BAB I PENDAHULUAN I.I
Latar Belakang Masa
balita
merupakan
masa
pertumbuhan
dan
perkembangan yang sangat membutuhkan perhatian penuh orang tua dan lingkungannya. Dalam masa pertumbuhannya, balita sangat membutuhkan makanan bergizi yang dapat menunjang status gizinya lebih baik karena usia balita rawan tergolong gizi buruk (Zulfa, 2013). Tahun 2012, Indonesia masuk dalam lima besar untuk kasus gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar per tahunnya. Sekitar 4,5 persen dari 22 juta balita atau 900 ribu balita mengalami gizi kurang atau gizi buruk (Beritasatu.com). Kondisi gizi buruk bisa mengancam jiwa manusia karena menurunkan sistem pertahanan tubuh dan pertahanan fisik sehingga mudah sekali terkena infeksi dan disertai dengan kurangnya asupan nutrisi yang diperlukan tubuh (Semba, 2001). Menurut Zulfa (2013), kasus gizi buruk pada anak usia balita di tahun 2012 ini meningkat hampir 100%. Kenaikan yang cukup besar ini karena selain kasus sisa tahun lalu yang belum tuntas, 1
masih
ada
tambahan
kasus
baru
yang
bermunculan.
Ia
menambahkan bahwa kasus gizi buruk ini terjadi dipengaruhi banyak faktor. Salah satu faktor utama pemicunya adalah merosotnya kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat, ibu tidak paham
pentingnya
pemenuhan
gizi
bagi
pertumbuhan
dan
perkembangan balita, sehingga penerapan pola konsumsi makan belum sehat dan seimbang. Masalah gizi buruk mempunyai dimensi yang sangat luas, baik dari konsekuensinya terhadap penurunan kualitas sumberdaya manusia maupun faktor penyebab. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan kecerdasan anak, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta menurunkan produktivitas. Dari aspek penyebab, gizi buruk sangat terkait dengan kondisi daya beli keluarga, tingkat pendidikan dan pola asuhan gizi keluarga serta keadaan kesehatan (Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk,2005 ). Menurut Ayu (2008), salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan menurunnya gizi buruk bagi balita adalah dengan
program
pendampingan
(intervensi)
kesehatan.
Pendampingan gizi adalah kegiatan layanan kesehatan yang dapat mencegah dan mengatasi masalah gizi (gizi kurang/gizi buruk). Pendampingan dilakukan dengan cara memberikan informasi tentang pentingnya makanan bergizi, memberikan solusi kepada 2
orangtua tentang makanan, bekerjasama menyiapkan variasi makanan bagi balita untuk meningkatkan status gizinya . Informasi yang diperoleh dari petugas kesehatan Puskesmas Sidorejo Lor Kota Salatiga bulan Oktober 2012, ibu balita yang tiap bulannya teratur ke Posyandu memeriksa dan menimbang anaknya belum tentu anaknya sehat. Hal ini dapat terjadi karena pola makan dan makanan yang diberikan oleh orang tua anak kurang memenuhi status gizi anak. Diduga kurangnya pengetahuan orang tua juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya pemenuhan gizi pada anak. Faktor lain yang mempengaruhi status gizi anak adalah keadaan ekonomi. Berdasarkan data yang didapat dari petugas kesehatan, jumlah Kader Posyandu Kelurahan Sidorejo Lor berjumlah 5 – 10 orang dan bertugas untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu-ibu yang datang Posyandu sesuai kasus yang ada di tempat
tanpa
membedakan
tingkat
pengetahuan.
Petugas
kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat saat penyuluhan di kelurahan tiap bulan dengan materi penyajiannya sesuai hasil kasus terbanyak dari Posyandu dan tambahan tentang makanan bergizi. Petugas kesehatan dan Kader Posyandu belum pernah melakukan pendampingan langsung ke rumah orangtua yang mempunyai balita BGM. Peran petugas
3
kesehatan dalam membina Kader Posyandu yaitu mengadakan pelatihan dan penyuluhan sebulan sekali untuk melatih Kader dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada. Kader Posyandu berperan memberikan penyuluhan kesehatan kepada orangtua anak setiap bulannya dalam Posyandu. Di Puskesmas Sidorejo Lor, kasus gizi buruk bagi balita merupakan kasus yang tersebar di 6 kelurahan wilayah kerja Puskesmas. Ibu-ibu yang memiliki anak gizi buruk diduga tidak tahu tentang makanan bergizi dan cara penyajian makanan untuk menarik minat anak. Berikut ini adalah data jumlah kasus gizi buruk dari tahun 2010-2012 di Kelurahan Sidorejo Lor. Tabel 1.1 Jumlah Balita dan Kasus Gizi Buruk di Kelurahan Sidorejo Lor No
Tahun
Jumlah Balita
Jumlah Balita
Persentase
Seluruhnya
Gizi Buruk
Gizi Buruk
1.
2010
310
7
2,25%
2.
2011
335
11
3,28%
3
2012
323
9
2,78%
Data berdasarkan hasil rekapan Puskesmas Sidorejo Lor
Data di atas menunjukkan jumlah balita gizi buruk di kelurahan Sidorejo Lor terjadi peningkatan dari 7 kasus
yang
dihitung dalam persentase sebanyak 2,25% pada tahun 2010 menjadi 11 atau 3,28% dan turun kembali menjadi 9 kasus atau 4
2,78%. Memang terjadi penurunan tapi ada beberapa anak yang terus mengalami gizi buruk dari tahun sebelumnya sehingga dengan adanya masalah ini perlu adanya pendekatan intervensi untuk menanggulangi masalah tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Membuktikan peran pendampingan kesehatan terhadap status gizi anak usia 3-5 tahun di Kelurahan Sidorejo Lor, kota Salatiga. 1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1
Manfaat Teoritis Mampu memberi tambahan pengetahuan dan informasi
kesehatan yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi dalam pelayanan
kesehatan
keperawatan komunitas dan
keperawatan anak yang berhubungan dengan peran intervensi kesehatan terhadap status gizi balita. 1.3.2
Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti Mendapatkan
kesimpulan
tentang
pentingnya
peran
pendampingan kesehatan terhadap status gizi anak.
5
2. Bagi Petugas Kesehatan Memahami kasus gizi buruk Balita yang terjadi di Kelurahan Sidorejo Lor, mampu meningkatkan tindakan pencegahan terjadinya
gizi
buruk
dengan
memperhatikan
pola
penyediaan makanan bagi balita dan keikutsertaan orangtua dalam kegiatan Posyandu. 3. Bagi Orang Tua Mampu meningkatkan upaya untuk menangani susah makan pada anak dengan cara menyajikan makanan bergizi dan bervariasi
6