1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perubahan iklim global telah menjadi masalah masyarakat dunia. Tahun 2007, Human Development Report melaporkan bahwa akibat pemanasan global pada tahun 2000-2004, sekitar 262 juta orang menjadi korban bencana iklim (climate disaster) dan 98 % darinya adalah masyarakat di dunia ketiga. Peningkatan suhu antara 3-4 °C yang diakibatkan oleh perubahan iklim dapat meyebabkan 350 juta orang di dunia kehilangan tempat tinggal akibat banjir. Peningkatan suhu air laut juga akan menyebabkan badai tropis yang berpotensi berdampak pada 334 juta orang. Selain itu, kekeringan juga akan menjadi bencana yang mengancam pertanian dan ketahanan pangan, bahkan bencana kelaparan.1 Badan PBB, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), memproyeksikan bahwa pada tahun 2100 suhu rata-rata dunia cenderung akan meningkat dari 1,8ºC menjadi 4ºC – dan skenario terburuk bisa mencapai 6,4ºC – kecuali dunia mengambil tindakan untuk membatas emisi gas rumah kaca. Laporan yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),2 Fourth Assessment Report, mengungkapkan bahwa
1
Arianti Ina R. Hunga, Ekofeminisme; dalam tafsir agama, pendidikan, ekonomi, dan budaya, (Yogyakarta: Jalasutra, 2013), h. ix 2
Badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia. IPCC adalah dewan iklim PBB, yaitu badan internasional terkemuka untuk penilaian perubahan iklim yang tersusun
1
2
90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir! IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan nitro oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi.3 Data tersebut menunjukan bahwa sekitar 29% lahan bumi mengalami penggurunan antara ringan, sedang, dan parah.Sedangkan 6% lainnya diklasifikasikan sangat parah. Hutan tropis yang mencakup 6% luas permukaan bumi namun memiliki kenakeragaman hayati tinggi yaitu sekitar 50% dari jumlah spesies yang ada keadaannya cukup memperihatinkan.4 Telah lebih dari dua dasawarsa ini, penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak yang
dilaporkan oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat. Diketahui bahwa penyebeb terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara di dalam
dari 195 anggota negara yang ada di dunia serta ribuan ilmuan pakar internasioanl yang secara sukarela menganalisis perubahan iklim di bumi dan penyarankan tindakan penanggulangan. 3
Said Tuhuleley, Ekoteologi Pertanian; suatu awal pemikiran, makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Transformasi Teologi dan Reaktualisasi Etos Kerja Islam Sebagai Respons terhadap Pergeseran Peta Geoekonomi, Geopolitik, dan Geobudaya Global ke Cina, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Kampus UMY, 7 Agustus 2011. 4
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III; Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2009), h. 404
3
rumah atau di luar rumah.5 Sumbangan utama terhadap jumlah karbon dioksida diatmosfir berasal dari pembakaran bahan fosil, yaitu minyak bumi, batu bara, dan gas bumi.6 Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian juga meningkatkan jumlah karbon dioksida diatmosfir.7 Masalah pencemaran dan kerusakan ekosistem secara nasional juga terjadi di lingkungan masyarakat, keluarga, dan termasuk sekolah. Sekolah sebagai institusi pendidikan formal diakui telah menyumbang limbah organik maupun anorganik yang cukup besar. Jika sampah yang dihasilkan dari sekolah setiap harinya sebanyak 15 Kg, maka sesungguhnya sekolah telah menyumbang sampah sebanyak 15.000 Kg atau 15 Ton /hari. Nominal itu jika asumsi dalam satu kabupaten kota terdapat 500 lembaga pendidikan formal. Beberapa masalah serius tentang pencemaran lingkungan yang terjadi di lembaga pendidikan formal misalnya adalah masalah prilaku masyarakat sekolah yang membuang sampah sembarangan, limbah kantin yang belum ditata dengan baik, penggunaan alat tulis dan sarana prasarana pendidikan yang tidak ramah lingkungan, serta area taman hijau sekolah yang tidak maksimal. Problem pendidikan formal di kota adalah keterbatasan lahan, sehingga area hijau kurang mendapat perhatian khusus. Sedangkan problem pendidikan formal di pedesaan adalah luasnya lahan sekolah yang 5
Delik Iskandar, Mengenal Bumi; untuk menjaga kelestarian bumi, (Surabaya: CV Graha Ilmu Mulia, 2010), h. 20
36
6
Pembakaran bahan-bahan tersebut menambahkan 18,35 miliar ton CO2 ke atmosfir /thn.
