BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perubahan merupakan sebuah hal yang terus terjadi dan tidak dapat dihindari. Untuk dapat bertahan hidup, sebuah organisasi harus mampu dengan cerdik mengenali dan menyesuaikan diri dengan perubahan karena sebuah perubahan dapat saja memberikan sebuah ancaman terhadap kelangsungan organisasi apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan yang terus terjadi maka sebuah organisasi harus dapat melakukan antisipasi dengan melakukan sebuah perencanaan atau manajemen strategis. Hal senada ditegaskan oleh Waterman (dalam David : 1998) yaitu bahwa perubahan adalah satu – satunya hal yang tidak berubah. Organisasi yang berhasil secara efektif mengatur perubahan, terus menerus melakukan penyesuaian birokrasi, strategi, sistem, produk, dan budaya mereka akan dapat bertahan hidup dalam goncangan yang mematikan banyak persaingan. Setiap organisasi memerlukan strategi untuk dapat bertahan dari berbagai ancaman dan tantangan serta mengembangkan dirinya melalui peluang yang ada di saat ini atau pun di masa yang akan datang. Tidak hanya organisasi bisnis atau profit yang memiliki kepentingan untuk dapat bertahan dalam rangka menghadapi masa depan yang tidak menentu, namun organisasi publik atau pun organisasi nirlaba yang kemungkinan berhubungan dengan hajat hidup orang banyak pun 1
wajib memiliki strategi untuk dapat bertahan dan mengembangkan dirinya agar tidak tergilas perubahan jaman sehingga layanan publik yang diberikannya bukan hanya sekedar ada dan dapat bertahan, namun dapat menjadi lebih baik sesuai dengan tuntutan perubahan. Manajemen strategis bukan hanya dapat diterapkan pada organisasi bisnis saja namun dapat juga dipergunakan oleh organisasi publik dan organisasi non – profit atau nirlaba. Ini seperti yang diungkapkan oleh Bryson (2007), bahwa secara khusus perencanaan strategis dapat diterapkan kepada : 1. Lembaga publik, departemen, atau divisi penting dalam organisasi. 2. Pemerintahan umum, seperti pemerintahan city, county, atau negara bagian. 3. Organisasi nirlaba yang pada dasarnya memberikan pelayanan publik. 4. Fungsi khusus yang menjembatani batasan – batasan organisasi dan pemerintah, seperti transportasi, kesehatan, atau pendidikan. 5. Seluruh komunitas, kawasan perkotaan atau metropolitan, daerah, atau negara-bagian. Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan dapat dikategorikan ke dalam organisasi nirlaba yang pada dasarnya memberikan pelayanan publik. Organisasi ini merupakan sebuah lembaga bentukan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM – MPd), dimana apabila merujuk Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM – MPd Tahun 2008, maka UPK memiliki peran sebagai unit pengelola dan operasional pelaksanaan kegiatan antar desa.
2
Selanjutnya, dalam PTO PNPM - MPd Tahun 2008, UPK mendapatkan penugasan Musyawarah Antar Desa (MAD)/Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) untuk menjalankan tugas pengelolaan dana program dan tugas pengelolaan dana perguliran. Ini berarti bahwa tujuan UPK secara umum tidak lain adalah untuk mengelola dana kegiatan yang ada dan khususnya dana bergulir yang bersumber dari PNPM Mandiri Perdesaan atau pun PPK. Dengan pengelolaan dana kegiatan dan dana perguliran secara baik maka diharapkan tujuan akhir dari program untuk dapat memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat dapat tercapai. UPK dibentuk di semua kecamatan yang menerima program PNPM Mandiri Perdesaan atau pada kecamatan yang menerima Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebelum PNPM Mandiri mulai dilaksanakan secara nasional pada tahun 2004. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan tahun 2014 ini memiliki 56 unit UPK. Dari total tersebut, 36 unit diantaranya adalah UPK Program yaitu UPK yang masih mendapatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di tahun 2014 ini, sementara 20 yang lain adalah UPK Pasca Program yaitu UPK yang di tahun 2014 ini tidak lagi menerima BLM dari pemerintah untuk dikelola. Jumlah UPK Program dan UPK Pasca Program di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada tabel berikut :
3
Tabel 1.1. UPK Program dan UPK Pasca Program di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Kabupaten
