1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Format baru penyelenggaraan pemerintahan telah digulirkan pada tanggal 30 September 1999, bahkan UU No.22 tahun 1999 telah direvisi dengan UU No.32 Tahun 2004, namun sementara ini atau paling tidak hingga saat ini otonomi daerah hanya menjadi wacana dalam konteks kemandirian pemerintahan tanpa banyak memperbincangkan dimana posisi dan peran masyarakat dalam otonomi tersebut. Hal ini disebabkan karena pemahaman umum para penyelenggara pemerintahan daerah dalam memandang desentralisasi dan otonomi daerah cenderung hanya dalam perspektif internal, padahal disamping aspek internal dalam desentralisasi dan otonomi daerah mengandung pula makna eksternal. Dimensi yang tidak kalah pentingnya adalah pemahaman desentralisasi dan otonomi daerah dari aspek eksternal yaitu menyangkut interaksi antara negara dan masyarakat. Dalam konteks ini desentralisasi dan otonomi daerah dipahami sebagai upaya untuk melibatkan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sehingga salah satu tolak ukur kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah tingkat keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan publik Salah satu kebijakan publik yang paling penting dan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Penyusunan Anggaran merupakan bagian yang penting karena anggaran merupakan rancangan yang rnemuat tentang
2
apa yang akan dilakukan oleh pemerintah desa dalam kurun waktu tertentu. Melalui anggaran dapat diketahui sejauhmana pemerintah desa benar-benar memenuhi kepentingan dan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu menjadikan penting, makna partisipasi masyarakat yang merupakan pilar penting dalam teori demokrasi selain persamaan dalam pemilihan urnum, keterlibatan dalam proses pengambilan kebijakan, persamaan hak pilih bagi semua orang dewasa. 1 Hal ini sejalan dengan konsep governance yang memberikan kesempatan kepada stakeholder lain di luar pemerintah untuk terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik. Sebagai alat kebijakan anggaran bisa dipakai pemerintah untuk melakukan intervensi di banyak sektor yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Dengan demikian anggaran bisa berdampak menguntungkan maupun merugikan pada semua dimensi kehidupan masyarakat. Namun, dalam prakteknya partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes menghadapi banyak masalah. Masalah tersebut mulai dari prosedur hingga praktek dan proses penganggaran itu sendiri, artinya hampir bisa dikatakan bahwa penganggaran adalah proses yang tidak partisipatif. Bahwa dari sisi masyarakat ada situasi yang menjadi kendala untuk berpartisipasi dalam penganggaran, antara lain:2 1. Kapasitas warga untuk advokasi masih lemah walaupun telah ada inisiasi advokasi anggaran berbasis sumber daya dan kapasitas masyarakat, secara makro kontribusinya terhadap perubahan kebijakan anggaran masih sangat kecil.
1
Held dalam Amallnda Savirani, Anggaran Partisiparif dan Demokrasi Deliberatif dalam Wahyu W. Basjir. Keindahan yang Menipu; Partisipasi Mtesyarakat dalam Penganggaran Daerah di Indonesia, 2006 Hlm: 17 2 An’am Tamrin, 2006. Menjaring Uang Rakyat: Ragam Advokasi Anggaran di Indonesia. Hlm: 25
3
2. Jaringan antar elemen masyarakat sipil belum terbangun sehingga kekuatan warga tidak terkonsolidasi dan posisi tawar rakyat jadi lemah. Banyak inisiasi yang tidak terkoodinasi membuat upaya saling dukung kepada tujuan bersama tidak muncul. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya proses pengambilan keputusan berkaitan dengan proses pembangunan di daerah harus melibatkan masyarakat sebagai bagian dari
warga negara. Musyawarah Rencana
Pembangunan yang dilaksanakan secara bertingkat mulai dari desa, kecamatan hingga kabupaten sejatinya dilaksanakan demi mengakomodir aspirasi masyarakat di bidang pembangunan. Karena itu, Peraturan Pemerintah No72 tahun 2005, pada pasal 14 sampai dengan 15 dengan tegas menjelaskan tentang tugas, kewenangan, kewajiban dan hak kepala desa. Antara lain, kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kepala desa
juga mempunyai kewenangan memimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD, dan mempunyai kewajiban meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati, serta memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD. Kewenangan desa jelasnya, diatur dalam Pasal 7 Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2004. Diantaranya kewenangan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada desa dan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten serta urusan pemerintahan lain yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
4
APBDes yang dibuat desa merupakan dasar dan kekuatan hukum Pemkab Pasuruan untuk memberikan alokasi dana desa kepada desa se-Kabupaten Pasuruan. Dalam penyusunan RPJM dan APBDes yang perlu menjadi perhatian adalah kondisi desa sekarang. Tentunya yang dapat menggambarkan potensi, baik berupa kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi. Sehingga tujuan (goal) yang diharapkan lima tahun ke depan dapat sesuai dengan sasaran program setiap tahunnya. Menurut UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kedua struktur pemerintah di level bawah ini, memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat paling bawah. APB Desa adalah instrumen penting yang sangat menentukan dalam rangka perwujudan tata pemerintahan yang baik (good governance) di tingkat desa. Tata pemerintahan yang baik diantaranya diukur dari proses penyusunan dan pertanggungjawaban APB Desa. Memahami proses pada seluruh tahapan pengelolaan APB Desa (penyusunan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban.
