1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang terus menerus
telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara
makro maupun mikro. Krisis ini menyebabkan sektor industri dan jasa mengalami penurunan yang cukup tajam. Namun di pihak lain justru sektor pertanian masih tetap eksis. Hal ini berarti bahwa perekonomian Indonesia tidak dapat sepenuhnya tergatung pada sektor industri dan jasa saja, tetapi juga harus tergantung dari sektor pertanian. Oleh karena itu semestinya para pengambil kebijakan baik dari tingkat pusat, provinsi
sampai ke tingkat kabupaten dalam pembangunan
ekonomi di wilayahnya masing-masing perlu memberikan prioritas pada sektor pertanian. Sektor ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2000). Peranan sektor pertanian tidak diragukan lagi karena
sebagai sumber
penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang, papan, menyediakan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional, dan sebagai penghasil komoditi ekspor. Sektor pertanian juga dapat dijadikan basis dalam pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui pengembangan usaha yang berbasis pertanian yaitu agrobisnis dan agroindustri. Berkembangnya
2
perekonomian pedesaan, di samping berdampak pada pendapatan juga akan mengurangi urban ke daerah perkotaan. Tanaman hortikultura di Indonesia merupakan salah satu komoditas sektor pertanian yang prospektif untuk dikembangkan. Termasuk dalam komoditas hortikultura ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor: 511 tahun 2006 yang
menjadi binaan Ditjen Hortikultura sangat banyak yaitu 323 jenis
komoditas, terdiri atas buah-buahan 60 komoditas, sayur-sayuran 80 komoditas, biofarmaka 66 komoditas, dan tanaman hias 117 komoditas. Mengingat begitu banyaknya cakupan komoditas, maka dalam pembinaan perlu dilakukan prioritas dan penajaman aktivitas. Untuk itu kegiatan pembinaannya perlu dilakukan terintegrasi antar berbagai pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), petani, masyarakat, pelaku usaha (Bahar, 2008). Walaupun sebelumnya menjadi
hortikultura
perhatian kedua oleh pemerintah setelah padi dan palawija, namun
sejalan dengan tuntutan pasar dan konsumen, sejak era 1990-an pemerintah telah menangani hortikultura secara serius. Hal ini dibuktikan dengan membentuk dirjen khusus produk hortikultura dan kebijakan untuk memberikan proteksi terhadap produk lokal dari serbuan produk asing. (Harian Bali Post, 2009). Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura
yang
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan baik akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Di samping sebagai pemenuhan hobi, tanaman hias yang berupa bunga-bungaan merupakan salah satu komoditas hortikultura
cukup prospektif untuk diusahakan saat ini, karena mempunyai
3
banyak kegunaan seperti bahan baku industri minyak wangi, pewangi kosmetik, pewangi teh, obat tradisional, bunga tabur dan bunga rangkai (Rukmana, 2007). Berkembangnya usahatani tanaman hias akan berdampak pada munculnya industri lainnya yang saling melengkapi seperti industri pupuk dan obat-obatan tanaman hias, pot bunga dan media tanaman hias. Berdasarkan sebaran lokasi pengembangan komoditas unggulan nasional dan unggulan daerah, Provinsi Bali juga termasuk salah satu sentra pengembangan tanaman hias (http://www.hortikultura.deptan.go.id). Hal ini berarti bahwa pengembangan tanaman hias di Bali pada masa yang akan datang cukup baik karena didukung oleh sumberdaya alam. Berdasarkan data statistik Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, luas areal tanaman Provinsi
hias
Bali sampai tahun 2009 mencapai 915,51 ha untuk berbagai
di jenis
tanaman hias. Jenis tanaman hias yang dikembangkan adalah anggrek, anyelir, mawar, melati, angsoka, krisan, glodial, pisang-pisangan, sedap malam, palm, ephorbia, soka, adenium, antorium, dan pakis. Data mengenai perkembangan areal tanaman hias yang ada di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Luas Areal Tanaman Hias di Provinsi Bali No
Tahun
Luas Areal (ha) 689,43 704,75 806,84 910,26
Perkembangan (%) 1 2006 2 2007 2,22 3 2008 14,49 4 2009 12,82 Rata-rata 9,84 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Tahun 2009
4
Tabel 1.1 menunjukkan terjadi perkembangan luas areal dari tahun ke tahun yaitu tahun 2007 meningkat 2,22%, tahun 2008 meningkat 14,49% dan tahun 2009 meningkat 12,82% dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 9,84%. Peningkatan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya peningkatan areal tanaman hias jenis anggrek. Hal ini mencerminkan bahwa di satu pihak minat petani tanaman hias meningkat dan di lain pihak permintaan akan tanaman hias juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan karena Bali sebagai daerah pariwisata dan kondisi sosial budaya masyarakat Bali yang memakai bunga sebagai pelengkap sarana upacara keagamaan disamping untuk keperluan lainnya. Selain jenis tanaman hias di atas masih ada lagi jenis tanaman hias lainnya yang sudah dikenal luas di Masyarakat Bali yakni bunga hortensia. Hortensia (Hydrangea macrophylla) adalah tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia), Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tanaman hortensia merupakan tanaman
berbunga indah
yang dapat ditanam di dalam pot, maupun di lapangan. Biasanya tanaman hortensia dibudidayakan sebagai tanaman hias maupun bunga potong. Tanaman hortensia dikenal dengan nama kembang bokor karena bentuk calyx (mahkota) dekat dengan dasar bunga yang berkumpul sebagai bunga berbentuk bokor (http://id:wikipedia.org). Tanaman hortensia biasanya dipakai sebagai taman pelaminan pengantin karena memberikan efek warna yang indah. Di Bali tanaman hortensia lebih dikenal dengan nama bunga pecah seribu atau kembang seribu yang dibudidayakan sebagai bunga potong untuk pelengkap
5
sarana upacara adat/agama terutama banten (sesaji) bagi umat Hindu yang daritahun ke tahun kebutuhannya
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan seringnya upacara keagamaan (Sumerta dkk, 2005).
