BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk
lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia.(1) Penemuan-penemuan baru terutama yang menyangkut pengetahuan kimia yang pada akhirnya berkelanjut keperkembangan industri dengan bahan baku karet. Tenaga kerja merupakan tulang punggung di bidang industri yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu usaha untuk mempertinggi produksi, produktivitas, dan efisiensi kerja, sekalipun faktor modal cukup, material baik mutunya, mesin-mesin serba sempurna tersebut tidak dapat dijalankan oleh tenaga kerja dengan derajat kesehatan yang rendah dan tidak memuaskan. Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Dengan memperhatikan peranan kesehatan, diperlukan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu. Upaya kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 Undang-undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 salah satunya adalah Kegiatan
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan Kerja. Kesehatan kerja merupakan upaya kelima dan lima belas upaya kesehatan yang tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1992 dan dalam pasal 23 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
diri
sendiri
dan
masyarakat
sekelilingnya
agar
diperoleh
produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.(2) Di Amerika Serikat diperkirakan ada 125.000 sampai 350.000 kasus pertahun penyakit akibat kerja yang baru dan terjadi 5,3 juta kecelakaan kerja pertahun. Biaya yang dikeluarkan lebih dari dari 60 triliun dolar pertahun.(3) Ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat mengalami gangguan kesehatan. Menurut International Labour Organization (2000) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan penyakit atau disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat kerja akibat hubungan kerja baru setiap tahunnya.(2) Di Negara Cina setiap tahunnya menderita kerugian langsung sebesar 100 miliar yuan (US$ 12,5 miliar) akibat penyakit akibat kerja terutama penyakit paru. Menurut Wakil Menteri Kesehatan, Chen Xiaohong, usia pekerja yang menderita penyakit pneumoconiosis makin lama makin muda, dengan rata-rata usia 40 tahun dan yang termuda berusia 20 tahun pada 2005. Periode terkena penyakit yang paling
Universitas Sumatera Utara
cepat adalah tiga bulan, dihitung dari saat pertama kontak dengan debu. Sebagian besar pasien penyakit akibat kerja, termasuk penderita pneumoconiosis adalah pekerja pedesaan dan buruh, perusahaan-perusahaan di kota kecil serta pekerja di lingkungan perusahaan yang mengandung racun dan berbahaya.(4) Menurut data ILO (2000), penyebab kematian akibat pekerjaan terbesar adalah kanker, kecelakaan, dan gangguan saluran pernapasan. Gangguan saluran pernapasan biasanya identik dengan gangguan paru. Penyakit paru akibat kerja merupakan contoh penyakit-penyakit yang mempunyai dampak luas di masyarakat, misalnya asbestosis, silicosis, bissinosis, pneumocinosis, kanker paru dan asma kerja. Kanker paru sendiri merupakan jenis kanker yang biasanya lebih banyak menyerang pria (61%) di daerah industri di negara berkembang dibanding wanita (39%), kebiasaan merokok merupakan faktor resiko utama kanker paru serta dapat meningkatkan resiko kanker paru 4-14 kali dibanding pekerja yang tidak merokok.(3) Suma’mur menyatakan ada 5 faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja, salah satunya adalah faktor kimia yaitu gas, uap, debu, kabut, asap, awan cairan dan benda padat.(5) Penyakit paru akibat kerja adalah semua kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh partikel uap, gas debu atau kabut berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan paru jika terinhalasi selama bekerja adalah penyakit paru yang disebabkan oleh penyakit paru akibat kerja.(2) Industri perkaretan yang memproduksi lateks merupakan salah satu lingkungan kerja yang berbahaya bagi kesehatan paru. Pekerja di bagian produksi lateks sangat rentan terhadap penyakit paru disebabkan oleh pajanan bahan-bahan
Universitas Sumatera Utara