UPK Program
UPK Pasca
Kulon Progo
11
0
Bantul
5
12
Gunung Kidul
18
0
Sleman
2
8
Prov DIY
36
20
Sumber : http://pnpmperdesaandiy.org
Keberhasilan PNPM – MPd di sebuah lokasi program tidak lepas dari kerja keras UPK. Kinerja UPK selama ini dapat dilihat dari total asset produktif yang dikelola keseluruhan UPK yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan
bulan
Februari
2014
yang
dipublikasikan
melalui
http://pnpmperdesaandiy.org mencapai Rp. 187.680.564.465, dengan jumlah kelompok pemanfaat sebanyak 10.887 kelompok yang terdiri dari kelompok Unit Ekonomi Produktif (UEP) sebanyak 3.102 kelompok, dan dari kelompok Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) sebanyak 7.785 dengan tingkat pengembalian
4
pinjaman rata – rata di atas 90 persen. Asset UPK per kabupaten di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta secara detail dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1.2. Asset Produktif yang dikelola UPK di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta per Bulan Februari 2014 Tingkat Asset
Jumlah
Produktif
Kelompok
Pengembalian
Jumlah No Kabupaten
Pinjaman
UPK (Rp.) UEP
SPP
UEP
SPP
1
Kulon Progo
11
43.653.624.809
1.662
1.051
95,14 %
98,78 %
2
Bantul
17
35.842.414.609
-
2.119
-
99,09 %
3
Gunungkidul
18
85.890.420.779
1.440
3.365
93,32 %
96,00 %
4
Sleman
10
22.294.104.268
-
1.250
-
98,88 %
Total DIY
56
187.680.564.465
3.102
7.785
94,75 %
98,10 %
Sumber : http://pnpmperdesaandiy.org Total asset yang dimiliki oleh setiap kabupaten di Provinsi Yogyakarta dalam tabel 2 di atas merupakan sebuah hasil kerja dari seluruh UPK yang ada di kecamatan. Tanpa kompetensi dan komitmen UPK kecamatan, maka pengelolaan kegiatan PNPM – MPd atau pun pelestarian hasil kegiatan khususnya dana perguliran tidak akan dapat bertahan dan dinikmati oleh sebanyak mungkin masyarakat yang membutuhkan karena tanpa komitmen dan usaha keras dari UPK
5
maka asset produktif berupa dana perguliran itu tentu saja akan menjadi “macet” untuk kemudian “mati” dan menghilang. Di sisi lain, PNPM – MPd adalah merupakan program yang tidak selalu didapatkan kecamatan pada setiap tahunnya dan suatu saat akan dihentikan. Hal ini dapat dilihat kembali pada Tabel 1 dimana dari 56 UPK yang ada di seluruh provinsi DIY hanya 36 yang masih mendapatkan program PNPM – MPd Tahun 2014, sementara 20 lainnya adalah berstatus pasca program atau tidak lagi mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dari PNPM – MPd. Khusus untuk Kabupaten Sleman, dalam Tabel 1 diketahui hanya ada dua kecamatan yang masih mendapatkan BLM PNPM MPd Reguler pada Tahun 2014 ini yaitu Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Prambanan. Total Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dikelola seluruh UPK yang ada di dari Kabupaten Sleman mencapai Rp. 76.611.171.900. Jumlah BLM tersebut adalah keseluruhan jumlah yang diterima sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2014 yang bersumber dari beberapa program yaitu PPK, PNPM Mandiri Perdesaan, Paska Bencana, PNPM Support Facility (PSF), dan PNPM Integrasi. Dimana jumlah BLM terkecil yang diterima terdapat di Kecamatan Seyegan yaitu sebesar Rp. 3.513.670.000, sementara yang terbesar diterima oleh Kecamatan Cangkringan yaitu sebesar Rp. 23.533.589.000. Detil alokasi BLM yang diterima oleh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel berikut ini :
6
Tabel 1.3. Alokasi BLM yang diterima setiap kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sleman dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2014 No
Kecamatan
Jumlah Desa
Total (Rp)
1
Minggir
5
4.720.330.000
2
Seyegan
5
3.513.670.000
3
Godean
7
5.272.790.000
4
Gamping
5
5.057.677.000
5
Mlati
5
5.127.139.000
6
Depok
3
4.591.956.900
7
Berbah
4
5.196.252.000
8
Prambanan
6
14.308.794.000
9
Kalasan
4
5.288.974.000
10
Cangkringan
5
23.533.589.000
49
76.611.171.900
Sumber : Badan KBPMPP Kabupaten Sleman UPK Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman sebagai sebuah lembaga pengelola kegiatan dan dana perguliran dari program PNPM MPd sejak tahun 2008 memiliki peran yang sangat penting. Dengan jumlah dana perguliran yang dikelolanya saat ini dapat memberikan manfaat kepada banyak masyarakat untuk memperoleh tambahan modal dalam berusaha dan bertahan hidup. Peluang berkembangnya dana perguliran pun sangatlah besar mengingat tingkat pengembaliannya yang mencapai lebih dari 90% (lihat tabel 2) yang kemudian jasa pengembaliannya (bunganya) dapat dijadikan tambahan dana untuk perguliran. 7
