BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinatif yang memberikan hiburan yang
menyenangkan sekaligus memberikan pengalaman batin bagi pembacanya (Goldman via Faruk, 1994:79). Sebagaimana juga disampaikan oleh Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2010:3) sastra menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra merupakan cerita mengenai kehidupan yang memampukan manusia menjadi manusia (Toha-Sarumpaet, 2010:2). Karya sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa. Karya sastra adalah karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi. Karya sastra adalah hasil proses ekspresi individual penulisnya. Oleh karena itu, kepribadian, emosi, dan kepercayaan penulis tertuang dalam karya sastranya (Purba, 2010:7). Sastra memiliki tiga jenis (genre), yaitu prosa, puisi, dan drama (Goldman dalam Faruk, 1994:79). Masing-masing dari genre tersebut masih memiliki subgenre lagi. Selain sastra pada umumnya, dikenal juga istilah sastra anak. Secara teoretis, sastra anak adalah “sastra yang dibaca anak-anak dengan bimbingan
dan
pengarahan
anggota
dewasa
suatu
masyarakat,
sedang
penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa” (Davis dalam Sarumpaet 2010:2). Namun demikian, sekarang terdapat banyak penulis anak-anak yang menulis sastra anak. Secara praktis, sastra anak adalah sastra terbaik yang dibaca 1
2
dengan karakteristik berbagai ragam tema dan format (Toha-Sarumpaet, 2010:2). Sastra anak memiliki perbedaan dengan sastra pada umumnya. Sastra anak terbatas dalam isi dan bentuk. Menurut Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2010:8-9), perbedaan keduanya bukan pada spesies atau hakikat kemanusiaan, melainkan tingkat pengalaman dan kematangan. Analog dengan hal tersebut, perbedaan antara sastra anak dan sastra dewasa adalah terdapat dalam hal tingkatan pengalaman yang dikisahkan dan atau yang diperlukan untuk memahami, bukan pada hakikat kemanusiaan yang dikisahkan. Sastra anak bukan sekadar sastra yang dibaca anak-anak, tetapi lebih dari itu. Hal yang sangat menonjol dan secara fisik telah memukau banyak pengamat dan pencinta sastra anak adalah beragamnya jenis cerita yang disediakan bagi anak-anak. Dengan keragaman kebutuhan anak serta kesertaan mereka dalam kancah dunia sastra secara umum, maka bacaan yang diberikan pada mereka juga berbagai dalam hal genre. Dilihat dari tema, sangat banyak ragam bacaan anak sebanyak ragam masalah kehidupan itu sendiri. Belum lagi kalau dilihat dari tujuan penulisannya dengan label yang bermacam, seperti pendidikan, pengajaran, budi pekerti, lingkungan, kebudayaan, anak mandiri, dan lainnya (Sarumpaet, 2010:13). Dalam hal genre, sastra anak juga memiliki perbedaan dengan sastra dewasa. Sastra anak memiliki genrenya tersendiri. Lukens menyampaikan (dalam Nurgiyantoro, 2010:13) “bahwa pembagian genre sastra anak menjadi enam macam, yaitu realisme, fiksi formula, fantasi, sastra tradisional, puisi, dan nonfiksi”. Dari keenam genre tersebut, masing-masing genre masih mempunyai subgenre lagi.