7
Meidiana Frikasari, Efek Rumah Kaca bagi Bumi, (Jakarta: Azka Mulia Media, 2006), h.
4
kurang diberdayakan secara produktif, baik sebagai lahan hijau ataupun laboratorium tanaman biotik. Pemanasan global (global warming) bukan sekedar isu lagi, melainkan
fenomena
nyata
yang
dampaknya
semakin
mengancam
keberlangsungan bumi. Dampak paling nyata dari pemanasan global adalah rentetan bencana alam yang menimpa belahan bangsa di dunia, baik bencana alam di darat, di laut, maupun di udara yang disebabkan bukan karena faktor alam atau ujian dari Allah swt semata melainkan juga campur tangan manusia.8 Manusia ditempatkan dibumi ini bukanlah secara kebetulan, bukan pula sebagai benda yang hidup lalu mati kembali menjadi benda mati yang tanpa arti dan tanggung jawab, sebagaimana halnya pandangan yang dikemukakan oleh paham materialisme,9 yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.10Paham materialisme ini berafiliasi ke paham sekulerisme, yaitu suatu paham yang mendikotomikan ilmu agama dari ilmu pengetahuan. Sejarah mengajarkan, bahwa dikotomi ilmu dan sekulerisasi pendidikan Barat telah gagal, bahkan menyeret manusia ke dalam kehancuran 8
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar”. QS. Ar-Rûm: [30] : 41 9
Khaelany HD, Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 37 10
Islam menempatkan urusan materi sekaligus urusan immateri secara integral. Kehidupan setelah mati adalah bagian dari kehidupan di dunia secara paralel. Segala konsekuensi dikehidupan setelah mati merupakan bentuk pertanggung jawaban saat di alam dunia. Islam menempatkan sikap meyakini akan kehidupan setelah kematian sebagai salah satu pilar keimanan. Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. QS. AlJaatsiyah: [45] 24
5
peradaban. Sekulerisme merupakan suatu ideologi atau paham hidup yang mengajarkan bahwa agama adalah masalah subjektif setiap individu yang hanya bermanfaat untuk memenuhi tuntutan-tuntutan kejiwaan. Paham sekulerismemenempatkan agama hanya berhubungan dengan masalah privat, dalam arti masalah-masalah pribadi.11 Paham sekulerisme ini disinyalir telah banyak mempengaruhi pemikiran tokoh-tokoh agama yang memisahkan persoalan sosial dengan urusan ibadah. Meskipun, belakangan ini Fazlur Rahman telah mencoba menggagas integralisasi dikotomi ilmu dan sekulerisasi pendidikan.12 Problem kerusakan ekologi akibat dari pemanasan global tidak hanya menjadi tanggung jawab negara atau lembaga tertentu, melainkan menjadi tanggungjawab lintas negara dengan kebijakannya, lintas agama dengan ajarannya, dan lintas suku dengan adat istiadatnya termasuk menjadi tanggungjawab Pendidikan Islam. Pendidikan sebagai proses,dipandang paling
efektifdalammengambil
peran
ganda
melakukan
pendidikan
lingkungan hidup agar manusia teredukasi untuk menghormati dan menjaga keberlangsunganalam ini. Islam diyakini memiliki seperangkat aturan dan konsep disegala aspek kehidupan manusia. Dari mulai konsep ekonomi, budaya, politik, hukum, dan pendidikan termasuk bagaimana Pendidikan Islam menawarkan gagasankonsep lingkungan hidup. Al Quran yang sejatinya diperuntukan 11
M. Amin Rais, Tauhid Sosial; Formula Menggempur Kesenjangan, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998), h. 75 12
Sutrisno, Pendidikan Islam yang Menghidupkan; Studi Kritis terhadap Pemikiran Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Kota Kembang, 2006), h. 2
6
sebagai petunjuk bagi manusia13, tentunya isi kandungannya tidak hanya dibatasi pada persoalan-persoalan ibadah maupun aqidah, melainkan didalamnya mengandung wawasan tentang bagaimana mengolah sumber daya alam yang melimpah ini. Sebagai konsekuensi logis manusia sebagai khalifah di bumi, manusia dibekali dengan seperangkat alat untuk bagaimana memberdayakan sumber daya alam ini sebaik-baiknya untuk kemaslahatan ummat. Problem Pendidikan Islam yang pertama adalah pada bagaimana memahami Islam secara universal tanpa mendikotomikan, yakni ajaran Islam yang
bersifat
normatif
idealnya
mampu
menjadi
jembatan
untuk
menyeberangi persoalan-persoalan sosial dan lingkungan hidup. Selama ini, Pendidikan Islam disempitkan daya jelajahnya hanya pada ranah ibadah saja. Seolah-olah wilayah kajian Pendidikan Islam yang dipahami disebuah lembaga pendidikan formal maupun non formal hanya masalah aqidah, AlQur’an, tafsir, akhlak, tarikh, fiqih ibadah, dan fiqih muamalah tanpa dikaitkan dengan dimensi lainnya. Hal ini memang dilatarbelakangi oleh sejarah peradaban Islam, dimana pola dikotomis keilmuan dalam Islam ini muncul sejak abad ke-12. Al-Ghazali (w. 1111 M) misalnya, adalah salah satu tokoh yang dianggap telah mengusung gagasan dikotomi ilmu.14Al-Ghazali yang hidup pada masa yang secara umum sedang mengalami kemunduran, terutama pada aspek 13 14
QS. Al-Baqarah [2] : 185
Penulis tidak melihat apa yang dilakukan al-Ghazali sebagai upaya mendikotomikan ilmu, melainkan menspesifikasikan ilmu yang tidak berdampak pada pengabaian kepada salah satu keduanya. Sejarah peradaban Islam mengajarkan, bahwa ilmu-ilmu syariah menjadi landasan pertama yang diajarkan Nabi saw sebelum ilmu-ilmu lainnya.
7
intelektual dan moral yang sangat parah.15Atas alasan kondisi sosio-kultur politik saat itulah, maka Al-Ghazali menawarkan konsep tasawufnya dengan menekankan penyucian jiwa sebagai respon atas kondisi umat Islam. Wajar, jika ahirnya Al-Ghazali dianggap sebagai pengusung dikotomi ilmu dengan mengutamakan ilmu syariat sekaligus mengabaikan ilmu pengetahuan. Sebagai akibatnya umat Islam lebih mendalami ilmu-ilmu keagamaan dengan supremasi fikih tanpa diimbangi ilmu-ilmu lain.16 Problem Pendidikan Islam yang kedua adalah bagaimana Pendidikan Islam mampu menjawab problem lingkungan hidup.Fiqih yang secara otoritas memiliki seperangkat aturan yang bersumber dari hasil interpretasi al-Quran dan hadits, menjadi strategis untuk dikembangkan ke dalam kajian fiqih yang berwawasan lingkungan dalam konteks Pendidikan Islam. Berdasarkan uraian diatas,setidaknya ada tiga alasan mendasar latar belakang permasalahan ini. Pertama, berdasarkan data empiris, krisis ekologi yang telah berdampak sistemik dan telah mengancam sendi-sendi ekosistem, tidak hanya menjadi tanggung jawab negara, melainkan dunia pendidikan juga memiliki tanggung jawab dalam mengkampanyekan kelestarian dan keseimbangan ekosistem. Pendidikan Islam yang diyakini memiliki spirit duniawi dan ukhrawi secara integral, memiliki peran strategis dalam mengambil peran ganda sebagai institusi paling efektif untuk mempengaruhi
15
M. Amin Syukur dan Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf; Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali, (Semarang: Lembkota, 2012), h. 119 16
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam; Landasan Teoritis dan Praktis, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2009), h. 143-144
8
dan mendidik generasi agar memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap alam dengan pendekatan fiqih yang berwawasan lingkungan. Kedua, secara eksplisit maupun implisit, sesungguhnya gagasan pendidikan ekologi telah tertuang secara jelas, baik di dalam nash-nash suci yang berupa ayat-ayat suci al-Quran17 dan hadits18maupun kitab-kitab klasik maupun kontemporer, namun gagasan tersebut masih ditempatkan secara terpisah-pisah. Ketiga,sepanjang yang penulis ketahui belum banyakkajian yang menempatkan pendidikan yang berwawasan ekologi dalam perspektif Islam. Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka penulis akan membatasi penelitian ini pada aspek pandangan Islam terhadap pendidikan ekologi. Karena pendidikan ekologi yang dimaksud di sini adalah perspektif Islam, maka al-Qur’an dan hadits serta pemikiran cendikiawan muslim yang tertuang di dalam kitab-kitab klasik maupun kontemporer akan menjadi rujukan utama penelitian ini.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana ruang lingkup pendidikan ekologi?
17
“Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,.mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." QS. AlBaqarah [2] : 11 ّ ّ رواه. الّذي يتخلّي في طزيق النّاس ظلّهم:وماالّلعنان يارسىل هللا؟ قال :قالىا.ّقىاالّلعنين ات “مسلمJauhkanlah dirimu dari tiga perbuatan terkutuk yaitu buang air besar di tempat-tempat sumber air, di tengah jalan raya, dan di tempat perteduhan.” HR. Muslim 18
9
2. Bagaimana pendidikan ekologi dalam perspektif Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui ruang lingkup pendidikan ekologi 2. Mengetahui pandangan Islam terhadap pendidikan ekologi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberikan suatu gagasan mengenai konsep pendidikan ekologi dalam perspektif Islam. 2. Memberikan suatu wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan ekologi dalam perspektif Islam. 3. Menambah bahan pustaka tentang penelitian pendidikan ekologi dalam perspektif Islam. 4. Digunakan sebagai sumber informasi untuk bahan pertimbangan dalam mendesain struktur kurikulum Pendidikan Agama Islam.
D. Kajian Pustaka Ada beberapa tulisan yang mengkaji tentang ekologi, diantaranya adalah buku yang berjudul Mendidik Manusia; pendekatan psikologi untuk membangun kesadaran kritis yang ditulis oleh Siti Mumun dan Maghfur Ahmad. Bahwa pembangunan yang selama ini menggunakan prinsip menguasai dan menaklukan alam demi produksi untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya tanpa mengindahkan harmonisasi lingkungan, harus segera
10
dihentikan. Pemahaman harmonisasi alam dan manusia dapat dilakukan melalui pendidikan. Di samping itu, melalui proses pendidikan ekologis, akan diperoleh pemahaman bahwa manusia dan lingkungan (alam) bukan hubungan antara Penakluk dan yang ditaklukkan atau antara Tuhan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT.19 Di dalam buku yang berjudul Islam dan Ekologi Manusia yang ditulis oleh Sofyan Anwar Mufid, beliau mengelompokkan derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama faktor geneologis. Faktor geneologis atau keturunan ini menyumbang 10% dibandingkan dengan faktor lainnya. Kedua faktor perilaku (15%). Dari aspek posistifnya, manusia dapat hidup sehat akibat perilakunya sendiri yang secara cerdas mampu menjaga kesehatannya. Faktor ketiga, derajat kesehatan manusia dipengaruhi 15% oleh culture atau budayanya. Gaya hidup lingkungan masyarakat yang berupa makanan maupun pergaulan, bisa membentuk kualitas kesehatan manusia. Dan yang keemapat, derajat kesehatan manusia dapat dipengaruhi 60% oleh lingkungan alam. Lingkungan alam yang telah tercemari oleh limbah maupun dampak dari tatakelola perkotaan yang tidak seimbang, cukup besar mempengaruhi kualitas kesehatan manusia.20 Di dalam buku yang berjudul Islam Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang ditulis oleh Khaelany HD, beliau menyoroti dampak ledakan 19
Siti Mumun dan Maghfur Ahmad, Mendidik Manusia; pendekatan psikologi untuk membangun kesadaran kritis, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), h. 199 20
176
Sofyan Anwar Mufid, Islam dan Ekologi Manusia, (Bandung: Nuansa, 2010), h. 173-
11
penduduk
terhadap proses kelestarian lingkungan dan keberlangsungan
kesejahteraannya dalam pandangan Islam. Menurutnya, dalam rangka menggali manfaat dari lingkungan, tidak boleh diabaikan pula upaya untuk melestarikan lingkungan itu sendiri. Artinya, hendaklah dijaga keseimbangan ekologi dan dihindari pencemaran serta diupayakan agar kekayaan alam itu dipergunakan sehemat mungkin.21 Di dalam buku yang berjudul Islam dan Perubahan Sosial; respon terhadap isu-isu korupsi, kemiskinan, dan lingkungan hidup, yang ditulis oleh Maghfur Ahmad dkk, bahwa jaminan lingkungan yang sehat dan bersih harus diberikan negara kepada rakyatnya. Tanpa jaminan hak ini, maka negara mustahil dapat menyejahterakan rakyatnya. Hal ini terkait dengan bahwa hak atas lingkungan hidup sangat mempengaruhi kualitas hidup rakyat. Tujuan bernegara adalah membangun masyarakat cerdas, adil, makmur, dan sejahtera.22 Di dalam buku yang berjudul Pembangunan Ekonomi Berwawasan Lingkungan yang ditulis oleh Masriah dan Mujahid membagi tiga fungsi utama lingkungan. Fungsi lingkungan hidup mencakup tiga hal tersebut adalah yang pertama, sebagai penyedia bahan mentah (sumber daya alam) yang akan diolah lagi menjadi produk jadi, baik yang dikonsumsi sebagai kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kedua, sebagai sumber kesenangan yang sifatnya alami, seperti memberikan kesegaran karena adanya udara yang
21 22
Khaelany HD, Islam Kependudukan ..., h. 96
Maghfur Ahmad dkk, Islam dan Perubahan Sosial; respon terhadap isu-isu korupsi, kemiskinan, dan lingkungan hidup, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), h. 127
12
sejuk dan nyaman untuk dihirup, menyediakan sinar matahari yang hangat, menyediakan pantai-pantai yang bersih dan indah oleh rekreasi. Dan ketiga, sebagai tempat untuk menampung dan mengolah limbah secara alami.23 Di dalam buku Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi‟ah) yang diterbitkan oleh Conservation International Indonesia, sebuah laporan penelitian yang digagas oleh ulama pesantren Sukabumi tahun 2004, menghasilkan beberapa makalah terkait lingkungan hidup dalam pandangan Islam. Penelitian tersebut digali dari Al-Qur’an, Hadits, dan kitab-kitab klasik maupun kontemporer. Meskipun di dalam buku tersebut tidak menyinggung pendekatan pendidikan dalam merespon fenomena krisis ekologi, namun muatan dalam buku tersebut cukup menjadi landasan kajian fiqih ekologi perspektif pendidikan Islam. UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 10 ayat 1, menyebutkan, pemerintah diwajibkan mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung
jawab
masyarakat
dalam
pengelolaan
lingkungan
hidup.
Sebagaimana dalam penjelasan Pasal 10, kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Beberapa penelitian terkait pendidikan ekologi, penelitian Suko Pratomo yang berjudul Model Pembelajaran Tematik dalam Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar, menyebutkan, salah satu konsep Pendidikan 23
Lingkungan
Hidup
adalah
ilmu
kependudukan.
Ilmu
Masriah dan Mujahid, Pembangunan Ekonomi Berwawasan Lingkungan, (Malang: Universitas Malang, 2011), h. 97
13
Kependudukan (Demografi) adalah kajian tentang jumlah, persebaran, dan komposisi penduduk serta bagaimana ketiga faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. Ilmu Kependudukan mempelajari sistematis perkembangan, fenomena, dan masalah penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial sekitarnya.24 Penelitian berikutnya oleh Muhammad Mukhtar, di dalam judul skripsinya Kerusakan Lingkungan Perspektif Al-Qur‟an Studi Pemanasan Global. Nilai-nilai sebagai solusi al-Qur’an terhadap pemanasan global tersebar dalam berbagai ayat. Akar krisis ekologi bersifat aksiomatik dan multidimensi, yakni terletak pada kepercayaan dan struktur nilai yang membentuk hubungan manusia dengan alam, dengan yang lain, dan dengan gaya hidup manusia. Tanpa nilai-nilai tersebut, manusia cenderung melihat kebenaran menurut hawa nafsu, atau cara pandangnya sendiri. 25 Penelitian berikutnya oleh Muhirdan di dalam tesis yang berjudul Etika Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an. Sosok bumi dalam pandangan alQur’an terdiri dari dua sisi, yaitu sisi daratan (al-barri) dan lautan (al-bahr). Sisi daratan manusia (al-nās), binatang (al-hayawān), tumbuh-tumbuhan (alnabāt), dan material (māddah). Etika lingkungan hidup yang perlu diterapkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem menurut al-Qur’an adalah, pertama etika konservasi lingkungan hidup secara menyeluruh. Kedua, pembersihan
24
Suko Pratomo, Model Pembelajaran Tematik dalam Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Indonesia, Nomor 11 April 2009, 25
Muhammad Mukhtar, Kerusakan Lingkungan Perspektif Al-Qur‟an Studi Pemanasan Global, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
14
dan penyehatan lingkungan hidup. Ketiga, etika menjaga lingkngan hidup dari perusakan. Dan keempat, etika pengelolaan lingkungan hidup dengan cara tidak mengekspoitasi sumber daya alam serta meminimalisir penggunaannya sesuai neraca kebutuhan. 26 Merujuk beberapa penelusuran hasil penelitian sebelumnya, ada beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian penulis. Beberapa persamaan dan perbedaannya adalah, pertama hasil penelitian Suko Pratomo yang berjudul Model Pembelajaran Tematik dalam Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar. Di dalam penelitiannya, Suko menekankan pada model pembelajaran pendidikan lingkungan secara tematik ditingkat sekolah dasar. Pendekatan yang dipake menggunakan pendekatan ilmu pendidikan. Kedua, skripsi yang berjudul Kerusakan Lingkungan Perspektif AlQur‟an Studi Pemanasan Global, oleh Muhammad Mukhtar. Dalam penelitiannya, Mukhtar memfokuskan kajian penelitiannya pada sebab dan dampak kerusakan lingkungan yang berujung pada isu pemanasan global, nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an terhadap pemanasan global, serta bagaimana al-Qur’an menawarkan solusi penanggulangannya. Ketiga, tesis yang berjudul Etika Lingkungan Hidup Dalam AlQur‟an oleh Muhirdan. Dalam penelitiannya sama-sama mengkaji peroalanpersoalan ekologi, baik dari sisi penyebab dan dampaknya terhadap keberlangsungan ekosistem dengan
26
menekankan penelitiannya yang
Muhirdan, Etika Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur‟an., Jurusan Studi Islam Program Studi Agama dan Filsafat Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
15
bersumber dari dari al-Qur’an. Muhajirin lebih menekankan pada urgensi implementasi etika lingkungan hidup menurut al-Qur’an. Pendekatan yang digunakan adalah tafsi tematik dan bahasa. Yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya adalah, pertama dari segi term, penulis menggunakan term pendidikan ekologi. Dimana konsep dan ruang lingkup pendidikan ekologi mendasarkan pemikirannya pada ilmu pendidikan sekaligus perseptif Islam sebagai landasan pemikirannya. Kedua, isu-isu ekologi
yang penulis teliti
menggunakan pendekatan pendidikan Islam dengan merujuk dua sumber hukum Islam (Al-Qur’an dan hadits), tafsir, fikih dan kitab-kitab klasik maupun kontemporer. Atas dasar itulah, penulis mengangkat judul Pendidikan Ekologi Perspektif Islam.
E. Kerangka Berfikir Ada dua hal yang menjadi titik tekan kerangka teori yang terkait dengan judul di atas, yaitu pendidikan ekologi dan pendidikan ekologi perspektif Islam. 1. Pendidikan Ekologi Selama ini telah berkemabang dua cara pandang manusia terhadap alam, yaitu antroposentrisme dan ekosentrisme. Kedua cara pandang ini mempunyai alasan (pertimbangan rasional) masing-masing. Pertama teori antroposentris, yaitu teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Kedua teori
16
ekosentrisme, yaitu teori kelanjutan teori biosentrisme, yaitu teori yang menganggap bahwa setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Teori ini menganggap serius setiap kehidupan dan makhluk hidup di alam semesta.27 Teori
ekosentrisme telah merombak
cara
pandang teori
antroposentrisme yang telah menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kebutuhan kepentingan manusia.mengambil semua kebutuhannya. Bahkan telah menggiring manusia sebagai makhluk tertuduh yang telah merusak keseimbangan alam semesta ini. Teori ekosentrisme memandang hubungan antara alam dan kehidupan sosial dengan pokok-pokok gagasan sebagai berikut: pertama, manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi sesuatu yang lain. Ia tidak hanya melihat spesies manusia saja tetapi juga memandang spesies lain. Kedua, pandangan tentang lingkungan harus bersifat praktis. Artinya, etika ini menuntut suatu pemahaman baru tentang relasi yang etis dalam semesta disertai prinsip-prinsip yang bisa diterjemahkan dalam gerakan lingkungan.28 Konsep ekosistem menyatakan bahwa manusia merupakan bagian dari tempat atau lingkungan hidupnya. Sebagai salah satu jenis (spesies) makhluk hidup, manusia merupakan bagian dari jejaring kehidupan. 27
Sudjoko dkk, Pendidikan Lingkungan Hidup, (Tangerang: Universitas Terbuka, 2013),
h. 1.4 28
Rachmad. K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 113
17
