BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah sumber daya manusia saat ini masih tetap menjadi pusat perhatian dan
tumpuhan bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk dapat bertahan di era globalisasi yang diiringi dengan tingkat persaingan yang semakin ketat. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Salah satu pelaksanaan manajemen sumber daya manusia yaitu adanya sistem penilaian terhadap kinerja yang disebut dengan penilaian kinerja. Penilaian tersebut adalah suatu proses penilaian yang sistematis yang terarah dan terpadu dalam menilai keseluruhan unsur-unsur yang dimiliki oleh karyawan sebagai pekerja yang produktif. Penilaian ini bertujuan untuk menilai secara menyeluruh terhadap pelaksanaan pekerjaan serta perilaku kerja karyawan yang berada dalam organisasi untuk memastikan bahwa semua pekerjaan yang telah dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya dan apabila terjadi suatu kesalahan atau penyimpangan maka pekerjaan tersebut dapat segera diperbaiki dan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan. Arti pentingnya penilaian kinerja dapat dilihat dengan jelas yaitu bahwa penialian kinerja tidak sekedar menilai yaitu mencari aspek dari pegawai atau karyawan tentang yang kurang atau lebih, tetapi lebih luas lagi yaitu membantu pegawai atau karyawan untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh organisasi dan berorientasi pada pengembangan pegawai atau karyawan. Untuk itu beberapa kegiatan yang merupakan bagian integral
Universitas Sumatera Utara
dengan penilaian kinerja harus dilakukan seperti penetapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur,
memiliki
tingkat
kemudahan
yang
sedang
dan
berbatas
waktu
(Hariandja:2002:197). Selanjutnya sasaran atau standar yang jelas sangat diperlukan untuk memudahkan karyawan dalam mencapai kinerja yang telah ditetapkan dan akan memudahkan kegiatan penilaian kinerja. Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Sedangkan faktorfaktor subyektif cenderung berupa opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian kinerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Dengan Penilaian kinerja yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat, dan melalui feedback yang tepat diharapkan terjadi perubahan perilaku kearah peningkatan produktivitas kerja yang diharapkan (Hariandja :2002:198). Call Center PT. Telkomsel Medan yang dinamakan Caroline (Customer Care OnLine) merupakan organisasi yang dibentuk untuk melayani pelangggan terutama dalam memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam memperoleh informasi, konsultasi, kebutuhan dan permasalahan pelanggan setiap saat, kapanpun dan di manapun yang dapat diakses melalui telepon selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Dalam pelaksanaan layanan tersebut, PT. Telkomsel selalu berupaya untuk menjaga kualitas pelayanan petugas caroline agar pelanggan selalu mendapatkan informasi yang tepat dan
Universitas Sumatera Utara
sikap layanan yang memuaskan. Untuk mencapai upaya tersebut maka petugas caroline telah dibekali dengan standar kinerja yang jelas dan dilakukan pelaksanaan penilaian kinerja secara periodik yang dilakukan oleh sebuah tim
dengan tujuan agar kualitas
pelayanan caroline tetap terjaga dan dapat lebih bisa menampilkan kinerja yang produktif. Berdasarkan Laporan Performansi Penyediaan Jasa Layanan Contact Center Call Center PT.Telkomsel Medan Tahun 2009 pada Bulan Januari, Februari, Maret, April dan Mei memperlihatkan nilai rata-rata penilaian kinerja dimensi solusi layanan berturut-turut sebesar 92.72, 90.77, 92.04, 93.49, dan 95.05 sementara untuk dimensi proses sikap dan layanan berturut-turut sebesar 95.61, 95.41, 94.56, 95.84, dan 95.94. Dari data tersebut menunjukan
bahwa karyawan yang bertugas sebagai caroline masih banyak yang
mendapat nilai di bawah standar ideal yang telah di tetapkan yaitu 100 atau belum mencapai kinerja yang maksimal, tentu hal ini dapat menimbulkan masalah terhadap upaya mewujudkan peningkatan produktivitas karyawan dan juga bisa berdampak negatif bagi pelanggan yang menggunakan layanan call center tersebut. Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan di Call Center PT. Telkomsel Medan”.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Bagaimana Pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan di Call Center PT. Telkomsel Medan ? ”
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Penilaian Kinerja yang dilakukan Call Center PT. Telkomsel Medan. 2. Untuk mengetahui bagaimana Produktivitas Kerja karyawan pada Call Center PT. Telkomsel Medan. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada Call Center PT. Telkomsel Medan.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang dilaksanakan ini adalah: 1. Bagi penulis penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemapuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumater Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagi FISIP USU, penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah. 3. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbagan pemikiran dan bahan masukan kepada Call Center PT.Telkomsel Medan terhadap Pengaruh Pelaksanaan Penilaian Kinerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan.
1.5
Kerangka Teori Untuk memudahkan penulis dalam penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan
berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman itu disebut kerangka teori. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
1.5.1 Penilaian Kinerja 1.5.1.1 Pengertian Penilaian Kinerja Menurut Soeprihanto (1988:7) Penilaian Kinerja adalah sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan bukan hanya dilihat atau dinilai hasil fisiknya tetapi meliputi berbagai hal, seperti kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang level pekerjaan yang dijabatinya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hasibuan (2000:87) Penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja pegawai serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. Evaluasi atau penilaian perilaku meliputi penilaian kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan partisipasi pegawai. Menurut Rivai (2005:66) Penilaian Kinerja merupakan suatu proses untuk penetapan pemahaman bersama tentang apa yang akan di capai, dan suatu pendekatan untuk mengelola dan mengembangkan orang dengan cara peningkatan dimana peningkatan itu tidak akan dicapai di dalam waktu yang singkat ataupun lama. Peningkatan ini tidak terjadi hanya karena sistem yang dikemudikan oleh manajemen untuk mengatur kinerja dari karyawan mereka, tapi juga melalui suatu pendekatan kearah mengelola dan mengembangkan orang yang memungkinkan mereka untuk mengatur pengembangan dan kinerja mereka sendiri dalam kerangka sasaran yang jelas dan standar yang telah disetujui dengan para penyelia mereka. Menurut Mathis dan Jackson (2006:382) Penilaian Kerja (performance apprasial) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tujuan kerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Menurut Handoko (1994:11) Penilaian kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atas kinerja yang diekspresikan dalam penyelesaian tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Universitas Sumatera Utara
Sedang menurut Hariandja ( 2002:195) penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi dalam menilai kinerja pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan produktivitas organisasi dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan dan lain-lain. Jadi secara umum dapat didefinisikan bahwa penilaian kinerja tersebut adalah sebagai penilaian hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh setiap karyawan. Penilaian kinerja pegawai mutlak harus dilakukan untuk mengetahui prestasi yang dapat dicapai setiap karyawan. Apakah prestasi yang dicapai setiap pegawai baik, sedang, kurang. Penilaian prestasi penting bagi setiap karyawan dan berguna bagi organisasi untuk mengambil keputusan dan menetapkan tindakan kebijaksanaan selanjutnya. Dengan demikian, Penilaian Kinerja (performance appraisal), pada dasarnya merupakan proses yang digunakan organisasi untuk mengevaluasi job performance. Jika dikerjakan dengan benar, hal ini akan memberikan manfaat yang penting bagi pegawai yang dinilai, penilai, dan departemen kepegawaian, serta organisasi. Setiap atasan dalam suatu departemen
harus menilai kinerja pegawai yang berada dibawahnya untuk
mendapatkan suatu gambaran hasil kerja nyata pegawai sehingga dari hasil penilaian kinerja, dapat ditentukan pembinaan, tindakan administratif dan keputusan-keputusan yang akan diambil berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian jelaslah bahwa penilaian kinerja merupkan kajian tentang penilaian yang sistematis atas kondisi kerja pegawai yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang ditentukan organisasi.
1.5.1.2 Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Soeprihanto (2001:8) Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap karyawan secara rutin. 2. Untuk digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya menyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3. Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin sehingga antara lain dapat diarahkan jenjang kariernya atau perencanaan karier, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan. 4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan. 5. Mengetahui kondisi perusahaan secara keseluruhan dari bidang personalia, khususnya prestasi karyawan dalam bekerja. 6. Secara pribadi, bagi karyawan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masingmasing sehingga dapat memacu perkembangannya. Sebaliknya bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan/karyawan, sehingga dapat membantu dalam memotivasi karyawan dalam bekerja. 7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan (kinerja) dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang personalia secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja Menurut Simanjuntak (2005:109) manfaat penilaian kinerja yaitu : 1. Peningkatan kinerja. Terutama bila hasil penilaian kinerja seseorang rendah atau di bawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan atasan akan segera membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun lagi. 2. Pengembangan SDM. Penilain kinerja sekaligus mengidentifikasi dan kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manajemen dan individu dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahankelemahannya melalui program pelatihan. Manajemen dan individu yang bersangkutan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, baik untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka mengembangkan karier mereka masing-masing. 3. Pemberian kompensasi. Melalui penilaian kinerja individu, dapat diketahui siapa yang memberikan kontribusi besar dan siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan penilaian kinerja yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan, pemberian bonus, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan atau gaji.
Universitas Sumatera Utara
4. Program peningkatan produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan. 5. Program kepegawaian. Hasil penilaian kinerja sangat bermanfaat untuk menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta perencanaan karier pegawai. 6. Menghindari perlakukan diskriminasi. Penilaian kinerja dapat menghindari perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil penilaian kinerja.
1.5.1.4 Fungsi Penilaian Kinerja Penilaian kerja adalah suatu proses dimana organisasi mengadakan evaluasi atau menilai prestasi kerja karyawannya (Handoko:1994:20). Sebenarnya tidak ada suatu hal yang mewajibkan tiap-tiap organisasi untuk memiliki penilaian tetapi dengan melihat fungsi penilaian yang begitu besar, maka hampir semua organisasi dimanapun mempuanyai sistem penilaian kinerja. Fungsi diadakannya penilaian kinerja disetiap kinerja organisasi antara lain adalah sebagai berikut: 1. Sebagai dasar untuk menentukan keputusan penggajian. 2. Sebagai dasar umpan balik atas kinerja yang dilakukan seseorang atau kelompok. 3. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan yang dinilai. 4. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan promosi. 5. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan dan pemberhentian.
Universitas Sumatera Utara
6. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan training dan pengembangan. 7. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan penghargaan (reward) 8. Sebagai alat untuk memotivasi dan meningkatkan kinerja. Dengan mengetahui banyak kegunaan atau fungsi dari adanya penilaian kinerja, maka bisa diketahui bahwa hasil penilaian kinerja bukanlah merupakan tahap akhir, namun sebaliknya hasil penilaian hendaknya dapat digunakan sebagai dasar keputusan atau strategi organisasi.
