BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia (Anwar. 1987). Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”.
Dalam perjalanan ini
ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut. Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebgai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman Havea ini. Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali-kali. Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis Muell Erg. Nama ini diperkenakan karena tanaman Hevea yang didapat berasal dari Brazil, tepatnya di daerah Amazon (Ompusunggu. 1987). Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120o-130o pemanfaatannya. Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak digunakan orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich (Tim Penulis PS, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Bahan Baku Crumb Rubber Bahan baku utama yang digunakan pada pengolahan crumb rubber adalah lump, cup lump dan slab. Lump adalah lateks yang menggumpal atau telah terkoagulasi. Jika lateks menggumpal atau terkoagulasi di dalam mangkok penampung lateks disebut cup lump
ataulump mangkok. Sedangkan slab merupakan lateks pekat yang
membeku secara alami,dengan perbandingan cup Lump 3 dan Slab 1.
2.2.1 Slab Slab adalah bahan baku karet yang terbuat dari lateks yang telah digumpalkan dengan asam formiad. Slab mempunyai ukuran lebih kurang (60 x 30 x 20) cm. Bahan baku slab dapat diolah menjadi: a.
SIR 5
b.
SIR 10
c.
SIR 20
Slab yang baik harus memenuhi ketentuan dan kriteria sebagai berikut: 1)
Kadar kotoran maksimum 0,030%.
2)
Kadar abu maksimum 0,50%.
3)
Tidak terkontaminasi dengan tanah, lumpur, tatal, daun, pupuk (TSP), bahan Kimia lain selain asam formiad, kawat, goni, plastic, dll.
4)
Selama disimpan tidak boleh terendam dengan air atau terkena matahari secara langsung. Lihat lampiran 1: Gambar Slab
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Getah Mangkok (Cup Lump) Cup lump yaitu bekuan lateks dalam mangkok sadap (tempurung). Jenis produksi karet yang dihasilkan seperti SIR 20 dan SIR 20 CV. Cup lump yang diolah dapat berasal dari perkebunan sendiri atau pembelian dari luar (OP/Out Purchase). Lump mangkok yang berasal dari luar (OP) dibeli dari perkebunan rakyat yang dibedakan atas 3 jenis yaitu C1, C2, dan C3. Lihat lampiran 2: Gambar Cup Lump
2.2.3 Lump dan slab
Lump merupakan koagulum yang terbentuk pada mangkok penampung lateks kebun beberapa saat setelah penyadapan. Menurut Standar Mutu yang kini berlaku, proses penggumpalan harus terjadi secara alami atau dengan koagulan yang baik. Mutu I diberlakukan untuk ketebalan tidak lebih dari 50 mm, mutu II diatas 50 sampai 100 mm, mutu III lebih dari 100 hingga 150 mm, ketebalan di atas 150 mm digolongkan sebagai mutu IV. Slab adalah gumpalan (koagulum) yang berasal dari lateks kebun yang sengaja digumpalkan dengan asam semut dan dari lum mangkok segar yang direkatkan dengan atau tanpa lateks. Slab tipis tidak boleh dikotori oleh tatal sadap, kayu, daun, pasir dan benda asing lainnya. Jenis- jenis kontaminan tersebut hasil dari limbah padat yang dihasilkan dari pabrik Crumb Rubber. Perbandingan komposisi bahan baku Cup Lump: slab yaitu 3:1 (Anonim. 1972 ; Tim PS. 1992).