kimia yang bersifat korosif yang tersuspensi di udara, seperti amoniak yang digunakan dalam proses produksi lateks. Amoniak merupakan zat yang berfungsi mencegah pra koagulasi (pembekuan pendahuluan) agar lateks tetap segar. Amoniak sudah mulai digunakan pada waktu penyadapan lateks di perkebunan begitu juga ketika di pabrik masih diperlukan agar tidak terjadi gumpalan-gumpalan sebelum waktunya.(1) Amoniak merupakan bahan kimia beracun korosif yang bersifat iritan terhadap manusia. Pekerja yang berhubungan dengan lateks akan selalu terpapar dengan zat amoniak tersebut. Efek amoniak terhadap manusia meliputi saluran pernapasan, mata, kulit dan saluran cerna. Cairan amoniak dapat terurai menjadi gas amoniak yang merupakan gas beracun yang bersifat iritan. Jika terhirup gas amoniak ini akan mengakibatkan saluran bagian atas teriritasi, oedem paru maupun infeksi paru.(6) American Association of Center 'National Poison Control Poison Data System’ (2007) melaporkan 2 kematian akibat paparan ammonia. Menurut de la Hoz et al (1996) menyatakan telah terjadi 94 kasus akibat amoniak di industri, yang terdiri dari 20 kasus mengakibatkan kematian dan hanya 35 kasus yang tertangani secara klinis.(7) Menurut Ballal, dkk (1988) pada pekerja laki-laki didua pabrik di Saudi Arabia menunjukkan adanya hubungan antara pemaparan gas amoniak dengan gejala gangguan pernapasan termasuk asma broncial. Pekerja pada pabrik pertama terpapar pada kadar 2,82 - 183,86ppm / 2 - 130,4 mg/m3 memiliki gangguan pernapasan yang
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja di pabrik kedua terpapar pada kadar 0,039,87 ppm 0,02 – 7 mg/m3. (8) Administrasi
Keselamatan
dan
Kesehatan
Pekerja
Amerika
Serikat
memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amoniak dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amoniak berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian.(9) Berdasarkan hasil pengamatan pada survei pendahuluan yang telah dilakukan di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten labuhan Batu Utara, penulis mendapatkan bahwa PT Socfindo Aek Pamienke belum pernah melakukan pemeriksaan kadar amoniak di udara dan pemeriksaan spirometri pada pekerja, padahal terlihat bahwa pekerja di bagian produksi lateks mulai dari pencairan amoniak gas, pemberian amoniak pada tangki lateks, sampai pada proses pengolahan lateks di pabrik, dapat mempunyai potensi mengalami gangguan fungsi paru karena pajanan amoniak di udara. Pencairan amoniak gas larutan 2,5% terlebih dahulu dilakukan, sebelum dilakukan proses pemberian amoniak pada tangki lateks. Setiap pagi tangki lateks yang akan dibawa untuk mengangkut produksi dari lapangan diberikan amoniak gas larutan 2,5% dengan dosis 500 cc per 100 liter lateks. Setelah proses pemberian amoniak pada tangki selanjutnya dilakukan proses pengambilan lateks ke lapangan, lalu lateks dibawa kembali ke pabrik untuk diolah. Pekerja pada proses produksi tidak menggunakan alat pelindung diri pernapasan dalam melakukan pekerjaannya, padahal
Universitas Sumatera Utara
mereka mempunyai resiko untuk terkena gangguan fungsi paru dikarenakan gas amoniak yang mudah terhirup. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian, bagaimana fungsi paru pekerja di bagian produksi PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana gambaran fungsi paru pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke di Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010. 1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gangguan fungsi paru pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan umur pekerja. 2. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan massa kerja pekerja. 3. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan riwayat merokok pekerja. 4. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pernapasa
Universitas Sumatera Utara
1.4.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi PT Socfindo Kebun Aek Pamienke untuk memperhatikan faktor resiko dan bahaya lingkungan kerja 2. Sebagai masukan bagi pekerja sendiri mengetahui bahaya gangguan fungsi paru sehingga terdorong untuk menggunakan alat pelindung diri pernapasan 3. Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara