BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ditinjau dari karakteristik gramatikalnya, kata-kata dalam bahasa Jepang dapat dikelompokan menjadi sebelas kelas kata. Kesebelas kata tersebut yaitu : doushi (verba), keiyoushi (adjektiva), hanteishi (kopula), jodoushi (verba bantu), meishi (nomina), fukushi (adverbia), joshi (partikel), rentaishi (prenomina), setsuzokushi (konjungsi), kandoushi (interjeksi), shijishi (kata tunjuk) (Masuoka dan Takubo, 1992:8). Suatu kata dalam bahasa Jepang ada yang merupakan anggota lebih dari satu kelas kata karena kata tersebut memiliki lebih dari satu fungsi gramatikal. Salah satu dari kata tersebut adalah kedo. Kedo berperan sebagai joshi dan setsuzokushi. Setsuzokushi adalah morfem yang terhubung dengan klausa atau kalimat utama untuk menyampaikan inti dari keseluruhan klausa atau kalimat yang terhubung. Kebanyakan anggota setsuzokushi juga merupakan anggota dari kelas kata lain. Sedangkan morfem yang terhubung dengan meishi (nomina) kemudian bekerja membentuk klausa ataupun subjek, menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa menjadi satu rangkaian disebut dengan joshi.
1
2
Joshi adalah kelas kata yang termasuk fuzokugo yang dipakai setelah suatu kelas kata untuk menunjukan hubungan antara kata tersebut dengan kata lain serta untuk menambah arti kata tersebut lebih jelas lagi (Sudjianto, 2004:181). Fuzokugo merupakan kata yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, satu klausa, dan satu kalimat. Untuk membentuk sebuah kalimat, joshi memerlukan kelas kata jiritsugo yaitu, kelas kata yang dapat berdiri sendiri. Berdasarkan fungsinya dalam menghubungkan kalimat, joshi dibagi menjadi empat jenis, yaitu kakujoshi, teidaijoshi, toritatejoshi, dan setsuzokujoshi (Masuoka dan Takubo, 1992:49). Kedo termasuk dalam setsuzokujoshi. Partikel lain yang termasuk dalam setsuzokujoshi adalah -ba, -to, -ga, -kara, -shi, -temo (-demo), -te (de), -nagara, -tari (-dari), -noni, dan -node. Kedo merupakan bentuk lisan yang terkesan lebih akrab dari keredo, keredomo, dan keredomo. Dalam pembelajaran bahasa Jepang, kedo lebih sering diperkenalkan sebagai kata sambung untuk mempertentangkan kalimat sebelum dan sesudah kedo. Pada terjemahan langsung kamus elektronik Jepang-Inggris dan aplikasi kamus pada perangkat digital, kedo banyak diterjemahkan sebagai but (tapi atau tetapi), however (bagaimanapun, biarpun, atau tetapi), dan although (walaupun). Meskipun diartikan sedemikian rupa, dalam penggunaannya makna kedo dapat berubah sesuai dengan konteks dan tujuan atau maksud yang ingin disampaikan penutur.
3
Berikut ini adalah contoh penggunaan partikel kedo pada salah satu potongan dialog percakapan antara Hidenori (H) dan Yoshitake (Y) di dalam komik Danshi Koukousei no Nichijou. Contoh Percakapan 1 Penutur/
Tuturan
Petutur H cara-makan SUB kotor anak-perempuan QUOT kawaii imut
to
omowanai?
QUOT berpikir-NEG
Y
kedo (1). haa begitu FP TAG baik tahu-NEG tapi
H
wa
kirei ni
tabetain
dakedo (2)
orang-yang-dimaksud TOP cantik P ingin-makan-NOMI COP-tapi doushitemo
tabekasu
ga boroboro shichau mitai na,
bagaimanapun sisa-makanan SUB hancur keeki
toka
laku seperti FP
guchagucha ni
kue dan-sebagainya berantakan
P laku
Orangnya sendiri ingin makan dengan benar, tapi tetap saja
4
Contoh Percakapan 1. Lanjutan Y
naruhodo. Ah
begitu
Souiu chotto itu
agak
dame
na
toko
ga
ii
tidak-bagus COP tempat SUB bagus QUOT
(Danshi Koukousei no Nichijou vol. 6, hal. 45) Contoh di atas menunjukan percakapan antara Hidenori sebagai penutur dan Yoshitake sebagai petutur. Keduanya adalah teman sekelas dengan hubungan yang sangat akrab. Dialog ini dilakukan di luar ruangan, mereka berdua duduk di anak tangga sembari mengobrol dengan santai. Langit terlihat masih terang dan keduanya mengenakan seragam sekolah sehingga diperkirakan percakapan ini berlatar waktu pada saat pulang sekolah. Pada potongan dialog ini mereka sedang melakukan diskusi kecil mengenai tingkah laku anak perempuan yang menurut mereka tergolong imut. Penggunaan kedo (2) pada percakapan menunjukan bahwa kedo yang digunakan
pertentangan. Pada kedo (1) sama sekali tidak menunjukan pertentangan antara dua kalimat karena kedo terletak di akhir kalimat. Kedo (1) tidak dapat diterjemahkan secara langsung, namun dapat diketahui bahwa kedo (1) digunakan untuk memperhalus atau mengurangi nuansa ketegasan dari kalimat pernyataan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa makna dan fungsi kedo dapat berubah menurut konteks dan situasi yang ingin disampaikan penutur.