Bunga
hortensia banyak diminati oleh masyarakat sebagai sarana upacara karena harganya yang dapat dijangkau dan bunga tersebut cukup awet bertahan sampai 7 hari
bahkan dapat
sejak bunga tersebut dipetik dari pohonnya. Bunga
hortensia saat ini sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Kebutuhan bunga hortensia sebagai tanaman hias dan bunga potong segar tetap diperlukan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Konsumen bunga hortensia di Bali meliputi rumah tangga, pedagang bunga, toko-toko bunga (flower shop). Tanaman bunga hortensia adalah tanaman cukup spesifik di dataran tinggi karena hanya dapat tumbuh dengan baik di Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Berdasarkan data statistik yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng dan Tabanan luas areal tanaman bunga hortensia di Kabupaten Buleleng tahun 2009 mencapai 1.043,00 ha dan Kabupaten Tabanan seluas 10 ha. Perkembangan luas areal tanaman bunga hortensia dan jumlah produksi di Kabupaten Buleleng yang dilaporkan selama tiga tahun seperti Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan Luas Areal Tanaman dan Produksi Bunga Hortensia di Kabupaten Buleleng No
Tahun
Luas areal (ha) 214,00 518,25 932,75
Jumlah Produksi (ku) 13.500 33.790 69.250
Perkembangan Luas areal (%) 1 2007 2 2008 142,12 3 2009 79,98 Rata-rata 110,05 Sumber :Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Tahun 2009
6
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan yang drastis dengan rata-rata sebesar 110,05%. Perkembangan terbesar terjadi tahun
2008 disebabkan adanya
perluasan lahan areal tanaman di Dusun Asah Munduk Desa Munduk Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Peningkatan luas areal tanaman bunga hortensia yang sangat drastis mencerminkan bahwa usahatani bunga hortensia sangat diminati oleh petani. Untuk Wilayah Buleleng hanya terdapat di Kecamatan Sukasada dengan luas areal 302,50 ha dan Kecamatan Banjar dengan luas areal 740,50 ha. Desa Gobleg, Kecamatan Banjar dengan luas wilayah mencapai 1.915,71 ha (Monografi Desa Gobleg, 2008) adalah salah satu desa di Kabupaten Buleleng yang merupakan daerah pertanian. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat di desa tersebut adalah berupa tanaman kopi, cengkeh, coklat, jeruk, sayur-sayuran dan bunga hortensia. Dari luas areal tersebut 687 ha merupakan luas areal yang potensial ditanami tanaman bunga hortensia. Tanaman bunga hortensia sampai saat ini baru mencapai 584 ha atau (85%). Keadaan topografi, suhu maupun kondisi tanah di kawasan ini sangat mendukung pertumbuhan tanaman hortensia secara optimal. Tanaman ini
mulanya hanya sebagai
tanaman pekarangan,
namun belakangan karena tanaman ini bunganya laku di pasaran dengan harga yang cukup menjanjikan maka oleh masyarakat setempat dicoba untuk dikembangkan lebih lanjut tanpa melalui proses perencanaan yang matang. Tanaman bunga hortensia yang dibudidayakan di Desa Gobleg sekarang ini, pada mulanya hanya berupa tanaman hias untuk pekarangan, namun karena tanaman bunga hortensia dapat memberikan kontribusi dan penghasilan petani bunga hortensia maka
bagi
sejak tahun 1990an mulai dikembangkan.
7
Pengembangan tanaman bunga hortensia ini juga didorong oleh
keperluan
masyarakat terhadap bunga hortensia cukup banyak. Tanaman bunga hortensia dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur sembilan bulan dan panen berikutnya umumnya antara 10–15 hari sekali. Umur produktif tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitas bunga yang dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif. Bunga hortensia yang dihasilkan oleh petani di Desa Gobleg sangat mudah dipasarkan karena setiap hari ada pembeli (pengumpul) yang datang langsung untuk membeli hasil panennya. Selanjutnya pengumpul akan memasarkan kembali ke Denpasar, Klungkung, Gianyar, Buleleng, dan Negara bahkan sampai ke Lombok. Informasi yang diperoleh dari pengumpul bahwa semua bunga yang di pasarkan laku terjual namun dengan harga yang berpluktuasi. Pada tahun 2007 harga per kg bunga hortensia di tingkat petani berkisar antara Rp 200,00 sampai Rp 6000,00 (Hemadiandari, 2006), dan tahun 2009 berdasarkan survei harga per kg antara Rp 800,00 sampai Rp 8.000,00. Kondisi di atas menunjukkan permintaan terhadap bunga hortensia
dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan. Usahatani bunga hortensia yang dikembangkan masyarakat di Desa Gobleg diharapkan mampu menambah pendapatan petani. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang lebih dalam tentang kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia tersebut agar dapat dipakai sebagai pertimbangan oleh petani dalam memilih komoditas
yang diusahakan. Berdasarkan latar belakang
di atas,
8
menarik untuk dikaji
terhadap usahatani tanaman bunga hortensia untuk
mengetahui kelayakan usaha tersebut ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis maupun aspek sosial. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah usahatani tanaman bunga hortensia yang ada di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng layak untuk diusahakan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial? 2. Manakah yang lebih peka di antara harga input atau harga output pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng? 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh petani di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dalam usahatani tanaman bunga hortensia ? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1. Menganalisis kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
9
2. Menganalisis manakah yang lebih peka di antara harga input dengan output pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng? 3. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi petani, pengusaha dan bank sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan usahatani bunga hortensia. 2. Bagi pemerintah khususnya dinas pertanian, sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan usahatani bunga hortensia. 3. Bagi kalangan akademis, sebagai informasi bagi peneliti lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian
kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia di
Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut. 1. Penilaian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. 2. Unit analisis didasarkan pada luas lahan per ha. 3. Umur tanaman yang dianalisis selama satu siklus musim tanam yaitu 6 tahun dengan pertimbangan umur ekonomis tanaman sudah habis.