Universitas Sumatera Utara
Agar dapat dihasilkan slab tipis yang baik, cara pengolahan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Lump segar harian hasil penyadapan ditata berjajar satu lapis dalam kotak kayu atau bak pembekuan lain dengan tebal tidak lebih dari 50mm. b. Lateks kebun langsung ditambahkan larutan asam semut 10% sebanyak 10 ml per liter lateks, kemudian segera dituangkan secara merata ke dalam bak pembekuan yang telah berisi lum segar, sehingga terbungkus oleh lapisan lateks. c. Koagulum yang diperoleh berbentuk slab tipis dengan ketebalan kurang dari 50mm. Slab ini selanjutnya dapat dipipihkan dengan tangan atau benda lain (kayu) di atas alas yang bersih. d. Slab tipis ditiriskan dan didinginkan di atas rak atau digantung seperti menggantung sit angin di udara terbuka selama 1 - 2 minggu dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Slab tipis yang telah dikering-anginkan disimpan dalam bangsal penyimpanan. (Spillane J.J., 1989).
2.3 Proses Pengolahan Karet Crumb Rubber Proses pengolahan karet menjadi produk crumb rubber melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Penerimaan Bahan Baku Sesampainya LTT (Lateks Tangk Transport) di pabrik, bahan baku terlebih dahulu ditimbang menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 10 s/d 40.000 kg untuk mengetahui jumlah bahan baku yang diterima setiap hari. Setiap truk pengangkutan Latek, cup lump dan Scrab yang tiba di pabrik ditimbang di jembatan timbang untuk memperoleh berat sewaktu berisi (Bruto) dan sesudah dibongkar kemudian ditimbang (Tarra) adalah jumlah Latek, cup lump dan Scrab yang diterima di PPK (Pabrik Pengolahan Karet). Setiap Lateks dan Cup lump yang diterima diambil contohnya untuk dianalisa. Penimbangan bahan baku dilakukan terpisah menurut jenis bahan baku yang diterima dan dibedakan menurut pengirim bahan baku. Tidak dibenarkan Cup lump dan Slab ditimbang bersamaan. Hal ini dilakukan karena kedua jenis bahan baku ini memiliki karakter yang berbeda. Kadar Karet Kering (KKK) kedua bahan baku ini juga berbeda. Hal ini akan mempermudah pemeriksaan Kadar Karet Kering pada bahan baku.
2. Unloading Muatan dan Pengecilan Ukuran Cup lump yang telah ditimbang, kemudian dibongkar ditempat penerimaan bahan baku olahan yang akan diolah menjadi SIR 10/20. Proses pembongkaran ini dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga manusia. Setelah pembongkaran, kemudian dilakukan pengecilan ukuran secara manual yaitu dengan memotong cup lump menjadi beberapa bagian dengan menggunakan pisau. Hal yang
Universitas Sumatera Utara
harus diperhatikan pada saat penerimaan bahan baku adalah bahan baku harus bersih dari kontaminasi serta kotoran didalamnya antara lain : Daun, Ranting, Tali Rafia, Besi, tatal, dan lainnya.
3. Pencampuran/Blending Setelah dilakukan pengecilan ukuran pada cup lump maupun slab, maka kedua bahan tersebut dimasukkan kedalam bak pencampuran atau bak blending. Tujuan pencampuran adalah untuk memperoleh kualitas yang diinginkan oleh perusahaan. Komposisi pencampuran didalam bak pencampuran sangat menentukan mutu hasil akhir produksi. Pemakaian bahan baku menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Pencampuran bahan baku dilakukan dengan perbandingan 3 : 1, dimana 75% cup lump/lump dan 25% slab.
4. Pencacahan I Setelah dilakukan pencampuran didalam bak, kemudian kompo dimasukkan kedalam prebreaker dengan menggunakan baked elevator. Prebreaker merupakan Alat pemecah/pemotong bahan baku (Cup lump, Slab) menjadi potongan yang lebih kecil dengan ukuran ± 30 mm. Yang perlu diperhatikan pada saat pencacahan yaitu : Ketepatan perbandingan campuran, kondisi housing, kondisi screw, working plate, dan baking plate. Pre breaker mempunyai kapasitas olah sebesar 1000 Kg / jam.
Universitas Sumatera Utara
5. Pencucian I Setelah dihancurkan didalam prebreaker, kemudian bahan baku (Cup lump, Slab) masuk kedalam bak Pencucian I. didalam bak pencucian I, bahan baku dicuci sekaligus pemisahan dari kotoran maupun kontaminasi yang terdapat didalam bahan baku.
