TUMOR GANAS LARING T. SITI HAJAR HARYUNA Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Tumor ganas laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT. Sebagai gambaran, diluar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.1 Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.1,2 Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis.1,3 Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.1,4,5 Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita.1,6 ANATOMI7,8,9 Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu : 1. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak. 2. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. 3. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior. Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu : 1. Otot-otot ekstrinsik : Otot elevator : - M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid Otot depressor : - M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid
©2004 Digitized by USU digital library
1
2. Otot-otot Intrinsik : Otot Adduktor dan Abduktor : - M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : - M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid Otot yang mengatur pintu masuk laring : - M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik. KEKERAPAN Kekerapan tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda. Di Amerika Serikat pada tahun 1973 – 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk laki-laki dan 1.3 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk perempuan. Pada akhir-akhir ini tercatat insiden tumor ganas laring pada wanita meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang merokok.9,10 Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 – Juni 2003 dijumpai 97 kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 – Februari 2000, 28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total. ETIOLOGI Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan resiko terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu.1,3,9,10,11 HISTOPATOLOGI Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.2,10 Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.2,12 Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.12 Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.12 KLASIFIKASI1-10 Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas : 1. Supraglotis 2. Glotis 3. Subglotis ©2004 Digitized by USU digital library
2
Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita suara palsu, ventrikel. Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior. Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis. Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC : 1. Tumor primer (T) Supra glottis : T is : tumor insitu T0 : tidak jelas adanya tumor primer l T1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi. T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita suara palsu T2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi T3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke dalam. T4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring. Glotis : T is T0 T1 T 1a T 1b T2 T3 T4 Sub glotis : T is T0 T1 T 1a T 1b T2 T3 T4
: tumor insitu : tak jelas adanya tumor primer : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior) dengan pergerakan normal : tumor terbatas pada satu pita suara asli : tumor mengenai kedua pita suara : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu. : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara : tumor dengan perluasan ke luar laring : tumor insitu : tak jelas adanya tumor primer : tumor terbatas pada subglotis : tumor terbatas pada satu sisi : tumor telah mengenai kedua sisi : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.
2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N) Nx : kelenjar tidak dapat dinilai N0 : secara klinis tidak ada kelenjar. N1 : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter ≤ 3 cm
©2004 Digitized by USU digital library
3
N2 N 2a N N N N N
2b 3 3a 3b 3c
: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6 cm atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm : klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - ≤ 6 cm. : klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm : kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm : klinis terdapat kelenjar bilateral : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
