BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang telah menjadi epidemi global dan harus segera ditangani. Saat ini prevalensi obesitas di dunia meningkat tajam hingga mencapai fase yang membahayakan (WHO, 2000). Di Amerika Serikat prevalensi obesitas meningkat dari 27,5% di tahun 1999-2000 menjadi 31,1% di tahun 2003-2004 (Ogden et al., 2006). Kejadian obesitas tidak hanya terjadi di negara-negara maju, akan tetapi juga mengalami peningkatan di negara-negara berkembang
(WHO, 2000). Di
Indonesia, prevalensi nasional obesitas umum mencapai 13,9% pada lakilaki ≥ 15 tahun dan 23,8% pada perempuan ≥ 15 tahun (BPPK, 2008). Selain pada kelompok usia dewasa, obesitas juga banyak ditemukan pada anak-anak dan remaja. Prevalensi obesitas pada anak dan remaja meningkat setiap tahunnya. Anak yang obesitas dapat mengalami gangguan metabolisme yang mempengaruhi kesehatannya pada masa yang akan datang dengan meningkatkan resiko penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskuler dan Diabetes Mellitus type 2 (Shaibi, 2008). Survei obesitas yang dilakukan oleh Hadi (2005) pada remaja SMP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di pedesaan mengalami obesitas. Menurut Sediaoetama (2008), obesitas merupakan kelebihan berat badan diatas berat badan ideal yang melebihi 20% pada wanita dan 15% pada pria. Kelebihan berat badan ini terjadi akibat banyaknya timbunan
1
lemak dalam tubuh baik secara umum maupun terlokalisir. Terjadinya fraktur dan gangguan muskuloskeletal maupun mobilitas lebih beresiko pada penderita berat badan berlebih dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan normal (Taylor et al., 2006). Pengaruh obesitas terhadap mobilitas penderitanya berpengaruh pula pada aktivitas fisik dan kegiatan sehari-hari yang dia lakukan. Penderita obesitas memiliki resiko lebih besar untuk mengalami keterbatasan berjalan. Dari segi gender, keterbatasan berjalan lebih tinggi dialami oleh wanita obesitas dibandingkan pria obesitas. Sedangkan dari segi usia, resiko keterbatasan berjalan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Stenholm, 2007). Menurut Houston et al., (2009), baik pada pria maupun wanita, obesitas dapat meningkatkan resiko keterbatasan mobilitas pada usia tua. Resiko keterbatasan mobilitas tersebut mencapai 1,6 kali lipat pada lakilaki dan 2,8 kali lipat pada wanita. Wanita dengan riwayat berat badan berlebih memiliki resiko keterbatasan berjalan sebesar 1,7 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki riwayat berat badan normal. Sendi dengan Range of Motion (ROM) terbatas memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami cedera (Koley et al.,2008). ROM sendi merupakan hasil pengukuran gerakan yang mungkin dilakukan oleh sendi tubuh. Obesitas dapat mengurangi nilai ROM sehingga membatasi berbagai gerakan sendi yang dapat mengakibatkan keterbatasan berjalan. Pengaruh obesitas pada penurunan ROM sendi lutut kemungkinan diakibatkan oleh akumulasi lemak berlebihan antar segmen sendi yang dapat mengakibatkan hambatan mekanis dalam pergerakan sendi. Selain itu, penderita obesitas cenderung lebih banyak duduk dan memiliki aktivitas fisik yang rendah,
2
sehingga kekuatan ototnya pun rendah. Hal ini menyebabkan gangguan keseimbangan yang ikut mempengaruhi keterbatasan berjalan (Park et al., 2010). Dalam tubuh manusia, sendi lutut merupakan sendi paling besar dan paling kompleks dengan tugas utama sebagai penopang berat badan (Tortora et al., 2009). Dibandingkan dengan sendi pada ibu jari dan bahu, sendi lutut merupakan sendi dengan ROM yang lebih terbatas (AAOS, 2002). Prevalensi obesitas yang terus meningkat setiap tahunnya bahkan pada anak dan remaja tentu akan turut mempengaruhi kondisi kesehatannya pada masa mendatang. Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa obesitas meningkatkan resiko keterbatasan berjalan seiring dengan rendahnya nilai ROM pada subjek dewasa. Akan tetapi tidak banyak penelitian terkait pada subjek remaja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah obesitas berhubungan dengan ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara obesitas dengan ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Mengetahui hubungan obesitas dengan ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta.