10
4. Tingkat harga jual komoditas bunga hortensia menggunakan harga di tingkat petani. 5. Data dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah data tahun 2009
11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Usahatani Antara (2009) menyebutkan usahatani (on-farm agribusiness)
yakni
kegiatan yang menggunakan barang - barang modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usaha tanaman pangan, hortikultura, usahatani peternakan, usaha perikanan dan usaha kehutanan. Menurut Suratiyah (2006), usahatani adalah seorang yang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Rivai (1980) dalam Hernanto (1993) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dalam keseharian, adalah 1. Adanya lahan, tanah yang di atasnya tumbuh tanaman, dibuat kolam, tambak, sawah, tegalan, ada tanaman tahunan atau tanaman setahun. 2. Ada bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur, dan lain-lain. 3. Ada alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, sprayer, traktor, pompa air, dan lain-lain.
12
4. Ada pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lainlain. 5. Ada kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalannya usahatani, dan menikmati usahataninya. Secara umum dapat dikatakan bahwa beragamnya usahatani dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial, ekononi, dan politik yang ada di lingkungan usahatani. Petani kaya yang ekonominya kuat akan memilih komoditi yang mampu diusahakan dalam skala yang berbeda dengan petani kecil. Ada empat unsur pokok yang selalu ada pada usahatani (Hernanto, 1993) yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (management) a. Tanah, dengan sifat yang khusus seperti relatif langka dibandingkan faktor produksi lainnya, distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata, luas relatif tetap, tidak dapat dipindahkan dan dapat dipindah tangankan, maka tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani. b. Tenaga kerja, dibedakan menjadi: tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani.
13
c. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersamasama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang baru yaitu produksi pertanian. Pada usahatani yang dimaksudkan modal adalah 1) Tanah; 2) Bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik, dan lain-lain); 3) Alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, sprayer, cangkul, parang, dan lainlain); 4) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam; 5) Bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, dan obat-obatan); 6) Piutang di bank; 7) Uang tunai. d. Pengelolaan
(management),
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor produksi yang dikuasainya dengan baik dan mampu
memberikan produksi pertanian sebagaimana
diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Inti dari semua itu adalah manusia, gagasan, dan akal budi serta prasarana/sarana yang merupakan dasar setiap pengorganisasian seorang pengelola untuk bekerja.
Gagasan akan menumbuhkan kehendak berfikir
konsepsional, sarana untuk administrasi, sedang manusia berperan dalam kepemimpinan atau wirausaha.
14
Petani saja tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan usahataninya sendiri. Oleh karena itu, perlu bantuan dari luar baik secara langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan usahatani maupun tidak langsung dalam bentuk insentif yang dapat mendorong petani mendorong halhal baru dan mengadakan tindakan perubahan. Soetriono dkk. (2006) mengatakan petani harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal seperti dijelaskan sebagai berikut : 1) Faktor-faktor internal usahatani meliputi :
petani pengelola, tanah
usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah anggota keluarga. 2) Faktor-faktor eksternal usahatani meliputi : tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. 2.2 Tanaman Bunga Hortensia Menurut
Heru A. Muawin, (http://heruamuawinmenembuscakrawala.
blogspot.com hortensia-hydrangea) tanaman bunga hortensia (Hydrangea macrophylla) dari keluarga Saxifragaceae merupakan tanaman hias yang berasal dari Honsu, sebuah pulau besar di Jepang. Di Indonesia hortensia lebih dikenal dengan nama kembang bokor dan di Bali dikenal dengan nama pecah seribu atau kembang seribu dan lebih banyak dibudidayakan sebagai bunga potong dan tanaman hias. Bunga hortensia berwarna biru atau biru kemerahan. Saat awal
15
mekar berwarna biru kehijauan, kemudian menjadi biru, biru ungu atau biru kemerahan, tergantung pada pH tanah. Hortensia berasal dari daerah subtropis, maka tumbuh baik di daerah dataran tinggi, mulai ketinggian 500 s.d. 1.500m di atas permukaan laut. Tanaman ini cocok pada jenis tanah yang banyak mengandung pasir dan kompos. Pengaturan warna bunga tergantung pada pengaturan kadar pH tanah.
Aluminium yang
banyak dikandung di dalam tanah dapat menyebabkan pH tanah menurun (pH 5,5) sehingga mempengaruhi warna bunga menjadi biru. Namun, apabila kandungan kapur ditambah sehingga pH meningkat menjadi 6,5-7 akan mempengaruhi warna bunga menjadi pink.
Demikian pula apabila terlalu banyak dalam pemberian
pospor dan nitrogen akan mempengaruhi tersedianya aluminium (semakin berkurang) sehingga pH rendah. Tanaman hortensia diperbanyak dengan stek pucuk (terminal) dari batang atau vegetatif stock tanaman. Dibutuhkan waktu 3-4 minggu agar stek tidak basah sebelum bibit tanaman siap dipindahkan ke lapangan.