6. Pencacahan II Setelah melalui proses pencucian didalam bak pencucian satu, kemudian bahan baku (Cup lump, Slab) di masukkan kedalam Hammer Mill dengan menggunakan baked elevator. Turbo mill / Hammer mill merupakan pencacah bahan baku yang berasal dari
pre breaker agar menjadi potongan yang lebih kecil dengan ukuran ± 15 mm
sekaligus menghomogenkan karet remahan dengan kapasitas olah: 1000 Kg/Jam. Pada hammer mil, yang perlu diperhatikan yaitu : Kondisi pisau pemotong, dan pedal, kontinyu pengumpanan.
7. Pencucian II Setelah melalui proses pencacahan yang kedua, bahan baku masuk kedalam bak Pencucian kedua. Bak pencucian II berfungsi sebagai temapat pembersihan bahan baku dari kontaminasi sekaligus pencampuran bahan baku menjadi lebih homogen. Bak pencucian ini juga berfungsi untuk mengalirkan bahan baku ke mesin
Universitas Sumatera Utara
macerator/crepper. Pada bak ini, proses pengaliran ini dibantu oleh kipas Hydro Cyclone.
8. Penggilingan Awal Butiran karet dari bak blending II dimasukkan kedalam macerator dengan menggunakan baked elevator. Macerator berfungsi untuk membuat butiran karet menjadi lembaran blanket.
9. Penggilingan Lanjutan Lembaran blanket yang telah dibentuk dalam macerator, kemudian digiling dengan menggunakan crepper. Tujuan utama penggilingan remahan adalah untuk mendapatkan keseragaman bahan baku dengan proses mikro dan menjadikannya dalam bentuk lembaran. Proses ini sering juga disebut proses Mikro Blending. Proses Mikro Blending merupakan kegiatan menghomogenkan remahan karet dengan cara menggiling remahan yang diatur sedemikian rupa sehingga remahan saling "tindih" satu sama lain didalam penggilingan. Proses "saling tindih" ini memaksa remahanremahan karet untuk menjadi satu bagian yang akhirnya akan menjadi bentuk lembaran. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin giling Crepper. Roll Gilingan Crepper dibuat berulir/motif bunga agar efek pemerasan terjadi pada bahan baku. Agar diperoleh jaminan bahwa setiap remahan karet sudah menjadi sebuah kesatuan maka perlu dilakukan penggilingan berulang-ulang.
Universitas Sumatera Utara
Penggilingan dilakukan sambil menyemprotkan air diatas lembaran sehingga kotoran-kotoran yang keluar pada saat proses penggilingan terbuang oleh proses pencucian. Proses perpindahan bahan dari 1 gilingan ke gilingan berikutnya dilakukan secara manual oleh Operator Gilingan (Operator Crepper). Setiap mesin Crepper dijaga oleh 1 orang Operator. Operator Crepper juga bertugas untuk melipat lembaran sebelum masuk kedalam Crepper selanjutnya. Lembaran yang terlipat inilah yang akan membuat remahan-remahan karet saling "tindih" pada saat digiling. Namun lembaran yang terlipat hanya bisa digiling di Crepper Jumbo (yang 5 buah). Pada Crepper terakhir (sering juga disebut Crepper Finisher) proses pelipatan lembaran tidak diperlukan lagi. Hasil akhir dari penggilingan remahan-remahan akan diperoleh lembaran selebar kurang lebih 60 cm dengan ketebalan 6 - 7 mm dan panjang 10-12 m. Karet yang sebelumnya berupa remahan kini telah berubah menjadi lembaran yang homogen. Selanjutnya lembaran yang telah homogen ini digulung kemudian dikirim ke Gudang Maturasi untuk proses Pemeraman. 1 buah gulungan memiliki berat kurang lebih 24 kg (Berat sebelum maturasi). Gulungan ini sering disebut juga dengan nama "Blangket". Kadar Karet Kering dalam Blangket yang baru dihasilkan adalah sekitar 70% (nilai sebelum maturasi).