Perubahan cara pandang yang fundamental dan radikal dibutuhkan sebagai sebuah pola atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang perorang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. 29 Untuk membentuk cara pandang manusia, dibutuhkan pedoman tentang bagaimana seharusnya manusia sebagai bagian dari ekosistem ini berinteraksi dengan ekosistem dan ikut terlibat perannya sebagai khalifahNya di muka bumi. Pedoman yang dimaksud adalah pendidikan ekologi, yaitu sebuah institusi pemikiran yang akan membimbing manusia untuk lebih memahami dan menyadari eksistensi dirinya sebagai pewaris sumber daya alam ini. Menurut konvensi UNESCO di Tbilisi, pendidikan lingkungan hidup merupakan proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup yang baru.30 2. Pendidikan Ekologi Perspekktif Islam Miller, sebagaimana dikutip oleh Sudjoko dkk, mengidentifikasi dasar-dasar etika lingkungan pada tiga dasar pendekatan. Pertama, dasar pendekatan ekologis. Yaitu mengenalkan suatu pemahaman adanya 29
Sudjoko dkk, Pendidikan Lingkungan Hidup ..., h. 1.3
30
Arianti Ina R. Hunga, Ekofeminisme ..., h. 124
18
keterkaitan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu, sekarang dan yang akan datang, akan memberi dampak yang tak dapat diperkirakan. Kedua, dasar pendekatan humanis. Yaitu pendekatan yang menekankan pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam. Ketiga, dasar pendekatan teologis. Yaitu pendekatan yang bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia ajarannya menunjukan bagaimana sebenarnya diciptakan dan bagaimana kedudukan dan fungsi serta interaksi yang selanjutnya terjalin antara alam dan manusia.31 Alah SWT memfirmankan di dalam al-Qur’an tentang dimensi alam semesta dalam beberapa perspektif. Sebagaimana firman-Nya
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-Hadȋd [57] : 4
Dalam ayat di atas, Allah memaparkan bahwa secara makro alam semesta ini terpusat pada dua tempat, yaitu bumi dan langit. Di
31
Sudjoko, Pendidikan Lingkungan Hidup ..., h. 7.8-7.9
19
bumi manusia ditempatka oleh Allah dengan segala fasilitasnya. Manusia bisa menikmati ssumber daya alamnya, baik sumber daya alam yang berada di daratan maupun sumber daya alam yang berada dilaut. Disanalah manusia diperintahkan tinggal dan dilarang untuk merusaknya. Sebagaimana firman-Nya
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al-A’rāf [7] : 56
Hujjah al-Islām, Al-Ghazali menyebutkan tujuan agama adalah lima hal: keyakinan personal (hifdz al-dȋn), jiwa-raga (hifdz al-nafs), akal pikiran (hifdz al-„aql), keturunan (hifdz al-nasl), dan hak milik (hifdz almāl). Dan adalah tidak mungkin bahwa manusia dapat hidup dengan baik tanpa adanya perlindungan terhadap lingkungan alamnya
(hifdz al-
bȋ‟ah).32 Dalam upaya menjaga lingkunga alamnya, manusia perlu diarahkan dan dididik agar manusia memanfaatkan dan memberdayakan kekayaan bumi tanpa melakukan eksploitasi bumi secara berlebihan. Selain diperintah untuk memikirkan kehidupan akhirat, Allah pun menegur manusia untuk memenuhi kehidupan yang berdimensi kebendaan secara integral.
32
Fachruddin M. Mangunjaya, Menanam Sebelum Kiamat, (Jakarta: Yayasan Obor Indoneisa, 2007), h. 5
20
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan penelitian yang menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati. Dari Penelitian ini akan diperoleh suatu data deskriptif yang menggambarkan suatu karakteristik mengenai bidang tertentu.33 Dengan pendekatan kualitatif ini penulis akan mendapatkan suatu gambaran mengenai bagaimana gagasan pendidikan ekologi dalam perspektif Islam. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Artinya data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka dengan mengambil dari berbagai sumber dan literatur yang terkait dengan rumusan masalah.34 Dari data yang penulis peroleh melalui literatur tersebut, kemudian dianalisis untuk mendapatkan suatu deskripsi tentang keterkaitan pendidikan ekologi dengan ajaran Islam. 2. Sumber Data Yang Digunakan a. Primer Data primer adalah sumber data utama yang diperoleh langsung dari subjek penelitian yang menggunakan alat pengukur atau
33
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) h. 5.
34
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian ..., h. 8
21
alat pengambilan data langsung pada subjek dengan sumber informasi yang dicari.35 Data primer biasanya diperoleh melalui literatur yang menggunakan semua metode pengumpulan data original.36 Dari data primer ini penulis memperoleh informasi dari literatur terkait tentang judul terkait. Sumber data primer tersebut diperoleh dari: 1) Al-Qur’an dan Al-Hadits. 2) Buku Ilmu Pendidikan Islam yang ditulis oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir 3) Buku Ekofeminisme dalam tafsir agama, pendidikan, ekonomi, dan budaya karya Arianti Ina Restiani Hunga dkk. 4) Buku Pendidikan Lingkungan Hidup yang ditulis oleh Sudjoko dkk 5) Kitab, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, karya Wahbah al-Zukhaili 6) Buku Fiqih Lingkungan sebuah laporan penelitian yang digagas oleh ulama pesantren Sukabumi tahun 2004 yang diterbitkan oleh Conservation
International
Indonesiayang
memuat
beberapa
landasan teks-teks wahyu dan teks-teks dari kitab klasik. b. Sekunder Sumber Penelitian ini juga didukung dari sumber data sekunder, dimana data sekunder adalah sumber data yang diperoleh
), h. 127
35
Anwar, Metodologi Penelitian,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h.91.
36
Mudjarad Kuncoro, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2003
22
secara tidak langsung, yang diperoleh lewat pihak lain, bukan dari subjek penelitian. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia, serta arsip-arsip resmi.37 Dari data sekunder ini penulis memperoleh informasi dari pihak-pihak dan beberapa literatur terkait judul, seperti: 1) Buku Islam dan Perubahan Sosial; respon terhadap isu-isu korupsi, kemiskinan, dan lingkungan hidup, karya Maghfur Ahmad dkk 2) Buku Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam yang ditulis oleh H. Muhaimin. 3) Buku Islam dan Ekologi Manusia karya Sofyan Anwar Mufid. 4) Jurnal Model Pembelajaran Tematikdalam Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar, karya Suko Pratomo 3. Teknik Pengumpulan Data Karena penelitian ini termasuk penelitian pustaka (Library Research) maka dalam pengumpulan data, medote yang digunakan adalah metode dokumentasi, yaitu mencari dan menggali data dari bahanbahan bacaan yang berkaitan dengan permasalahan.38 Setelah data terkumpul penulis kemudian mengklarifikasikan dan membaginya ke dalam beberapa bab dan sub bab sesuai dengan sifatnya, guna mempermudah dalam menjawab perumusan masalah.
37 38
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian ..., h.36.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 135
23
4. Metode Analisis Data Untuk
memperoleh
hasil
penelitian
yang
dapat
dipertanggungjawabkan kredibilitasnya dalam pengambilan kesimpulan, analisis data yang digunakan adalah metode analisis isi (content analysis), yaitu metode yang berangkat dari anggapan dasar ilmu-ilmu sosial bahwa studi tentang proses dan isi komunikasi adalah dasar dari studi-studi ilmu sosial.39 Secara teknik, metode analsis isi menganalisis terhadap makna dan kandungan yang ada pada pokok bahasan isu-isu pendidikan ekologi yang terkandung di dalam literatur.
G. Sistematika Penulisan Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latarbelakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, kajian pustaka, dan kerangka teoritis. Bab II membahas tentang pendidikan Islam yang meliputi:pengertian dan ruang lingkup kajian pendidikan Islam, landasan pendidikan Islam,tujuan pendidikan Islam, problem implementasi pendidikan Islam, dan pembaharuan pendidikan Islam Bab III membahas tentang pendidikan ekologi yang meliputi: pengertian pendidikan ekologi, ruanglingkup pendidikan ekologi yang ,eliputi landasan pendidikan ekologi, tujuan pendidikan ekologi, model pembelajaran pendidikan ekologi, materi pembelajaran pendidikan ekologi, strategi 39
Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, (Bandung: Refika Aditama, 2012), h. 224
24
pembelajaran pendidikan ekologi, peran komponen pendidikan ekologi, ekologi perspektif filsafat pendidikan, dan ekologi perspektif pendidikan Islam. Bab IV hasil penelitian pendidikan ekologi perspektif Islam. Meliputi tujuan pendidikan ekologi perspektif Islam, konsep materi pendidikan ekologi yang meliputi: tentang penciptaan alam semesta dan peran manusia, prinsip pemanfaatan sumber daya alam, larangan privatisasi sumber daya alam, dan akhlak manusia terhadap alam, dan integralisasi pendidikan ekologi perspektif Islam yang meliputi: pendidikan ekologi dalam al-Qur’an, pendidikan ekologi dalam hadits, dan pendidikan ekologi dalam kitab klasik maupun kontemporer. Bab V penutup yang meliputi kesimpulan, dan saran.