3
Penelitian ini mengambil objek salah satu genre sastra anak yang berbentuk cerita fantasi. Cerita fantasi dapat dipahami sebagai cerita yang menampilkan tokoh, alur, atau tema yang sulit yang derajat kebenarannya diragukan, baik menyangkut (hampir) seluruh maupun hanya sebagian cerita (Nurgiyantoro, 2010:20). Cerita fantasi sebenarnya juga menampilkan berbagai peristiwa dan aksi yang realistik sebagaimana halnya dalam cerita realistik, tetapi di dalamnya juga terdapat sesuatu yang sulit diterima. Berdasarkan alur, tema dan tokoh yang ditampilkan dalam cerita anak, dipilih cerita fantasi yang menjadi objek penilitian ini, yaitu Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i karya Ya‘qu
ru>ni>. Pada cerita anak Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i terdapat hal-hal yang kebenarannya sulit diterima. Di antaranya pada unsur tokoh; pada cerpen ini terdapat beberapa tokoh yang sulit ditemukan di dunia nyata, seperti beruang yang dapat berbicara seperti manusia. Selain itu, juga terdapat kejadian yang sulit ditemukan di dunia nyata seperti manusia yang dapat bebicara dengan beruang. Sebuah karya sastra adalah sebuah totalitas yang dibangun oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams via Nurgiyantoro, 2010:36). Sebuah karya dinilai keberhasilan dan kemantapannya melalui bentuknya, yakni melihat keutuhan strukturnya dengan memeriksa antarhubungan dan jalinan keterkaitan sesama elemen sastrawi pendukung karya.
4
Biasanya karya yang bernilai adalah karya yang kokoh dengan semua unsur pendukungnya berfungsi ketat (Sarumpaet, 2010:39). Cerita anak Sirru al-Lih{yati
al-Baid}a>`i sebagai sebuah karya sastra perlu dianalisis keutuhan strukturnya untuk melihat keberhasilan dan kemantapannya sebagai sebuah karya sastra. Penelitian terhadap sastra anak dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan formalis (analisis struktural), pendekatan historis, pendekatan transaksi, pendekatan psikoanalitik, dan pendekatan feminis (TohaSarumpaet, 2010:39-47). Pendekatan formalis bertujuan untuk mengetahui isi sebuah karya dan bagaimana isi itu disampaikan. Pendekatan historis meneliti sebuah karya sastra dengan cara mempertanyakan alasan penulisan karya, mencari tahu latar belakang penulisannya, atau hal-hal seperti situasi khusus yang
melahirkan
karya,
pemikiran,
kedaaan
sosial
dan
politik
yang
mempengaruhi, pengarang dan kehidupannya, hubungan karya dengan status kepengarangan,
dan
lain-lain.
Pendekatan
mengizinkan
setiap
orang
menggunakan reaksi pribadinya pada sastra. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatakan keterampilan pembacanya dalam bergaul dengan sastra. Pendekatan psikoanalitik dalam sebuah karya sastra menyelidiki ketidaksadaran para tokoh di dalam karya, memperhatikan tindak, perilaku, atau perkataan yang merujuk pada sesuatu yang justru ditutupinya. Pendekatan feminis berupaya mengubah cara kita membaca karya sastra, agar tidak melulu dipinggirkan, agar justru kita belajar mengenali betapa indah, plural, dan kompleksnya hubungan kemanusiaan kita, laki-laki dan perempuan. Analisis struktural yaitu analisis
5
untuk meneliti unsur-unsur instrinsik dalam sebuah karya sastra dan keterkaitan antarunsur di dalamnya dalam menghasilkan sebuah makna yang utuh. Untuk penelitian terhadap cerita anak ini dimanfaatkan pendekatan struktural karena dari pembacaan terlihat bahwa Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i strukturnya tampak mendukung tema dan moral yang disampaikan pengarang.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini adalah
unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita anak Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i karya Ya‘quru>ni> dan keterkaitan antarunsurnya.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap unsur-unsur intrinsik yang
terkandung dalam carita anak Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i karya Ya‘quru>ni> dan keterkaitan antarunsurnya.
1.4
Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai sastra anak telah banyak dilakukan oleh berbagai
peneliti. Salah satunya yaitu penelitian Toha-Sarumpaet (2001) yang berjudul ‚Tokoh dalam Bacaan Sastra Anak Indonesia‛. Riset ini meneliti 40 judul bacaan anak realistik Indonesia terbitan 1991-1993 untuk mengenali tokoh yang ada di dalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural yang menganalisis
6
alur, latar, tema, penokohan, gaya/penyampaian untuk memahami tokoh yang seperti apakah dalam bacaan anak Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua buku yang diteliti menggunakan alur linear dan tunggal, latar tempatan yang realis, tema yang sudah tampak dari judul untuk mendidik dan mengajari anak, penokohan yang analitik dan tidak menarik, gaya/penyampaian yang mengutamakan tema sehingga seluruh cerita menggurui. Tokoh yang ada di dalam buku tidak berkembang, tidak ada kehendak, tidak tampak kelebihan dan kekurangannya, dan karena tokoh utama adalah bapak sebagai penyampai pesan, maka ibu dan anak hanyalah sebagai pelengkap (Sarumpaet, 2010:66). Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sari (2013) dalam skripsinya. ‚Unsur–Unsur Instrinsik Cerita Anak ar-Ra>‘i> asy-Syuja>‘ karya Muh{ammad ‘At}iyyah al-Ibra>syi>: Analisis Struktural‛. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tokoh pada cerita ini terbagi menjadi dua, tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama pada cerita ini adalah penggembala, sedangkan tokoh tambahannya adalah putri raja, tiga ekor anjing, raja, saudara perempuan penggembala, ayah penggembala, kusir, dan binatang buas. Cerita ini menggunakan alur progresif sehingga mudah dipahami oleh anak-anak. Latar tempat pada cerita ini merupakan latar tempat netral, terletak di sebuah negara yang dipimpin oleh seorang raja. Moral dan tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Cerita ini menggunakan sudut pandang orang ketiga ‚maha tahu‛. Stile dan nada pada cerita ini menggunakan stile sederhana dan nada parodial. Unsur-unsur yang membangun cerita anak ini saling berkaitan satu sama lain.
7
Penelitian sastra anak juga pernah dilakukan oleh Fauzi (2014) dalam skripsinya yang berjudul ‚Unsur-Unsur Cerita Anak At}fa>l al-Ga>bah karya Muh{ammad
‘At}t}iyyah
al-Ibra>syi:
Analisis
Struktural‛.
Penelitian
ini
menghasilkan kesimpulan bahwa tokoh dalam cerita ini terbagi menjadi dua, tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama pada cerita ini adalah sang putri, sedangkan tokoh tambahannya adalah Sang raja, Sang Pangeran Pertama, Sang Pangeran Kedua, Sang Bibi, tiga peri, seekor rusa, seorang syaikh, seorang yang salih, empat orang berbadan besar, empat singa, seekor burung, empat ular besar, dan seekor burung yang indah. Cerita ini menggunakan alur progresif sehingga mudah dipahami oleh anak-anak. Latar tempat pada cerita ini merupakan latar netral, terletak di sebuah negara yang dipimpin oleh seorang raja. Moral dan tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah saling menyayangi dalam keluarga akan mengantarkan pada kebahagiaan bersama. Cerita ini menggunakan sudut pandang orang ketiga ‚maha tahu‛. Stile dan nada pada cerita ini menggunakan stile sederhana dan nada parodial. Unsur-unsur yang membangun cerita anak ini saling berkaitan satu sama lain. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, belum ditemukan penelitian yang dilakukan terhadap cerpen Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i karya Ya‘quru>ni> sehingga layak dilakukan penelitian terhadap cerita tersebut guna menambah khazanah penelitian tentang sastra anak dalam kesusastraan Arab.
