BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Dewasa ini kemajuan teknologi merupakan penyebab pesatnya arus
globalisasi yang menjadikan dunia ini seakan-akan kecil dan sempit dalam ruang aktivitas, hubungan antar bangsa, negara, kelompok dan individu sangat mudah dan cepat.“Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, budaya, serta kekayaan dibidang seni dan sastra. Pengembangan-pengembangan kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut memerlukan suatu kepastian hukum dan diwujudkan dalam perlindungan Hak Cipta”. 1 “Hak Atas Kekayaan Intelektual ( selanjutnya disingkat menjadi HKI ) adalah istilah umum dari hak ekslusif yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kreativitas atau kegiatan manusia, sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis dan termasuk ke dalam hak tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis”.2 Suatu karya intelektual yang mendapat perlindungan hak cipta adalah karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Karya tersebut baru mendapat perlindungan hukum apabila telah diwujudkan sebagai ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi yang dapat dilihat, didengar dan dibaca. Hukum hak cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide semata. 1
Tim Visi Yustisia, 2015, Panduan Resmi Hak Cipta ,Visimedia, Jakarta,h.ix. Andy Noorsman Sommeng, 2007, Penegakan Hukum di Bidang Hak Kekayaan Intelektual,DirektoratJendral Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang, h. 10. 2
1
2
Perkembangan dibidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat, sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas. “Hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu, dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.3 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (yang selanjutnya disebut dengan UU Hak Cipta) pada pasal 1 angka 3 menyatakan pengertian ciptaan yaitu “ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata“. Di dalam Undang-Undang ini juga mengatur mengenai ekspresi budaya tradisional dan ciptaan yang dilindungi ini diatur dalam BAB V bagian kesatu dan bagian kedua. Bali dikatakan sebagai daerah global, masyarakat membangun aktivitas kesehariannya yang mendunia melalui kegiatan-kegiatan industri pariwisata. Dalam konteks pengaruh globalisasi ini telah berakses pada terjadinya perubahan-perubahan ideologi dan sikap masyarakat Bali. Ideologi masyarakat Bali yang sosial religius, komunal, dengan lebih mengedepankan kebersamaan kepemilikkan, mengedepankan
3
Yusran Isnaini, 2010, Buku Pintar Haki Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan Intelektual,Ghalia Indonesia, Bogor, h.1.
3
sifat kespiritulan dalam kegiatan keseharian, dan sosial ”ngayah” dalam membangun hubungan antara sesama individu,masyarakat. Pola-pola bisnis yang dibangun masih bersifat tradisonal, dimana usaha-usaha yang berbasis ekonomi misalnya dalam penyediaan industri pariwisata seperti: restoran, penginapan, hiburan, toko souvenir (art shop) dan industri kerajinan lainnya dikerjakan dengan cara kekeluargaan. Globalisasi tidak hanya menjadikan pergeseran, perubahan pada nilai-nilai budaya lokal, serta kemudahan, kenikmatan lahiriah, juga memberikan imbas pada perubahan sistem nilai kemasyarakatan yang mengarah pada konflik internal, dan eksternal, yang bisa saja akan memusnahkan atau menenggelamkan identitas budaya, dan berujung pada penghancuran sebuah nilai etnik. Bali pada saat ini sedang mengalami hal serius mengenai apa yang telah dibahas sebelumnya.Hak Cipta juga mempunyai kelemahannya sendiri dalam hal melindungi karya cipta yang di ciptakan oleh pencipta belum dapat dilaksanakan dengan baik karena masih saja terdapat konflik mengenai hak cipta atas sebuah karya cipta dan di klaim oleh pihak asing sebagai pemegang hak cipta atas karya cipta yang pada kenyataannya dapat dilihat bahwa sebelumnya pencipta yang merupakan warga negara Indonesia telah memiliki bukti sertifikat atas hak cipta. “Begitu ketika hendak diterapkan untuk melindungi folklore ataupun ekspresi folklore”.4. Pencermatan, pengkajian, analisis oleh para praktisi hukum, budayawan, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat, mengenai kasus Hak Cipta ini tidaklah sederhana,antara perajin dengan pengusaha pemilik sertifikat Hak Cipta, tetapi 4
Agus Sardjono, 2009, Membumikan HKI di Indonesia, Nuansa Aulia,Bandung, h.150
4