Ada tiga faktor yang
dibutuhkan dalam membuat stek tanaman hortensia yaitu sumber stek bebas dari hama dan penyakit, optimum suhu untuk pengakaran 24o -25o C, dan memperhatikan sanitasi selama pengakaran. Perlakuan/pengkondisian suhu di bawah 20o C selama enam minggu pada saat pembibitan, akan merangsang pembungaan lebih cepat, sedangkan perlakuan suhu di atas 25o C batang tanaman dan bunga cenderung kecil. Perawatan
tanaman hortensia berupa pencegahan terhadap organisme
pengganggu tanaman seperti cendawan atau penyakit dapat dilakukan melalui
16
penyemprotan sejak pembibitan dengan menggunakan Benlate atau fungisida lain. Apabila virus yang menyerang tanaman, maka pohon induk yang terkena virus sejak awal harus dicabut atau dieleminasi. Selain itu serangan Bontrytis dan aphids sering terjadi secara bersamaan sehingga penggunaan pestisida secara bergantian dapat dilakukan untuk mengantisipasinya. . Tanaman bunga hortensia baru dapat dipanen untuk pertamakalinya
setelah berumur 9 (sembilan) bulan
dan panen berikutnya umumnya setiap 10 – 15 hari sekali. Umur produktif tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitasnya bunga yang dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif. Selain sebagai tanaman hias dipekarangan dan untuk keperluan sarana upacara agama (banten) tanaman hortensia juga dapat dipakai sebagai obat. Menurut hasil program mini riset (anonim,2008) disebutkan bunga hortensia bersifat sedikit beracun jika dimakan karena semua bagian tanaman mengandung glukosida sianogenik, walaupun demikian jarang ada kasus keracunan karena tanaman ini tidak enak dimakan. Daun dan akar tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan pigmen, anthosianin yang sangat tinggi. Secara garis besar tanaman hortensia bisa memberikan efek antioksidan, dan anthosianin juga berpotensi dengan perannya dalam terapeutik yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular.
17
2.3 Pengertian Studi Kelayakan Studi kelayakan (feasibility study) pada akhir-akhir ini telah banyak dikenal oleh masyarakat, terutama yang bergerak dalam bidang dunia usaha. Bermacammacam peluang dan kesempatan yang ada dalam dunia usaha telah menuntut untuk menilai sejauh mana peluang tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) apabila dilaksanakan. Kegiatan menilai sejauh mana manfaat yang diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha disebut dengan studi kelayakan bisnis (Ibrahim, 2003). Selanjutnya Kasmir dan Jakfar (2003) mengatakan bahwa suatu studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak tidaknya usaha yang dijalankan. Menilai dan meneliti sejauh mana kegiatan usaha tersebut memberikan keuntungan sangatlah penting dilakukan
dengan
tujuan untuk memperbaiki dalam pemilihan investasi. Oleh karena sumber-sumber yang tersedia bagi kegiatan usaha adalah terbatas, maka perlu diadakan pemilihan dari berbagai macam alternatif yang ada. Kesalahan dalam memilih usaha dapat mengakibatkan pengorbanan dari sumber-sumber yang langka. Untuk itu perlu diadakan analisis terhadap berbagai alternatif kegiatan yang tersedia sebelum, sedang dan sudah melaksanakannya dengan jalan menghitung biaya dan manfaat yang diharapkan dari kegiatan tersebut. Lebih jauh
Sutojo (2000) mengatakan fokus utama studi kelayakan proyek
terpusat pada empat macam aspek yakni 1. Aspek pasar dan pemasaran, yang meneliti apakah pada masa yang akan datang, ada cukup permintaan di pasar yang akan dapat menyerap produk
18
yang dihasilkan oleh usaha yang dilaksanakan.Disamping itu juga diteliti kemampuan usaha yang dibangun untuk bersaing di pasar. 2. Aspek produksi, teknik dan teknologi, yang mencakup penentuan kapasitas usaha yang ekonomis,jenis teknologi dan peralatan yang digunakan. 3. Aspek manajemen dan sumber daya manusia, mencakup penelitian jenis dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola dan mengoperasikan usaha tersebut. 4. Aspek keuangan dan ekonomi, mencakup perhitungan anggaran investasi yang dibutuhkan, sumber pembiayaan investasi serta kemampuan proyek tersebut menghasilkan keuntungan. 2.4 Manfaat Studi Kelayakan Laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat dinyatakan layak untuk dilaksanakan, maka ada pihak-pihak tertentu yang memerlukan laporan tersebut (Umar, 1999). Adapun yang membutuhkan laporan
studi kelayakan tersebut
adalah 1. Pihak investor Calon investor mempunyai kepentingan terhadap laporan studi kelayakan bisnis karena dari laporan tersebut terlihat keuntungan yang diperkirakan . 2. Pihak kreditor. Pendanaan proyek dapat juga dari bank. Pihak bank akan mengkaji ulang studi
kelayakan
bisnis
yang
telah
dibuat
tersebut
termasuk
19
mempertimbangkan sisi lain, misalnya bonafiditas dan tersedianya agunan yang dimiliki sebelum untuk memutuskan memberikan kredit. 3. Pihak manajemen Bagi pihak manajemen pembuatan proposal ini merupakan suatu upaya dalam rangka merealisasikan ide proyek yang bermuara pada peningkatan usaha dalam rangka meningkatkan laba perusahaan. 4. Pihak pemerintah dan masyarakat Studi kelayakan yang disusun perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. 5. Bagi tujuan pembangunan ekonomi Dalam menyususn studi kelayakan bisnis juga menganalisis manfaat yang akan didapat atau biaya-biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek tersebut terhadap perekonomian nasional. 2.5 Tinjauan Investasi Investasi dalam arti luas berarti mengorbankan rupiah sekarang untuk rupiah masa depan. Ada dua atribut yang melekat yakni (William, 2005). Selanjutnya keputusan
waktu dan resiko
investasi merupakan suatu tindakan
melepaskan dana saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan arus dana dimasa mendatang yang jumlahnya relatif lebih besar dari dana yang telah dilepaskan pada saat investasi awal (initial investment). Investasi dari segi ruang lingkupnya yakni, investasi pada aktiva nyata (real assets atau real investment), seperti pendirian pabrik, hotel/restaurant, perkebunan, dan investasi pada aktiva
20
keuangan (financial assets atau financial investment), seperti pembelian suratsurat berharga berupa saham atau obligasi. Investasi ditinjau dari segi kepastian memperoleh keuntungan dapat berupa, investasi yang bebas resiko (free risk investment) misalnya pembelian obligasi, dan investasi yang beresiko (risk investment). Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan dapat menghasilakan keuntungan di masa depan (Halim,2005). Investasi dapat pula dikatakan sebagai pembentukan modal. Dengan demikian investasi merupakan upaya untuk menambah banyak barang produksi oleh masyarakat yang kelebihan dana. Pengeluaran yang dipergunakan untuk keperluan investasi merupakan pengeluaran untuk pembelian barang modal riil. Investasi dapat dibedakan menjadi dua macam (Pudjosumarto, 2001) yaitu a) Investasi otonom (autonomous investment) adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan pendapatan nasional ataupun tingkat suku bunga. Investasi ini akan mengalami perubahan nilainya jika terjadi perubahan teknologi. b) Investasi dorongan (induced investment) adalah investasi yang didorong oleh adanya perubahan pendapatan nasional. Investasi dipandang dari segi perusahaan, adalah merupakan konversi uang pada saat sekarang dengan perhitungan untuk memperoleh arus dana atau penghematan arus dana di masa yang akan datang. Setiap usulan investasi harus diukur dari kemampuan proyek tersebut untuk menghasilkan arus dana yang lebih
21
besar dari investasi semula dan dengan demikian memberikan tingkat pemulihan yang sepadan dengan apa yang diinginkan investor. Tujuan investasi adalah memberi nilai tambah yang yang lebih besar terhadap perusahaan sehingga dapat memperpanjang umur ekonomis perusahaan. Bagaimana mengestimasi biaya yang telah dikeluarkan masa kini, dengan harapan aliran dana yang masuk diwaktu yang akan datang lebih menguntungkan. Tentu ini memerlukan adanya perencanaan yang matang dalam mengestimasi tahapan kegiatan yang akan dilakukan agar dapat tergambarkan lebih terinci dalam skema yang jelas. Nilai manfaat investasi secara tidak langsung dapat pula memberi dampak sosial ekonomis kepada masyarakat sekitarnya. Terbukanya lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan masyarakat, masyarakat terbuka dari terisolasi kemajuan sekitarnya, serta dapat mengakses informasi pada kemajuan yang lebih respek terhadap berbagai kejadian yang muncul. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), manfaat kegiatan investasi antara lain; terbukanya kesempatan kerja, peningkatan output yang dihasilkan, bertambahnya pendapatan regional, terbukanya daerah dari keterbelakangan, terjadinya perubahan pendidikan dan pola pikir masyarakat, meningkatnya disiplin masyarakat, timbulnya industri hilir, penghematan devisa ataupun penambahan devisa. 2.6 Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan usaha, terdiri dari sewa lahan/tanah, gedung/bangunan/kandang, mesin, peralatan, biaya pemasangan, biaya kendaraan, biaya studi kelayakan dan biaya lainya yang
22
berhubungan dengan pembangunan usaha/proyek (Ibrahim, 2003). Ada beberapa pertimbangan rasional yang mendasari investasi yaitu nilai waktu atas uang (time value of money), kriteria investasi, penyusutan, resiko, nilai akhir dan umur ekonomis investasi. Biaya investasi adalah biaya – biaya yang akan dikeluarkan dimasa yang akan datang (Suratman, 2001) yang meliputi antara lain: 1.
Biaya angsuran hutang dan bunga Pengeluaran angsuran hutang dan bunga akan dimasukkan dalam biaya ekonomis tergantung apakah terdapat beban sosial yang dianggap harus ditanggung masyarakat sehubungan dengan angsuran pembiayaan suatu proyek atau tidak, biaya proyek atau biaya investasi dapat dihitung pada waktu investasi dikeluarkan atau dapat dihitung pada waktu pinjaman untuk investasi dilunasi beserta bunganya.
2.
Penyusutan (depreciation) Penyusutan merupakan dana pengganti dari aktiva yang tidak ekonomis lagi, atau dianggap sebagai keuntungan dalam perhitungan laba – rugi, karena dana yang disisihkan sebenarnya merupakan penerimaan perusahaan. Jenis investasi yang perlu disusutkan terdiri dari: mesin, bangunan/gedung, dan peralatan lainnya yang memerlukan penggantian pada suatu masa sebagai akibat dari pemakaian. Besar kecilnya biaya penyusutan yang dilakukan pada setiap aktiva tergantung pada harga perolehan aktiva, umur ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusutan. 3. Biaya kontruksi atau peralatan.
23
Biaya kontruksi dapat meliputi: (1) peralatan adalah segala peralatan yang dipergunakan di dalam mengerjakan
proyek, (2) bahan-bahan adalah
segala bahan yang dipergunakan dalam kegiatan proyek dan; (3) tenaga kerja yang berhubungan dengan upah. 4.
Sewa tanah Biaya ini dihitung apabila tanah yang digunakan memberikan hasil seperti tanah sawah, tanah perkebunan.
5.
Biaya modal kerja. Adalah modal yang digunakan dan dimasukkan sebagai biaya tahun pertama.
6.
Sunk cost Adalah biaya - biaya yang telah dikeluarkan jauh sebelum rencana kegiatan proyek/investasi tersebut dilaksanakan.
7.
Intangible cost Adalah hal - hal yang riil akan tetapi sulit diperhitungkan dalam nilai uang, namun mencerminkan nilai yang sebenarnya. Bentuk biaya intangible seperti merk, kontrak manajemen, hak patent.
2.7 Nilai Waktu atas Uang Nilai waktu dari uang menunjukkan kepada kondisi di mana uang sekarang sebesar Rp 1.000.000,00 berbeda dengan uang Rp 1.000.000,00 satu bulan di masa yang akan datang (Ichsan dkk. 2000). Investasi yang dikeluarkan pada saat ini untuk pengadaan suatu usaha/proyek tidak serta merta menghasilkan peningkatan pendapatan hari ini, karena dibutuhkan suatu jangka waktu tertentu.
24
Ada
kecendrungan
di
mana
makin
tinggi
jumlah
dan
kualitas
pembiayaan/investasi, biasanya jangka waktu makin panjang sesuai dengan umur ekonomis usaha yang akan dilakukan. Perlu pula diperhatikan uang sebagai nilai manfaat ekonomi dari suatu investasi yang diperkirakan akan diterima pada masa mendatang tidak sama dengan nilai uang yang diterima pada saat ini, karena adanya faktor tingkat suku bunga (interest rate). Atas pertimbangan pokok dari investasi adalah berapa nilai sekarang (present value) dari uang yang akan diperoleh di masa mendatang, atau berapa nilai uang masa mendatang (future value) yang diperoleh dari jumlah yang diinvestasikan saat ini. 2.8 Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria kelayakan investasi merupakan standar ukuran untuk menilai apakah usaha investasi itu layak atau tidak. Keputusan investasi adalah keputusan rasional, karena didasarkan atas pertimbangan rasional. Namun demikian dalam jangka pendek, digunakan beberapa alat bantu atau kriteria tertentu untuk memutuskan diterima atau ditolaknya rencana investasi. Menurut Sofyan (2004), kriteria penilaian kelayakan suatu usaha didasarkan pada dua kategori yaitu teknik perhitungan yang tidak memperhitungkan time value of money atau metode undiscounted yang terdiri dari
Payback Period dan marginal efficiency
of capital (MEC) serta teknik perhitungan yang berdasarkan time value of money atau metode discounted yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR).
25
2.8.1 Metode undiscounted Metode undiscounted tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang namun hanya berdasarkan nilai nominal dari uang tersebut. Metode undiscounted yang umum dipakai adalah metode payback period. Metode ini
untuk mengetahui
waktu yang dibutuhkan berapa lama investasi yang direncanakan dapat dikembalikan. Metode payback period
mencoba mengukur seberapa cepat
investasi bisa kembali. Karena metode ini mengukur seberapa cepat suatu investasi dapat kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah aliran kas, bukan laba. Untuk itu dihitung dulu aliran kas dari proyek tersebut. Jika waktu yang dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun demikian, berhati-hati dalam menafsirkan kriteria Payback Period, ini sebab ada investasi yang baru menguntungkan dalam jangka waktu lebih dari lima tahun. Rumus Payback Period (Kasmir dan Jakfar, 2003) adalah Payback Period =
Nilai investasi x 1 tahun Aliran kas bersih
Kriteria penilaiannya adalah jika Payback Period lebih pendek waktunya dari umur ekonomis maka usulan investasi dapat diterima. 2.8.2 Metode discounted 2.8.2.1 Net present value Net Present Value adalah selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas terminal). Metode penilaian ini adalah mengukur selisih antara total arus kas masuk (input) setiap tahun dengan total arus kas keluar (biaya) setiap tahun setelah didiskontokan dengan discount factor. Untuk menghitung nilai sekarang
26
tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga yang berlaku saat dilakukan keputusan investasi, masih terpisah waktu mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatian disini
keterkaitan hanya
akan mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima bila NPV > 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total lebih besar dari pada nilai sekarang biaya total. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV ( Husein Umar, 1999) adalah n
NPV t 1
CFt - Io (1 K ) t
Di mana : CFt Io K t n
= = = = =
aliran kas pertahun pada periode t investasi awal pada tahun 0 Suku bunga (discount rate) yang berlaku periode tahun
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai NPV adalah: NPV > 0 proyek diterima NPV < 0 proyek ditolak NPV = proyek berada dalam keadaan break even 2.8.2.2 Internal rate of return H.M. Yacob Ibrahim (2003) menyatakan bahwa IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengetahui prosentase keuntungan dari suatu proyek tiap - tiap tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan
27
bunga pinjaman. Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari tingkat bunga relevan (tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan. Metode ini adalah mengukur nilai tingkat pengembalian investasi ketika NPV sama dengan nol. Jika pada saat NPV=0, misalnya nilai IRR=14%, maka tingkat pengembalian investasi adalah 14%. Keputusan akan menerima atau menolak investasi dapat dilakukan atas pertimbangan hasil perbandingan IRR dengan tingkat suku bunga yang berlaku (r). Jika IRR > r, maka investasi diterima, sedangkan IRR< r, maka rencana investasi ditolak. IRR dapat dihitung dengan rumus (M.H. Yacob Ibrahim, 2003):
IRR = i1
NPV 1 (i 2 NPV 1 NPV 2
i1)
Di mana: IRR = Internal Rate of Return i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)
i2
= tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR adalah sebagai berikut IRR > tingkat bunga : berarti investasi diterima IRR < tingkat bunga : berarti investasi ditolak
28
IRR= tingkat bunga : berarti tingkat pengembalian investasi sama dengan tingkat bunga yang berlaku sehingga investasi bisa ditolak atau diterima tergantung pengambil keputusan. 2.8.2.3 Benefit cost ratio (BCR) Rasio ini adalah merupakan alat untuk mengukur perbandingan total nilai sekarang arus kas masuk dan arus kas keluar yang didiskontokan dengan discount factor. Output disimbulkan dengan B (benefit) dan biaya yang dikeluarkan disimbulkan dengan C (cost). Jika BCR sama dengan 1, maka nilai B=C, di mana benefit/output yang dihasilkan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan bila BCR <1, maka
berarti manfaat yang dihasilkan lebih kecil dari pada biaya
yang dikeluarkan. Sebaliknya, bila nilai BCR >1, maka artinya output/benefit yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Dalam keadaan seperti ini, keputusan investasi menerima atau menolak proposal investasi dapat dilakukan dengan melihat nilai BCR, yang umumnya proposal investasi baru diterima bila BCR >1, artinya manfaat yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Adapun rumusnya (Gaspersz, 2000) adalah BCR(i) = {∑ {Bt/(1+i)t }}/ {Co + ∑{Ct/(1+i)t}} Di mana : BCR(i) = nilai rasio manfaat-biaya pada tingkat interest rate (i) per tahun Bt = penerimaan total (manfaat ekonomi) pada periode waktu ke-t (t-1,2,3..,n) Co = biaya investasi awal Ct = biaya total yang dikeluarkan pada periode waktu ke-t (t-1,2,3..,n) t (1+i) = diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate i per tahun
29
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit Cost Ratio adalah sebagai berikut BCR > 1 Proyek layak untuk dikerjakan BCR < 1 Proyek tidak layak untuk dikerjakan 2.9 Saluran Pemasaran. Saluran pemasaran adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang dari produsen melalui perantara akhirnya sampai ke tangan konsumen. Lebih lanjut Saefuddin (1982), menyatakan bahwa saluran pemasaran merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa tersebut tiba di tangan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari jarak antara produsen ke konsumen, cepat atau tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak, skala produksi, posisi keuangan perusahaan. Menurut Rihardi (2001), dalam bisnis terdapat tiga pendukung yang memegang peranan penting pada saluran distribusinya. Ketiga pendukung tersebut adalah konsumen, petani, dan perantara. Konsumen merupakan pembeli terakhir. Petani yang langsung berhubungan dengan proses produksi, serta bertanggung jawab terhadap mutu produk yang dihasilkan, sedangkan perantara menyalurkan produk dari produsen ketangan konsumen. Pola saluran pemasaran komoditi pertanian berbeda dengan pola saluran pemasaran untuk barang-barang industri. Pola saluran pemasaran pertanian berbentuk kali (X), karena produk pertanian dihasilkan secara terpencar-pencar dalam jumlah relatif kecil. Produk dikumpulkan oleh pedagang pengumpul, dijual
30
kepada pedagang besar, ke pengecer lalu ke konsumen dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Sudiyono, 2004) Gambar 2.1 Pemasaran Komoditi Pertanian (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
. Keterangan : (1). Petani atau produsen produk pertanian. (2). Pedagang pengumpul. (3). Pedagang besar. (4). Pedagang pengecer. (5). Konsumen. 2.10 Penelitian-Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis kelayakan dan berhubungan dengan tanaman bunga horetnsia, telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Karyana (2006) dengan judul ”Kelayakan Usahatani Hortikultura (Krisan, Cabai Paprika, dan Strowberi) Pada Rumah Plastik di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng”, menunjukkan usahatani untuk ketiga komoditas tersebut di atas layak untuk diusahakan dilihat dari aspek finansialnya. Hasil analisis diperoleh NPV>0, BCR>1, IRR>i dan analisis sensitivitas dengan biaya naik 10% dan penerimaan turun 10% nilai NPV >0 dan ekspektasi nilai bersih >0.
31
Aspek non finansial memperoleh rata-rata skor yaitu aspek pasar 4,22, aspek teknis 4,49 dan aspek sosial 4,35. Ketiga komoditas di atas yang paling layak diusahakan adalah tanaman bunga krisan kemudian berturut-turut tanaman stroberi dan paprika. Spesifikasi dari penelitian ini terletak pada pemilihan salah satu komoditi yang harus dipilih berdasarkan pendekatan incremental cost dari masing-masing komoditas tersebut. Murti (2009) meneliti tentang “Analisis Kelayakan Pengembangan Agribisnis Lidah Buaya Oleh Petani di Kabupaten Gianyar Yang Menjadi Mitra PT Aloevera Bali ” menunjukkan bahwa agribisnis lidah buaya yang diusahakan oleh petani direkomendasikan layak untuk diusahakan dengan skor terboboti sebesar 4,675. Perincian skor terboboti untuk masing-masing kriteria penilaian adalah kelayakan pasar skor terboboti 1,882, kelayakan teknis skor terboboti 0,879, kelayakan sosial skor terboboti 0,960 dan kelayakan finansial skor terboboti 1,00. Penilaian kelayakan secara finansial diperoleh hasil payback period 2,625 tahun, NPV sebesar Rp 98.215.317,00, Benefit Cost Ratio 1,50 dan IRR 32,91% pada tingkat bunga yang berlaku 16% dan BEP 103,399 kg pada Rp 155.098.767,00. Hasil analisis sensitivitas pada saat nilai output turun 10% ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani lidah buaya masih layak diusahakan. Begitu pula pada saat harga input naik 10% ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani lidah buaya masih layak diusahakan. Spesifikasi dari penelitian ini adalah pada pola kemitraan untuk meningkatkan usaha agribisnis lidah buaya.
32
Hasil penelitian komoditas Hortikultura (Krisan, Cabai Paprika, dan Strowberi)
maupun Lidah Buaya terdahulu ternyata semuanya layak untuk
diusahakan dilihat dari kriteria investasi yang meliputi: Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of Return dan Benefit Cost Ratio. Hemadiandari (2006) dengan judul ” Saluran dan Marjin Pemasaran Bunga Hortensia (Hydrangea macrophylla) Di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng”. Hasil penelitiannya menunjukkan bentuk saluran pemasaran bunga hortensia ada tiga tipe saluran pemasaran, yaitu - Saluran I: Petani
Pedagang Pengumpul Desa
Pedagang Luar Desa
- Saluran II: Petani Pedagang pengumpul Desa
Pengecer Konsumen
Konsumen
- Saluran III: Petani
Pedagang Luar Desa
Konsumen
Ke tiga bentuk saluran pemasaran bunga hortensia menunjukkan bahwa marjin pemasaran tertinggi ada pada saluran II yaitu Rp 3.057,07/kg, sedangkan share harga yang diterima petani tertinggi ada pada saluran pemasaran III dengan share harga 56,46%. Share biaya yang terbesar ada pada saluran pemasaran III dengan share biaya 17,97% dan share keuntungan terbesar ada pada saluran pemasaran I sebesar 84,01% yang dinikmati oleh pedagang pengumpul luar desa.