1.5.1.5 Proses Penilaian Kinerja Menurut Handoko (1994:23) Penilaian kinerja adalah merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan bukan merupakan produk akhir atau produk sesaat. Penilaian kinerja tidak hanya dilakukan sesaat pada akhir periode penilaian saja, karena untuk menjaga obyektifitas penilaian, kegiatan penilaian kinerja hendaknya dilakukan setiap waktu. Atasan hendaknya dapar memberikan penilaian pada setiap tahapan penyelesaian kegiatan. Penilaian setiap waktu juga bermanfaat untuk memberikan feedback atau masukan pada bawahan tentang kinerjanya yang kurang baik, sehingga untuk waktu berikutnya, bawahan dapat memperbaiki kinerja. Penilaian kinerja merupakan sebuah sistem atau sekumpulan kegiatan yang terkait dengan aktivitas kepegawaian lainnya. Penilaian kinerja tidak dapat berdiri sendiri, sehingga dalam pelaksanaannya, penilaian kinerja juga terkait dengan kegiatan lain. Keterkaitan proses penilaian kinerja juga terkait dengan kegiatan lain. Keterkiatan proses penilaian kinerja dengan kegiatan kepegawaian adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Job Analiysis atau analisis pekerjaan Proses penilaian kinerja berdasarkan pada analisis pekerjaan atau analisis jabatan. Tahap ini merupakan tahap yang cukup penting yang merupakan tahap mendasar dalam penilaian kinerja, karena analisis jabatan dipergunakan untuk beberapa kegiatan dalam proses penilaian kinerja. Hasil dari analisis jabatan ini digunakan sebagai dasar penyusunan deskripsi pekerjaan, dimana dalam deskripsi pekerjaan ini disebutkan dasar-dasar penilaian yaitu jenis-jenis pekerjaan yang harus dikerjakan dan spesifikasi atau kebutuhan khusus yang menunjang pekerjaan tertentu. Inti dari tahap ini adalah apabila akan melaksanakan penilaian kinerja, maka sebelumnya harus dinyatakan dengan jelas hal-hal berikut: jenis-jenis pekerjaan, tanggung jawab yang dimiliki, kondisi kerja, kegiatan yang harus dilakukan. 2. Performance standarts atau standar kerja Standar dipergunakan untuk membandingkan hasil kerja seorang staf dengan standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat diketahui apakah pekerjaan yang bersangkutan lebih baik atau dibawah standar. Standar kerja didasarkan atas informasi-informasi yang diperoleh dari analisis jabatan. Standar yang ditetapkan harus
memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut: a. Standar harus tertulis dengan jelas dan spesifik, sehingga setiap orang bisa
membaca standar kerja yang ditetapkan untuk pekerjaan tertentu sehingga tidak mudah menimbulkan bias dan salah persepsi. b. Standar yang ditetapkan harus realistis dan dapat dicapai.
Universitas Sumatera Utara
c. Standar yang digunakan bisa menjawab pertanyaan what (tentang apa yang
dikerjakan, dan bagaimana metode menyelesaikan pekerjaan), how much (berapa yang harus dihasilkan) dan by when (kapan pekerjaan harus dihasilkan). 3. Performance apprasial system atau metode penilaian kinerja.
Secara umum ada 4 macam metode penilaian kinerja. Empat macam metode tersebut adalah : Behavior apprasial system atau penilaian kinerja berdasarkan perilaku yang dinilai, Personel/performer Appraisial system atau penilaian kinerja berdasar ciri sifat individu, Result-oriented Apprasial System atau penilaian kinerja berdasar hasil kerja, Contingency Apprasial System atau penilaian kinerja berdasar atas kombinasi beberapa komponen: ciri sifat, perilaku, dan hasil kerja.
1.5.1.6 Pejabat Penilai Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2006:387) Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut: 1. Para Supervisor yang Menilai Karyawan Mereka Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk mengevaluasi kinerja karyawan secara realistis dan adil. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja mengenai pencapaian karyawan mereka. Catatan ini menyediakan contoh spesifik untuk digunakan ketika menilai kinerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Para Karyawan yang Menilai Atasan Mereka Sejumlah organisasi dimasa sekarang meminta para karyawan atau anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer. Satu contoh utama dari penilaian jenis ini terjadi diperguruan tinggi dan universitas, dimana para mahasiswa mengevaluasi kinerja para pengajarnya diruang kelas. Industri juga menggunakan penilaian karyawan untuk tujuan pengembangan manajemen. Praktek terbaru bahkan mengevaluasi dewan direksi perusahaan. Tanggung jawab dasar dari dewan untuk menetapkan tujuan dan mengarahkan pencapaian mereka menjadi alasan untuk mengevaluasi kinerja dari para anggota dewan. Dalam beberapa contoh, para eksekutif mengevaluasi dewan direksi, tetapi tinjauan dewan terhadap dirinya sendiri atau evaluasi dari luar juga dapat digunakan. Keuntungannya adalah dengan menyeluruh para karyawan menilai para manajer memberikan tiga keuntungan utama. Pertama, dalam hubungan manajer karyawan yang bersifat kritis, penilaian karyawan dapat sangat berguna dalam mengidentifikasi manajer yang kompeten. Penilaian terhadap para pemimpin oleh para tentara tempur adalah salah satu contohnya. Kedua, program penilaian jenis ini membantu manajer agar lebih responsif terhadap karyawan, meskipun keuntungan ini dapat dengan cepat berubah menjadi kerugian jika manajer lebih berfokus untuk bersikap baik daripada menjalankan tugasnya. Orang-orang yang baik tanpa kualifikasi lainnya tidak dapat menjadi manajer yang baik dalam banyak situasi. Ketiga, penilaian karyawan memberi kontribusi pada perkembangan karier manajer. Kerugian utama dari menerima penilaian karyawan adalah reaksi negatif yang ditunjukkan oleh banyak atasan karena harus dievaluasi oleh karyawan. Sifat
Universitas Sumatera Utara
"semestinya" dari hubungan manajer-karyawan dapat terganggu karena adanya karyawan yang menilai manajer. Disamping itu ketakutan akan adanya pembalasan semakin besar disaat karyawan memberikan penilaian yang realistis. Pendekatan ini dapat mendorong para pekerja untuk menilai manajer mereka hanya pada cara manajer tersebut memperlakukan mereka dan bukan pada persyaratan pekerjaan yang penting. Oleh karena itu, masalah yang berhubungan dengan menyuruh para karyawan menilai manajer dapat membatasi kegunaan dari pendekatan penilaian tradisional dari kebanyakan organisasi membatasi penerapan penilaian karyawan hanya pada tujuan pengembangan diri. 3. Anggota Tim yang Menilai Sesamanya Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya. Sebagai contoh, ketika kelompok dari tenaga penjualan mengadakan pertemuan sebagai komite untuk menbicarakan mengenai nilai satu sama lain, mereka dapat mencari ide-ide yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dari individu-individu yang memiliki nilai lebih rendah. Kemungkinan lainnya, kritik yang ada dapat mempengaruhi secara negatif hubungan kerja dimasa depan. Penilaian oleh tim dan rekan kerja khususnya berguna ketika para supervisor tidak memiliki kesempatan untuk mengamati kinerja setiap karyawan, tetapi tidak demikian halnya dengan anggota kelompok kerja lainnya. Tetapi beberapa orang berpendapat bahwa penilaian kinerja jenis apapun, termasuk penilaian oleh tim/rekan kerja, dapat mempengaruhi kerja tim dan usaha manajemen partisipatif secara negatif. Menilai Tim dan kerja Tim Manajemen kualitas total (total quality management-
Universitas Sumatera Utara
TQM) dan pendekatan-pendekatan manajemen partisipatif lainnya menekankan kerja tim dan kinerja tim dibandingkan kinerja individual. Efektifitas dihasilkan dari banyak faktor dan bukan hanya dari usaha individual. Dalam pandangan ini penilaian kinerja secara individu dapat mengganggu perkembangan kerja tim. Tetapi meskipun penilaian formal tampaknya tidak sesuai, penilaian informal oleh rekan kerja atau pemimpin kelompok tetap dapat terjadi sewaktu-waktu untuk membantu kinerja mereka yang berkinerja kurang. Kesulitan Menilai Tim Meskipun para anggota tim mempunyai banyak informasi kinerja satu sama lain, mereka mungkin saja tidak bersedia untuk berbagi. Mereka mungkin akan menyerang secara tidak adil atau ''bermurah hati" untuk menjaga perasaan. Beberapa organisasai mencoba untuk mengatasi masalah seperti ini dengan menggunakan penilaian anonim dan/atau menyewa konsultan atau manajer untuk menerjemahkan penilaian tim/ rekan kerja. Tetapi beberapa bukti mengindikasikan bahwa dengan menggunakan orang luar untuk memfasilitasi proses penilaian tidak selalu menghasilkan persepsi dimana sistem tersebut dipandang lebih adil oleh mereka yang dinilai. Meskipun dengan adanya masalah tersebut, tetapi penggunaan penilaian kinerja tim/rekan kerja, mungkin tidak dapat dihindari, khususnya dimana tim kerja digunakan secara ekstensif. 4. Sumber-Sumber Dari Luar Penilam juga dapat dilalukan oleh orang-orang (penilain) dari luar yang dapat diundang untuk melakukan tinjauan kinerja. Contoh-contoh meliputi tim peninjau yang mengevaluasi potensi perkembangan seseorang dalam organisasi. Tetapi orang-orang dari luar mungkin tidak mengetahui permintaan penting dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Pelanggan atau klien dari sebuah organisasi adalah sumber nyata untuk penilaian dari luar. Untuk tenaga penjualan atau pekerjaan jasa lainnya, para pelanggan dapat memberikan masukan yang sangat berguna pada perilaku kinerja dari tenaga penjualan. Satu perusahaan mengukur kepuasan layanan pelanggan untuk menentukan bonus bagi eksekutif pemasaran puncak. 5. Karyawan Menilai Diri Sendiri Menilai diri sendiri dapat ditetapkan dalam situasi-situasi tertentu Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk peningkatan. Para karyawan yang bekerja dalam isolasi atau mempunyai ketrampilan unik mungkin adalah satu-satunya yang memenuhi syarat untuk menilai mereka sendiri. Tetapi para karyawan tidak dapat menilai diri sendiri sebagaimana para supervisor menilai mereka; mereka dapat menggunakan standar yang sangat berbeda. Riset tersebut dicampurkan sebagaimana apakah orang-orang cenderung lunak atau lebih menuntut ketika menilai diri mereka sendiri. Karyawan yang menilai diri sendiri tetap dapat menjadi sumber informasi kinerja yang berharga dan terpercaya. 6. Karyawan dan Multisumber (umpan balik 360 derajat) Penilaian dari multisumber atau umpan balik 360 derajat, popularitasnya meningkat. Dalam umpan balik multisumber, manajer tidak lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian kinerja. Alih-alih, berbagai rekan kerja dan pelanggan memberikan umpan balik mengenai karyawan kepada manajer, jadi memungkinkan manajer untuk mendapatkan masukan dari berbagai sumber. Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam
Universitas Sumatera Utara
tindak lanjut yang diperlukan, bahkan dalam sistem yang multisumber. Jadi persepsi manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya proses tersebut. Penelitian pada umpan balik 360 derajat relatif terjadi pada akhir-akhir ini dan belum dilakukan dalam volume besar, tetapi penelitian yang telah dilakukan sejauh ini menyatakan bahwa sering kali terdapat ketidak sesuaian diantara sumber penilaian. Harus diingat bahwa tujuan dari umpan balik 360 derajat adalah tidak untuk meningkatkan reliabilitas dengan mengumpulkan pandangan yang sama, tetapi lebih untuk menangkap berbagai evaluasi atas peran yang berbeda dari karyawan secara individual. Meskipun para peserta biasanya memandang umpan balik multisumber adalah sesuatu yang berguna, mereka mengidentifikasi tindak lanjut pada aktifitas pengembangan berdasarkan pada umpan balik tersebut sebagai faktor paling penting dalam perkembangan masa depan seseorang. Ketika menggunakan umpan balik 360 derajat untuk tujuan administratif para manajer harus mengantisipasi masalah potensial. Perbedaan diantara para penilai dapat menghadirkan tantangan, khususnya dalam penggunaan penilaian 360 derajat untuk keputusan disiplin atau gaji. Biasa dapat dengan mudah berakar dalam diri pelanggan, bawahan, rekan kerja, seperti juga dalam diri seorang atasan, dan kurangnya akuntabilitas
mereka
dapat
mempengaruhi
penilaian.