10. Maturasi Lembaran yang dihasilkan dari mesin crepper kemudian digulung dan ditimbang dengan berat 24 kg. Setelah proses penimbangan, gulungan blanket dimasukkan kedalam ruang maturasi selama 6-8 hari. Biasanya hasil terbaik didapatkan ketika
Universitas Sumatera Utara
blangket sudah dimaturasi selama 8 hari. Maturasi yang lebih dari 8 hari juga akan memberikan hasil yang lebih baik. Bahan baku karet akan menjadi lebih cepat kering dalam proses Dryer dan kemungkinan terjadinya cacat (white spot) lebih sedikit. Penambahan umur maturasi tentunya akan berpengaruh kepada kebutuhan luas Gudang Maturasi. Ruang maturasi berfungsi untuk mengeringkan lembaran blanket dan menaikkan nilai P 0 serta mempertahankan nilai PRI (Plasticity Retention Index). Jika waktu maturasi tidak cukup, maka akan menyebabkan pencampuran tidak homogen, menyebabkan white spot pada bandela (terdapat butiran-butiran putih yang tidak menyatu) serta memiliki kadar air yang tinggi sehingga menyulitkan proses pengeringan remahan karet. Penyusunan blangket di Gudang Maturasi diatur sedemikian rupa sehingga setiap blanket dapat diidetifikasi menurut umurnya. Untuk itu perlu dibuatkan papan identifikasi yang diletakkan disetiap kelompok blangket. Gudang maturasi juga harus dilengkapi dengan drainase yang baik. Blangket baru masih dalam keadaan basah dan dapat menimbulkan genangan air. Kondisi yang basah akan membuat kelembaban gudang maturasi menjadi tinggi. Semangkin tinggi kelembaban akan menambah kebutuhan waktu untuk maturasi. Blangket memerlukan suhu normal untuk kebutuhan maturasi (tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah.
11. Peremahan Sebelum melalui proses pengeringan, blangket akan diremahkan dulu dengan mesin Schereder menjadi butiran butiran yang lebih kecil dengan ukuran 3 - 4 mm. Tujuan peremahan ini adalah untuk mendapatkan luas permukaan yang cukup bagi bahan
Universitas Sumatera Utara
baku untuk kontak dengan udara panas di mesin Dryer. Remahan-remahan yang dihasilkan oleh Schreder selanjutnya akan masuk ke bak panjang berisi air bersih (berfungsi sebagian pencuci dan media transport) didepan Schreder. Dari bak tersebut remahan kemudian dipindahkan melalui pipa dengan pompa hidro cyclon ke box dryer. Ada 2 orang yang bertugas untuk memastikan remahan masuk kedalam box dryer dengan baik dan benar Hasil butiran dimasukkan kedalam Trolly / Box Drayer dengan Static Pump hingga trolley penuh dan kemudian dikeringkan. Sebuah box dryer memiliki kapasitas 120 Kg Kering. Remahan harus masuk kedalam box dengan cara yang alami dan tidak boleh ada penekanan terhadap remahan. Hal ini untuk menghidari terjadi pemadatan didalam remahan. Remahan yang padat menyulitkan udara panas untuk menyentuh seluruh permukaan remahan. Akibatnya adalah pengeringan menjadi tidak sempurna. Kepadatan remahan didalam box dryrer harus diatur sedemikian rupa sehingga masih dapat terjadi sirkulasi udara panas diantara celah-celah remahan pada saat pengeringan didalam dryer.
12. Pengeringan Setelah di tiris, butiran karet dikeringkan dalam dryer. Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan produk SIR 10 yang bebas dari kadar air agar karet dapat disimpan / tahan lama. Kadar air yang lebih tinggi akan menurunkan ketahanan produk terhadap pembusukan. Kandungan air yang tinggi akan memungkinkan produk ditumbuhi oleh jamur. Menghilangkan sebagian kandungan air akan meningkatkan keawetan dari produk dan menjadi syarat agar dapat diolah pada proses selanjutnya. Produk SIR 10
Universitas Sumatera Utara
sendiri adalah produk yang setengah jadi dan akan diproses lebih lanjut menjadi produk bahan jadi seperti ban mobil, belt conveyor, dock fender dan lain sebagainya. Suhu pengeringan diatur pada suhu 110 - 128 oC. Total waktu pengeringan yang dilakukan adalah selama kurang lebih 4 jam. Operator dryer bertugas menjaga agar remahan benar-benar kering optimal. Kondisi remahan yang kurang kering dapat menyebabkan white spot ataupun virgin rubber pada produk akhir (bandela). Sedangkan bila suhu pengeringan terlalu tinggi atau waktu pengeringan terlalu lama maka hasil yang keluar dari dryer menjadi berlendir dan lengket-lengket. Kondisi karet berlendir dan lengket ini merupakan gambaran awal bahwa parameter mutu PRI (Plasticity Retention Index) gagal didapatkan. Proses pengeringan di dalam Dryer dilakukan dengan menggunakan udara panas. Udara panas ini dihasilkan oleh Heat Exchanger. Komponen pemanas yang terdapat pada Heat Exchager adalah susunan pipa yang berisi oli panas. Udara yang melewati pipa berisi oli panas inilah kemudian yang berubah menjadi udara panas dan kemudian diteruskan ke dalam dryer untuk mengeringkan remahan karet didalam box dryer. Udara tersebut selanjutnya disirkulasikan lagi ke Heat Exchanger sehingga dengan proses sirkulasi ini didapatkan suhu dryer yang stabil. Oil panas yang ada didalam pipa merupakan oli panas yang mengalir dan bersirkulasi dari Thermal Oil Heater dan Heat Exchanger. Thermal Oil Heater berfungsi memanaskan oli yang terdapat didalam pipa. Oli panas ini selanjutnya dipompakan ke Heat Exchanger. Dari Heat Exchanger oli panas tersebut kembali lagi untuk dipanaskan di Thermal Oil Heater (TOH) dan begitu seterusnya. Bahan bakar yang digunakan oleh TOH adalah berupa cangkang kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
13. Pendinginan Trolley box yang keluar dari drayer didinginkan dulu dengan cooling fan hingga temperature ± 40ºC selama 15-20 menit untuk selanjutnya dilakukan pengepresan. Bila suhu butiran karet > 40ºC sudah di press, maka akan mengakibatkan : a. Temperature bale (bandela) yang telah di press akan bertahan selama 3 bulan, akibatnya terjadi penguapan/pengembunan dalam plastic pembungkus yang mengakibatkan karet mentah kembali dan menjadi media pertumbuhan jamur. b. Plastic pembungkus bale akan meleleh dan sesama bale akan lengket. c. Nilai Plasticity Retention Index (PRI) akan menurun karena panas yang tertahan didalam kemasan.