Namun peranan itu pun tergantung juga pada bagaimana UPK dapat survive atau bertahan dan mengembangkan dirinya ditengah perubahan dan ketidakmenentuan yang ada disekitarnya. Kemungkinan perubahan kebijakan nasional dan daerah terhadap keberlangsungan PNPM – MPd pasca 2014 yang belum pasti serta adanya ketidakmenentuan kondisi eksternal dan internal lainnya menjadi hal yang sangat mengancam keberlangsungan dari UPK Kecamatan Cangkringan apabila tidak disikapi dengan adanya sebuah manajemen strategis yang dapat mengantisipasinya. Manajemen strategis mutlak dibutuhkan untuk menjawab tantangan serta perubahan yang semakin hari semakin mengancam UPK sebagai sebuah lembaga yang memiliki keterbatasan. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki peran sebagai ujung tombak pengelolaan program pemberdayaan masyarakat di level kecamatan UPK memiliki keterbatasan dalam hal struktur organisasi dan sumber daya manusia. Kondisi organisasi yang saat ini masih miskin struktur dan biasanya hanya terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara tentu menyulitkan untuk mengoptimalkan kinerja UPK sehingga terjebak dalam rutinitas – rutinitas harian tanpa sempat memikirkan kemungkinan transformasi pengembangan lembaga ke arah yang lebih strategis dalam rangka mempersiapkan masa depan yang penuh dengan ketidakmenentuan. Masa depan yang lebih baik dapat lebih mudah dicapai dengan memenangkan kompetisi dalam menangkap berbagai peluang yang ada. Hamel dan Prahald (1994) menyatakan : “Competition for the future is competition to create and dominate emerging opportunities – to stake out new competitive space. 8
Creating the future is more challenging than playing catch up, in that you have to create your own road map”. Kompetisi untuk masa depan adalah kompetisi untuk menciptakan dan mendominasi peluang – peluang yang muncul agar mendapatkan ruang yang lebih kompetitif. Dan menciptakan masa depan adalah lebih menantang dari pada selalu menjadi pengikut, dan karenanya sebuah organisasi harus menciptakan peta jalannya sendiri. Selanjutnya dalam website resmi PNPM, www.pnpm-mandiri.org, dinyatakan bahwa arah pengembangan lembaga masyarakat termasuk UPK dapat dilakukan dengan dua langkah kebijakan. Langkah kebijakan tersebut adalah sebagai berikut : a. Perumusan dasar hukum bagi eksistensi lembaga pemberdayaan masyarakat dan perannya dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Hal ini ini setidaknya menyangkut tiga hal, yaitu: pilihan bentuk badan hukum, status kepemilikan aset-aset dan status hukum penyelenggaraan pinjaman dana bergulir. b. Penetapan kebijakan kelembagaan dana bergulir masyarakat, termasuk prosedur dan mekanisme pengelolaannya. Ada dua tujuan dalam kebijakan penetapan kelembagaan dana bergulir ini, yaitu untuk bisa melayani sebanyak mungkin warga miskin produktif, dan menjaga keamanan dan keberlanjutan dana milik masyarakat tersebut. Namun kenyataannya, sampai saat ini kebijakan – kebijakan tentang pengembangan UPK PNPM MPd di atas ternyata belum juga terlaksana yang
9
dapat dilihat dari belum adanya kepastian bentuk badan hukum yang akan dimiliki UPK PNPM MPd. Seiring dengan berakhirnya pelaksanaan PNPM Mandiri perdesaan di tahun 2014, kesadaran akan pentingnya pelestarian hasil program (sistem, kelembagaan, asset), alih kelola, kejelasan atas status kepemilikan asset dan pengembangan model pengelolaan UPK PNPM MPd menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak dan menjadi isu strategis. Terkait pentingnya aspek-aspek tadi maka, ada tiga unsur yang harus terlibat dalam persoalan ini yakni, masyarakat itu sendiri, lembaga-lembaga yang menerima mandat mengelola asset, serta pemerintahan daerah. Peran pemerintah daerah sangat strategis dalam menjalankan fungsi pembinaan dan penerbitan regulasi yang menjamin pelestarian dan pengembangan UPK PNPM MPd. Kebijakan pemerintah yang sudah ada dapat dijadikan dasar pijakan, petunjuk dan peluang pelestarian serta pengembangan UPK. Kebijakan yang dapat dijadikan dasar diantaranya yaitu : a. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah, dan Gubernur Bank Indonesia Nomor: 351.1/KMK.010/2009, Nomor: 900-639A Tahun 2009,
Nomor:
11/43A/KEP.GBI/2009
01/SKB/M.KUKM/IX/2009, tentang
Strategi
dan
Pengembangan
Nomor: Lembaga
Keuangan Mikro (SKB LKM). Disini dijelaskan bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang belum berbadan hukum, dibentuk atas inisiatif Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau masyarakat termasuk 10
Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Pedesaan merupakan sasaran pelaksanaan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro dengan tujuan peralihannya menjadi Bank Perkreditan Rakyat atau Koperasi atau Badan Usaha Milik Desa, atau lembaga keuangan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Disini disebutkan bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Kemudian, persyaratan minimal yang harus dipenuhi dalam mendirikan LKM yaitu diantaranya memiliki bentuk badan hukum sebagai Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT). Apabila dilihat dari kedua kebijakan di atas dapat dikatakan bahwa UPK memang sangat berpotensi untuk berkembang menjadi LKM. Wacana pengembangan UPK menjadi LKM pun sesungguhnya telah lama terdengar, namun sampai dengan saat ini hal itu belum juga dapat terealisasikan. Hal ini tentu saja menimbulkan kegelisahan dari UPK dan para pihak yang berkepentingan ditambah lagi dengan ketidakmenentuan tentang keberlanjutan program PNPM MPd pasca 2014 yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan
11
masa depan UPK, dana perguliran serta pemberdayaan masyarakat yang ada di kecamatan. Disamping itu hal yang sangat penting dan mendesak bagi pengembangan UPK menjadi LKM adalah adanya ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM yang memberikan batas waktu toleransi cukup singkat kepada lembaga pemberi kredit seperti UPK untuk dapat mentransformasikan dirinya menjadi LKM yang apabila tidak dilakukan akan beresiko terhadap legalitas dan keberlanjutan lembaga. 1.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan maka perumusan masalah yang diajukan dalam tesis ini adalah : “Bagaimanakah Strategi Pengembangan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM – MPd)
Menjadi
Lembaga
Keuangan
Mikro
(LKM)
di
Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman?” Kemudian guna mengetahui lebih jauh, maka disusunlah pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah faktor – faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan? 2. Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan? 12
3. Strategi apa yang layak dan dapat dilakukan untuk memanfaatkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam mengembangkan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan? 1.3. Tujuan Penelitian Mendasarkan pada permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah menemukan sebuah jalan keluar dalam rangka pengembangan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM MPd menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Kecamatan Cangkringan dengan : 1. Mengidentifikasi
faktor
–
faktor
internal
dan
eksternal
yang
mempengaruhi pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan. 2. Merumuskan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan. 3. Menentukan strategi apa yang layak dan dapat dilakukan untuk mengembangkan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan. 1.4. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Adminsitrasi publik, terutama berkaitan dengan kajian manajemen strategis.
2.
Manfaat Praktis 13
a. Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) khususnya UPK Kecamatan
Cangkringan
dalam
mengupayakan
pengembangan
kelembagaannya pada saat ini dan di masa depan. b. Secara subyektif, hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menambah wawasan penulis dalam memahami peran Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan dalam pemberdayaan masyarakat secara mendalam serta potensi arah pengembangannya di masa depan. c. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan referensi bagi penelitian lebih lanjut.
14