Meskipun
pendekatan
multisumber terhadap penilaian kinerja menawarkan kemungkinan solusi terhadap ketidakpuasan yang terdokumentasi dengan baik dengan penilaian kinerja administratif secara hukum dimasa kini, sejumlah pertanyaan tetap muncul seiring penilaian dari multisumber menjadi semakin umum. Ada yang mempertanyakan apakah penilaian
Universitas Sumatera Utara
360 derajat meningkatkan proses tersebut atau hanya memperbanyak jumlah masalah dengan total jumlah penilai. Juga beberapa mempertanyakan apakah penilaian dari multi sumber benar-benar menciptakan keputusan yang lebih baik yang akan mengembalikan tambahan waktu dan investasi yang dibutuhkan
1.5.1.7 Metode Penilaian Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (392:2006) metode penilaian kinerja dikategorikan kedalam empat kelompok yaitu: 1. Metode Penilaian Kategori Metode yang paling sederhana untuk menilai kinerja adalah metode penilaian kategori, yang membutuhkan seorang manajer untuk menandai tingkat kinerja karyawan pada formulir khusus yang dibagi kedalam kategori kinerja. Metode penilaian kategori yang paling umum adalah skala penilaian grafis dan checklist. a. Skala penilaian grafis Skala penilaian grafis (graphic rating scale) memungkinkan penilai untuk menandai kinerja karyawan pada rangkaian kesatuan. Karena kesederhanaannya, metode ini sering digunakan. Ada dua jenis skala penilaian grafis yang digunakan dimasa kini. Kadang-kadang para penilai menggunakan keduanya dalam menilai satu orang yang sama.
Jenis yang
pertama dan yang paling umum memberikan daftar kriteria pekerjaan seperti kuantitas kerja, kualitas kerja, kehadiran dan lain-lain. Jenis kedua menilai aspek-aspek perilaku, seperti pengambilan keputusan, pengembangan karyawan, dan lain-lain, disertai daftar perilaku spesifik dan efektifitas nilai yang dinilai. Skala manapun yang digunakan, kedua
Universitas Sumatera Utara
jenis tersebut harus berfokus pada tugas dan tanggung jawab. Beberapa kekurangan yang nyata pada skala penilaian grafis dapat terlihat. Seringkali sifat atau faktor yang berbeda dikelompokkan bersama dan penilai hanya diberikan satu kotak untuk ditandai. Kekurangan lainnya terjadi ketika kata-kata penjelasan sering digunakan dalam skala mempunyai arti yang berbeda untuk penilai yang berbeda. Istilahistilah seperti bernisiatif, keandalan, dan kemampuan, bekerjasama dapat diinterpretasikan secara berbeda, khususnya jika digunakan bersamaan dengan kata-kata menonjol, rata-rata dan buruk. Skala penilaian grafis dalam berbagai bentuk digunakan secara bias karena mereka mudah untuk dikembangkan, tetapi skala-skala ini dapat menimbulkan kesalahankesalahan dibagian penilai, yang akan terlalu banyak bergantung pada formulir tersebut dalam mendefenisikan kinerja. Baik skala penilaian grafis maupun checklist (yang akan dibahas berikut ini) cenderung untuk menekankan pada instrumen penilaian itu sendiri dan batasan-batasannya. Jika sesuai dengan orang dan pekerjaan yang dinilai, skala-skala tersebut dapat berguna. Tetapi, jika instrumen tersebut tidak sesuai, para manajer yang harus menggunakannya sering kali mengeluh mengenai "formulir penilaian". b. Checklist Daftar Periksa (cheklist) adalah penilaian kinerja yang menggunakan daftar pernyataan atau kata-kata. Penilai memberi tanda pernyataan yang paling representatif dari karakteristik dan kinerja karyawan. Berikut ini adalah pernyataan-pernyataan checklist yang umum: a. Dapat diharapkan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu b. Jarang bersedia untuk lembur
Universitas Sumatera Utara
c. Kooperatif dan penolong d. Bersedia menerima kritik e. Berusaha untuk mengembangkan diri. Checklist dapat dimodifikasi sehingga beragam bobot dapat diterapkan pada pernyataan atau kata-kata tersebut. Hasilnya kemudian dijumlahkan. Umumnya supervisor yang memberi nilai tidak mengetahui bobot-bobot tersebut ditabulasikan oleh orang lain, misalnya salah seorang staf SDM. Tetapi ada beberapa kesulitan yang muncul dengan adanya Cheklist: a. Seperti pada skala penilaian grafis, kata-kata atau pernyataan-pernyataan mempunyai arti yang berbeda bagi penilai yang berbeda. b. Penilai tidak dapat secara langsung melihat basil penilaian jika menggunakan sebuah checklist yang diberi bobot. c. Para penilai tidak menyesuaikan bobot-bobot tersebut pada faktor-faktor. Kesulitan ini membatasi penggunaan informasi ketika seorang penilai mendiskusikan hasil cheklist dengan seorang karyawan, dimana akan menciptakan rintangan yang lebih besar menuju bimbingan pengembangan yang efektif 2. Metode Komparatif Metode komparatif memerlukan para manajer untuk membandingkan secara langsung kinerja karyawan mereka terhadap satu sama lain. Sebagai contoh, kinerja seorang operator pemasukan data (data-entry) akan dibandingkan dengan kinerja dari operator pemasukan data (data-entry) yang lebih supervisor. Salah satu teknik komparatif adalah penentuan peringkat.
Universitas Sumatera Utara
a. Penentuan Peringkat Dengan metode penentuan peringkat (ranking), kinerja semua karyawan diurutkan dari yang tertinggi sampai yang terendah. Kekurangan dari metode penentuan peringkat ini adalah ukuran perbedaan diantara individu-individu tidak didefenisikan dengan jelas. Sebagai contoh, kinerja dari individu-individu yang mempunyai peringkat kedua dan ketiga mungkin hanya berbeda sedikit, tetapi kinerja diantara mereka yang mempunyai peringkat ketiga dan keempat berbeda banyak. Kekurangan ini dapat diatasi pada tingkat tertentu dengan memberikan angka untuk menunjukkan ukuran jarak. Penentuan peringkat juga berarti seseorang harus menjadi yang terakhir, yang mengesampingkan kemungkinan bahwa individu yang mempunyai peringkat terakhir dalam sebuah kelompok mungkin setara dengan karyawan puncak dalam kelompok lain. Lebih jauh, tugas penentuan peringkat menjadi sangat sulit jika kelompok yang akan ditentukan peringkatnya sangat besar. b. Distribusi Paksa Distribusi paksa adalah teknik untuk mendistribusikan penilaian yang dapat dihasilkan dengan metode apapun. Tetapi, hal ini membutuhkan perbandingan diantara orang-orang dalam kelompok kerja yang dinilai. Metode distribusi paksa mempunyai beberapa kekurangan. Salah satunya adalah masalah seorang supervisor mungkin menolak untuk menempatkan individu manapun dalam kelompok terbawah atau teratas. Kesulitan juga muncul ketika penilai harus menjelaskan kepada karyawan mengapa mereka ditempatkan dalam satu kelompok dan lainnya ditempatkan dalam kelompok yang lebih tinggi Situasi tersebut menyebabkan tuntutan hukum. Lebih jauh, dalam kelompok kecil, mungkin salah satu mengasumsikan
Universitas Sumatera Utara
bahwa distribusi kinerja berbentuk lonceng atau yang lainnya dapat diterapkan. Terakhir dalam beberapa kasus manajer dapat membuat perbedaan diantara karyawan yang mungkin sebenarnya tidak ada. 3. Metode Naratif Para manajer dan spesialis SDM seringkali diharuskan untuk memberikan informasi penilaian tertulis. Dokumentasi dan deskripsi adalah inti dari metode kejadian penting, esai, dan tinjauan lapangan. Metode-metode ini menguraikan tindakan karyawan dan juga dapat mengindikasikan penilaian aktual a. Kejadian penting Dalam metode kejadian penting, manajer menyimpan catatan tertulis mengenai tindakan dalam kinerja karyawan baik yang menguntungkan maupun yang merugikan selama periode penilaian. Ketika "kejadian penting'" yang melibatkan karyawan terjadi, manajer menuliskannya. Metode kejadian penting ini dapat digunakan bersama metode lainnya untuk mendokumentasikan mengapa seorang karyawan dinilai dengan cara tertentu. Metode kejadian penting juga mempunyai aspek yang tidak menguntungkan. Pertama tidak semua supervisor mendefenisikan apa yang merupakan kejadian penting dengan cara yang sama. Disamping itu, membuat komentar-komentar harian atau mingguan mengenai kinerja setiap karyawan akan memakan waktu lama. Lebih jauh karyawan dapat menjadi terlalu mengkhawatirkan mengenai apa yang ditulis atasan mereka dan mulai takut kepada "buku hitam” manajer.
Universitas Sumatera Utara
b. Esai Esai atau metode penilaian "bentuk bebas," mengharuskan seorang manajer untuk menuliskan esai pendek yang menguraikan kinerja setiap karyawan selama periode penilaian. Beberapa esai merupakan "bentuk bebas" atau yang garis pedoman, sedangakan lainnya dengan format lebih terstruktur menggunakan pertanyaan yang harus dijawab. Penilai biasanya mengkategorikan komentar dibawah beberapa judul umum. Format ini memberikan fleksibilitas lebih daripada metode lainnya. Sebagai hasilnya, para penilai seringkali mengkombinasikan esai dengan metode lainnya. Efektifitas dari pendekatan esai tergantung kepada kemampuan menulis supervisor. Beberapa supervisor tidak dapat mengekspresikan diri dengan baik dalam tulisan, sehingga menghasilkan deskripsi yang buruk mengenai kinerja karyawan. c. Tinjauan lapangan Tinjauan lapangan lebih berfokus pada siapa yang melakukan evaluasi dalam penggunaan metode ini. Pendekatan ini dapat memasukkan departemen SDM sebagai peninjau atau suatu peninjau yang independent dari luar organisasi. Dalam tinjauan lapangan peninjau dari luar berperan sebagai rekaman aktif dalam proses penilaian. Pihak luar tersebut melakukan wawancara terhadap para manajer mengenai kinerja setiap karyawan, kemudian menghimpun catatan dari setiap wawancara menjadi penilaian untuk setiap karyawan. Kemudian penilaian tersebut ditinjau ulang oleh supervisor untuk perubahan yang diperlukan. Metode ini berasumsi bahwa pihak luar tersebut cukup mengetahui tentang keadaan pekerjaan tersebut untuk membantu para supervisor memberikan penilaian yang lebih akurat dan menyeluruh.