masalah ini sangat kompleks, dan merambah pada wilayah budaya, dalam bentuk penjajahan budaya yang diklaim merupakan ciptaan pihak Asing. Bali memiliki macam-macam seni dan budaya seperti yang dijelaskan pada penjelasan pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta baik seni musik, tari, seni rupa yang berbahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, dan tekstil. Salah satu karya cipta masyarakat Bali adalah motif ornamen yang dapat ditemukan pada bangunan dan hasil karya kerajinan. “Motif ornamen Bali adalah motif hias yang telah diungkapkan, diukir,ditatah, digambar dan lain-lainnya”.5 Dari beberapa macam yang telah disebutkan ciri khas yang sangat menonjol yaitu karya seni motif kontemporer dan tradisional. Melihat pada ketentuan pasal 40 ayat (1) huruf j UU Hak Cipta mengatur mengenai “Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas karya seni batik atau motif lain”. Maksud dari karya seni motif lain ini yaitu bisa motif yang bersifat kontemporer atau pun tradisional lalu diwujudkan dengan bahan yang diinginkan. Di Desa Celuk merupakan suatu daerah atau kawasan yang terdapat di Bali yang nota benenya warga di desa ini sebagai pengerajin bergelut dalam bidang karya seni motif kontemporer atau tradisional perak dan telah di akui dari tingkat nasional maupun sampai pada tingkat Internasional. Dapat juga dilihat ada beberapa pengerajin yang memiliki nilai tersendiri atas karya ciptanya karena mampu meciptakan kerajinan perak dengan motif yang unik dan eksklusif terlepas dari motif tradisonal yang sudah lumrah atau 5
Made Rinu, 2005, Ornamen Bali, Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI, Denpasar, h.17.
5
sering diproduksi oleh para pengerajin perak lainnya. Menurut pengrajin perak seperti Bapak I Nyoman Eriawan, menciptakan suatu karya kerajinan perak bernuansa motif kontemporer dengan kemampuan seni yang tinggi lalu ia menuangkan ide tersebut dan mendapatkan nilai lebih dari motif yang diciptakannya itu karena menjadi ciri khas dirinya sendiri seperti desain capung yang menjadi ciri khas dari suatu tokoh pengerajin perak yang sangat terkenal di daerah Celuk yaitu UC Silver serta Angel to Angel yang dimana desaincapung tersebut digunakan sebagai dasasr motif berbagai macam perhiasan yang mereka ciptakan, capung dianggap memiliki nilai filosofi yang sangat penting baginya.
Selain itu ada juga pengerajin perak yang memiliki motif kontemporer dan merupakan suatu kebaruan dalam kerajinan perak dimana motif tersebut diyakini memberikan manfaat bagi para penggunanya, motif ini dinamakan Sudhanalaya ini diciptakan oleh Bapak Made Sandiago pemilik dari Wariga Silver karena Made Sandiago adalah master feng shui Indonesia dan memiliki website feng shui terbesar di Indonesia, kemudian ditambahkan produk simbol feng shui untuk melayani permintaan dari member indo feng shui yang hampir mencapai sepuluh ribu orang.Barang-barang di Wariga Silver adalah design asli atau digambar dari awal sesuai dengan pasar oleh Made Sandiago dan tidak dicatatkan pada Departemen Hukum dan HAM dengan alasan mahalnya biaya pencatatanserta sebuah kesadaran untuk berlaku sesuai hati bahwa setiap bisnis yang jujur akan menghasilkan
6
kegembiraan dan rasa nyaman. Pengerajin ini memiliki suatu wadah berupa Asosiasi Perak Bali yang di dalamnya beranggotakan seluruh pengerajin perak di Bali.
Dalam hal karya seni motif kerajinan perak Bali baik dari yang kontemporer maupun tradisional ini pengerajin sering mengalami kasus mengenai tuntutan atas penjiplakan Hak Cipta motif kerajinan perak yang dilakukan pengrajin terhadap pihak asing karena diklaim motif yang digunakan oleh pengrajin dalam kerajinan yang diproduksinya merupakan Hak Cipta dari pengusaha asing yang telah mencatatkannya dan memiliki sertifikat yang sah. Seperti kasus yang banyak diliput dan diakses oleh berbagai media lokal, nasional bahkan internasional, secra faktual telah terjadi pada tahun 2006. Dalam publikasi oleh media nasional, Radar Bali, melaui kuasa hukum Ancient Modern Art LLC, Putu kesuma & Rekan, sangat jelas sekali sertifikat Hak Cipta perlu dipertanyakan jika dirunut dengan sistem yang diacu oleh lembaga HaKI (Radar Bali, 8 Agustus 2006). Begitu juga kasus I Ketut Dany Ariyasa desiner lokal (Bali) yang di gugat dengan objek perkara desain motif motif kulit crocodile oleh PT. Karya Tangan Indah (KTI) dengan desain motif batu kali (Fajar Bali, 29 April 2008), tidak perlu terjadi perkara apabila pemerannya bekerja secara professional. Sebelumnya kasus serupa juga terjadi pada tahun 1985, berawal dari Desak Nyoman Suarti, seorang pengusaha perak yang tinggal di desa Pengoosekkan Ubud, Bali, Indonesia dan tinggal di Amerika, digugat oleh pengusaha asing yang bernama Rois Hill di Pengadilan Negeri Amerika, dengan objek gugatan desain motif “Anyaman”.
7
Perkara gugatan ini berawal dari Desak Suarti yang menjual kerajinan perak dengan motif jenis anyaman, kelabang mantra, kelakat, tikar, bedeng kepada Rois Hillyang bermarkas di Bali. Oleh pengusha asing secara diam-diam konsep desain kerajinan anyaman ini dicatatkan diAmerika dan mendapatkan Hak Cipta, atas nama pengusaha asing tersebut. Desain kerajinan perak dengan konsep anyaman itu pun telah menjadi milik wrga asing dengan dilindungi sertifikat HKI. Masih di wilayah Amerika, Suarti yang masih kental dengan perilakun budaya Bali, juga menjual kerajinan peraknya kepada pengusaha asing lannya,dengan konsep yang sama. Disinilah awal mulainya terjadi persengketaan antara Suarti dengan Rois Hill sebagai pemilik sah atas sertifikat Hak Cipta motif” Anyaman”. Kasus-kasus pelanggaran HKI tersebut, oleh Agus Sarjono merupakan suatu refleksidarifilsafat hidup, di mana negara-negara maju yang mengususng HKI punya pemikiran bahwa pengetahun tradisioal sebagai public domain, sehingga siapa saja bebas mengeksploitasi dan mengkomersilkan untuk kepentingan pribadi, dengan mengedepankan individualisme dan kapitalisme, kemudian mewujudkan gagasan untuk melindungi sebagai hak individu.Sedangkan di Bali, mengusung nilai-nilai kebersamaan dan tidak berorientasikan nilai-nilai materialistis semata-mata, melainkan juga spiritualisme, dengan gagasan hidupbersama, dengan demikian pengetahuan tradisional sebagai milik masyarakat,yang tidak boleh diklaim oleh individu/kelompok. Konsep perlindungan hukum Hak Cipta yang telah dikenal di negara-negara maju lebih mengedepakan pada perlindungan untuk karya cipta yang diketahui individu penciptanya. Permasalahan muncul disebabkan karena sang pencipta enggan
8
melakukan pencatatan untuk mendapatkan kepastian hukum yang sah atas apa yang memang sebenarnya menjadi haknya. Serta berkembangnya aspek hukum Hak Cipta dalam karya-karya budaya yang kepemilikkannya yang bersifat kolektif dan telah di wariskan secara turun-temurun serta tidak diketahui siapa penciptanya. Hal ini berlawanan dengan kondisi masyarakat negara maju yang telah mengenal dan menerapkan hukum Hak Kekayaan Intelektual dan telah disepakati pada Paris Convention for the Protection of Indutrial Property pada tahun 1883 dan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works pada tahun 1886.6 Bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya yang sangat luar biasa,tidak mengherankan berulang kali pihak asing memanfaatkan tanpa izin dan atau mengakui karya cipta anak bangsa Indonesia sebagai milik merek dan dalam jangka waktu yang panjang dapat merugikan bangsa Indonesia. Kondisi sebagaiman dimaksud di atas, sudah selayaknya atau sepatutnya mendapat perlindungan melalui sistem Hak Kekayaan Intelektual dalam sebuah produk peraturan perundangundangan tersendiri, sehingga dengan adanya perlindungan di maksud dapat memberikan kekuatan pendorong dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Selain dari pada itu dengan perlindungan terhadap karya cipta bangsa Indonesiaakan menentukan eksistensi dan jati diri suatu bangsa dapat dipertahankan dan ditingkatkan serta dapat mendorong masyarakat meningkatkan kualitas dari ciptaan yang dihasilkan. Pengaturan mengenai ekspresi budaya dalam peraturan
6
Muhamad Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual(Sejarah,Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 12
9
nasional Undang-Undang Hak Cipta dalam pasal 38 ayat (1) menyatakan “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. Sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya yang tidak diketahui penciptanya, negara tentunya juga mempunyai kewajiban untuk melindunginya, karena secara hukum pada setiap pemegang hak terdapat juga suatu kewajiban”. Oleh karena itu sudah seharusnya ada usaha-usaha yang dilakukan oleh negara dalam rangka melindungi folklor.7 Dan juga melindungi apa yang memang diciptakan oleh anak bangsa, serta masyarakat harus jeli melihat permasalahan agar dapat mengurangi dan meminimalisir pengklaiman budaya yang dilakukan orang asing karena sesungguhnya yang telah menghasilkan karya tersebut adalah anak bangsa Indonesia. Ini memerlukan pendalaman agar masyarakat yang bergelut dalam bidang ini mendapatkan perlindungan hukum yang sah sehingga efektivitas peraturan hukum dan orang yang sepantasnya berhak memiliki hak tersebut saling bersinergi dengan baik. Dari uraian latar belakang di atas maka terdapat kesenjangn hukum dalam peraturan