8
1.5
Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori structural; teori
yang memfokuskan pada karya sastra sebagai sebuah struktur yang terkandung unsur-unsur di dalamnya yang dapat dipaparkan secermat dan semendalam mungkin sehingga dapat dicari keterkaitan antarunsur dan didapatkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:35). Terdapat sedikit perbedaan struktur cerita anak dengan struktur cerita dewasa terutama pada unsur-unsur instrinsik. ‚Unsur instrinsik adalah unsurunsur cerita fiksi yang secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan‛ (Nurgiyantoro, 2010:221). Pada umumnya, para ahli membagi unsur instrinsik prosa rekaan atas alur (plot), tokoh, watak, penokohan, latar cerita (setting), titik pandang (sudut pandang), gaya bahasa, gaya penceritaan, dan tema (Siswanto, 2008:142). Adapun unsurunsur cerita fiksi anak yaitu tokoh, alur cerita, latar, tema, moral, sudut pandang, stile dan nada (Nurgiyantoro, 2010:221). Selain memaparkan unsur-unsur tersebut juga akan dipaparkan keterkaitan unsur-unsur sehingga mendapatkan makna secara keseluruhan. Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur, baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2010:222). Alur cerita berhubungan dengan berbagai hal, seperti peristiwa, konflik yang terjadi, dan akhirnya mencapai klimaks, serta bagaimana kisah itu diselesaikan. Alur
9
berkaitan dengan masalah bagaimana peristiwa, tokoh, dan segala sesuatu itu digerakkan, dikisahkan, sehingga menjadi sebuah rangkaian cerita yang padu dan menarik (Nurgiyantoro, 2010:237). Latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Peristiwa dan kisah dalam cerita fiksi tidak dapat terjadi begitu saja tanpa kejelasan landas tumpu. Apalagi untuk cerita fiksi anak yang dalam banyak hal memerlukan rincian konkret yang menjelaskan ‚apa dan bagaimana‛-nya berbagai peristiwa yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2010:249). Tema secara sederhana dapat dipahami sebagai gagasan yang mengikat cerita (Lukens, 2003:129), mengikat berbagai unsur instrinsik yang membangun cerita sehingga tampil sebagai sebuah kesatupaduan yang harmonis (Nurgiyantoro, 2010:260). Moral, amanat, atau messages dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sesuatu itu selalu berkaitan dengan berbagai hal yang
berkonotasi
positif,
bermanfaat
bagi
kehidupan
dan
mendidik‛
(Nurgiyantoro, 2010:265). Sudut pandang (point of view) adalah cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang pada hakikatnya adalah sebuah cara, strategi, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan cerita dan gagasannya (Nurgiyantoro, 2010:269). Stile (style), menurut Lukens (via Nurgiyantoro, 2010:274), adalah bagaimana seorang pengarang mengemukakan sesuatu sebagai ekspresi apa yang mau dikatakan. Nada (tone) dapat dipahami sebagai sikap, pendirian atau perasaan pengarang terhadap masalah yang dikemukakan dan terhadap pembaca (Lukens via Nurgiyantoro, 2010:278).
10
1.6
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan teori struktural maka metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode analisis struktural. Metode analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur serta aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Metode analisis struktural, dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan unsur-unsur instrinsik yang terkandung dalam cerita fiksi, yakni tokoh dan penokohan, alur, latar, tema dan moral, sudut pandang, stile dan nada dan hubungan antarunsurnya. Mula-mula diidentifikasikan, misalnya bagaimana tokoh dan penokohan, alur, latar, tema dan moral, sudut pandang, stile dan nada. Langkah selanjutnya dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya dan bagaimana hubungan antarunsur sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu (Nurgiyantoro, 2012:37). Menurut Ratna, (2011:53), metode analisis struktural dilakukan melalui metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang menyangkut unsur-unsur instrinsik yang kemudian disusul dengan analisis. Pada dasarnya, analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mugkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara
11
bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tak cukup hanya dilakukan hanya sekadar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Nurgiyantoro, 2012:37). Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk penelitian terhadap cerita fiksi anak Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i adalah sebagai berikut. Langkah pertama adalah mengumpulkan data-data penelitian berupa kalimat-kalimat yang ada di dalam cerita fiksi tersebut yang menyaran pada unsur-unsur instrinsik cerita, yaitu tokoh dan penokohan, alur, latar, tema dan moral, dan sudut pandang. Langkah berikutnya menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis struktural terhadap masing-masing data unsur instrinsik. Langkah ketiga adalah mengelaborasi
fungsi
masing-masing
unsur
dalam
menunjang
makna
keseluruhan. Langkah terakhir yaitu membuat laporan hasil penelitian berupa skripsi.