Universitas Sumatera Utara
Batasan utama dari tinjauan lapangan adalah sejauhmana tingkat kendali pihak luar dalam melakukan proses penilaian. Meskipun kendali ini mungkin diperlukan dari sudut pandang, para manajer dapat melihatnya sebagai tantangan terhadap otoritas mereka. Disamping itu, tinjauan lapangan dapat sangat memakan waktu, terutama jika karyawan yang dinilai sangatlah banyak. 4. Metode Perilaku/Tujuan a. Pendekatan penilaian perilaku Dalam usaha untuk mengatasi beberapa kesulitan dari metode yang baru saja dibahas, pendekatan penilaian perilaku (behavioral rating approaches) lebih berusaha untuk menilai perilaku karyawan dibandingkan karakteristik yang lainnya. Beberapa dari pendekatan perilaku yang berbeda adalah skala penilaian perilaku yang diharapkan (behaviorally anchored rating scales-BARS). Skala observasi perilaku (behavioral observation scalesBOS), dan skala perilaku yang ditunjukkan pada suatu pekerjaan. BOS menghitung jumlah berapa kali perilaku tertentu diperlihatkan. BES mengurutkan perilaku pada rangkaian kesatuan untuk mendefenisikan kinerja yang menonjol, rata-rata dan tidak dapat diterima. Menyusun skala perilaku dimulai dengan mengidentifikasi dimensi- dimensi pekerjaan yang penting, yaitu faktor-faktor kinerja terpenting dalam deskripsi pekerjaan seorang karyawan. Sebagai contoh, untuk seorang dosen, dimensi pekerjaan utama yang berhubungan dengan pengajar kemungkuian adalah : (a) materi silabus, (b) sikap terhadap mahasiswa (c) perlakuan yang adil (d) kompetensi dalam subjek yang diajarkan. Beberapa
masalah
yang
berkaitan
dengan
pendekatan
perilaku
harus
dipertimbangkan. Pertama mengembangkan dan memelihara skala penilaian perilaku yang diharapkan membutuhkan waktu dan usaha yang ekstensif. Disamping itu dibutuhkan
Universitas Sumatera Utara
berbagai formulir penilaian untuk mengakomodasi jenis pekerjaan berbeda dalam organisasi. Misalnya dikarenakan perawat, ahli gizi, dan staf pendaftaran dalam sebuah rumah sakit masing-masing mempunyai deskripsi pekerjaan yang berbeda, maka dibutuhkan pengembangan formulir BARS yang berbeda-beda. b. Manajemen Berdasarkan Tujuan Manajemen Berdasarkan tujuan (Mangement by objectives-MBO) menetukan tujuan kinerja yang disepakati oleh seorang karyawan dan manajernya untuk dicapai dalam jangka waktu tertentu. Setiap manajer menentukan tujuan yang didapatkan dari keseluruhan tujuan dan sasaran organisasi tetapi, MBO seharusnya tidak menjadi cara terselebung dari atasan untuk memaksakan tujuan dari manajer dan karyawan secara individual. Meskipun tidak terbatas pada penilaian dari hasil, bimbingan target, perencanaan dan tinjauan kerja, tujuan kinerja, dan penentuan tujuan bersama. a. Ide-ide pokok MBO Ada tiga asumsi pokok yang mendasari sistem penilaian MBO. Pertama, seorang karyawan yang terlibat dalam perencanaan dan penentuan tujuan serta penentuan ukuran kinerja cenderung menunjukkan tingkat komitmen dan kinerja yang lebih tinggi. Kedua, tujuan yang diidentifikasi dengan jelas dan tepat akan mendorong karyawan untuk bekerja secara efektif guna mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Ambiguitas dan kebingunan dan karenanya kinerja yang kurang efektif, dapat timbul ketika seorang atasan menentukan tujuan untuk seorang karyawan. Ketiga, tujuan kinerja harus dapat terukur dan harus mendefenisikan hasil-hasil. Tujuan umum yang tidak jelas seperti "inisiatif' dan "kerjasama" yang biasa dipakai dalam banyak
Universitas Sumatera Utara
penilaian, harus dihindari. Tujuan harus mengacu pada tindakan yang harus diambil atau pekerjaan yang harus diselesaikan. Beberapa contoh tujuan dapat berupa: 1. Menyerankan laporan penjualan regional paling lambat tanggal lima setiap bulan. 2. Mendapatkan pesanan sedikitnya dari lima pelanggan baru setiap bulan. 3. Memelihara biaya gaji pada 10 volume penjualan. 4. Mempunyai kerugian pembatalan kurang dari 5% 5. Mengisi semua lowongan organisasional dalam 30 hari setelah timbulnya lowongan b. Proses MBO Penerapan sebuah sistem penilaian diri terpandu menggunakan MBO adalah proses yang terdiri dari empat tahap : 1. Tinjauan dan persetujuan pekerjaan: Karyawan dan atasannya meninjau deskripsi pekerjaan dan aktivitas pokok dalam pekerjaan karyawan. Gagasannya adalah untuk mencapai kesepakatan pada komposisi secara presisi dari pekerjaan tersebut. 2. Perkembangan dari standar kinerja: Standar yang spesifik kinerja harus dikembangkan bersama. Dalam tahap ini ditentukan sebuah tingkat kinerja yang memuaskan yang spesifik dan terukur. Sebagai contoh, kuota penjualan lima mobil perbulan merupakan standar kinerja yang pantas untuk seorang tenaga penjualan. 3. Penentuan tujuan terpandu: Tujuan ditentukan oleh karyawan dengan bantuan atasan. Tujuan haruslah secara realistis dapat tercapai 4. Diskusi kinerja berlanjut: Karyawan dan atasan menggunakan tujuan tersebut sebagai dasar untuk mengadakan diskusi berkelanjutan mengenai kinerja karyawan. Meskipun sebuah sesi tinjauan formal dapat dijadwalkan, tetapi karyawan dan manajer tidak harus menunggu hingga waktu yang ditentukan untuk mendiskusikan
Universitas Sumatera Utara
kinerja. Tujuan dapat dimodifikasi bersama jika diperlukan. Proses MBO tampaknya paling berguna untuk personel dan karyawan manajerial yang mempunyai fleksibilitas dan kendali yang cukup besar atas pekerjaan mereka. Ketika dipaksakan pada sebuah sistem manajemen yang kaku dan otokratis, MBO sering kali gagal. Penekanan pada hukuman akibat tidak memenuhi tujuan akan meniadakan pengembangan dan sifat partisipatif dari MBO. 5. Kombinasi Berbagai Metode Tidak ada metode penilaian terbaik untuk semua situasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja yang menggunakan kombinasi dari berbagai metode yang telah kita bahas sebelumnya mungkin akan sesuai dalam keadaan tertentu. Penggunaan kombinasi dapat menyeimbangkan keuntungan dan kerugian dari masmg-masing metode. Metode Penilaian kategori mudah dikembangkan, tetapi biasanya dapat berbuat banyak dalam mengukur pencapaian strategis. Lebih jauh metode ini memperburuk masalah keandalan antarpenilai. Pendekatan komparatif membantu mengurangi kesalahan kelunakan, tendensi sentral, dan kekuatan, yang membuatnya berguna untuk keputusan administratif seperti kenaikan gaji. Tetapi pendekatan komparatif merupakan metode yang buruk untuk menghubungkan kinerja pada tujuan organisasional dan tidak memberikan umpan balik untuk peningkatan sebaik metode lainnya. Metode naratif merupakan yang terbaik untuk pengembangan karena mereka berpotensi menghasilkan lebih banyak informasi umpan balik. Tetapi, tanpa adanya defenisi yang baik dari kriteria atau standar, metode ini dapat sangat tidak terstruktur sehingga hanya memberikan sedikit kegunaan. Disamping itu, metode ini tidak sesuai
Universitas Sumatera Utara
untuk
kegunaan
administratif.
Pendekatan
perilaku/tujuan
dapat
dengan
baik
menghubungkan kinerja pada tujuan organisasional, tetapi keduanya memerlukan banyak usaha dan waktu untuk mendefenisikan harapan dan menjelaskan prosesnya kepada karyawan. Pendekatan ini kurang sesuai untuk pekerjaan tingkat rendah. Ketika para manajer dapat menjelaskan apa yang ingin mereka capai dengan sistem penilaian kinerja, mereka dapat memilih dan/atau mencampur metode tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang mereka inginkan. Sebagai contoh, satu kombinasi dapat meliputi skala penilaian grafis dari kinerja pada kriteria pekerjaan utama, naratif dari kebutuhan pengembangan, dan penentuan peringkat karyawan keseluruhan dalam sebuah departemen. Kategori karyawan yang berbeda (misalnya: karyawan berpenghasilan tetap, karyawan tidak tetap) mungkin membutuhkan kombinasi berbeda. 7. Umpan Balik Penilaian Lebih lanjut menurut Mathis dan Jackson (2006:407) selanjutnya setelah menyelesaikan penilaian para menajer harus mengkomunikasikan hasilnya untuk memberi penjelasan kepada karyawan mengenai posisi mereka dimata atasan langsung dan organisasi.
Organisasi-organisasi
biasanya
mengharuskan
para
manajer
untuk
mendiskusikan penilaian dengan karyawan. Wawancara umpan balik penilaian membuka kesempatan untuk menjelakan kesalah pahaman dikedua belah pihak. Dalam wawancara ini, manajer harus berfokus pada bimbingan dan pengembangan, dan tidak hanya mengatakan kepada karyawan, "Ini adalah nilai anda dan mengapa". Penekanan pada pengembangan akan memberikan kedua pihak kesempatan untuk memandang kinerja karyawan sebagai bagian dari umpan balik penilaian.
