BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologik Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Soepardi, 2010). Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2000 secara “pathology based”
mendapatkan angka prevalensi
karsinoma nasofaring 4,7 per100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia. Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat. Oleh kerena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang
1
Universitas Sumatera Utara
2
bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama. Karsinoma nasofaring disebut
juga sebagai “tumor kanton “(canton
tumor). Menurut estimasi WHO, sekitar 80% dari karsinoma nasofaroing didunia terjadi di China. Radioterapi dikombinasi dengan kemoterapi dapat meningkatkan efektivitas terapi kanker nasofaring (Cyntia, 2012). Pada stadium dini,
saat ini radioterapi masih merupakan
pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Radioterapi masih memegang peranan
penting
dalam
penatalaksanaan
karsinoma
nasofaring.
Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi yang ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada keadaan kambuh (Harry, 2002). Kemoterapi sebagai pengobatan di dalam kanker dan sekaligus sebagai kontrol untuk menghambat perkembangan kanker agar tidak membesar, serta untuk mengurangi timbulnya nyeri. Efek samping dari kemoterapi yang sering terjadi adalah rambut rontok, mual-mual, muntah, nyeri seluruh tubuh, keletihan (Nita, 2013). Dimana nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada masingmasing individu. Nyeri yang dirasakan bisa terasa ringan, sedang, berat ,
Universitas Sumatera Utara
3
atau bisa jadi berat sekali. Masing-masing nyeri yang dialami individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar dan lain-lain (Sigit, 2010). Dari hasil penelitian Wulan pada tahun 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa jumlah laki-laki pada karsinoma nasofaring 103 orang (68.2%) dan perempuan 48 orang (31.8%). Usia paling rentan terkena Karsinoma Nasofaring (KNF) 41-50 tahun (33.1%), kemudian urutan kedua umur 51-60 tahun (27.2%), dan umur terendah 11-20 tahun (3.3%). Pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta 34.4%, keluhan utama berupa benjolan dileher 89.4% kemudian hidung sumbat. Terapi yang paling banyak digunakan adalah kemoterapi 57.6% dan radioterapi (16.6%), stadium tertinggi adalah stadium IV 49.7% dan stadium terendah adalah stadium I dan II (1.3%) dan (13.2%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih sering terkena KNF pada usia diatas 41 tahun. Dengan keluhan utama adanya benjolan dileher diikuti hidung sumbat, hidung berdarah, telinga dengung, telinga nyeri dan sakit kepala (Wulan, 2011). Berdasarkan keterangan diatas yang telah dijelaskan, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana gambaran intensitas nyeri pada pasien Karsinoma Nasofaring dalam menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
4
1.2.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (KNF) di Rumah Sakit Umum H.Adam Malik Medan.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Intensitas Nyeri Pada Pasien Karsinoma Nasofaring (KNF) di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1.4.1.
Institusi Pendidikan Keperawatan Sebagai tambahan dan referensi ilmu pengetahuan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan sebagai penambah pengetahuan tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring.
1.4.2.
Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan para petugas kesehatan, intervensi dalam melakukan asuhan keperawatan
terutama
pada
pasien
karsinoma
nasofaring
pada
penanganan intensitas nyeri pasien.
Universitas Sumatera Utara
5
1.4.3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian keperawatan tentang gambaran intensitas nyeri pada pasien karsinoma nasofaring (knf).
Universitas Sumatera Utara