3
b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan obesitas dengan keterbatasan ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui korelasi nilai IMT dengan nilai ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan mengenai obesitas dan hubungannya dengan ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta. 2. Bagi Pemerintah Memberi informasi mengenai obesitas dan hubungannya dengan ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta untuk menjadi pertimbangan
dalam
upaya
promosi
kesehatan
dan
mencegah
keterbatasan berjalan yang lebih serius. 3. Bagi Masyarakat Memberikan informasi mengenai obesitas dan hubungannya dengan ROM sendi lutut remaja pada siswa SMP di Kota Yogyakarta, sehingga dapat menjadi peringatan untuk melakukan upaya preventif dalam menjaga kesehatan. 4. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Bagi peneliti lainnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi awal untuk menjadi perbaikan bagi penelitian selanjutnya. E. Keaslian penelitian Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain :
4
1. Penelitian yang dilakukan oleh Park et al., (2010) dengan judul “Obesity Effect on Male Active Joint Range of Motion”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap Range of Motion sendi pada pria yang berada di usia dua puluhan dan awal tiga puluhan. Jenis penelitiannya adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Subjek yang digunakan adalah 20 pria obesitas dan 20 pria non-obesitas yang direkrut secara acak dari Universitas Cincinnati. Atlet, subjek yang telah terbiasa melakukan latihan kebugaran, dan subjek yang memiliki gangguan otot dan syaraf dikeluarkan dari penelitian ini. Berat badan, tinggi badan, dan penghitungan BMI dilakukan di waktu yang sama. Kemudian dilakukan pengukuran Range of Motion pada 30 sendi masingmasing subjek penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah pada pria telah terbukti bahwa obesitas berhubungan dengan penurunan ROM pada 9 dari 30 macam gerak sendi, diantaranya fleksi bahu, adduksi bahu, fleksi lutut, ekstensi lumbal, dan fleksi lateral lumbal. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Stenholm (2007) dengan judul “Obesity as a Risk Factor for Walking Limitation in Older Finnish Men and Women”. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, tahap I dan II menggunakan jenis penelitian observasional dan pendekatan cross sectional dengan subjek penelitiannya adalah lansia Finlandia yang berusia 55 tahun atau lebih. Kemudian tahap ke-IV menggunakan prospective study dengan 22 tahun follow-up. Tahap ini dianggap paling penting bagi penelitian untuk lansia karena dapat menggambarkan korelasi usia dengan perubahan kondisi kesehatan lansia. Tahap III menggunakan study retrospective dengan menyertakan informasi tentang berat badan subjek penelitian
5
sejak mereka berusia 20 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penderita obesitas memiliki resiko lebih besar untuk mengalami keterbatasan berjalan. Dari segi gender, keterbatasan berjalan lebih tinggi dialami oleh wanita obesitas dibandingkan pria obesitas. Sedangkan dari segi usia, resiko keterbatasan berjalan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Taylor et al (2006), dengan judul Orthopedic Complication of Overweight in Children and Adolescents. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan prevalensi kejadian fraktur dan gangguan muskuloskeletal pada anak-anak dan remaja yang memiliki berat badan berlebih dengan yang memiliki berat badan normal. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross-sectional dengan subjek penelitian sebesar 227 anakanak dan remaja berat badan berlebih dan 128 anak-anak dan remaja berat badan normal.
Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, yaitu
pengecekan riwayat medis dan pemeriksaan fisik, pengisian kuisioner kualitas hidup, dan penilaian komposisi tubuh dengan menggunakan Dual-Energy X-ray Absorbtiometry (DEXA). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa prevalensi kejadian fraktur dan gangguan muskuloskeletal lebih besar dialami oleh
subjek yang
memiliki berat
badan berlebih
dibandingkan dengan subjek berat badan normal. Selain itu, pada remaja berat badan berlebih dinilai memiliki penurunan mobilitas dan keselarasan ekstremitas yang abnormal lebih besar dibandingkan remaja dengan berat badan normal.
6