Universitas Sumatera Utara
a. Wawancara Penilaian Wawancara penilaian dapat memberikan baik kesempatan maupun bahaya. Hal ini dapat menjadi pengalaman yang emosional bagi manajer dan karyawan, karena manajer harus mengkomunikasikan baik pujian maupun kritik yang membangun. Masalah utama untuk para manajer adalah bagaimana menekankan aspek-aspek positif dari kinerja karyawan, sembari tetap mendiskusikan cara-cara untuk melakukan peningkatan yang diperhikan. Jika wawancara tersebut ditangani dengan buruk, karyawan dapat merasakan ketidaksukaan yang mengakibatkan terjadinya konflik, dan kelak tercermin dalam pekerjaannya dimasa depan. Para karyawan biasanya memandang wawancara penilaian dengan sejumlah kekhawatiran. Mereka seringkali merasa bahwa diskusi-diskusi mengenai kinerja adalah hal yang bersifat pribadi dan penting untuk kelanjutan keberhasilan pekerjaan mereka. Pada saat yang sama, mereka ingin mengetahui bagaimana perasaan manajer mengenai kinerja mereka. Adapun petunjuk wawancara penilaian adalah sebagai berikut: 1. Persiapkan sebelumnya 2. Fokuskan pada kinerja dan pengembangan 3. Berikan alasan spesifik untuk penilaian 4. Putuskan langkah spesifik yang harus diambil untuk peningkatan 5. Pertimbangkan peran supervisor dalam kinerja bawahan 6. Tegaskan perilaku yang diiginkan 7. Fokuskan pada kinerja dimasa depan. Dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam wawancara penilaian adalah : 1. Mengambil alih semua pembicaraan
Universitas Sumatera Utara
2. Menguliahi karyawan 3. Mencampuradukkan penilaian kinerja dengan masalah gaji atau promosi 4. Berkonsentrasi hanya pada hal-hal negatif 5. Bersifat terlalu kritis atau "mengulang" pembahasan pada kegagalan 6. Merasakan keharusan bahwa kedua belah pihak mencapai kesepakatan dalam semua area. 7. Membandingkan seorang karyawan dengan karyawan lain b. Umpan Balik sebagai Sistem Tiga komponen sistem umpan balik yang dikenal secara umum meliputi data, evaluasi dari data tersebut, dan sejumlah tindakan yang berdasarkan pada evaluasi. Data adalah potongan informasi faktual berkenaan dengan tindakan atau konsekuensi yang diobservasi. Sering kali data merupakan fakta-fakta yang melaporkan apa yang terjadi, seperti Mary berbicara kasar kepada insinyur, hal ini merupakan contoh buruknya komunikasi dan mencerminkan kurangnya sensitivitas. Tetapi hal itu juga mungkin tindakan yang pantas dan dibutuhkan. Seseorang harus mengevaluasi arti atau nilai dari data. Evaluasi merupakan cara sistem umpan balik bereaksi terhadap fakta, dan hal ini memerlukan standar kinerja. Manajemen mungkin akan mengevaluasi informasi faktual yang sama secara berbeda dari para pelanggan. Sebagai contoh mengenai pertukaran barang atau keputusan kredit atau para rekan kerja. Evaluasi dapat dilakukan oleh orang yang menyediakan data, oleh supervisor, atau oleh sebuah kelompok. Agar umpan balik dapat membuahkan perubahan, beberapa keputusan harus diambil mengenai tindakan berikutnya. Dalam sistem penilaian tradisional, manajer membuat saran-saran spesifik mengenai tindakan dimasa depan yang dapat dilakukan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
Karyawan seringkali juga didorong untuk memberikan masukan. Dalam metode umpan balik 360 derajat, orang-orang yang memberikan informasi juga dapat dimintai saran mengenai tindakan yang dapat dipertimbangkan oleh seorang individu. Mungkin merupakan keharusan untuk melibatkan mereka yang memberikan informasi jika tindakan berikutnya mempunyai saling ketergantungan yang tinggi dan membutuhkan koordinasi dengan para pemberi informasi. Apapun proses umpan balik yang digunakan, ketiga komponen (data, evaluasi, dan tindakan) merupakan bagian yang diperlukan dari keberhasilan sebuah sistem umpan balik. c. Reaksi Manajer Para manajer dan supervisor yang harus menyelesaikan penilaian karyawan mereka sering kali menentang proses penilaian. Banyak manajer merasa bahwa peran mereka memanggil untuk membantu, mendorong, melatih, dan membimbing karyawan, guna meningkatkan kinerja. Tetapi menjadi seorang hakim disatu sisi serta seorang pelatih dan pembimbing disisi lain dapat menyebabkan konflik internal dan kebingungan bagi banyak manajer. Fakta bahwa penilaian dapat mempengaruhi karier karyawan dimasa depan juga menyebabkan penilai mengubah atau membiaskan penilaian mereka. Bias ini bahkan lebih mungkin
terjadi
ketika
manajer
tersebut
mengetahui
bahwa
mereka
harus
mengkomunikasikan dan mempertahankan penilaian mereka terhadap para karyawan, atasan mereka, atau spesialis SDM. Dari sudut pandang seorang manajer, keharusan untuk memberikan umpan balik negatif kepada seorang karyawan dalam wawancara penilaian dapat dihindari dengan mudah melalui penilaian positif interpersonal. Tetapi tindakan seperti ini tidak akan menolong siapapun. Seorang manajer berutang kepada karyawan
Universitas Sumatera Utara
untuk memberi mereka penilaian yang penuh pertimbangan, seperti ditunjukkan dalam Praktik SDM. d. Reaksi Karyawan yang Dinilai Para karyawan yang sangat mungkin melihat proses penilaian sebagai ancaman dan merasa bahwa satu-satunya cara untuk mendapat penilaian yang tinggi adalah orang lain harus mendapat penilaian rendah. Persepsi menang/kalah ini didorong oleh metode komparatif. Tetapi, kedua pihak dapat sama-sama menang dan tidak ada yang harus kalah. Penekanan pada peningkatan diri dan aspek pengembangan dari penilian tampaknya menjadi cara yang paling efektif untuk mengurangi reaksi persaingan dari mereka yang berpartisipasi dalam proses penilaian. Reaksi karyawan lainnya yang umum mirip dengan reaksi mahasiswa terhadap ujian. Seorang dosen menyiapkan ujian yang dirasanya adil tetapi tidak selalu berarti bahwa mahasiswa juga akan merasa ujian tersebut adil. Mereka mungkin saja melihatnya secara berbeda. Demikian juga karyawan yang dinilai tidak selalu sepakat dengan manajer yang melakukan penilaian. Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun, para karyawan akan memandang penilaian dilakukan dengan baik jika sesuai dengan tujuannya. e. Manajemen Kinerja yang Efektif Apapun metode yang digunakan, para manajer harus memahami hasil yang diharapkan dari manajemen kinerja. Ketika manajemen kinerja digunakan untuk mengembangkan karyawan sebagai sumberdaya, biasanya akan berhasil dengan baik. Ketika manajemen menggunakan satu bagian utama dari manajemen kinerja yaitu penilaian kinerja, untuk menghukum karyawan, atau ketika penilai gagal untuk memahami batasannya, manajemen kinerja akan menjadi kurang efektif. Dalam bentuknya yang paling
Universitas Sumatera Utara
sederhana, sebagai bagian dari proses manajemen kinerja, penilaian kinerja adalah observasi dari seorang manajer "ini adalah kekuatan dan kelemahannu, dan ini adalah salah satu cara untuk berkembang demi masa depan". Jika dilakukan dengan baik, manajemen kinerja dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan karyawan. Tetapi dalam era peningkatan yang berkelanjutan, sebuah sistem manajemen kinerja yang tidak efektif merupakan kerugian yang sangat besar. Agar dapat efektif, sistem manajemen kinerja haruslah: 1. Konsisten dengan misi strategis sebuah organisasi 2. Bermanfaat sebagai alat pengembangan 3. Berguna sebagai alat administratif 4. Sesuai dengan hukum dan berkaitan dengan pekerjaan 5. Dipandang adil secara umum oleh para karyawan 6. Efektif dalam mendokumentasikan kinerja karyawan Kebanyakan sistem dapat ditingkatkan dengan melatih para supervisor dalam melakukan penilaian kinerja. Karena melakukan penilaian adalah sangat penting dalam manajemen kinerja, pelatihan harus terpusat pada meminimalkan kesalahan penilai dan menyediakan sebuah kerangka umum referensi pada bagaimana para penilai mengamati dan mengingat informasi. Secara organisasional, para manajer menunjukkan kecenderungan untuk menyaring kinerja sampai mendapatkan satu angka yang dapat dipergunakan untuk mendukung kenaikan gaji. Sistem yang berdasarkan pada konsep ini dapat mengurangi kompleksitas dari kontribusi setiap orang dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan sistem kompensasi. Sistem tersebut terlalu sederhana untuk memberikan karyawan umpan balik yang berguna
Universitas Sumatera Utara
atau untuk membantu manajer menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Bahkan, sebenarnya penggunaan penilaian angka tunggal sering kali menghalangi diskusidiskusi kinerja yang produktif karena sistem tersebut menyertakan sebuah label pada kinerja seseorang yang kemudian harus dipertahankan oleh manajer.
1.5.1.8 Kesalahan Dalam Penilaian Kinerja Menurut Handoko (1994:26) Evaluasi kinerja dapat menjadi bias apabila dalam peroses penilaian kinerja terdapat kesalahan-kesalahan persepsi yang bersifat subjektif yang dimiliki oleh penilaian. Bias-bias penilaian tersebut antara lain: 1. Bias karena atribut yang dimiliki oleh bawahan (atribution bias) 2. Cendenmg menilai dengan skor yang sedang atau ditengah-tengah (central tendency) 3. Menilai dengan nilai yang sangat (terlalu) tinggi atau yang disebut dengan leniency, atau justru menilai dengan nilai yang sangat (terlalu) rendah atau strictness 4. Penilaian yang sangat dipengaruhi oleh ciri sifat pribadi dari orang yang dinilai (haloeffect) 5. Menilai orang hanya karena stereotype, misal orang yang usianya sudah tua, pastilah kinerjanya buruk Menilai bawahan hanya berdasar perilaku atau prestasi kerja akhir, atau waktu yang mendekati waktu penilaian tanpa memperhatikan prestasi kerja waktu-waktu sebelumnya (recency effect.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (403:2006) terdapat banyak kemungkinan sunber-sumber kesalahan dalam proses penilaian kinerja. a. Standar yang beragam Sewaktu menilai karyawan, seorang manajer harus menghindari penerapan standar dan pengharapan yang berbeda untuk karyawan yang melakukan pekerjaan yang serupa. Ketidakadilan dalam penilaian, apakah secara nyata atau terasa, biasanya akan membuat marah karyawan. Masalah seperti ini seringkali adalah sebagai hasil dari penggunaan kriteria yang ambigu dan pemberian bobot yang subjektif oleh para supervisor. b. Efek Ke-terakhir-an/Ke-pertama-an Efek Ke-teraknir-an (recency effect) terjadi jika seorang penilai memberikan bobot lebih pada kejadian-kejadian terakhir ketika menilai kinerja seorang individu. Contohnya adalah pemberian nilai pelajaran seorang mahasiswa hanya berdasarkan kinerjanya dalam kelas selama minggu terakhir, atau pemberian nilai tinggi seorang operator pengeboran meskipun operator tersebut hanya memenuhi kuota selama dua minggu terakhir dari periode penilaian. Kebalikannya adalah efek ke-pertama-an (Primacy effect) dimana informasi yang diterima pertama mendapat bobot paling besar c. Kesalahan Tendensi Sentral, Kelunakan, dan Kekakuan Tanyalah mahasiswa, dan mereka akan memberi tahu Anda dosen mana yang cendrung memberi nilai lebih mudah atau lebih sukar. Seorang manajer juga dapat mengembangkan pola penilaian yang serupa. Para penilai yang menilai semua karyawan dalam jarak yang sempit (misalnya: semua orang dinilai rata-rata) melakukan sebuah kesalahan tendensi sentral (central tendency error), di mana bahkan orang-orang yang berkinerja buruk menerima penilaian rata-rata. Pola-pola penilaian juga dapat
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan kelunakan atau kekakuan. Kesalahan kelunakan (Leniency error) terjadi ketika penilaian semua karyawan jatuh pada ujung tinggi dari skala. Kesalahan kekakuan (strictness error) terjadi ketika seorang manajer dalam menilai karyawan menggunakan hanya bagian rendah dari skala. Untuk menghindari konflik, para manajer sering kali menilai karyawan lebih tinggi dari nilai seharusnya. 'Tambahan nilai" ini khususnya terjadi ketika tidak ada manajer atau staf SDM yang meninjau penilaian yang telah dilakukan. Untuk riset dalam hal ini, lihatlah
Perspektif SDM.