Proses pengelolaan APB Desa
yang
didasarkan pada prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabel akan memberikan arti dan nilai bahwa pemerintahan desa dijalankan dengan baik. Dari permasalahan di atas, penulis ingin lebih jauh meneliti sejauh mana Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan APBDes yang difokuskan pada pola hubungan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa Pucangsari Kecamatan Purwadadi Kabupaten Pasuruan).
5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan APBDes di Desa
Pucangsari Kecamatan Purwadadi
Kabupaten Pasuruan? C. Tujuan Penelitian Setiap Penelitian pada dasarnya mempunyai tujuan penelitian yang ingin dicapai, yang dimaksudkan untuk memberikan arah kepada setiap penyusun dalam menjalankan tugasnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan APBDes di Desa Pucangsari Kecamatan Purwada di Kabupaten Pasuruan. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Akademis Secara akademis Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah, memperdalam
wawasan
dan
mengembangkan
pengetahuan
bagi
mahasiswa ilmu pemeritahan pada khususnya, dan sebagai pembelajaran bagi penyusun dan menganalisis masalah secara ilmiah. Mendapatkan jawaban dari masalah yang ada dalam proses merencanakan penyusunan APBDes sebagai upaya peningkatan kesadaran tentang pentingnya pengambilan keputusan secara bersama. 2. Secara Praktis Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan kontribusi bagi pemerintah, masyarakat maupun lembaga swasta lain
6
dan dapat dijadikan referensi bagi masyarakat luas, mengenai pentingnya partisipasi
masyarakat
dalam
merencanakan
pembangunan
yang
dilaksanakan dan mendesak dicarikan solusinya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk informasi tentang partisipasi masyarakat dalam ikut merencanakan penyusunan APBDes sebagai upaya peningkatan kesadaran tentang pentingnya pengambilan keputusan secara bersama. E. Definisi Konseptual Definisi konseptual menguraikan tentang beberapa istilah atau konsep yang terkait pada penelitian yang dilakukan. Adapun konsep-konsep yang dibuat dalam penelitian ini agar tetap terfokus sesuai dengan tujuan yang dicapai oleh peneliti, demikian pula agar ada batasan-batasan dan tidak keluar dari konteknya. 1. Partispasi adalah keikutsertaan seseorang atau kelompok didalam suatu kegiatan.3 Dalam proses penyusunan APBDes sebagai hak setiap masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan. 2. Penyusunan APBDes adalah suatu perencanaan operasional tahunan yang diambil dari program umum pemerintahan dan pembangunan Desa yang dijabarkan dalam angka-angka rupiah, disatu pihak mengandung perkiraan target penerimaan dan dilain pihak mengandung perkiraan batas tertinggi belanja/pengeluaran keuangan Desa.
3
Ishomuddin,2001. Diskursus politikdan Pembangunan. Penerbit UMM. Hlm: 165
7
F. Definisi Operasional Definisi Operasional merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian karena berperan sebagai alat untuk mengukur variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu unsur yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Untuk menilai variabel dapat dilihat melalui indikasi dengan indikator yang ada atau terjadi. Dalam penelitian ini variabel penelitianya adalah partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes. Untuk melihat bagaimana masyarakat terlibat dalam penyusunan APBDes maka ditetapkan beberapa indikator, sebagai berikut: 1. Partisipasi
masyarakat
dalam
penyusunan
APBDes
di
Desa
Pucangsari Kecamatan Purwadadi Kab. Pasuruan. a. Persepsi masyarakat terhadap APBDes b. Bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes 2. Pola hubungan Pemerintah Desa dan masyarakat Dalam Penyusunan APBDes di Desa Pucangsari Kecamatan Purwadadi Kab. Pasuruan. a. Pemahaman Pemerintah Desa dan masyarakat Dalam Penyusunan APBDes b. Keharmoniasan hubungan Pemerintah Desa dan masyarakat Dalam Penyusunan APBDes 3. Level pelibatan masyarakat dan dampaknya
terhadap
penyusunan APBDes. a. Pelibatan masyarakat dari level RT/RW/Dusun dan desa b. Manfaat yang diambil dari penyusunan APBDes
proses
8
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, dengan alasan agar dapat menggali informasi yang mendalam mengenai objek yang diteliti. Metode deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti berdasarkan fakta-fakta, sehingga tujuan dari metode deskripstif adalah untuk menggambarkan tentang suatu masyarakat atau kelompok tertentu atau gambaran tentang gejala sosial. 4 Dalam penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan alasan bahwa dalam penelitian ini berupaya menggali data, yaitu data berupa pandangan responden dalam bentuk cerita rinci atau asli. Kemudian responden dan peneliti memberikan penafsiran, sehingga dapat memunculkan suatu temuan atau mengembangkan temuan dan memberikan informasi serta gambaran keterlibatan masyarakat dalam penyusunan APBDes. 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.5 Karena sebagai subyek yang mampu memberikan informasi yang seluas-luasnya, maka dalam penelitian ini peneliti sangat berhati-hati dalam menentukan informan, agar didapatakan informasi yang valid dan lengkap. Penelitian ini menggunakan intensity
4
5
sampling
karena
para
informan tersebut dipandang dapat
Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial. Bandung: hlm:35 Lexey, Moleong. 2001 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.: Remaja Rosdakaria. Hlm: 90
9
memberikan pengalaman yang seluas-luasnya terutama berhubungan dengan proses penyusunan APBDes di Desa Pucangsari Kecamatan Purwadadi Kab. Pasuruan.6 Oleh karenanya informan penelitian yang dipilih 6 orang diantaranya adalah: a. Kepala desa b. Sekretaris Desa c. Ketua BPDes d. Skretaris BPDes e. Tokoh masyarakat f. Masyarakat 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer berupa data kata-kata dan tindakan tentang: (a) sejauah mana partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes melalui hubungan Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa Pucangsari Kecamatan Purwadadi Kabupaten Pasuruan (b). Data tentang bentuk partisipasi masyarakat desa, (c). data tentang level pelibatan masyarakat terhadap penyusunan APBDes. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder diperoleh dari buku, bahan referensi dan hasil-hasil kajian yang semuanya mendukung atau memperkaya sumber data primer. Dalam penelitian ini dicari informasi yang diperoleh pemerintah desa, juga
6
Ibid:92
10
dari beberapa dokumen yang terkait, berupa catatan perencanaan pembangunan yang disusun oleh desa. 4. Teknik Pengumpulan Data Pada prinsipnya pengumpulan data empirik diawali dengan memahami setting. Dalam hal ini peneliti masuk sebagai bagian dari subyek penelitian. Sehubungan dengan penelitian ini, maka digunakan teknik pengumpulan data berupa
pengamatan
(observasi),
wawancara
(interview),
dan
teknik
dokumentasi untuk mencari data sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian7. Teknik pengumpulan data yang dipilih tergantung pada faktor utama dan jenis data. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Observasi Guba dan Lincoln mengemukakan beberapa alasan penggunaan teknik observasi: Pertama, teknik ini didasarkan atas pengalaman secara langsung, kedua, memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat
kejadian
yang
terjadi
di
lapangan,
ketiga,
memungkinkan mencatat peristiwa dalam situasi berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh, keempat, pengamatan adalah merupakan alternatif menghindari bias data, kelima, memungkinkan memahami situasi-situasi yang rumit.8
7 8
Gulo, W. 2002. Metode Penelitian, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm: 115 Lexey, Moleong. 2001 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.: Remaja Rosdakaria. Hlm: 126
11
Di samping itu teknik observasi merupakan teknik penelitian melalui penjajakan lapangan berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, sedangkan yang dimaksud dengan penilaian keadaan lapangan adalah untuk menilai keadaan, situasi, latar dan konteksnya lebih spesifik lagi observasi dikatakan sebagai penelitian dengan cara pengindraan yaitu mengamati. 9 b. Wawancara Teknik pengumpulan data berikutnya yang digunakan adalah teknik wawancara. Dalam penelitian ini sengaja menggunakan teknik wawancara mendalam
dan terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara
yang merupakan suatu cara pengumpulan data secara langsung dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini diperlukan beberapa informan yang dianggap memahami masalah yang diteliti. Oleh sebab itu peneliti sebelum melakukan wawancara, perlu menentukan informan kunci. Beberapa pertimbangan dalam menentukan informan kunci, adalah aparat desa dan masyarakat yang terlibat maupun yang tidak terlibat dalam penyusunan APBDes atau subyek yang berkompeten dalam permasalahan yang diteliti. Menurut Moloeng (2002) taknik wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai/informan. Masalah
9
Ibid. 2002:112
12
pencatatan data wawancara merupakan suatu aspek utama yang amat penting dalam wawancara, karena jika
tidak dilakukan dengan
semestinya, maka sebagian dari data akan hilang, dan usaha wawancara akan sia-sia.10 c. Dokumentasi Teknik dokumentasi merupakan penelusuran dokumen-dokumen resmi dalam menjajaki sumber tertulis tersebut. Sehingga akan memperkaya data disamping itu metode dokumentasi ini akan dapat membantu peneliti dalam penganalisaan. Peneliti mencari data sekunder dengan jalan mengadakan studi kepustakaan dan rekaman. Lincoln dan Guba seperti yang diikuti oleh Sonhaji (1994) mengartikan rekaman sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa atau memenuhi accountin. Sedangkan
dokumen digunakan untuk mengacu setiap tulisan atau
rekaman, yaitu dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu.11 5. Lokasi Penelitian Data-data
penelitian
dirancang
dengan
pendekatan
wawancara
mendalam, observasi dan dokumentasi. Cara yang dilakukan dengan mendiskripsikan partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes melalui 10
Lexey, Moleong. 2001 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.: Remaja Rosdakaria. Hlm: 15 11 Sonhadji, Ahmad, 1994. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data Dalam Peneltian Kualitatif (Dalam buku Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu-Ilmu Sosial Keagamaan). Penerbit Kalimasahada Press Malang. Hlm: 74
13
hubungan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa Pucangsari Kecamatan Purwadadi Kabupaten Pasuruan sekaligus bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan APBDes serta level pelibatan masyarakat terhadap proses penyusunan APBDes. Alasan pemilihan lokasi ini, dikarenakan seringkali musrembang tidak membuka peluang keterlibatan masyarakat secara penuh. 6. Teknik Analisa Data Dalam rangka mencapai hasil penelitian, data yang akan dikumpulkan perlu dianalisis. Analisis data merupakan tahap yang sangat menentukan dalam keseluruhan proses penelitian. Analisis data menyangkut kekuatan analisis dan kemampuan mendeskripsikan situasi dan konsepsi yang merupakan bagian dari penelitian. Dengan melakukan analisa data dapat memberikan
ati
dari
makna
yang
berguna
dalam
memecahkan
permasalahan.12 Teknik
analisis
data
adalah
proses
mengatur
urutan
data,
pengorganisasian ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema yang dirumuskan. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan, interview, gambar, foto dan dokumen berupa laporan, biografi, artikel, kemudian direduksi dan diolah untuk memperoleh kesimpulan informasi tersebut. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yang kemudian dilakukan reduksi data (menformulasikan teori ke dalam seperangkat konsep) yang dilakukan dengan membuat rangkuman inti dalam penelitian tersebut. Dalam 12
Lexey, Moleong. 2002 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.: Remaja Rosdakaria. Hlm: 15
14
penelitian ini data dianalisis secara normatif melalui studi literatur dan analisis bersifat kualitatif atau uraian.13 Proses analisis dilakukan sejak proses pencarian data dimulai sampai akhirnya dirasa telah cukup. Pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti mencari dan menganalisa data tanpa harus menunggu sampai seluruh data terkumpul. Jadi proses analisa data dilakukan sejak mengumpulkan data maupun setelah selesai mengumpulkan data yang diperoleh dari melalui observasi, wawancara maupun studi dokumen dengan analisa kualitatif. Analisa data yang dilakukan dengan menerapkan metode analisa yang lazim digunakan dalam penelitian lapangan (field research). Peneliti berpedoman pada langka-langka sebagai berikut: 1. Analisa data dalam penelitian lapangan dilakukan secara jalin-menjalin dengan proses pengamatan. 2. Berusaha menemukan kesamaan dan perbedaan berkenaan dengan gejala sosial yang diamati, yakni menemukan model partisipasi masyarakat yang diteliti. 3. Membentuk taksonomi tindakan terkait dengan kondisi yang diamati. 4. Menyusun secara tentatif proposisi teoritis, berkenaan dengan kategori yang dikembangkan/dihasilkan dari penyusunan taksonomi diatas. 5. Melakukan pengamatan lebih lanjut terhadap tindakan sosial yang berkaitan dengan proposisi-proposisi sementara.
13
Ibid
15
6. Mengevaluasi
proposisi
teoritis
sementara
untuk
menghasilkan
kesimpulan. 7. Untuk mencegah penarikan kesimpulan secara subyektif, dilakukan upaya: (a) mengembangkan intersubyektif melalui diskusi dengan orang lain, (b) menjaga kepekaan sosial dan kesadaran sebagai peneliti. Di samping itu, untuk menambah bobot validitas dan otentisitas sumber data, peneliti akan menggunakan strategi internal, yakni; (a) melakukan kritik ekstern untuk menentukan otentisitas sumber data, (2) melakukan kritik intern untuk menentukan kredibilitas informasi yang dikemukakan oleh sumber tersebut. Selanjutnya, proses analisis data baik ketika mengumpulkan data maupun setelah selesai pengumpulan dimulai dengan14: 1. Data yang telah terkumpul dari berbagai sumber melalui observasi, wawancara, studi dokumen dan sebagainya, dibaca dan ditelaah dengan seksama untuk dijadikan acuhan berfikir serta mencari solusi yang tepat, dan pada penelitian lebih lanjut diharapkan menghasilkan hasil data yang valid. 2. Data yang telah terkumpul, direduksi sehingga tersusun secara sistematis, akan lebih nampak pokok-pokok terpenting menjadi fokus penelitian, guna memberikan gambaran yang lebih tajam terhadap fenomena yang diteliti.
14
Faisal, Sanapiah. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif, Hakekat Beserta Karakteristik dan Variasi. Malang : Universitas Negeri Malang. Hlm;31
16
3. Data yang direduksi, di susun dalam satuan-satuan yang berfungsi untuk menentukan atau mendefinisikan kategori dari satuan yang telah dikategorikan akan diberikan kode-kode tertentu untuk memudahkan pengendalian data dan penggunaannya setiap saat, sehingga penggalian data dapat dijadikan pijakan untuk mempermuda penelitian. 7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam upaya mendapatkan data yang valid atau sahih peneliti melakukan metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan, pengecekan atau sebagai pembanding data itu.15 Hal ini merupakan cara paling popular dalam penelitian kualitatif. Dengan triangulasi ini peneliti mampu menarik kesimpulan yang tidak hanya dari satu cara pandang sehingga kebenaran data lebih diterima. Dalam prakteknya peneliti menggunakan tiga macam triangulasi, pertama triangulasi sumber. Di sini peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Kedua, triangulasi metode. Caranya dengan menggunakan metode wawancara, pengamatan dan dokumentasi untuk mengecek topik atau data yang sama. Ketiga, triangulasi teori. Menguraikan pola, hubungan dan mengetahui penjelasan yang muncul dari analisis.
15
Moleong Lexey Rosdakaria.Hlm:330
J.
2005
Metodologi
Penelitian
Kualitatif.
Bandung.:
Remaja