hukum
dengan
praktek
dimasyarakat
karena
masyarakat
masih
menggunakan sistem, mengusung nilai-nilai kebersamaan dan tidak berorientasikan nilai-nilai materialistis semata-mata, melainkan juga spiritualisme, dengan gagasan hidupbersama,
dengan
demikian
pengetahuan
tradisional
sebagai
milik
masyarakat,yang tidak boleh diklaim oleh individu/kelompok inilah yang menjadi pokok permasalahan peraturan yang telah dibuat pemerintah belum dapat diterima M Rizqi, 2010, “ Payung Hukum Folklor dan Traditional Klowledge, URL :http://azmicivillization.wordpress.com/2010/05/08/payung-hukum-folklor-dan-traditional-knowledge/ diakses tanggal 29 Mei 2014 7
10
oleh masyarakat secara menyeluruh.Untuk itulah penulis tertarik membuat karya tulis ilmiah yang berjudul : EFEKTIVITAS PENCATATAN MOTIF KERAJINAN PERAK BALI SEBAGAI KARYA CIPTA YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DI DESA CELUK.
1.2.
Rumusan Masalah Dari uraian diatas, permasalahan yang timbul berkaitan dengan Efektivitas
Pencatatan Motif Kerajinan Perak
Bali Sebagai Karya Cipta Yang Dilindungi
Menurut Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Desa Celuk yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak Bali sebagai karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Desa Celuk ? 2. Bagaimanakah upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk?
1.3.
Ruang LingkupMasalah Agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka akan di paparkan
mengenai batasan-batasan yang menjadi ruang lingkup permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Untuk permasalahan pertama, akan di bahas mengenai faktorfaktor yang menjadi kendala dalam pencatatan bagi pengerajin perak Bali serta
11
pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak Bali sebagai karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Desa Celuk. Dan pembahasan untuk permasalahan kedua membahas upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk.
1.4.
Orisinalitas Dalam penulisan skripsi ini, telah membandingkan dengan beberapa
penelitian sebelumnya yang juga membahas tentang perak Bali. Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain: a. Penelitian dari Putu Mia Rahmawati, Program Studi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Tahun 2010, dengan judul: “Implikasi Pendaftara Motif Tradisional Perak Bali Sebagai Desain Industri Terhadap Eksistensi Pengrajin Perak Bali Di Desa Singapadu”. Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah motif tradisional perak bali dapat di daftarkan sebagai Desain Industri menurut Undang-Undang No .31 Tahun 2000 tentang Desain Industri ? 2. Bagaimanakah Implikaasi pendaftaran motif perak bali sebagai Desain Industri bagipengerajin perak Bali di Desa Singapadu ? b. Penelitian dari I Nyoman Lodra, Program Studi Pascasarjana Universitas Udayana, Tahun 2011, dengan judul: “ Pengusaha Perak dan Tantangan
12
Hak Kekayaan Intelektual(HKI) Bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar” dari persepektif ilmu kajian budaya(cultural studies)”. Rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengusaha perak dan tantangan HKI bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar? 2. Mengapakah pengusaha perak menjadi tantangan HKI bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar? 3. Apa sajakah dampak dan makna pengusaha perak dan tantangan HKI dalam bidang Hak Cipta di Desa Celuk Sukawati Gianyar?