1.7
Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri atas empat bab. Bab I Pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi biografi Ya‘quru>ni>, sastra anak dalam dunia Arab, serta sinopsis
12
cerita anak Sirru al-Lih{yati al-Baid}a>`i. Bab III berisi analisis struktural terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam cerita anak ‚Sirru al-Lihyati al-Baid}a}`>i‛ serta keterkaitan antarunsurnya. Bab IV berisi kesimpulan.
1.8
Pedoman Transliterasi Arab-Latin Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pedoman transiterasi Arab-Latin berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987 ) Tim Penyusun, 1988: xiii-xx)
1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus.
Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س
Nama alīf
bā’ tā ’ sā’ jīm h{ā’ khā dāl żāl rā zai sīn
Huruf Latin Tidak dilambangkan B T S| J Kh D Ż R Z S
Keterangan tidak dilambangkan Be Te es (dengan titik di atas) Je ha (dengan titik di bawah) ka dan ha De zet (dengan titik di atas) Er Zet Es
13
Huruf Arab ش ص ض ط ظ ﻉ ﻍ ف ق ك ل م ن و ﻫ ء ي
Nama syīn s{ād d{ād t{ā z{ā
Huruf Latin Sy S D T
‘ain gain fā qāf kāf lā m mīm nūn wāwu hā hamzah yā
‘_ G F Q K L M N W H `_ Y
Keterangan es dan ye es (dengan titik di bawah) de (dengan titik di bawah) te (dengan titik di bawah) zet (dengan titik di bawah) koma terbalik (di atas) Ge Ef Ki Ka El Em En We Ha Apostrof Ye
2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal Tanda
Vokal rangkap
Vokal panjang
Huruf
Tanda dan
Gabungan
Harakat dan
Huruf dan
latin
huruf
huruf
huruf
tanda
ﹷ
A
ﹷي
Ai
ﹷا
a>
ﹻ
I
ﹷو
Au
ﹻي
i>
ﹹ
U
ﹹو
u>
Contoh: ًََؤ َو
akala,
ٌدَُِش
baitun,
َلَجي
qāla
14
3. Ta>` Marbūt}ah Transliterasi untuk ta>` marbūt}ah ada dua, yaitu ta>` marbūt}ah hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah /t/. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta>` marbūt}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>`
marbūt}ah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh:
َُىًَر َّ ُٕثدلَوََِِٕ ُز ثدل
al-Madīnah al-Munawwarah/al-MadīnatulMunawwarah
4. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, yaitu dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda
syaddah tersebut. Contoh:
ًَدََّٕج
rabbana>,
َ ََََّٔيnazzala
5. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ""ال. Akan tetapi, dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah.
15
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsyiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh:
ًُُثٌٌؽ َّ
ar-rajulu
َُِثٌمَى
al-qaumu
Kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang. Contoh:
ٍََُُثٌم
ُثٌىَجصِخ
al-qalamu,
al-ka>tibu
6. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah atau di akhir kata. Apabila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:
ََُإمُي
ya'khuz|u,
َلَ ٌَؤ
qara`a
7. Penulisan kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim
16
dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.
ََُِِٓوإَِّْ ثهللَ ٌَهُىَ مٌَُُِ ثٌٌَّثٍِل
Contoh:
Wa innallāha lahuwa khair arrāziqīna atau Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīna
8. Huruf kapital Meskipun dalam tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), di antaranya adalah huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang dituliskan dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
ٌَوَِج ُِقََّّوٌ إِاَّ ًَُّىِي
Contoh:
Wamā Muh}ammadun illā rasūl
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan. Contoh:
ٌهلل وَفَِضـٌ لٌََِخ ِ ِ ٌ َِٓ ثَٚٔ
Nasrun minallāhi wa fathun qarīb