14. Pengepresan dan Pengemasan Sebelum dilakukan proses pengemasan, box dryer terlebih dahulu dikeluarkan isinya (berupa remahan berbentuk bantalan yang telah kering) dan diletakkan ke meja sortasi. Hasil yang keluar dari Dryer akan dipisahkan secara visual antara hasil yang memenuhi spesifikasi dan hasil yang keluar dari spesifikasi/out spek. Hasil yang out spek biasanya adalah hasil yang masih mengandung karet mentah/virgin rubber/white spot (ditandai bintik putih dan bau yang menyengat), atau bisa juga hasil yang terlalu matang (lembek dan lengket). Di meja sortasi dilakukan juga pemeriksan terhadap kontaminasi (mis: serpihan kayu, plastik atau logam). Hasil yang telah lewat sortasi selanjutnya ditimbang sebanyak 35 kg dan selanjutnya dilewatkan ke Metal Detector. Metal Detector akan memeriksa
Universitas Sumatera Utara
kandungan logam pada produk. Kontaminasi logam harus dihindari. Hasil keluaran dryer selanjutnya akan dicetak menjadi bentuk kotak memanjang dengan berat 35 kg. Pencetakannya dilakukan dengan mesin Press Bale dengan tekanan 700 x 350 r.p.m/40 sec. Remahan-remahan akan di tekan dalam sebuah cetakan hingga didapatkan ukuran 17 cm x 36 cm x 72 cm. Hasil cetakan ini disebut dengan Bandela atau sering juga disebut Bale. Bandela tersebut selanjutnya dibelah dengan arah memanjang (tidak sampai terbelah 2) untuk memeriksa apakah bandela bebas dari kondisi bintik putih (Whitespot). Karet mentah didalam bandela biasanya akan menimbulkan bekas bintik putih (White spot). Apabila ditemukan bintik putih (white spot) maka Bandela harus segera dipisahkan (out spek). Untuk pemeriksaan mutu dilaboratorium, maka setiap bandela diambil sampel sebanyak 300-400 g setiap kelipatan 9. Setelah bandela diyakini bebas dari white spot maka bandela sudah siap untuk dibungkus dengan pembungkus plasitk. Hasil analisa secara laboratorium menentukan SIR-10 sebagai produksi utama (Main Product). Bandela yang sudah dibungkus dengan plastik selanjutnya akan disusun ke dalam Forming Box. Mula-mula alas Forming Box dilapisi dengan plastik polietilen yang memiliki ketebalan 0,10 - 0,15 mm, kemudian bandela disusun diatas alas peti. Bandela disusun sebanyak 6 lapis dengan 6 buah bandela untuk tiap lapisannya. Artinya akan ada 36 bandela dalam 1 Forming Box. Antara setiap lapisnya diberi alas plastik interlayer yang merupakan satu potong (utuh) dalam setiap kemasan. Kemasan Shrink Wrapped Jumbo Pallet (SW/JP) beralaskan Tapak Kayu. Syarat kayu yang digunakan sebagai tapak SW/JP adalah kayu Meranti II atau kayu sembarang no. 1 atau kayu karet yang memenuhi persyaratan dengan warna merah
Universitas Sumatera Utara
atau kuning dengan berat jenis > 0,6 dan tidak berjamur/lapuk. Kayu yang digunakan harus difumigasi. Kadar air kayu diharapkan dibawah 20% sehingga fumigasi lebih efektif. Kayu harus diketam bagian luar dan dalam, bebas dari serpihan atau serbuk kayu. Arah paku harus menuju arah luar dengan pengertian kepala paku dan mata paku tidak boleh menonjol.