Dari uraian penelitian di atas tidak ditemukan kesamaan sehingga tingkat originalitas penulisan ini dapatdi pertanggung jawabkan.
1.5.
Tujuan Penulisan Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa tujuan dari penulisan skripsi ini
antara lain: 1.5.1. Tujuan Umum 1. Sebagai wadah untuk mengemukakan pendapat secara tertulis,sistematis dan obyektif. 2. Sebagai pelaksana dari Tri Darma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang penulisan skripsi yang di lakukan. 3. Sebagai sarana lebih memantapkan pengetahuan dalam Studi Hukum.
13
1.5.2. Tujuan Khusus 1. Memahami dan menganalisis mengenai pelaksanaan pencatatan motif tradisional perak Bali di Desa Celuk. 2. Memahami dan menganalisis mengenai upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk.
1.6.
Manfaat Penulisan
1.6.1. Manfaat Teoritis Penulisan ini memberikan pengetahuan dan wawasan yang luas bagi para pembaca dan bermanfaat bagi Ilmu Hukum mengenai khususnya HKI 1.6.2. Manfaat Praktis Penulisan ini diharapkan menjadi salah satu rujukkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pengrajin perak.
14
1.7.
Landasan Teoritis
1.
Teori Sistem Hukum Teori yang dapat di pakai sebagai pisau analisa untuk menjawab rumusan
masalah pertama dalam penulisan initeori adalah menurut Friedman yaitu “Hukum sebagai suatu sistem menurut Friedman, adalah satu keseluruhan yang terdiri dari komponen sebagai berikut : Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum”. 8 Mengenai pelaksanaan pencatatan motif kerajinan perak ini dapat dilihat pada budaya hukum yang ada dalam kehidupan pengrajin perak. Teori Friedman tersebut dapat dijadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum : - Pertama: Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan hukum adalah peraturanperaturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Dan masuk pada substansi dari permasalahan Hak Cipta ini sudah di atur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. - Teori Lawrence Meir Friedman yang Kedua : Struktur Hukum/Pranata Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan 8
O.K. Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 21
15
-
9
pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et pereat mundus” (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka. Dan pada struktur hukum khususnya di bali telah berjalan dengan baik, dilihat pada penanganan kasus-kasus mengenai Hak Cipta tersebut di dalam Pengadilan dan sampai keluarnya putusan Hakim atas kasus tersebut Teori Lawrence Meir Friedman yang Ketiga: Budaya Hukum: Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Menurut Friedman, budaya hukum mengacu kepada bagian-bagian dari budaya pada umumnya yang berupa kebiasaan, pendapat, cara-cara berprilaku dan berpikir yang mendukung atau menghindari hukum. Budaya hukum merupakan salah satu komponen dari sistem hukum di samping komponen struktur dan substansi hukum. Komponen budaya hukum merupakan variabel penting dalam sistem hukum karena dapat menentukan bekerjanya sistem hukum. Budaya hukum merupakan sikap dan nilai-nilai dari individu-individu dan kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan (interest) yang kemudian diproses menjadi tuntutan-tuntutan (demands) berkaitan dengan hukum. Kepentingan dan tuntutan tersebut merupakan kekuatan sosial yang sangat menentukan berjalan atau tidaknya sistem hukum. 9 Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.
Budi Agus Riswandi,M.Syamsudin, 2004, HakKekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta, h. 154.
16
2.
Teori Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual Teori lain yang menunjang yaitu berkaitan dengan hal tersebut terdapat
beberapa teori dasar Perlindungan HKI salah satunya dikemukan oleh Robert M. Sherwood. Teori ini digunakan sebagai pisau analisa untukmejawab rumusan masalah kedua, yaitu upaya pemerintah dan pengrajin untuk memberikan perlindungan terhadap motif kerajinan perak Bali di Desa Celuk. Adapun teori mengenai perlindungan hukum tersebut adalah : Reward Theory Teori ini menjelaskan pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/pencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbalan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual tersebut. Recovery Theory Teori inimenyatakan bahwa penemu/pencipta/pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya serta tenaga dalam menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang dikeluarkannya tersebut. Incentive Theory Teori ini mengaitkan pengembangan kreativitas dengan memberikan insentif bagi para penemu/pencipta atau pendesain tersebut. Risk Theory Teori ini menyatakan bahwa hak atas kekayaan intelektual merupakan suatu hasil karya yang mengandung risiko. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang merupakan hasil dari suatu penelitian mengandung resiko yang dapat memungkinkan orang lain yang terlebih dahulu menemukan cara tersebut memperbaikinya sehingga dengan demikian adalah wajar untuk memberikan suatu perlindungan hukum terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung resiko tersebut. Economic Growth Stimulus Theory Teori ini mengakui bahwa perlindungan atas HAKI merupakan suatu alat dari pembangunan ekonomi dan yang dimaksud dengan pembangunan
17
ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sisten perlindungan atas HAKI yang efektif. 10
1.8.
