1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Legislasi berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 sebagai mana diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, disebutkan sebagai salah satu fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada tingkat daerah. Pada hakekatnya, fungsi legislasi adalah fungsi membentuk peraturan daerah. Secara ideal pelaksanaan fungsi legislasi diharapkan dapat menciptakan peraturan daerah yang aspiratif dan responsif sebagai kewajiban sekaligus kewenangan yang dimiliki oleh pembuat undang-undang karena pemberian kewenangan dalam menetapkan peraturan daerah terutama dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan keleluasaan kepada daerah sesuai dengan kondisi lokalistiknya. Dalam menjalankan fungsinya, DPRD wajib bermitra dengan eksekutif yang ditetapkan oleh DPRD dan disetujui oleh eksekutif melalui sidang paripurna. Keterkaitan antara kedua lembaga ini terlihat pada pelaksanaan fungsi dan tugas eksekutif yang bersandar pada peraturan hukum dan perundang-undangan hasil fungsi legislasi DPRD. Hal ini menunjukan posisi penting legislasi sebagai sumber dan landasan utama pelaksanaan pemerintahan, termasuk fungsi-fungsi DPRD. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 mengatur tentang tata cara pembahasan Raperda melalui Prolegda atas prakarsa eksekutif maupun legislatif. Eksekutif
membuat
Prolegda
sebagai
konsekuensi
penyusunan
Rencana
2
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diterjemahkan dalam bentuk Perda, sedangkan DPRD membuat Prolegda karena selain sebagai lembaga legislatif yang berwenang membuat Perda, juga karena DPRD melalui Perda menentukan arah pembangunan dan pemerintahan di daerah, sebagai dasar perumusan kebijakan publik di daerah, serta sebagai pendukung pembentukan perangkat daerah dan susunan organisasi perangkat daerah. Salah satu alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menentukan skala prioritas dalam membentuk Perda adalah Badan Legislasi Daerah (Balegda). Balegda merencanakan dan mengatur Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang menurut Permendagri No. 16 Tahun 2006 tentang Prolegda menyebutkan bahwa Prolegda adalah instrumen perencanaan pembentukan produk hukum daerah yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis baik yang berasal dari inisiatif DPRD maupun yang berasal dari eksekutif. Fenomena kinerja legislasi DPRD secara umum jika dilihat dengan cermat, belum memenuhi harapan seperti yang digambarkan di atas. Indonesia Governance Index (IGI) sebagai salah satu organisasi kemitraan yang melakukan pemeringkatan pada tahun 2012-2014 pernah mencatat bahwa saat ini DPRD Kabupaten/Kota sangat tergantung pada input Raperda yang disampaikan oleh pemerintah daerah (eksekutif).
3
Diagram 1.1. Kinerja legislasi Nasional (DPRD) menurut IGI Sumber Legislasi Daerah Secara Nasional Inisiatif DPRD (2,5%) Usulan Eksekutif (97,5%)
2.50% 97.50%
Sumber: www.kemitraan.or.id/igi/ Diagram diatas merupakan hasil studi di 10 kabupaten/kota pada lima provinsi yang menunjukan bahwa sumber Perda dari inisiatif DPRD sangat rendah atau hanya berkisar 2,5% sedangkan usulan eksekutif mendominasi hingga 97,5%. IGI juga pernah pernah mencatat bahwa pejabat politik di DPRD mempunyai kinerja terendah dan kalah bila dibandingkan dengan birokrat dan masyarakat. Diagram 1.2. Capaian indeks kinerja yang dibuat IGI
Capaian Indeks Kinerja 8 6 4 2
6.38 3.7
5.17
4.23
0 DPRD
Birokrasi
Masy. Sipil
Masy. Ekonomi
Sumber: www.kemitraan.or.id/igi/ Pada skala nol sampai sepuluh seperti diagram diatas, menunjukan bahwa capaian indeks pejabat politik (DPRD/Pemimpin daerah) hanya mendapat skor 3,70, sementara tiga komponen lainnya ialah birokrasi (6,38), masyarakat sipil (5,17), dan masyarakat ekonomi (4,23). Semakin tinggi nilai indeks, maka semakin tinggi juga
4
kinerjanya. Artinya, penelitian tersebut menunjukan bahwa kinerja pemimpin daerah yang juga berkaitan dengan produk legislasi daerah di 34 provinsi (yang terdiri dari Kabupaten/Kota) se-Indonesia masih cukup rendah, termasuk di Kabupaten Tolitoli. Dalam kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh LIPI dan LAN, menyatakan bahawa dalam era reformasi ini pada umumnya pelaksanaan fungsi DPRD Kabupaten/kota masih mempunyai kelemahan-kelemahan, secara khusus pada fungsi legislasi; (a) Sebagian besar inisiatif peraturan daerah (Perda) datang dari ekesekutif;
(b)
Kualitas
Perda
masih
belum
optimal,
karena
kurang
mempertimbangkan dampak ekonomis, sosial dan politis secara mendalam; dan (c) Kurangnya pemahaman terhadap permasalahan daerah (Kabul, 2004). Sejalan dengan data IGI serta penelitian LIPI dan LAN diatas, pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kabupaten Tolitoli masa periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 yang lalu jika disimak dengan cermat, juga belum dapat melaksanakan fungsinya secara optimal, terutama dalam menyusun Raperda yang memuat daftar urut dan prioritas Raperda untuk masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran dengan mempertimbangkan masukan dari Pemda serta memberikan pertimbangan terhadap Raperda yang diajukan oleh anggota DPRD dalam tahun berjalan atau di luar Raperda yang terdaftar dalam program legislasi daerah yang bukan hanya duplikasi dari program pusat tetapi juga inovasi daerah untuk menyelesaikan masalah lokal. Kelemahan kinerja legislasi DPRD Kabupaten Tolitoli terlihat dari minimnya inovasi Perda yang dihasilkan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara kuantitatif, rata-rata Perda yang dihasilkan DPRD Kabupaten Tolitoli setiap