d. Bias Penilai Bias penilai (rater bias) terjadi ketika nilai atau prasangka seorang penilai menimbulkan distorsi penilaian. Bias seperti ini bisa dilakukan secara tidak sadar atau secara disengaja. Sebagai contoh, ketidaksukaan seorang manajer terhadap kelompok etnis tertentu dapat menyebabkan distorsi dalam informasi penilaian untuk beberapa orang. Prasangka mengenai usia, agama, senioritas, jenis kelamin, penampilan, atau klasifikasi sesuai penilaian pribadi juga dapat menyimpangkan penilaian jika proses penilaian tersebut tidak dirancang dengan baik. Tinjauan terhadap penilaian oleh manajer tingkat atas dapat membantu memperbaiki masalah ini. e. Efek Halo Efek halo (halo effect) terjadi ketika seseorang menilai tinggi seorang karyawan pada semua kriteria pekerjaan karena kinerja dalam satu area. Sebagai contoh: jika seorang pekerja memiliki angka ketidakhadiran yang rendah, supervisornya akan memberi penilaian tinggi pada semua area pekerjaan lainnya, termasuk kuantitas dan kualitas hasil, dikarenakan keandalannya. Manajer mungkin tidak benar-benar berpikir mengenai karakteristik karyawan yang lain secara terpisah, dan dengan demikian menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
efek halo. Efek "kerucut adalah kebalikannya, dimana satu karakteristik dapat menyebabkan penilaian rendah secara keseluruhan. f. Kesalahan Kontras Penilaian seharusnya dilakukan dengan menggunakan standar yang telah ditentukan. Kesalahan kontras ( contrast error) adalah kecendrungan untuk menilai orang secara relatif terhadap orang lain bukannya terhadap standar kinerja. Sebagai contoh, jika setiap orang dalam kelompok mempunyai kinerja rata-rata, seseorang yang berkinerja sedikit lebih baik dapat dinilai baik sekali karena efek kontras. Tetapi dalam kelompok yang berkinerja baik, orang yang sama mungkin akan menerima penilaian yang lebih rendah. Meskipun mungkin diperlukan untuk membandingkan orang-orang pada suatu waktu, penilaian biasanya harus mencerminkan kinerja terhadap persyaratan pekerjaan dan bukan terhadap orang lain. g. Mirip Saya/Berbeda dengan Saya Kadang-kadang penilai terpengaruh oleh apakah orang-orang menunjukkan karakteristik yang sama atau berbeda dengan penilai.
Sekali lagi kesalahan disebabkan karena
pengukuran seseorang terhadap orang lain dan bukan pada seberapa baik individu tersebut memenuhi harapan dalam pekerjaan. h. Kesalahan Penarikan Contoh (Sampling) Jika penilai hanya melihat sebagian kecil contoh dari pekerjaan seseorang, maka penilaiannya mungkin mempunyai kesalahan penarikan contoh. Sebagai contoh, diasumsikan bahwa 95% dari pekerjaan seorang karyawan adalah memuaskan, tetapi atasannya hanya melihat 5% kesalahan dari pekerjaannya, Jika supervisor tersebut kemudian memberi nilai buruk, maka telah terjadi kesalahan penarikan contoh. Idealnya
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan yang dinilai seharusnya dapat menjadi wakil yang baik dari semua pekerjaan yang pernah dilakukan.
1.5.1.9 Unsur-Unsur, Kriteria dan Sifat Penilaian Kinerja Menurut Soeprihanto (2001:23) dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan atau prestasi kerja seorang karyawan harus memiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Yang dimaksud dengan aspek peenilaian disini adalah hal-hal yang pada dasarnya merupakan sifat-sfat atau ciri-ciri yang dapat menunjukan bahwa pelaksanaan suatu pekerjaan tertentu dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dengan baik atau dengan kata lain ciri-ciri dari pelaksanaan pekerjaan (kinerja) yang berhasil digunakan kembali untuk menilai setiap pelaksanaan pekerjaan yang bersangkutan secara rutin. Yang perlu dipertimbangkan oleh bagian personalia bersama para manajer adalah aspek-aspek atau unsur-unsur penilaian. Aspek-aspek atau unsur-unsur penilaian umumnya berbeda dengan sebagian sesuai dengan level karyawan yang dinilai. Menurut Soeprihanto (2001:23) pada umumnya ada beberapa aspek-aspek penilaian yang dapat diterapkan seperti Prestasi Kerja, Rasa Tanggungjawab, Kesetiaan dan Pengabdian, Prakarsa, Kejujuran, Disiplin, Kerjasama, Kepemimpinan. Sedangkan menurut James E.Neal Jr. (2003) dalam Mangkunegara (2009:29) ada beberapa aspek yang menjadi panduan dalam evaluasi kinerja karyawan yaitu Akurasi, Prestasi, Administrasi, Analitis, Komunikasi, Kompetensi, Kerjasama, Kreativitas, Pengambilan Keputusan, Pendelegasian, Dapat Diandalkan, Improvisasi, Inisiatif, Inovasi, Keahlian Interpersonal, Keputusan, Pengetahuan, Kepemimpinan, Pembelajaran, Manajemen, Motivasi, dan Negoisasi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Soeprihanto (2001:25) menjelaskan dengan kriteria penilaian tertentu masing masing aspek dapat dinilai. Dari jumlah penilaian tersebut akan diketahui bahwa seorang karyawan tingkat prestasinya sangat baik, normal, kurang memuaskan, tidak memuaskan atau dengan ungkapan lain tingkat prestasinya sangat baik, baik, cukup, sedang dan kurang. Dalam melakukan penilaian sebaiknya dilakukan seobyektif mungkin. Memang akan lebih baik apabila sudah dimiliki dan disepakati suatu standard. Akan tetapi kenyataanya adalah kesepakatan yang ditentukan oleh pihak manajer dengan memberikan bobot (nilai) yang sama terhadap aspek-aspek yang dinilai sama (misalnya : 1). Menurut Soeprihanto (2001:26) sesuai dengan tujuan penilaian pelaksanaan pekerjaan (kinerja), maka sifat penilaian yang baik adalah terbuka dan rahasia. Penilaian kinerja sebaiknya terbuka bagi karyawan bersangkutan. Maksud sifat terbuka yaitu bahwa setiap karyawan yang dinilai berhak mengetahui penilaian yang dilakukan, oleh atasannya terhadap dirinya. Di samping dia berhak mengetahui, karyawan dapat mengajukan keberatan-keberatan atas nilainya, apabila menurut anggapannya penilaian tersebut kurang sesuai. Dalam mengajukan keberatan tersebut sebaiknya menyatakan fakta-fakta dan alasan yang logis. Agar seorang karyawan mampu memahami penilaian, perlu adanya penjelasan dari bagian personalia atau bagian yang ditunjuk, tentang berbagai bidang yang dinilai dalam organisasi perusahaan tersebut. Sifat yang kedua yaitu rahasia maksudnya, bahwa penilaian itu hanya diketahui oleh pejabat yang berkepentingan yaitu penilainya dan karyawan yang dinilai. Walau demikian untuk menjamin objektifitasnya diperlukan/dibutuhkan pihak ketiga yang tidak turut menilai tetapi mempunyai kekuatan dan hubungan dengan penilaian tersebut. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
pada daftar penilaian kinerja tersebut terdapat 3 pihak yang menyetujui yaitu pejabat yang menilai, pejabat yang menilai, dan pejabat satu tingkat di atas penilai.
1.5.1.10 Prosedur Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pada dasarnya setiap perusahaan atau organisasi mempunyai prosedur penilaian kinerja yang berbeda tetapi menurut Soeprihanto (2001:32) secara garis besarnya prosedur penilaian kinerja karyawan adalah sebagai berikut : a.
Bagian personalia mengirimkan Daftar Penilaian Kinerja kepada setiap pejabat yang memiliki bawahan dalam lingkungan pengawasan atau bimbingannya, disertai pedoman dalam memberikan nilainya.
b.
Pejabat penilai wajib melaksanakan penilaian kinerja atas hasil kerja para karyawan, penilaian ini dilaksanakan secara periodik, misalnya 6 bulan atau 1 tahun sekali.
c.
Setelah menilai dan mengisi Daftar Penilaian Kinerja, maka daftar tersebut diberikan kepada karyawan yang dinilai untuk dipelajari dan ditanda tangani sebagai tanda menyetujui penilaian tersebut.
d.
Apabila karyawan yang dinilai keberatan atas penilaiannya maka dia dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan yang logis. Keberatan tersebut diajukan kepada atasan pejabat penilai melalui hirarki jabatan dalam jangka waktu tertentu sejak tanggal diterimanya daftar penilaian kinerja tersebut.
e.
Pada tahap yang sama karyawan yang dinilai wajib mengembalikan daftar penilaian kinerja kepada pejabat penilai selambat-lambatnya dalam batas waktu tertentu sejak tanggal diterimanya daftar penilaian kinerja tersebut.
Universitas Sumatera Utara
f.
Apabila setelah karyawan yang dinilai mempelajari dan menyetujui penilaian (titik c) maka pejabat penilai menyampaikan daftar penilaian kinerja tersebut kepada atasan pejabat penilai tanpa catatan atau perbaikan-perbaikan.
g.
Tetapi apabila setelah karyawan yang dinilai keberatan, maka pejabat penilai menyerahkan daftar penilaian kinerja tersebut kepada atasan pejabat penilai dengan catatan tentang tanggapan pejabat penilai atas keberatan yang diberikan oleh karyawan yang dinilai.
h.
Selanjutnya atasaan pejabat penilai memeriksa dengan cermat daftar penilaian kinerja yang telah disampaikan kepadanya.
i.
Apabila atasan pejabat penilai memperoleh/mendapatkan alasan –alasan yang logis dan cukup kuat, maka atasan pejabat penilai dapat melakukan perubahanperubahan nilai yang telah dibuat oleh pejabat penilai.
j.
Daftar Penilaian Kinerja karyawan berlaku dari sejak setelah ada tanda tangan pejabat penilai, karyawan yang dinilai dan dari atasan pejabat penilai. Tanda tangan pejabat penilai menunjukan keputusan yang terakhir dan tidak dapat dirubah lagi.
k.
Tetapi apabila ternyata bagian personalia melihat adanya kejanggalan/keanehan dalam daftar penilaian kinerja karyawan tersebut, maka merekan wajib menelaah dan meneliti kembali untuk memperoleh kebenaran dan keobjektifan daftar penilaian tersebut. Kemudian berkaitan dengan prosedur penilaian kinerja menurut Simanjuntak
(2005:141) ada 5 tahap dalam pelaksanaan penilaian kinerja yaitu Pertama, tahap mengumpulkan dan menyeleksi informasi. Pelaksanaan evaluasi/penilaian kinerja yaitu
Universitas Sumatera Utara
menghimpun semua informasi yang berkaitan dengan kinerja dimaksud, baik menyangkut kinerja perorangan atau kelompok orang, maupun menyangkut kinerja unit kerja atau kinerja perusahaan secara keseluruhan. Informasi tersebut harus diseleksi dan dipilih yang betul-betul mempunyai keterkaitan saja dengan kinerja dimaksud. Kedua, tahap mendeskripsikan unsur kinerja dari setiap informasi yang dihimpun, sehingga jelas terlihat besaran kinerja sebagaimana termuat dalam informasi tersebut. Ketiga, tahap mengkaji dan memberi nilai. Setiap orang dapat mempunyai beberapa sasaran utama jabatan yang harus dicapai dan setiap sasaran utama jabatan dapat terdiri dari beberapa indikator kunci (key indicator). Nilai setiap sasaran utama jabatan adalah akumulasi atau rata-rata dari semua indikator kunci untuk sasaran utama jabatan tersebut dan selanjutnya kinerja individu adalah akumulasi atau rata-rata dari semua sasaran utama jabatan. Pemberian nilai atas kinerja perorangan, sasaran utama jabatan dan indikator kunci dapat menggunakan angka dari terendah nol hingga yang tertinggi 10. Pada umumnya lebih mudah menggunakan indeks dari yang terendah nol hingga yang teringgi 100 yaitu bila mencapai sasaran sesuai dengan yang ditetapkan terlebih dahulu. Keempat, tahap menarik kesimpulan dari pelaksanaan penilaian. Dan terakhir kelima, yaitu tahap merumuskan saran-saran tindak lanjut. Sesuai dengan informasi yang dihimpun dan rumusan kesimpulan dari hasil penilaian kinerja dapat diajukan beberapa saran tindak lanjut seperti mengajukan beberapa alternatif pemberian penghargaan atau kompensasi kepada pekerja yang menampilkan kinerja yang menonjol atau melakukan tindakan koreksi atau percepatan bagi unit-unit yang mempunyai kinerja yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Produktivitas Kerja 1.5.2.1
Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas berasal dari Bahasa Inggris product: result, outcome berkembang
menjadi kata productive yang berarti menghasilkan, dan productivity: having the ability to make or create; creative. Perkataan tersebut dipergunakan dalam Bahasa Indonesia menjadi produktivitas yang berarti kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu. Produktivitas yang digambarkan melalui tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi kerja, diantaranya dapat diperhitungkan secara eksak apabila hasilnya bersifat material atau nonmaterial yang dapat dinilai dengan uang. Di samping itu terdapat juga yang tidak dapat diukur secara eksak, karena hasilnya bersifat nonmaterial dan tidak dapat dihitung dengan nilai uang (dalam Nawawi : 1990:97). Selanjutnya Nawawi dan Hadari (1990:97) membedakan pengertian produktivitas menjadi dua yaitu (1) Produktivitas kerja adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber kerja yang dipergunakan (input). Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika hasil yang diperoleh lebih besar daripada sumber kerja yang dipergunakan. Sebaliknya produktivitas kerja dikatakan rendah, jika hasil yang diperoleh lebih kecil daripada sumber kerja yang dipergunakan. (2) Produktivitas yang diukur dari daya guna (efisiensi) penggunaan personel sebagai tenaga kerja. Produktivitas ini digambarkan dari ketepatan penggunaan metode atau cara kerja dan alat yang tersedia, sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia. Hasil yang diperoleh bersifat nonmaterial yang tidak dapat dinilai dengan uang, sehingga produktivitas hanya dapat digambarkan melalui efisiensi personel dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya.
Universitas Sumatera Utara
Karyawan yang merasa puas secara alamiah akan berusaha meningkatkan hasil kerja mereka (output). Meningkatnya output kerja merupakan istilah lain dari apa yang disebut sebagai produktivitas kerja. Dengan demikian produktivitas menyangkut hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam suatu proses produksi (Sulistiani dan Rosidah, 2003) dalam Yuli (2005:203). Sedangkan menurut Muchdarsyah (2000) dalam Yuli (2005:203), mengartikan produktivitas sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Produktivitas juga dapat diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Dalam hal ini produktivitas mengutarakan cara-cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang-barang. Mathis (2000) dalam Yuli (2005:204) menyebutkan bahwa produktivitas kerja merupakan pengukuran dan kuantitas dari pekerjaan dengan mempertimbangkan dari seluruh biaya dan hal-hal yang terkait dan yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Kemudian Sedarmayanti (2009:60) menyebutkan bahwa produktivitas individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu. Dengan demikian produktivitas dapat disimpulkan sebagai perbandingan antara besarnya input yang dilibatkan dalam kegiatan produksi terhadap hasil akhir (output) yang dihitung berdasarkan nilai unit atau rupiah barang dan jasa yang dihasilkan. Pengertian ini mengandung arti bahwa produktivitas kerja karyawan dapat dinilai dari hasil perbandingan antara input terhadap output dan harus dapat diukur berapa besarnya.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut menurut Nawawi dan Hadari (1990:103) manusia sebagai tenaga kerja agar produktif harus mampu mendayagunakan lima sumber kerja, baik yang terdapat pada dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Kelima sumber yang dimaksud adalah : 1. Penggunaan Pikiran Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika untuk memperoleh hasil yang maksimal dipergunakan cara kerja yang paling mudah atau gampang, dalam arti tidak memerlukan banyak pikiran yang rumit dan sulit. 2. Penggunaan Tenaga Jasmani/Fisik Produktivitas kerja dikatakan tinggi bilamana dalam mengerjakan sesuatu diperoleh hasil yang jumlahnya terbanyak dan mutunya terbaik (maksimum), tidak banyak menggunakan tenaga jasmani/fisik yang melelahkan, seperti angkat mengangkat, memukul, menarik, dan sebagainya. 3. Penggunaan Waktu Produktivitas dari segi waktu, berkenaan dengan cepat atau lambatnya pencapaian suatu hasil dalam bekerja. Semakin singkat jangka waktu yang dipergunakan untuk mencapai hasil yang terbanyak dan terbaik (maksimal) menunjukan semakin produktif pelaksanaan suatu perkerjaan. 4. Penggunaan Ruangan Suatu pekerjaan dikatakan produktif bilamana mempergunakan ruangan yang luasnya wajar, sehingga tidak memerlukan mobilitas yang jauh.
Universitas Sumatera Utara
5. Penggunaan Material/Bahan dan Uang Suatu pekerjaan dikatakan produktif, jika penggunaan material/bahan baku dan peralatan lainnya tidak terlalu banyak yang terbuang dan harganya tidak terlalu mahal, tanpa mengurangi mutu hasil yang dicapai. Menurut Siagian (2002:1) ada beberapa prinsip dasar sebagai landasan filosofis untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai yaitu: 1. Pentingnya efisiensi yaitu menghindari segala pemborosan dalam kegiatan organisasi (departemen). Terjadinya disefisiensi dalam sebuah organisasi di sebabkan oleh banyak pegawai atau karyawan tidak dimanfaatkan sesuai dengan keahlian dan tugas masingmasing. 2. Sumber daya dan dana hanya benda mati, yaitu menggerakkan semua sarana dan prasarana yang ada dalam sebuah perusahaan/instansi sekaligus memanfaatkannya sesuai dengan fungsi masing-masing. 3. Sumber daya manusia sebagai unsur strategi, yaitu salah satu unsur yang paling penting adalah mendayagunakan sumber daya manusia yang sudah tersedia dalam bidang apapun. 4. Komponen dasar penentuan produktivitas kerja, yaitu upaya peningkatan produktivitas kerja pegawai bukan hanya dilihat dari sudut pendekatan yang bersifat teknis, akan tetapi banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dan menentukan terwujudnya produktivitas kerja pegawai, diantaranya: 1) Tujuan organisasi, 2) Perumusan visi dan misi organisasi, 3) Penentuan strategi organisasi, 4) Pemanfaatan teknologi dan produktivitas kerja organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut Siagian (2002: 10) menyebutkan ada beberapa faktor penentu keberhasilan untuk peningkatan produktivitas kerja pegawai atau karyawan, yaitu: 1. Melakukan perbaikan secara terus menerus. Maksudnya seluruh komponen yang terkait dalam sebuah organisasi/instansi yang melaksanakan tugas dan fungsinya masingmasing harus punya prinsip melakukan perbaikan secara terus menerus apabila ada pekerjaan yang salah dilaksanakan. 2. Peningkatan hasil pekerjaan. Maksudnya adalah setiap unsur yang terlibat dalam sebuah organisasi tersebut harus berorientasi pada hasil kerja yang bermutu. Bukan hanya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) akan tetapi peningkatan mutu produk dan jasa secara keseluruhan. 3. Melakukan pemeberdayaan sumber daya manusia. Maksudnya adalah pemberdayaan sumber daya menusia merupakan faktor yang paling menentukan untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai. Pemeberdayaan SDM tidak seperti membalikkan telapak tangan, akan tetapi mempunyai kiat-kiat tersendiri yaitu: 1) Mengakui harkat dan martabat manusia, 2) Manusia mempunyai hak-hak yang bersifat azasi dan tidak ada manusia kecuali manajemen yang dibenarkan untuk melanggar hak-hak tersebut, 3) Penerapan manajemen yang partisipatif melalui proses demokratisasi dalam kehidupan berorganisasi, 4) Perkaya mutu kekaryaan, 5) Filsafat organisasi, yang mencakup menciptakan kepuasan pelanggan, pemupukan loyalitas terhadap organisasi dan memperhatikan budaya organisasi. Selanjutnya Nawawi dan Hadari (1990: 112) memandang aspek produktivitas dari sisi lain dengan menyebutkan bahwa Produktivitas kerja tidak sekedar sesuatu yang bersifat material atau berhubungan dengan aspek kuantitas tetapi juga mencakup sesuatu yang
Universitas Sumatera Utara
bersifat nonmaterial atau berhubungan dengan aspek kualitas atau mutu. Aspek mutu sangat penting artinya untuk meningkatkan daya saing bagi organisasi kerja terutama yang bergerak dibidang pelayanan. Semakin baik pelayanan, berarti semakin tinggi mutu produktivitas kerja karyawannya, sehingga memungkinkan dapat lebih banyak menarik konsumen atau pelanggan. 1.5.2.2 Faktor-Faktor yang Dinilai dalam Produktivitas Kerja Menurut Mulyono (1993:55) ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah: 1. Sistem upah untuk memperbaiki motivasi kerja dan pelaksanaan tugas Sistem upah ini akan difokuskan pada sistem upah yang dapat mendorong tingkah laku pegawai untuk bekerja dengan baik (menumbuhkan motivasi kerja). Sistem upah didasarkan hasil kerja individu dan sistem upah yang didasarkan pada pertimbangan atas jasa-jasa individu. 2. Penetapan tujuan untuk menambah motivasi kerja dan meningkatkan performansi. Penentuan tujuan merupakan suatu strategi perbaikan performansi yang efektif. Performansi adalah suatu gambaran mengenai apa yang diharapkan para pegawai untuk melaksanakan tugas dengan efektif. Penentuan tujuan ini dapat meningkatkan tanggung jawab dan sekaligus menjelaskan arah dari usaha pegawai. 3. Rekrutmen dan seleksi untuk mencari kemungkinan-kemungkinan apakah menyewa individu-individu yang berbakat, yang berpengalaman dan berkemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang relevan dengan tujuan-tujuan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wether (1985) dalam (Mulyono, 1993:76) memberikan defenisi rekrutmen ini sebagai suatu proses mendapatkan dan penarikan pelamar-pelamar yang cakap unruk suatu pekerjaan tertentu. Proses ini dimulai apabila telah dibutuhkan rekutmen baru dan berakhir jika lamaran-lamaran mereka itu telah diterima. Seleksi ini merupakan prosedur dalam mana pemilihan dilakukan terhadap para calon yang memenuhi syarat yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu. Melalui seleksi pegawai dapat diperoleh data-data pribadi secara lebih lengkap terutama tentang potensi kemampuan yang dimiliki, untuk memperkirakan kapasitas para calon terhadap tugas atau pekerjaan yang tersedia serta untuk rencana training dimasa mendatang. Kegiatan rekrutmen dan seleksi memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap perbaikan produktivitas tetapi dari segi proses nilai tambah yang dilakukan para pegawai, kegiatan rekrutmen dan seleksi ini merupakan titik kunci yang tidak boleh tidak harus dilakukan secara obyektif selektif. Untuk tujuan peningkatan produktifitas organisasi, rekrutmen biasanya dilakukan terhadap calon baik dari lingkungan organisasi sendiri (internal sources) maupun dari luar lingkungan organisasi (eksternal sources). 4. Program latihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan skill pegawai, sehingga mereka dapat berfungsi lebih efektif. Latihan dan pengembangan adalah proses belajar yang lebih mengutamakan aspek pelatihan dan pengalaman bekerja dilapangan. Melalui proses ini diharapkan dapat mengubah secara mendasar terhadap seseorang, sehingga dapat memperbaiki kemampuannya untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan lebih baik dan produktif. Ini berarti mengubah apa yang dilakukan seorang pegawai, bagaimana ia bekerja, sikapnya terhadap pekerjaan tersebut, dan hubungannya baik dengan atasan maupun
Universitas Sumatera Utara
dengan sesama pegawai. Oleh karena itu, latihan dan pengembangan bagi pegawai merupakan proses pemutusan yang terus-menerus berlangsung dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang relevan dengan usahausaha memperbaiki produktivitas kerja pegawai serta produktivitas organisasi secara keseluruhan. 5. Penilaian Prestasi kerja dan Menentukan Promosi Penilaian prestasi kerja selain digunakan untuk menilai prestasi kerja pegawai adalah juga untuk mengukur kemajuan dalam latihan dan kemungkinan pegawai untuk dipromosikan. Para manajer pada umumnya menginginkan agar para pegawainya dapat memilkul tanggungjawab yang lebih besar, tugas-tugas yang lebih banyak, dan pekerjaan-pekerjaan yang lebih sulit. Untuk itu adalah penting melakukan promosi atau kenaikan pangkat pada para pegawai yang memiliki kapasitas dan potensi yang sesuai untuk tugas-tugas yang diinginkan. Dengan adanya promosi atau kenaikan pangkat maka diharapkan para pegawai dapat bekerja lebih produktif. Menurut Gaspersz (2003:130) dalam Prasetyo (2009:2) produktivitas kerja merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen. Produktivitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini dapat diimplementasikan interaksi antara karyawan dan pelanggan yang mencakup (a) ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan
memberikan
tanggapan
terhadap
keperluan-keperluan
pelanggan;
(b)
penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian; (c) kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Timpe, Dale A (1989) dalam Yuli (2005:206), ada beberapa faktor yang sekaligus sebagai faktor kunci untuk mencapai produktivitas dan kreativitas yang tinggi. 1. Keahlian dan manajemen yang bertanggung jawab Manajemen adalah faktor utama dalam setiap produktivitas perusahaan dan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh semua perusahaan dalam mencapai puncak produktivitas. Untuk mencapai produktivitas tinggi, setiap anggorta manajemen harus diberi motivasi tinggi, positif, dan secara penuh ikut dalam melaksanakan pekerjaan (tanggung jawab) sesuai dengan keahlian yang dimiliki. 2. Kepemimpinan yang luar biasa Dari semua faktor, kepemimpinan manajerial memiliki pengaruh besar terhadap produktivitas. Pemimpin sejati menghasilkan orang-orang dan organisasi-organisasi terbaik karena pemimpin mengelurkan reaksi-reaksi emosional positif yang kuat, dan orang cenderung memenuhi kebutuhan mereka dan tumbuh dibawah kepemimpinan yang efektif. Oleh karena itu penting sekali bahwa manajemen bertindak sebagai katalis dalam meningkatkan potensi kepemimpinan yang sudah ada dalam organisasi. 3. Kesederhanaan organisasi dan operasional Susunan organisasi harus diusahakan agar sederhana, luwes, dan dapat disesuaikan dengan perubahan, selalu berusaha mengadakan jumlah tingkat minimum yang konsisten dengan operasi yang efektif. Semua kendala operasional harus dikurangi hanya pada yang benar-banar diperlukan. Peraturan, prosedur, dan birokrasi dibuat seminimal mungkin, sehingga memberikan kebebasan bekerja secara maksimal kepada karyawan.
Universitas Sumatera Utara
4. Kepegawaian yang efektif Menambah lebih banyak karyawan belum tentu berati meningkatkan produktivitas. Dan sebelum memperkerjakan orang baru, seharusnya dipastikan dahulu bahwa karyawan yang ada sekarang sudah berkinerja menurut kemampuan. 5. Tugas yang menantang Tugas merupakan kunci untuk proses yang kreatif dan produktif yang tinggi. Yang perlu dipahami disini adalah jangan sekali-kali memberikan suatu tugas kepada orang yang mempunyai keterampilan dipersyaratkan, berikan tugas itu kepada orang yang menginginkannya dan senang melakukannya dan jangan sekali-kali memberikan tugas, yang dalam keadaan lain, anda sendiri tidak akan mau menerima. 6. Perencanaan dan pengendalian tujuan Perencanaan yang tidak efektif menyebabkan kebocoran besar dalam produktivitas, berhubungan dengan tugas lain, pelaksanaan di atas atau di bawah kinerja, operasi yang sebentar-sebentar berhenti dan mulai lagi. Sebaliknya perencanaan yang efektif akan meningkatkan produktivitas.
Universitas Sumatera Utara
1.6
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu penelitian yang mana
kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka pemikiran maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: Ho
: Pelaksanaan Penilaian Kinerja tidak berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja Karyawan.
Ha
1.7
: Pelaksanaan Penilaian Kinerja berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja Karyawan.
Defenisi Konsep
1. Penilaian Kinerja Penilaian Kinerja adalah suatu kegiatan penilaian secara sistematis, terencana, dan terarah terhadap potensi, kemampuan dan kualitas kerja seorang pegawai didalam sebuah organisasi yang dilaksanakan dengan berdasarkan standar dan prosedur formal yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Produktivitas Kerja Produktivitas kerja merupakan pengukuran dan kuantitas dari pekerjaan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : 1. Prestasi yang menyangkut a. target waktu, yaitu standar pekerjaan diselesaikan tepat waktu b. target kualitas, dan mutu yang diselesaikan, baik tidaknya, dan bagaimana mutu pekerjaan diselesaikan. c. Target kuantitas kerja jumlah yang harus diselesaikan 2. Kesopanan Dan Tanggapan Terhadap Keluhan Pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
3. Dorongan untuk memperbaiki kinerja. Penilaian kinerja memberikan dorongan kepada pegawai untuk memperbaiki kinerja. 4. Mampu memecahkan masalah organisasi. Membantu sesama pegawai memecahkan masalah organisasi 5. Mampu bekerjasama antarsesama pegawai. Membantu menyelesaikan kerja sesama pegawai yang membutuhkan
1.8
Definisi Operasional Adapun yang menjadi variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah Penilaian
Kinerja, sedangkan yang menjadi variabel terikatnya (Y) adalah Produktivitas Kerja. Di bawah ini tercantum indikator masing-masing variabel. Variabel bebas (X) Penilaian Kinerja dapat dilihat dari hal-hal yang dapat menunjang Produktivitas Kerja, dengan indikator-indikator : 1. Pemahaman a. Pemahaman Karyawan tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan b. Pemahaman Karyawan tentang unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. 2. Penilaian a. Pejabat/Petugas Penilai memberi penilaian secara tepat dan objektif terhadap Karyawan yang dinilai. b. Pemberian nilai yang tertera dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan sesuai dengan hasil kerja nyata Karyawan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pedoman Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan a. Pemahaman pedoman penilaian pelaksanaan pekerjaan. b.
Pejabat/Petugas penilai melakukan penilaian sesuai dengan pedoman yang mendasarinya.
c. Nilai yang tertulis dari setiap unsur sesuai dengan pedoman. 4. Pengajuan Keberatan a. Pengajuan keberatan Karyawan yang dinilai atas penilaian yang diberikan padanya. b. Tanggapan atas pejabat penilaian atas keberatan Karyawan yang dinilai 5. Terencana a. Terjadwal : kejelasan jadwal yang ditentukan untuk penilaian b. Jelasnya objek penilaian : Jelasnya siapa yang dinilai dan siapa yang menilai kinerja Karyawan. c. Pemberitahuan penilaian kinerja kepada Karyawan: Pemberitahuan waktu penilaian kinerja kepada pegawai sesuai rencana. 6. Objektif a. Penilaian tidak mencari kesalahan Karyawan: Penilaian dilakukan secara jujur dan profesional. 7. Umpan Balik a. Kesalahan dalam penilaian dapat dilakukan perbaikan: Perbaikan penilaian terhadap kesalahan-kesalahan penilaian. b. Pemberian penghargaan terhadap hasil pekerjaan: umpan balik antara prestasi kerja dengan pemberian penghargaan
Universitas Sumatera Utara
Variabel terikat (Y) sebagai variabel yang dipengaruhi produktivitas kerja Karyawan : 1. Prestasi a. Target waktu: Standar pekerjaan diselesaikan dapat tepat dengan waktu yang ditentukan b. Target kualitas kerja: mutu yang diselesaikan, baik tidaknya, dan bagaimana mutu pekerjaan yang dihasilkan. c. Target kuantitas kerja: jumlah yang harus diselesaikan dapat tepat dengan waktu yang ditentukan. 2. Kesopanan Dan Tanggapan Terhadap Keluhan Pelanggan Mampu bersikap dan sopan dalam berbicara dan tanggap terhadap keluhan berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan 3. Dorongan untuk memperbaiki pekerjaan. Penilaian kinerja memberikan dorongan kepada Karyawan untuk memperbaiki kinerja. 4. Mampu memecahkan masalah Membantu sesama Karyawan memecahkan masalah organisasi. 5. Mampu bekerja sama antar sesama Karyawan Membantu menyelesaikan kerja sesama Karyawan yang membutuhkan
Universitas Sumatera Utara
1.9 BAB I
Sistematika Penulisan PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari uraian tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Definisi Konsep, Definisi Operasional, dan Sistematika Penulisan.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data yang diterapkan dalam penelitian ini. BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, Visi dan Misi, dan Struktur Organisasi. BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN Penyajian dilakukan dengan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan menganalisanya berdasarkan metode yang penulis gunakan. BAB V ANALISA DAN INTERPRETASI DATA Bab ini membuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab-bab sebelumnya. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini membuat tentang Kesimpulan dari hasil-hasil penelitian dan Saran-saran yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara