BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dicapai dengan sekelompok input tertentu dan teknologi yang dianggap tetap. Salah satu fungsi produksi yang umum digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang pertama kali dikemukakan oleh Charles W. Cobb dan Paul H. Douglas pada tahun 1928. Bentuk umum dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah : (I.1) dimana parameter A mengukur berapa banyak output yang kita dapatkan apabila kita hanya menggunakan satu unit untuk setiap input. Parameter α dan β mengukur berapa banyak output apabila input berubah (Varian, 1999: 317). Input yang digunakan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah tenaga kerja (L) dan modal (K). Fungsi
produksi
Cobb-Douglas
dapat
dibuat
spesifikasi
alternatif
dengan
menggunakan stochastic frontier analysis, sehingga bentuknya berubah menjadi : (I.2) dimana
adalah error term yang terdiri dari
mencerminkan statistical noise dan
dan
.
adalah two-sided error term yang
adalah one-sided error term yang mencerminkan
technical inefficiency (Aigner, Lovell & Schmidt, 1977; Jondrow et al. 1982). Technical inneficiency berarti kegagalan mencapai tingkat kemungkinan output tertinggi dengan sejumlah input dan teknologi tertentu (Farrel, 1957 dalam Bravo-Ureta & Pinheiro, 1993; Xu & Jeffrey, 1998). Technical inneficieny inilah yang menyebabkan produksi suatu perusahaan atau petani menjadi tidak efisien. Model yang digunakan untuk mengidentifikasi pengaruh 1
faktor-faktor yang menyebabkan inefisiensi tersebut adalah inefficiency effects model. Umumnya faktor-faktor tersebut merupakan faktor sosio-ekonomi yang melekat pada perusahaan atau petani tersebut, seperti usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan sebagainya. Efisien yang dimaksud dalam penelitian ini adalah technical efficiency, yaitu kemampuan petani atau perusahaan dalam memproduksi output yang maksimal dengan sejumlah input dan teknologi tertentu (Farrel, 1957 dalam Bravo-Ureta & Pinheiro, 1993; Xu & Jeffrey, 1998). Untuk mengukur seberapa besar technical efficiency, biasanya digunakan suatu indeks yang disebut technical efficiency score. Indeks ini berkisar antara 0 hingga 1. Apabila technical efficiency score semakin mendekati 1, maka perusahaan atau petani berproduksi secara lebih efisien. Sedangkan apabila technical efficiency score semakin mendekati 0, maka petani atau perusahaan berproduksi secara tidak efisien. Beberapa studi empiris yang menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan stochastic frontier analysis adalah Xu & Jeffrey (1998), Idiong (2007), Bozoglu & Ceyhan (2007), Dhehibi, Bahri & Annabi (2013) dan Bonabana-Wabi et al. (2013). Kelima penelitian tersebut menggunakan cross-section data, dengan metode estimasi yang berbeda-beda. Model dalam penelitian Xu & Jeffrey (1998), Idiong (2007) dan Bozoglu & Ceyhan (2007) diestimasi dengan Maximum Likelihood methods (MLE). Sementara itu, penelitian Bonnabana-Wabbi et al. (2013) diestimasi dengan Tobit Regression model. Penelitian Dhehibi, Bahri & Annabi (2013) menambahkan Indeks Timmer, Indeks Koop serta Total Factor Productivity dalam analisisnya. Penelitian Xu & Jeffrey (1998) menggunakan dual frontier untuk mengukur technical, allocative dan economic efficiency dari 90 petani padi hibrida dan 90 petani padi biasa di Jiangsu, China. Variabel yang digunakan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah biaya variabel dari produksi padi per hektar, hasil panen padi yang telah disesuaikan,
2
biaya tenaga kerja, biaya pupuk alami, biaya pupuk buatan, biaya mesin, dan biaya pestisida. Sedangkan variabel tingkat pendidikan, luas lahan, dan pendapatan di luar bertani digunakan untuk mengestimasi inefficiency effects model. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam technical dan allocative efficiency antara produksi padi hibrida dan produksi padi biasa. Selain itu, terdapat perbedaan efisiensi secara regional dalam produksi padi hibrida, tetapi tidak pada produksi padi biasa. Idiong (2007) mengukur technical efficiency dari 112 petani padi berskala kecil di Nigeria. Variabel yang digunakan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah total output padi, tenaga kerja, modal, luas lahan, jumlah bibit dan jumlah pupuk. Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengestimasi inefficiency effects model adalah umur petani, lamanya menempuh pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman bertani, keanggotaan dalam kelompok tani, jenis kelamin, hubungan dengan lembaga pemberi bantuan, dan akses kredit. Idiong (2007) menyimpulkan bahwa petani padi tidak sepenuhnya efisien, karena mean technical efficiency yang diperoleh adalah 0,77, mengindikasikan masih ada sekitar 23 persen (0,23) untuk meningkatkan efisiensi. Dengan desain penelitian yang hampir sama dengan Idiong (2007), Bozoglu & Ceyhan (2007) mengukur technical efficiency dari 75 petani sayuran di Samsun, Turki dalam penelitiannya. Variabel yang digunakan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah nilai produksi sayuran, tanah, tenaga kerja, modal. Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengestimasi inefficiency effects model adalah umur petani, pengalaman bertani, lamanya menempuh pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan di luar bertani, penggunaan kredit, luas lahan, women’s participation score dan information score. Bozoglu & Ceyhan (2007) menyimpulkan bahwa mean technical efficiency dari petani sayuran adalah 0,82. Dengan demikian, masih ada peluang untuk menambah output atau mengurangi input, tergantung pada teknologi yang tersedia di lokasi penelitian. Yang menarik dari penelitian Xu
3
& Jeffrey (1998), Idiong (2007) dan Bozoglu & Ceyhan (2007) adalah sama-sama menggunakan Maximum Likelihood methods (MLE) dalam mengestimasi model mereka. Berbeda dengan Xu & Jeffrey (1998), Idiong (2007) dan Bozoglu & Ceyhan (2007), penelitian Dhehibi, Bahri & Annabi (2013) menambahkan Indeks Timmer, Indeks Koop dan Total Factor Productivity dalam analisisnya. Variabel yang digunakan dalam fungsi CobbDouglas adalah total produksi petani, luas lahan, banyaknya bibit, banyaknya pupuk, dan nilai mesin. Sedangkan variabel tingkat pendidikan, rotasi, proporsi lahan, proporsi pekerja keluarga dan kepemilikan hewan ternak digunakan untuk mengestimasi inefficiency effects model. Kesimpulannya adalah dari 51 petani gandum di Beja Tunisia, average technical efficiency mencapai 0,77. Artinya petani gandum bisa meningkatkan produksi mereka sebesar 23 persen (0,23) melalui produksi yang lebih efisien. Dari Indeks Timmer dan Indeks Koop diperoleh hasil bahwa petani besar dan petani kecil lebih efisien daripada petani berukuran sedang. Berbeda dengan keempat penelitian tersebut, Bonabana-Wabbi et al. (2014) mengestimasi modelnya dengan menggunakan Tobit Regression untuk mengukur technical efficiency 108 petani kentang di Kisoro dan Kabale, Uganda. Variabel yang digunakan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah total panen kentang, biaya input, platform inovasi kentang dan varietas kentang. Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengestimasi inefficiency effects model adalah umur petani, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin dan persepsi keuntungan petani. Kesimpulannya adalah semua petani kentang berproduksi secara tidak efisien, dengan average technical efficiency score 0,69. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan efisiensi dalam pertanian kentang di Uganda. Berdasarkan beberapa studi empiris tersebut, peneliti mencoba mengembangkan analisis technical efficiency untuk kasus pertanian di Indonesia. Pertanian di Indonesia
4
menarik untuk diteliti karena sampai saat ini Indonesia masih sangat mengandalkan sektor tersebut dalam menopang perekonomiannya. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi sektor tersebut terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menurut data BPS (2015), sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan menyumbang sekitar 12 persen terhadap PDB riil Indonesia tahun 2014. Kontribusi tersebut hanya kalah dari sektor Industri Pengolahan yang menyumbang sekitar 25,5 persen. Subsektor yang menyumbang kontribusi terbesar terhadap sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan adalah Tanaman bahan makanan (46,8 persen). Subsektor Tanaman bahan makanan juga menyumbang jumlah petani dan rumah tangga usaha pertanian terbesar terhadap sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. Menurut Sensus Pertanian Tahun 2013, jumlah petani yang bekerja di subsektor tanaman bahan pangan mencapai 20,4 juta jiwa, atau sekitar 64,35 persen dari total jumlah petani yang bekerja di sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. Sementara itu, jumlah rumah tangga usaha pertanian yang bekerja di subsektor tanaman bahan pangan mencapai 17,73 juta jiwa, atau sekitar 67,83 persen dari total jumlah rumah tangga usaha pertanian yang bekerja di sektor tersebut. Salah satu tanaman bahan makanan yang paling banyak diusahakan adalah bawang merah. Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) merupakan salah satu jenis tanaman yang digunakan untuk bahan/ bumbu penyedap makanan, obat tradisional maupun bahan untuk industri makanan. Di Indonesia, bawang merah berkembang dan diusahakan petani mulai di dataran rendah sampai dataran tinggi.1 Beberapa varietas bawang merah yang diusahakan di dataran rendah umurnya relatif pendek, yaitu bervariasi antara 55 sampai 70 hari tergantung pada varietas dan musim tanamnya. Sedangkan bawang merah yang
1
Putrasamedja, Sartono., Suwandi. Varietas Bawang Merah di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. (1996). hal. 1.
5
diusahakan di dataran tinggi mempunyai umur yang relatif lebih panjang, yaitu dapat mencapai 100 hari.2 Salah satu daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia adalah di Pulau Bali, tepatnya di Desa Buahan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Menurut data BPS Provinsi Bali, kontribusi produksi bawang merah Kabupaten Bangli terhadap Provinsi Bali dari tahun 2010 hingga 2013 menunjukkan tren peningkatan dari sekitar 63 persen menjadi 85 persen. Namun, meningkatnya kontribusi tersebut tidak diikuti dengan peningkatan total produksi bawang merah. Penurunan produksi bawang merah di Kabupaten Bangli berdampak pada penurunan produksi bawang merah di Provinsi Bali secara keseluruhan (lihat Grafik I.1). Sebagian besar produksi bawang merah tersebut berasal dari Desa Buahan, yang merupakan sentra produksi bawang merah di Kabupaten Bangli. Oleh karena itu, penurunan produksi bawang merah di Kabupaten Bangli salah satunya disebabkan oleh penurunan produksi bawang merah di Desa Buahan.
Grafik I.1. Total Produksi Bawang Merah Kabupaten Bangli terhadap Provinsi Bali, 2010-2013 (Ton)
Produksi Bawang Merah (ton)
16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
2010
2011
2012
2013
Bangli
8791
8522
8420
7585
Bali
13778
11135
10198
8915
Sumber : BPS Kabupaten Bangli (2015), BPS Provinsi Bali (2015) 2
Ibid. hal. 3.
6
Bawang merah yang diusahakan di Desa Buahan merupakan contoh varietas bawang merah yang ditanam di dataran tinggi, karena Kecamatan Kintamani memiliki ketinggian 920 - 2.152 mdpl (BPS Bangli, 2015). Petani bawang merah di Desa Buahan menggunakan bibit buatan sendiri, dan secara teknis budidaya petani juga menggunakan mulsa, pupuk, pestisida, dengan pengairnnya menggunakan pompa air yang memanfaatkan air Danau Batur, sehingga air tersedia cukup dan kontinu sepanjang musim. Petani berproduksi dua kali setahun, yaitu pada musim penghujan dan kemarau, dengan musim panen pada bulan Maret dan Juli (Widyantara & Yasa, 2013). Periode November-April merupakan musim penghujan, sementara periode MeiOktober merupakan musim kemarau. Hasil panen bawang merah di Desa Buahan secara umum lebih tinggi pada musim kemarau karena bawang merah lebih cepat membesar umbinya ketika lebih banyak mendapatkan sinar matahari. Dengan umbi yang lebih besar, maka berat bawang merah meningkat sehingga memengaruhi hasil panen. Perbedaan hasil panen pada musim kemarau dan penghujan ini menyebabkan pendapatan petani di Desa Buahan tidak kontinu sepanjang tahun. Salah satu cara yang digunakan petani untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan rotasi tanaman. Setelah musim panen bawang pada bulan Juli, para petani biasanya menanam cabai yang musim panennya pada bulan November. Setelah itu, para petani kembali menanam bawang merah. Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya karena variabel, periode dan lokasi penelitiannya berbeda. Variabel-variabel yang mempengaruhi produktivitas petani bawang merah di Desa Buahan dapat digambarkan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabel-variabel tersebut antara lain total produksi bawang merah, banyaknya pupuk, banyaknya pestisida, banyaknya bibit, debit air yang digunakan untuk menyirami lahan pertanian, banyaknya jam kerja petani dan luas lahan. Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengestimasi inefficiency effects model adalah usia petani, lamanya menempuh 7
pendidikan, pengalaman bertani, jumlah anggota keluarga, jarak dari rumah ke lahan pertanian, jenis kelamin petani, status pekerjaan utama dan jumlah petak lahan. Tren penurunan produksi bawang merah selama periode 2011 hingga 2013 seperti yang telah dijelaskan di atas menjadi salah satu motivasi peneliti dalam membuat penelitian ini, yaitu ingin mengidentifikasi apakah penurunan ini disebabkan oleh inefisiensi dalam pertanian bawang merah di Desa Buahan. Jika disebabkan oleh technical inefficiency, peneliti ingin mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya dan bagaimana pengaruhnya. Periode musim panen yang diteliti adalah pada musim panen bulan Juli 2015 untuk melihat perkembangan terbaru produksi bawang merah di sana. Sistematika penulisan penelitian ini adalah: (1) Bab 1 Pendahuluan; (2) Bab 2 Landasan Teori; (3) Bab 3 Metodologi Penelitian; (4) Bab 4 Analisis Data; dan (5) Bab 5 Kesimpulan. Dalam bagian Pendahuluan berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, serta Manfaat Penelitian dan Kontribusi Penelitian terhadap Ilmu Pengetahuan. Bab 2 berisi tentang teori yang relevan dengan penelitian ini, yaitu mengenai Technical Efficiency, Cobb-Douglas Production Function, Stochastic Production Frontier Model, Maximum Likelihood Methods, dan Inefficiency Effects Model. Bagian Metodologi Penelitian mencakup penjelasan mengenai jenis data, cara memperoleh data, model dan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 4 berisi pembahasan data yang telah diolah dan ditutup dengan kesimpulan pada bab selanjutnya. Bagian kesimpulan ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian ini, saran serta rekomendasi kebijakan yang dapat ditawarkan oleh peneliti.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
8
1. Apakah penurunan produksi bawang merah di Kabupaten Bangli selama beberapa tahun terakhir salah satunya disebabkan oleh technical inefficiency dalam produksi bawang merah di Desa Buahan ? 2. Berdasarkan hasil estimasi inefficiency effects model, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi technical inefficiency petani bawang merah di Desa Buahan dan bagaimana pengaruhnya ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengidentifikasi apakah penurunan produksi bawang merah di Kabupaten Bangli selama beberapa tahun terakhir salah satunya disebabkan oleh technical inefficiency dalam produksi bawang merah di Desa Buahan; 2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi technical inefficiency petani bawang merah di Desa Buahan dan menganalisis bagaimana pengaruhnya.
1.4 Manfaat Penelitian dan Kontribusi Penelitian bagi Ilmu Pengetahuan Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan kontribusi baik teoretis maupun praktis, yaitu : 1. Manfaat Teoretis a. Kajian teoretis mengenai technical efficiency dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan, terutama ilmu ekonomi yang berkaitan dengan pertanian; b. Dengan lokasi, periode dan variabel penelitian yang berbeda diharapkan penelitian ini dapat memperluas studi empiris tentang technical efficiency;
9
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan tentang technical efficiency. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti sebagai bentuk nyata langkah intelektual dalam mengaplikasikan bidang Ilmu Ekonomi yang diperoleh dari bangku kuliah; b. Bagi pengambil kebijakan penelitian ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan efisiensi pertanian bawang merah di daerah yang bersangkutan.
10