5
Diperlukan pemahaman yang lebih mendalam dalam penggunaan kedo dalam bahasa Jepang. Secara leksikal kata kedo Indonesia, namun akan berubah sesuai konteks dan situasi. Hal inilah yang menarik penulis untuk meneliti lebih jauh tentang fungsi dan kegunaan kata kedo ini. Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan komik Danshi Koukousei no Nichijou karya Yasunobu Yamauchi sebagai objek karena di dalam komik ini terdapat banyak potongan dialog percakapan sehari-hari yang menggunakan kedo dalam berbagai makna dan fungsi. Selain itu, cerita fiksi yang mencerminkan kehidupan sehari-hari tokoh-tokohnya dianggap mampu mencerminkan fungsi kedo dalam konteks pemakaian sehari-hari. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, permasalahan pokok yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana konteks dan penggunaan kedo dalam pemakaian sehari-hari khususnya yang terdapat dalam komik Danshi Koukousei no Nichijou?
2. Bagaimana fungsi partikel kedo dalam konteks pemakaian sehari-hari khususnya yang terdapat dalam komik Danshi Koukousei no Nichijou? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
6
1. Mendeskripsikan konteks dan penggunaan kedo dalam pemakaian sehari-hari khususnya yang terdapat dalam komik Danshi Koukousei no Nichijou. 2. Mendeskripsikan fungsi partikel kedo dalam konteks pemakaian sehari-hari khususnya yang terdapat dalam komik Danshi Koukousei no Nichijou. 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasarkan kajian pustaka yang sejauh ini dilakukan oleh penulis, terdapat penelitian dengan objek penelitian dan teori yang hampir serupa dengan apa yang ingin diteliti oleh peneliti, yaitu skripsi program studi Sastra Jepang yang disusun
Hotaru no Hikari . Dalam skripsinya, Arlina mendeskripsikan variasi dan fungsi penggunaan toiuka dalam konteks pemakaian sehari-hari khususnya yang terdapat dalam komik Hotaru no Hikari. Dalam tulisannya, ia juga mendeskripsikan penggunaan toiuka berdasarkan kajian tindak tutur. Kemudian penelitian oleh Nita Rizkiningsih dalam skripsi Jurusan Sastra Jepang Universitas Komputer Indonesia yang ditulis pada tahun 2009, berjudul Demo, Keredomo, Keredo, dan Kedo dalam Kalimat Bahasa
penggunaan demo, keredomo, keredo dan kedo dalam kalimat bahasa Jepang. Data contoh penggunaan demo, keredomo, keredo dan kedo yang digunakan dalam skripsi tersebut dambil dari berbagai sumber.
7
Ada pula penelitian oleh Hadi Pramoko Irawan dalam Skripsi Program Studi S1 Sastra Jepang Universitas Brawijawa yang ditulis pada tahun 2014, berjudul Shuujoshi Ragam Bahasa Pria dalam Anime Danshi Koukousei Nichijou
nakan objek penelitian yang berkaitan dengan penelitian
ini, Hadi mengklasifikasi shuujoshi menurut makna penggunaan, serta menganalisis berdasarkan situasi. Penelitian ini mencoba untuk memanfaatkan celah yang belum digarap oleh peneliti-peneliti lainnya, yaitu mengkhususkan penelitian pada konteks dan fungsi kedo serta padanan katanya dalam bahasa Indonesia, kemudian menjelaskannya terkait dengan pemakaian sehari-harin dalam fungsi pragmatiknya dengan komik Danshi Koukousei no Nichijou sebagai sumber data utama. 1.5 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori pragmatik. Levinson via Rahardi (2005:48) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Sedangkan Parker via Rahardi (2005:48) dalam bukunya Linguistics for Non-Linguists menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Sementara itu menurut Verhaar (2010:14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-
.
8
Bahasa memiliki fungsi umum sebagai alat komunikasi sosial. Sementara itu, Jakobson via Soeparno (2003:6) membagi fungsi bahasa atas enam macam, yakni fungsi emotif (tumpuan pembicaraan pada si penutur), konatif (tumpuan pembicaraan pada lawan bicara), referensi (tumpuan pembicaraan pada konteks), puitik (tumpuan pembicaraan pada amanat), fatik (tumpuan pembicaraan pada kontak), metalingual (tumpuan pembicaraan pada kode). Sesuai dengan fungsi referensi bahasa yang menyatakan bahwa bahasa memiliki kaitan erat dengan konteks, maka digunakan teori analisis wacana sebagai teori lanjutan. Stubbs mengemukakan pikirannya tentang analisis wacana, sebagaimana dikutip berikut ini. (Analisis wacana) merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas klausa dan kalimat, dan karenanya juga mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas. Seperti pertukaran percakapan atau bahasa tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, khususnya interaksi antar penutur. (Stubbs via Mulyana, 2005: 69). Hal ini berarti bahwa dalam analisis wacana harus disertakan pula analisis konteks. Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. (Mulyana, 2005:21). Pada dasarnya konteks tidak hanya hanya mencakup situasi dan latar pada saat suatu wacana atau pembicaraan terjadi, konteks juga mencakup alasan dan sebab terjadinya suatu dialog. Selain berfokus pada pembicaraan, konteks juga mencakup kondisi dan identitas penutur. Hal ini sesuai dengan pendapat Anwar (1984:45)
9
bahwa konteks dari sebuah kata atau bicara dapat meliputi seluruh latar belakang sosial budaya dari masyarakat bahasa itu. Terdapat dua unit teknik analisis wacana, yaitu internal dan eksternal. Unit analisis internal meliputi teks dan koteks, tema, topik, judul, aspek keutuhan wacana leksikal, gramatikal, dan semantik. Sedangkan unit analisis eksternal meliputi inferensi, presuposisi, implikatur, dan pemahaman yang mendalam tentang konteks tutur yang menjadi latar belakang terjadinya suatu tuturan (wacana). Pada penelitian ini, penulis mempersempit bidang penelitian hanya pada bidang pragmatik, karena itu tidak semua teknik analisis wacana akan dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyana (2005:21) yaitu untuk memahami suatu wacana tertentu, tidak seluruh unit analisis harus dikaji. Analisis dapat saja dilakukan terhadap satu atau dua unsur yang memang dibutuhkan kejelasannya. 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang dapat digunakan untuk memerikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian. Dalam kajiannya, metode ini menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (apa adanya) (Arikunto via Mulyana, 2005:74). Objek penelitian adalah komik Danshi Koukousei no Nichijou karya Yasunobu Yamauchi. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan. Ketiga tahapan
10
tersebut adalah tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Tahap yang pertama adalah tahap penyediaan data. Pada tahapan ini, penulis akan mengumpulkan data dengan cara menyimak komik Danshi Koukousei no Nichijou. Data yang dikumpulkan berupa kalimat dan potongan dialog percakapan yang mengandung kata kedo. Data yang diperoleh kemudian dicatat pada kartu data. Selanjutnya data akan dipilih secara acak terstruktur. Tahap berikutnya adalah tahap kedua yaitu analisis data. Pada tahap ini dilakukan analisis makna pada data terpilih sehingga makna pada masing-masing data dapat dilihat dengan jelas. Setelah diketahui makna kedo pada masing-masing data, maka berikutnya data dikelompokan berdasarkan kemiripan konteks. Kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui fungsi penggunaan kedo. Tahap yang terakhir adalah pemaparan hasil analisis data. Pada tahap ini hasil analisis data akan disajikan secara deskriptif. Penyajian secara deskriptif adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, yaitu kata-kata yang apabila dibaca dengan serta merta dapat langsung dipahami. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian Objek penelitian ini adalah potongan percakapan yang mengandung kedo beserta variasinya yang terdapat dalam komik Danshi Koukousei no Nichijou. Analisis pragmatik diterapkan dengan cara mendeskripsikan penggunaan kedo.
11
Komik tersebut dipilih sebagai data penelitian karena tingkat kekerapan kemunculan penggunaan kedo tergolong tinggi dan dianggap dapat mewakilkan penggunaan kedo dalam kehidupan sehari-hari. 1.8 Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu Bab I berupa Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berupa Landasan Teori. Bab III berupa Analisis Data. Bab IV berupa Hasil Tabulasi Data. Bab V berupa penutup yang berisi kesimpulan. Selain itu, terdapat pula lampiran yang berisi salinan naskah asli yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini.