dan penyebaran HIV/AIDS. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali tahun 2009, estimasi jumlah penasun di Provinsi Bali pada tahun 2010 adalah 700 – 800 penasun dan data estimasi berdasarkan populasi kunci untuk penasun oleh Kementerian Kesehatan menyatakan estimasi jumlah penasun di Provinsi Bali pada tahun 2012 adalah 1.959 penasun. Sedangkan jumlah kumulatif kejadian HIV/AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2014 yang disebabkan oleh faktor resiko pada kelompok penasun berdasarkan data dari KPA Provinsi Bali adalah 819 kasus. Menurut sebaran populasi penasun di Provinsi Bali terdapat empat kabupaten yang memiliki jumlah penasun terbanyak, salah satunya adalah Kabupaten Badung. Data estimasi berdasarkan populasi kunci untuk penasun oleh Kementerian Kesehatan tahun 2012 menunjukkan estimasi jumlah penasun di Kabupaten Badung menempati urutan kedua setelah Kota Denpasar yaitu 428 penasun dan dari pemetaan yang dilakukan oleh KPA Provinsi Bali di wilayah Kabupaten Badung tahun 2011, kecamatan yang menjadi hotspot bagi para penasun adalah di Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Selatan dan Kuta Utara. Untuk mencegah
penyebaran HIV/AIDS
dikalangan
penasun
perlu
pengembangan dan perpaduan tiga pendekatan, yaitu pengurangan pemasokan (supply reduction), pengurangan permintaan (demand reduction) dan pengurangan
dampak buruk (harm reduction). Salah satu kegiatan pendekatan harm reduction adalah terapi substitusi dengan metadon dalam sediaan cair, dengan cara diminum. Hal tersebut dikenal sebagai Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). PTRM merupakan program jangka panjang dengan dosis individual, artinya setiap klien diberi dosis metadon sesuai tingkat keparahannya hingga sembuh, tidak disuntik tetapi diminum, dosisnya naik perlahan, stabil (optimal) dan turun perlahan serta diminum setiap hari (Kepmenkes, 2008). Pada Laporan Bulanan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali, jumlah penasun yang mengikuti layanan metadon per Desember 2014 di Provinsi Bali adalah 125 penasun. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonersia Nomor : 494/MENKES/SK/VII/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelin Uji Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon Serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon, Puskesmas Kuta I menjadi salah satu satelit uji coba pelayanan terapi rumatan metado di Provinsi Bali. Puskesmas Kuta I dipilih menjadi salah satu satelit PTRM karena mudahnya akses bagi para klien yang kebanyakan bekerja dan bermukim di daerah Kuta sehingga mereka tidak perlu menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan layanan metadon. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2014) menyatakan bahwa sarana dan prasana layanan metadon di Puskesmas Kuta I hampir semua sudah sesuai dengan pedoman nasional. Di dalam Laporan Pemetaan dan Estimasi Langsung Penasun Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh KPA Kabupaten Badung, jumlah penasun di wilayah Kabupaten Badung adalah 173 penasun, namun berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, jumlah penasun yang mengikuti program terapi rumatan metadon di PTRM Kabupaten Badung hanya 27 penasun, dari data tersebut dapat dilihat bahwa masih terdapat 146 penasun yang tidak mengikuti PTRM. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon, D.R. (2012) menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Marowa Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan data tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui peran faktor intrinsik dalam keikutsertaan penasun pada PTRM di Kabupaten Badung.
1.2
Rumusan Masalah Puskesmas Kuta I dipilih menjadi salah satu satelit PTRM karena mudahnya
akses bagi para klien yang kebanyakan bekerja dan bermukim di daerah Kuta sehingga mereka tidak perlu menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan layanan metadon. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2014) menyatakan bahwa sarana dan prasana layanan metadon di Puskesmas Kuta I hampir semua sudah sesuai dengan pedoman nasional, namun berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, jumlah penasun yang mengikuti program terapi rumatan metadon di PTRM Kabupaten Badung hanya 27 penasun, yaitu 15,25% dari jumlah penasun di Kabupaten Badung berdasarkan Laporan Pemetaan dan Estimasi Langsung Penasun Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh KPA Kabupaten Badung.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian
adalah “Bagaimana peran faktor intrinsik dalam keikutsertaan penasun pada Program Terapi Rumatan Metadon di Kabupaten Badung?”.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum Tujuan umun penelitian ini adalah untuk mengetahui peran faktor intrinsik
dalam keikutsertaan penasun pada Program Terapi Rumatan Metadon di Kabupaten Badung. 1.4.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengetahuan penasun tentang program terapi rumatan metadon. 2. Untuk mengetahui sikap penasun terhadap program terapi rumatan metadon.
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi instansi
terkait dalam upaya mengambil langkah-langkah perbaikan pada Program Terapi Rumatan Metadon agar dapat menjangkau seluruh penasun. 1.5.2 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai peran faktor intrinsik dalam keikutsertaan penasun pada Program Terapi Rumatan Metadon. Selain itu diharapkan pada nantinya, penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya refrensi bagi mahasiswa lainnya dalam menyusun suatu penelitian.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada persepsi penasun tentang Program
Terapi Rumatan Metadon di Kabupaten Badung. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji peran faktor intrinsik dalam keikutsertaan penasun pada Program Terapi Rumatan Metadon di Kabupaten Badung.