1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang terus menerus
telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara
makro maupun mikro. Krisis ini menyebabkan sektor industri dan jasa mengalami penurunan yang cukup tajam. Namun di pihak lain justru sektor pertanian masih tetap eksis. Hal ini berarti bahwa perekonomian Indonesia tidak dapat sepenuhnya tergatung pada sektor industri dan jasa saja, tetapi juga harus tergantung dari sektor pertanian. Oleh karena itu semestinya para pengambil kebijakan baik dari tingkat pusat, provinsi
sampai ke tingkat kabupaten dalam pembangunan
ekonomi di wilayahnya masing-masing perlu memberikan prioritas pada sektor pertanian. Sektor ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2000). Peranan sektor pertanian tidak diragukan lagi karena
sebagai sumber
penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang, papan, menyediakan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional, dan sebagai penghasil komoditi ekspor. Sektor pertanian juga dapat dijadikan basis dalam pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui pengembangan usaha yang berbasis pertanian yaitu agrobisnis dan agroindustri. Berkembangnya
2
perekonomian pedesaan, di samping berdampak pada pendapatan juga akan mengurangi urban ke daerah perkotaan. Tanaman hortikultura di Indonesia merupakan salah satu komoditas sektor pertanian yang prospektif untuk dikembangkan. Termasuk dalam komoditas hortikultura ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor: 511 tahun 2006 yang
menjadi binaan Ditjen Hortikultura sangat banyak yaitu 323 jenis
komoditas, terdiri atas buah-buahan 60 komoditas, sayur-sayuran 80 komoditas, biofarmaka 66 komoditas, dan tanaman hias 117 komoditas. Mengingat begitu banyaknya cakupan komoditas, maka dalam pembinaan perlu dilakukan prioritas dan penajaman aktivitas. Untuk itu kegiatan pembinaannya perlu dilakukan terintegrasi antar berbagai pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), petani, masyarakat, pelaku usaha (Bahar, 2008). Walaupun sebelumnya menjadi
hortikultura
perhatian kedua oleh pemerintah setelah padi dan palawija, namun
sejalan dengan tuntutan pasar dan konsumen, sejak era 1990-an pemerintah telah menangani hortikultura secara serius. Hal ini dibuktikan dengan membentuk dirjen khusus produk hortikultura dan kebijakan untuk memberikan proteksi terhadap produk lokal dari serbuan produk asing. (Harian Bali Post, 2009). Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura
yang
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan baik akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Di samping sebagai pemenuhan hobi, tanaman hias yang berupa bunga-bungaan merupakan salah satu komoditas hortikultura
cukup prospektif untuk diusahakan saat ini, karena mempunyai
3
banyak kegunaan seperti bahan baku industri minyak wangi, pewangi kosmetik, pewangi teh, obat tradisional, bunga tabur dan bunga rangkai (Rukmana, 2007). Berkembangnya usahatani tanaman hias akan berdampak pada munculnya industri lainnya yang saling melengkapi seperti industri pupuk dan obat-obatan tanaman hias, pot bunga dan media tanaman hias. Berdasarkan sebaran lokasi pengembangan komoditas unggulan nasional dan unggulan daerah, Provinsi Bali juga termasuk salah satu sentra pengembangan tanaman hias (http://www.hortikultura.deptan.go.id). Hal ini berarti bahwa pengembangan tanaman hias di Bali pada masa yang akan datang cukup baik karena didukung oleh sumberdaya alam. Berdasarkan data statistik Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, luas areal tanaman Provinsi
hias
Bali sampai tahun 2009 mencapai 915,51 ha untuk berbagai
di jenis
tanaman hias. Jenis tanaman hias yang dikembangkan adalah anggrek, anyelir, mawar, melati, angsoka, krisan, glodial, pisang-pisangan, sedap malam, palm, ephorbia, soka, adenium, antorium, dan pakis. Data mengenai perkembangan areal tanaman hias yang ada di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Luas Areal Tanaman Hias di Provinsi Bali No
Tahun
Luas Areal (ha) 689,43 704,75 806,84 910,26
Perkembangan (%) 1 2006 2 2007 2,22 3 2008 14,49 4 2009 12,82 Rata-rata 9,84 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Tahun 2009
4