3. Metastase jauh (M) M0 : tidak ada metastase jauh M1 : terdapat metastase jauh 4. Stadium Stadium Stadium Stadium
: I : T1 N0 M0 II: T2 N0 M0 III : T3 N0 M0 T1, T2, T3, N1, Stadium IV : T4, N0, M0 Setiap T, N2, M0,
M0 setiap T, setiap N , M1
GEJALA DAN TANDA Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :1-3,15 • Suara serak • Sesak nafas dan stridor • Rasa nyeri di tenggorok • Disfagia • Batuk dan haemoptisis • Pembengkakan pada leher DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan :1-3,15 1. Anamnese 2. Pemeriksaan THT rutin 3. Laringoskopi direk 4. Radiologi foto polos leher dan dada 5. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI 6. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti DIAGNOSA BANDING Tumor ganas faring dapat dibanding dengan : 1. TBC laring 2. Sifilis laring 3. Tumor jinak laring.2,7 4. Penyakit kronis laring PENGOBATAN Secara umum ada 3 jenis penanggulangan pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi
3,8,10,11,13-16
©2004 Digitized by USU digital library
karsinoma
laring yaitu daripadanya.1-
4
I. PEMBEDAHAN Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :8,9,15,16 A. LARINGEKTOMI 1. Laringektomi parsial Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II. 2. Laringektomi total Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea. B. DISEKSI LEHER RADIKAL Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.2,10 II. RADIOTERAPI Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.2,10 Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad selama 4–6 minggu diikuti dengan laringektomi total.2 III. KEMOTERAPI Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2.3 REHABILITASI Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. rehabilitasi mencakup : “Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation”.3 PROGNOSA Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.2,7,12 LAPORAN KASUS Seorang pasien laki-laki, MS, umur 49 tahun datang ke IGD RSUP H. Adam Malik tgl. 07-10-2003 dengan keluhan utama tidak bisa mengeluarkan suara. Hal ini sudah dialami os sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat suara serak (+) sejak 2 tahun yang ©2004 Digitized by USU digital library
5
lalu, batuk-batuk (+), dahak (-), sesak nafas (+) sejak 5 bulan yang lalu sebelum dilakukan trakeostomi. Sebelumnya os di Opname di RS Pirngadi selama 4 hari dan dilakukan tindakan trakeostomi karena sesak dan dinyatakan ada tumor di laring. Riwayat merokok (+) ± 2 bungkus dalam 1 hari. Riwayat minum-minuman beralkohol (-). • Pemeriksaan Fisik Sensorium : Compos Mentis Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 90x/i Frekuensi pernafasan : 25x/i Temperatur : 370C • Pemeriksaan THT rutin - Telinga : tidak ada kelainan - Hidung : tidak ada kelainan - Tenggorokan : trakeostomi (+) • Diagnosis Sementara : Suspect tumor laring • Terapi : - IVFD RL s/s Dextrose 5% 20 gtt/I - Ampicilin 1 gr / 6 jam - Gentamycin 80 mg / 8 jam • Rencana : 1. Mikrolaringoskopi optik + biopsi 2. Periksa laboratorium darah lengkap 3. Rontgen foto thorax dan EKG 4. Konsul Penyakit Dalam 5. Konsul Anestesi 08-10-2003 Pkl : 04.00 WIB Keluhan : sesak nafas (trakeostomi terpasang) Vital sign : TD : 130/80 mmHg N : 90 x/i RR : 30 x/I Terapi
:
-
Bersihkan trakeostomi dengan suction Î sputum (-) IVFD RL s/s Dextrose 5% 20 gtt/i Ampicilin 1 gr / 6 jam Gentamycin 80 mg / 8 jam Dexamethason 1 amp / 8 jam Æ hanya 1 hari saja
11-10-2003 Hasil Laringoskopi Optik : - Tampak massa memenuhi supraglotik. Massa merah dan berbenjol-benjol - Pita suara tidak dapat dinilai - Epiglotis : normal Rencana
:
- CT – Scan - Mikrolaring biopsi Î persiapan darah lengkap, EKG & Foto thorax
13-10-2003 Hasil Pemeriksaan Laboratorium : dalam batas normal 14-10-2003 ©2004 Digitized by USU digital library
6
Hasil pemeriksaan : - Foto thorax : kesan : tidak dijumpai metastasis paru - EKG : Kesan : Old myocard infark inferior - CT- Scan : tidak dilakukan karena pasien t.a.u 16-10-2003 Hasil konsul interna : tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan anestesi umum. Konsul anastesi : ACC dengan anestesi umum 27-10-2003 Dilakukan operasi mikrolaring + biopsi Tampak epiglotis oedem dan hyperemis. Lalu epiglotis diangkat ke atas tampak massa merah berulkus memenuhi daerah supraglotis Hasil Pemeriksaan Histopatologi No. PA/B/1462/03, Lokasi : Supra glotik Makroskopik : diterima 2 potong jaringan ukuran seujung beras, konsistensi kenyal warna abu-abu. Mikroskopik : sediaan tampak jaringan dilapisi epitel dengan inti disorganisasi pleomorfik, kromatin kasar, sitoplasma sedikit, stroma jaringan ikat. Kesimpulan : karsinoma sel skuamous non keratinizing. 30-10-2003 Pasien dikonsulkan ke Sub. Bagian Onkologi THT untuk ambil alih untuk penanganan selanjutnya. Oleh Sub. Bagian Onkologi, pasien dianjurkan untuk dilakukan Radiotherapy. DISKUSI Tumor ganas laring merupakan keganasan yang sering dijumpai di bidang THT. Hal-hal yang saling mempengaruhi kesembuhan penyakit ini antara lain kecepatan dan ketepatan diagnosa, penentuan stadium tumor, fasilitas dan sarana yang ada, kondisi pasien serta pilihan pengobatan yang diberikan. Pada pasien ini, keluhan yang pertama kali muncul adalah suara serak sejak dua tahun lalu, sehingga tumor primer diduga berasal dari daerah glotis. Karena secara klinis tidak dijumpai pembesaran kelenjar, maka pasien ini diduga berada pada stadium II (T2, N0, M0). Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah pembedahan, radiasi, sitostatika maupun kombinasi daripadanya. Pilihan terbaik untuk pasien ini adalah radiasi, karena hasil biopsi dari tumor menunjukkan karsinoma sel skuamous non keratinizing yang bersifat radio sensitif. Keuntungan lain dari radiasi adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Rehabilitasi setelah operasi dengan terapi yang seksama memiliki prognosis yang baik. Kerjasama yang baik dari ahli onkologi, ahli patologi, ahli radiasi onkologi sangatlah diperlukan untuk memberikan kesembuhan yang optimal. KESIMPULAN Telah dilaporkan satu kasus tumor ganas laring yang sudah dilakukan mikrolaringoskopi optik + biopsi.
©2004 Digitized by USU digital library
7
DAFTAR PUSTAKA 1. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001. h. 156-62. 2. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta : Binarupa Aksara. 1997. h. 621-77. 3. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A. Short Practice of Otolaryngylogy India : All Publisher & Disatributor, 1993. h. 335-43. 4. Basyiruddin H. Penanggulangan Karsinoma Laring di Bagian THT RSAPD Gatot Subroto. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati. Ujung Pandang, 1986. h. 185-93. 5. Mulyarjo. Hasil Pembedahan pada Karsinoma Laring di UPF THT RSUD DR. Sutomo Surabaya. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati, Batu Malang, 2729 Oktober 1996. h. 1075-9. 6. Adam GL., IR, Paparella MW. Fundamental of Otolaryngology. Edisi ke-5 ed. Philadelphia WB. Saunders, 1978. h. 446-7. 7. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32. 8. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60. 9. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN, Suem JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-60. 10. Hanna E, Suen JY. Larynx. Dalam : Closel G, Larson DL, Shah JP, Essential of Head and Neck Oncology. New York Thieme, 1998. h. 223-39. 11. Robin PE, Oloffosn J. Tumors of the Laring. Dalam : Hibbert J. Ed. Scott-Browns. Otolaryngology. Laryngology and Head and Neck Surgery. Vol. 3. Edisi ke-6. Great Brittain : Butterworth-Heinemann, 1997. h. 5/11/1-43. 12. Shumrick K. Malignant Lesions of the Larynx. Dalam : Lee KJ, Ed. Text Book of Otolaryngology and Head and Neck Surgery Elsevier. 1989. h. 647-57. 13. Montgomery WW. Surgery of Upper Respiratory System. Edisi ke-2. Philadelphia. Lea and Febiger, 1989. h. 533-604. 14. Hanafee WN, Ward PH. The Laring, Radiology, Surgery, Pathology. Vol. I. New York. Thieme Med, 1990. h. 46-7. 15. Lore JM. An Atlas of Head and Neck Surgery. Edisi ke-3 Philadelphia. WB Saunders. 1998. h. 886-937. 16. Wright D. Total Laryngectomy. Dalam : Rob and Smith. Ballantine JC, Harrison DFN Ed. Operative Surgery Nose and Throat. Edisi ke-4. London: Butterworths, 1986. h. 317-46.
©2004 Digitized by USU digital library
8