15. Penyimpanan dan Pendistribusian Setelah seluruh bandela tersusun dalam Forming Box, maka diatas susunan bandela diletakkan tutup papan yang ukurannya persis sama dengan ukuran Forming Box sehingga apabila ditekan dapat masuk ke dalam Forming Box. Diatas tutup papan tersebut diletakkan beban seberat 2 Ton selama 36 - 48 jam sehingga apabila beban tersebut diangkat maka diperoleh suatu susunan bandela yang padat dan rapi. Selanjutnya plastik pengemas dalam bentuk kantung diselubungkan pada susunan Bandela yang telah padat dan rapi tersebut dan dipanaskan dengan shrink fast gun yang bahan bakarnya elpiji sampai plastik pembungkus menyusut dengan rapat. Susunan Bandela yang padat dan rapi tersebut selanjutnya disebut dengan Pallet. Setiap palet terdiri dari 36 bandela sehingga berat untuk 1 palet adalah 1260 kg. Palet-palet kemudian disimpan di dalam gudang penyimpanan dan diberi identitas serta TPP ( Tanda Pengenal Produsen ) dan disimpan digudang hingga ada instruksi untuk dikirim ke Instalasi Belawan. SIR 10 biasanya diekspor dan SIR 20 dijual didalam negeri (Alaerts, G. 1987 dan Spillane 1989).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Plasticity Retention Index (PRI) Platicity Retention Index adalah nilai dari sifat plastisitas (keliatan/ kekenyalan) karet yang mentah yang masih tersimpan bila karet dipanaskan selama 30 menit pada temperature 140o. Nilai Plasticity Retention Index adalah persentase plasisitas karet setelah dipanaskan dibandingkan plastisitas sebelum dipanaskan yang ditentukan dengan alat Plastimeter Wallace, dengan persamaan: PRI =
𝑝𝑎 𝑃𝑜
X 100 %
dimana : Pa = Plastisitas karet sesudah dipanaskan selama 30 menit (setelah pengusangan). Po = Plastisitas karet sebelum dipanaskan (sebelum pengusangan). (Kartowardoyo. 1980) Tujuan pengujian PRI dilakukan untuk mengukur degrandasi atau penurunan ketahanan karet mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi, nilai PRI yang tinggi (lebih dari 80%) menunjukan bahwa nilai ketahanan karet terhadap oksidasi adalah besar. Oksidasi karet oleh udara (O 2 ) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai polimer semakin pendek. Terpetusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah. Bila nilai PRI diketahuai, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah menjadi
Universitas Sumatera Utara
lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan batang jadi, agar diperoleh sifat bahan jadi karet. Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan crumb rubber. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya oksidasi pada karet antara lain adalah:
a. Sinar Matahari Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan koagulum.
b. Pengenceran lateks dan Koagulum (penggumpalan) Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotorankotoran yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat nonkaret didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan barang jadi karet yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet.
Universitas Sumatera Utara
c. Zat-zat pro-oksidasi (tembaga atau mangan) Kandungan ion-ion logam seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga (Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion merupakan katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah.
d. Pengering karet Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127oC, dengan waktu pengeringan 2 - 4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan. Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam lateks kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet menjadi melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas karet Po karet, maka akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun (Kartowiryo, S. 1970).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Po Rendah
Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman dalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan nilai Po.
Nilai Po rendah juga bisa disebabkan oleh pengeringan pada suhu terlalu tinggi (lebih dari 130 oC) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang matang. Pemeraman dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.
Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku, yaitu lateks kebun. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahan karet terhadap pengusangan (PRI). Lateks kebun dari klon yang berbeda memiliki nilai Po atau viskositas yang mungkin berbeda sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian pada table berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Mutu Crumb Rubber dan penyebabnya