5
Tahun hanya sekitar tujuh sampai 20 Perda, dan hampir seluruhnya Perda yang dihasilkan tersebut berkaitan dengan retribusi, keorganisasian serta nomenklatur saja. Jumlah tersebut sangat sedikit jika dibandingkan dengan rata-rata Prolegda di daerah se-Indonesia yang mencapai 30 sampai 50 Raperda untuk disahkan menjadi Perda setiap tahunnya. Secara kualitatif, beberapa Perda Kabupaten Tolitoli telah dibatalkan oleh Mendagri, diantaranya adalah Perda No. 25 tahun 2001 tentang Pajak komiditi, Perda No. 15 tahun 2003 tentang Pajak Reklame dan Perda No. 20 tahun 2003 tentang retribusi izin penggunaan TV Kabel. Pembatalan ini dilakukan karena bertentangan dengan undang-undang diatasnya (www.kemendagri.go.id). Hal tersebut sangat disayangkan, karena Kabupaten Tolitoli (Kabupaten induk) yang telah melakukan pemekarkan menjadi Kabupaten baru yaitu Kabupaten Buol, seharusnya mampu menghasilkan produk legislasi yang lebih baik dari pada daerah lain terkait dengan pengelolaan pemerintahan dan daerah. Untuk dapat mengetahui fenomena kelemahan kinerja legislasi DPRD Kabupaten Tolitoli seperti yang telah digambarkan sebelumnya, terkait secara logis dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, diperlukan suatu studi analisis yang komprehensif terhadap kinerja lembaga legislatif (DPRD) dalam melaksanakan fungsi legislasi, dan yang dapat mengungkapkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut guna memberikan rekomendasi pemecahan permasalahan. Studi analisis seperti ini bersifat mendesak karena jika dibiarkan berlarut-larut akan menjadi sumber dari berbagai ketidakefektifan pemerintahan daerah secara menyeluruh.
6
1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan
identifikasi masalah pada latar belakang usulan penelitian
diatas, penulis merumuskan permasalahan penelitian tentang bagaimana kinerja legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tolitoli Periode Tahun 20092014?
1.3.Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah terbatas pada kinerja legislasi DPRD Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah periode Tahun 2009-2014.
1.4.Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui kinerja legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tolitoli.
1.5.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.5.1. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi DPRD Kabupaten Tolitoli dalam mendesain dan mengimplementasikan program perbaikan kinerja dalam rangka penguatan kapasitas lembaga legislatif
daerah
dalam
kerangka
tata
pemerintahan
terdesentralisasi, secara khusus dalam menjalankan fungsi legislasi.
yang
7
1.5.2. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan bagi penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan analisis dan evaluasi kinerja instansi pemerintahan di daerah.
1.6.Sistematika Penulisan Bab I: Pendahuluan Ini merupakan bab pendahulu dimana penulis akan menyajikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini menjadi dasar untuk mengetahui signifikansi penelitian yang akan dibahas penulis.
Bab II: Tinjauan Pustaka Bab ini berisi kajian pustaka, kerangka konseptual, dan kerangka pemikiran. Penulis menggunakan 4 (empat) karya ilmiah yang terkait dengan tema yang ingin dibahas oleh penulis untuk kajian pustaka, dan tiga kerangka konseptual yang relevan dengan masalah yang diteliti oleh penulis. Konsep-konsep dalam kerangka konseptual ini yang akan digunakan oleh penulis untuk menganalisis rumusan masalah penulis.
Bab III: Metodologi Penelitian Bab ini memuat beberapa hal seperti jenis penelitian, sumber data, unit analisis, teknik penentuan informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
8
dan teknik penyajian data. Bab ini akan menjelaskan metodologi yang dipakai penulis sebagai alat untuk melakukan penelitian.
Bab IV: Pembahasan Dalam bab pembahasan, penulis akan membaginya kedalam 2 (dua) bagian. Bagian pertama yaitu mengenai gambaran umum penelitian yang menjelaskan tentang 2 (dua) hal. Pertama, yaitu gambaran umum kabupaten Tolitoli. Kedua, yaitu gambaran umum DPRD Kabupaten Tolitoli. Bagian kedua akan mengupas tentang hasil temuan dan analisa yang terbagi menjadi 8 (delapan) hal. Pertama, mejelaskan tentang susunan alat kelengkapan DPRD Kabupaten Tolitoli. Kedua, menjelaskan tentang penentuan Program Legislasi Daerah Kabupaten Tolitoli. Ketiga, yaitu kemitraan DPRD Kabupaten Tolitoli bersama Bupati Kabupaten Tolitoli dalam pembentukan Perda. Keempat, menganalisa kinerja legislasi DPRD Kabupaten Tolitoli. Kelima, merupakan analisis faktor pendidikan. Keenam, analisis faktor struktural organisasi. Ketujuh, merupakan analisis faktor kultur organisasi. Serta kedelapan adalah analisis faktor lingkungan.
Bab V: Penutup Dalam bab penutup, penulis akan menyimpulkan keseluruhan pembahasan dalam penelitian. Kesimpulan ini berupa jawaban singkat dari rumusan masalah penelitian. Selain itu, penulis juga akan memberikan saran yang dapat berguna untuk penelitianpenelitian selanjutnya.