Tabel 1.1 menunjukkan terjadi perkembangan luas areal dari tahun ke tahun yaitu tahun 2007 meningkat 2,22%, tahun 2008 meningkat 14,49% dan tahun 2009 meningkat 12,82% dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 9,84%. Peningkatan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya peningkatan areal tanaman hias jenis anggrek. Hal ini mencerminkan bahwa di satu pihak minat petani tanaman hias meningkat dan di lain pihak permintaan akan tanaman hias juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan karena Bali sebagai daerah pariwisata dan kondisi sosial budaya masyarakat Bali yang memakai bunga sebagai pelengkap sarana upacara keagamaan disamping untuk keperluan lainnya. Selain jenis tanaman hias di atas masih ada lagi jenis tanaman hias lainnya yang sudah dikenal luas di Masyarakat Bali yakni bunga hortensia. Hortensia (Hydrangea macrophylla) adalah tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia), Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tanaman hortensia merupakan tanaman
berbunga indah
yang dapat ditanam di dalam pot, maupun di lapangan. Biasanya tanaman hortensia dibudidayakan sebagai tanaman hias maupun bunga potong. Tanaman hortensia dikenal dengan nama kembang bokor karena bentuk calyx (mahkota) dekat dengan dasar bunga yang berkumpul sebagai bunga berbentuk bokor (http://id:wikipedia.org). Tanaman hortensia biasanya dipakai sebagai taman pelaminan pengantin karena memberikan efek warna yang indah. Di Bali tanaman hortensia lebih dikenal dengan nama bunga pecah seribu atau kembang seribu yang dibudidayakan sebagai bunga potong untuk pelengkap
5
sarana upacara adat/agama terutama banten (sesaji) bagi umat Hindu yang daritahun ke tahun kebutuhannya
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan seringnya upacara keagamaan (Sumerta dkk, 2005).
Bunga
hortensia banyak diminati oleh masyarakat sebagai sarana upacara karena harganya yang dapat dijangkau dan bunga tersebut cukup awet bertahan sampai 7 hari
bahkan dapat
sejak bunga tersebut dipetik dari pohonnya. Bunga
hortensia saat ini sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Kebutuhan bunga hortensia sebagai tanaman hias dan bunga potong segar tetap diperlukan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Konsumen bunga hortensia di Bali meliputi rumah tangga, pedagang bunga, toko-toko bunga (flower shop). Tanaman bunga hortensia adalah tanaman cukup spesifik di dataran tinggi karena hanya dapat tumbuh dengan baik di Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Berdasarkan data statistik yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng dan Tabanan luas areal tanaman bunga hortensia di Kabupaten Buleleng tahun 2009 mencapai 1.043,00 ha dan Kabupaten Tabanan seluas 10 ha. Perkembangan luas areal tanaman bunga hortensia dan jumlah produksi di Kabupaten Buleleng yang dilaporkan selama tiga tahun seperti Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan Luas Areal Tanaman dan Produksi Bunga Hortensia di Kabupaten Buleleng No
Tahun
Luas areal (ha) 214,00 518,25 932,75
Jumlah Produksi (ku) 13.500 33.790 69.250
Perkembangan Luas areal (%) 1 2007 2 2008 142,12 3 2009 79,98 Rata-rata 110,05 Sumber :Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Tahun 2009
6
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan yang drastis dengan rata-rata sebesar 110,05%. Perkembangan terbesar terjadi tahun
2008 disebabkan adanya
perluasan lahan areal tanaman di Dusun Asah Munduk Desa Munduk Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Peningkatan luas areal tanaman bunga hortensia yang sangat drastis mencerminkan bahwa usahatani bunga hortensia sangat diminati oleh petani. Untuk Wilayah Buleleng hanya terdapat di Kecamatan Sukasada dengan luas areal 302,50 ha dan Kecamatan Banjar dengan luas areal 740,50 ha. Desa Gobleg, Kecamatan Banjar dengan luas wilayah mencapai 1.915,71 ha (Monografi Desa Gobleg, 2008) adalah salah satu desa di Kabupaten Buleleng yang merupakan daerah pertanian. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat di desa tersebut adalah berupa tanaman kopi, cengkeh, coklat, jeruk, sayur-sayuran dan bunga hortensia. Dari luas areal tersebut 687 ha merupakan luas areal yang potensial ditanami tanaman bunga hortensia. Tanaman bunga hortensia sampai saat ini baru mencapai 584 ha atau (85%). Keadaan topografi, suhu maupun kondisi tanah di kawasan ini sangat mendukung pertumbuhan tanaman hortensia secara optimal. Tanaman ini
mulanya hanya sebagai
tanaman pekarangan,
namun belakangan karena tanaman ini bunganya laku di pasaran dengan harga yang cukup menjanjikan maka oleh masyarakat setempat dicoba untuk dikembangkan lebih lanjut tanpa melalui proses perencanaan yang matang. Tanaman bunga hortensia yang dibudidayakan di Desa Gobleg sekarang ini, pada mulanya hanya berupa tanaman hias untuk pekarangan, namun karena tanaman bunga hortensia dapat memberikan kontribusi dan penghasilan petani bunga hortensia maka
bagi
sejak tahun 1990an mulai dikembangkan.
7
Pengembangan tanaman bunga hortensia ini juga didorong oleh
keperluan
masyarakat terhadap bunga hortensia cukup banyak. Tanaman bunga hortensia dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur sembilan bulan dan panen berikutnya umumnya antara 10–15 hari sekali. Umur produktif tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitas bunga yang dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif. Bunga hortensia yang dihasilkan oleh petani di Desa Gobleg sangat mudah dipasarkan karena setiap hari ada pembeli (pengumpul) yang datang langsung untuk membeli hasil panennya. Selanjutnya pengumpul akan memasarkan kembali ke Denpasar, Klungkung, Gianyar, Buleleng, dan Negara bahkan sampai ke Lombok. Informasi yang diperoleh dari pengumpul bahwa semua bunga yang di pasarkan laku terjual namun dengan harga yang berpluktuasi. Pada tahun 2007 harga per kg bunga hortensia di tingkat petani berkisar antara Rp 200,00 sampai Rp 6000,00 (Hemadiandari, 2006), dan tahun 2009 berdasarkan survei harga per kg antara Rp 800,00 sampai Rp 8.000,00. Kondisi di atas menunjukkan permintaan terhadap bunga hortensia
dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan. Usahatani bunga hortensia yang dikembangkan masyarakat di Desa Gobleg diharapkan mampu menambah pendapatan petani. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang lebih dalam tentang kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia tersebut agar dapat dipakai sebagai pertimbangan oleh petani dalam memilih komoditas
yang diusahakan. Berdasarkan latar belakang
di atas,
8
menarik untuk dikaji
terhadap usahatani tanaman bunga hortensia untuk
mengetahui kelayakan usaha tersebut ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis maupun aspek sosial. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah usahatani tanaman bunga hortensia yang ada di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng layak untuk diusahakan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial? 2. Manakah yang lebih peka di antara harga input atau harga output pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng? 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh petani di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dalam usahatani tanaman bunga hortensia ? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1. Menganalisis kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
9
2. Menganalisis manakah yang lebih peka di antara harga input dengan output pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng? 3. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi petani, pengusaha dan bank sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan usahatani bunga hortensia. 2. Bagi pemerintah khususnya dinas pertanian, sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan usahatani bunga hortensia. 3. Bagi kalangan akademis, sebagai informasi bagi peneliti lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian
kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia di
Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut. 1. Penilaian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. 2. Unit analisis didasarkan pada luas lahan per ha. 3. Umur tanaman yang dianalisis selama satu siklus musim tanam yaitu 6 tahun dengan pertimbangan umur ekonomis tanaman sudah habis.
10
4. Tingkat harga jual komoditas bunga hortensia menggunakan harga di tingkat petani. 5. Data dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah data tahun 2009