Metode Penelitian
1.8.1.
Jenis Penelitian Penelitian mengenai Efektivitas Pencatatan Motif Kerajinan Perak Bali
Sebagai Karya Cipta Yang Dilindungi Menurut Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Di Desa Celuk merupakan jenis penelitian empiris. Dalam penelitian hukum secara empiris, hukum di konsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata. “Legal research is an essential component of legal pratctice. It is the process of finding the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law”.11 (Pada intinya penelitian hukum adalah komponen yang penting dari praktik hukum ini adalah proses menemukan hukum yang mengatur aktivitas dan bahanbahan yang menjelaskan atau menganalisa hukum itu).
1.8.2. Jenis Pendekatan Permasalahan penelitian ini dikaji dengan melakukan pendekatan Perundangundangan dan fakta.
10
Ranti Fauza Mayana,2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 45. 11 Morris L Cohen and Kent C Olson, 2000, Legal Research in a Nutshell, west Group , Amerika, h. 1.
18
1.8.3. Sifat Penelitian Sifat penelitian skripsi ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu,keadaan,gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan suatu gejala, atau menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
1.8.4. Data danSumber Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan sekunder. 1. Data primer adalah data yang bersumber dari suatu penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Data primer yang digunakan dalam penulisan skripsiini adalah dengan cara observasi terhadap kegiatan yang dilakukan para pengrajin perak Bali di Desa Celuk,wawancara terhadap beberapa pengrajin perak bali di Desa Celuk, serta wawancara terhadap staff bidang penyuluhan dan bantuan hukum di Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali, dan terhadap akademisi yang menunjang . 2. Data Sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuknbahan-bahan hukum. Data sekunder ini terdiri dari: a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.
19
Bahan hukum primer yang di gunakan yaitu: -
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
-
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266)
-
Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran ciptaan.
-
Keputusan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Nomor H01.PR.07.06 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penerimaan Permohonan Hak Kekayaan Intelektual Melalui Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM RI.
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
-
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali.
-
Peraturan Gubernur Bali Nomor 73 Tahun 2011 tentang Rincian Tugas Pokok Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer . Bahan hukum sekunder yang di gunakan adalah literature yang relevan dengan topik yang di bahas, baik literatur hukum maupun non hukum dan artikel yang diperoleh via internet. c. Bahan hukum tersier yaitu seperti kamus hukum.
20
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini meliputi: 1. Teknik studi dokumen Studi dokumen ini dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. 2. Teknik wawancara Wawancara merupkan salah satu teknik yang sering di gunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam penulisan skripsi ini wawancara dilakukan terhadapbeberapa wawancara terhadap beberapa pengrajin perak bali di Desa Celuk, serta wawancara terhadap staff bidang penyuluhan dan bantuan hukum di Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali, dan terhadap akademisi. 3. Teknik Observasi/Pengamatan Observasi dilakukan dilokasi penelitian yang menjadi pokok kajian. Observasi yang dilakukan dalam penulisan proposal penelitian ini adalah observasi pelaksanaan kegiatan pengrjin perak Bali di Desa Celuk. 1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, teknik pengambilan sampel atas populasi penelitian menggunakan teknik Non Probability Sampling. Ciri umum dari non probability sampling tidak semua elemen dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Bentuk dari teknik Non Probability Sampling yang di gunakan adalah Kuota Sampling. Kuota Sampling adalah suatu proses penarikkan
21
sampel dengan memperhatikan sampel yang paling mudah untuk di ambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri terentu yang menarik perhatian peneliti. 1.8.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Analisa terhadp data-data pada skripsi ini dilakukan dengan analisis kualitatif. Data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-angka , data sulit diukurdengan angka , bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi dan pengumpulan data menggunakan pedoman waawancara dan observasi. Dalam penelitian dengan teknik analisis kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun
data
secara
sistematis,
digolongkan
kedalam
pola
dan
tema,
dikatagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial dan dilakukan penafsiran dari persepektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Setelah dilakukan analisa secara kualitatif kemudian data disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.