Cacat mutu
Faktor penyebab
Vm tinggi
• • • •
Koagulum asal lateks beraroma tinggi Ukuran remah besar Suhu rendah Remahan menggumpal
Po rendah
• • • • • • • • • •
Blending kurang baik Proporsi karet lunak terlalu tinggi Suhu terlalu tinggi Drying terlalu lama Bahan olah mutu rendah Tercampur tanah liat Burner kurang baik Blending kurang sepurna Pre- cleaning tidak efektif Bahan olah kualitas rendah
• •
Air pencuci kotor Jumlah pass di kreper kurang banyak
Ash tinggi
Kadar kotoran tinggi atau bervariasi
PRI rendah
• • •
Maturasi terlalu lama Bahan olah mutu rendah Karet teroksidasi atau terlalu lama terkena cahaya • Suhu drying tinggi, lambat (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13962/1/09E00092.pdf)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Pengolahan Karet Bongkah SIR Penilaian mutu secara spesifikasi teknis didasarkan pada hasil analisa dari beberapa syarat uji. Syarat uji untuk berbagai jenis mutu SIR Tabel 2.2. Syarat Uji Mutu Spesifikasi
SIR
(syarat mutu)
5
-
Kadar kotoran
SIR 10
SIR 20
SIR 35
SIR 50
%
%
%
%
%
0,05
<0,08
0,20
0,35
0,50
0,50
<0,75
0,75
1,00
1,25
80
1,00
1,00
1,00
325 mesh(max) Ø 44 mikron -
Kadar abu
-
Kadar
zat 1,00
menguap
Yang ditetapkan untuk SIR yaitu penetapan : -
Kadar kotoran
-
Kadar abu
-
Kadar zat menguap
-
Plasticity retention index
Universitas Sumatera Utara
Karet yang berasal dari lateks biasanya mempunyai PRI yang tinggi, karena dalam lateks tersebut terdapat bahan- bahan anti oksidan. Tetapi dengan adanya variasi pada cara- cara pengolahan dapat mempengaruhi jumlah dan jenis anti oksidan dalam karet, sehingga PRI nya juga dapat berubah. Bila perbandingan antara pro oksidan dan anti oksidan berubah PRI juga akan berubah (Polhamus. 1962). Secara singkat akan diuraikan di bawah ini faktor- faktor yang dapat mempengaruhi PRI: a. Ion- ion logam Ion- ion logam seperti Cu, Mn, dan Fe akan merangsang atau mempercepat degradasi karet pada waktu pemanasan. Karena itu bahan olah yang terkontaminasi dengan logam- logam tersebut di atas akan menyebabkan rendahnya PRI (Kroschwitz. 1998). b. Pencampuran dengan karet skim Bila lump dicampur dengan karet skim maka SIR yang dihasilkan akan mempunyai nilai PRI yang rendah, karena karet skim mempunyai kadar Cu yang relative tinggi. Oleh karena itu pencampuran bahan olah SIR dengan karet skim tidak diperbolehkan. Adanya pencampuran karet skim ini biasanya dapat diduga jika kadar dalam SIR 0,7 %.
Universitas Sumatera Utara
c. Jumlah ammonia Untuk mempertahankan kestabilan, biasanya lateks diawetkan dengan ammonia. Bila lateks tersebut akan diolah menjadi SIR harus dijaga kadar ammonia tidak terlalu tinggi karena hal ini akan mengakibatkan turunnya nilai PRI. Di samping itu juga akan menambah kebutuhan asam untuk koagulasi. d. Sinar matahari Bahan mentah yang terkena sinar matahari langsung akan mengalami penurunan PRI secara drastic, karena sinar ultra violet yang terkandung dalam sinar matahari akan menggiatkan oksidasi. Penurunan PRI akan lebih besar jika lump yang disinari sudah kering. Penyinaran lump mangkong (Cup Lump) kering selama 6 jam dapat menyebabkan penurunan PRI ±45%. Dengan alasan tersebut diatas, sedapat mungkin haruslah diusahakan agar bahan yang akan diolah menjadi SIR tidak terkena sinar matahari langsung, f. Perendaman dan Penggilingan Lump mangkok (Cup Lump) dan skrep biasanya direndam untuk membersihkan kotoran. Pada perendaman itu ternyata bukan hanya kotoran yang terbuang tetapi anti oksidan nya juga turut tercuci. Oleh karena itu sangat perlu dijaga agar perendaman lump atau skrep tidak lebih dari 3 hari agar PRI tidak terlalu rendah.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menurunkan kadar kotoran lump biasanya dilakukan penggilingan missal dengan pelletizer. Gesekan- gesekan yang timbul pada penggilingan itu dapat mengakibatkan menurunnya PRI. Biasanya penurunan itu tergantung dari kondisi bahan mentah dan peralatannya. g. Perlakuan dengan bahan kimia jika dianggap perlu, PRI dapat diperbaiki dengan cara merendam karet yang telah dibutirkan dengan bahan kimia. Bahan kimia yang dapat digunakan menaikkan PRI antara lain : Asam Fosfat, Asam Oksalat, dan Thiourea.
Universitas Sumatera Utara