33
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura
yang
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan profesional akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman hortikultura khususnya bunga hortensia (Hydrangea macrophylla) yang dikenal masyarakat sebagai tanaman hias di pekarangan, juga sebagai tanaman yang bernilai ekonomis, karena dapat dijual untuk melengkapi sarana upacara banten (sesaji) dan berbagai keperluan lainnya. Informasi dari data yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Bali menyebutkan bahwa tanaman bunga hortensia berkembang dengan baik di Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Perkembangan yang terbanyak ada di Kabupaten Buleleng yaitu di Kecamatan Banjar dengan sentra produksi di Desa Gobleg. Masyarakat Desa Gobleg, khusunya yang tinggal di Dusun Asah, sebagian besar penduduknya menanam tanaman bunga hortensia. Masyarakat yang ada di wilayah tersebut pendapatannya sangat tergantung dari usahatani bunga hortensia. Tanaman ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat karena setiap sepuluh sampai dengan lima belas hari sekali dapat mendatangkan penghasilan dari penjualan bunganya. Dalam pengembangan usahatani bunga hortensia petani perlu mengetahui tentang kelayakan usahanya ditinjau dari aspek finansial, aspek teknis, aspek
34
pasar dan aspek sosial. Usahatani bunga hortensia yang diusahakan selama ini oleh masyarakat belum memperhatikan kelayakan usahanya. Dengan demikian informasi mengenai kelayakan sangat diperlukan untuk pengembangan usahatani bunga hortensia apabila dikaitkan dengan investor atau diusahakan sendiri oleh petani. Analisis mengenai kelayakan usahatani bunga hortensia dapat dilakukan dengan metode kuantitatif dari aspek finansialnya dan kualitatif dari aspek teknis, apek pasar dan aspek sosial. Setelah dilakukan analisis dari masing-masing aspek tersebut selanjutnya dilakukan penilaian terhadap masing-masing aspek tersebut. Untuk memberikan arah yang lebih jelas tentang keterkaitan masing-masing aspek, sehingga diperoleh penilaian kelayakan pada setiap aspek sebagai dasar untuk membuat rekomendasi pada pihak yang terkait, maka akan dibuat kerangka pemikiran konseptual seperti pada Gambar 3.1.
35
Usahatani Bunga Hortensia
Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia Belum Diketahui Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia
Metode Analisis Kuantitatif
Deskriptif Kualitatif
Aspek Finansial Aspek Pasar Kriteria Investasi undiscounted Pay Back Period
Aspek Teknik
Kriteria Investasi discounted NPV IRR BCR
Aspek Sosial
Kendala Teknis dan Non Teknis
Analisis Sensitivitas Layak/Tidak
Pemerintah
Rekomendasi
Petani
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Kelayakan Usahatani Bunga Horetensia (Hydrangea macrophylla) di Desa Gobleg
36
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian dilaksanakan di Dusun Asah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan sebagai berikut. 1. Dusun Asah Gobleg adalah merupakan satu-satunya dusun dari 4 (empat) dusun yang ada di Desa Gobleg penduduknya menanam bunga hortensia. 2. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Waktu penelitian direncanakan bulan April sampai Juni 2010. 4.2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dengan jumlah keseluruhan populasi 475 orang (Monografi Desa Gobleg,2008). Adapun alasan untuk memilih petani bunga hortensia di Dusun Asah gobleg sebagai populasi karena dari 4 (empat) dusun yang ada di Desa Gobleg hanya dusun tersebut yang petaninya nenanam bunga hortensia. Untuk menentukan ukuran sampel yang diambil tergantung pada variasi populasinya (Indriantoro, 2002). Semakin besar
37
dispersi atau variasi suatu populasi maka semakin besar pula ukuran sampel yang diperlukan agar estimasi terhadap parameter populasi dapat dilakukan dengan akurat dan presisi. Selanjutnya Riduwan (2006) menyebutkan sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri – ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan jumlah sampel dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2006): n
N N .d 2
1
Di mana: n N d2
= jumlah sampel = jumlah populasi = presisi yang ditetapkan
Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang dikehendaki adalah 90% atau dengan tingkat presisi yang diharapkan 10% atas dasar pertimbangan bahwa untuk penelitian sosial tingkat kesalahan masih dapat ditolerir sampai dengan 10%. Jumlah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Gobleg sebanyak 475 orang. Sampel yang diperoleh dengan mempergunakan rumus di atas dari populasi (N) sebanyak = 475 orang petani bunga hortensia adalah sebesar 83 orang. Jumlah sampel sebesar 83 orang tersebut diambil secara proportional random sampling sesuai dengan strata luas lahan tanaman yang diusahakan. Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa kali menanam bunga hortensia sehingga mereka dapat memberikan informasi yang akurat. Luas lahan yang diusahakan oleh petani bunga hortensia berkisar antara 0,5 ha sampai dengan 3,5 ha, sehingga jumlah sampel yang diambil pada masing-masing strata terdistribusi seperti Tabel 4.1.
38
Tabel 4.1 Jumlah Sampel yang Diambil pada Masing-masing Luas Lahan No
Luas Lahan (ha)
Jumlah Petani (orang) 314
Jumlah Sampel (orang) 55
1
< 1,00
2
1,00 - 1,49
49
9
3
1,50 - 1,99
36
6
4
2,00 - 2,49
31
5
5
2,50 - 2,99
23
4
6
3,00 - 3,49
17
3
7
≥ 3,50 Jumlah
5 475
1 83
Sumber : Data primer (diolah) 4.3. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data 4.3.1. Jenis data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kulaitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka yang memiliki satuan hitung dan dapat dihitung atau diukur seperti tingkat pendidikan petani, umur petani, luas lahan, jumlah produksi dan penjualan, harga jual, biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan alat, serta biaya lain-lain. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka, tetapi berupa keterangan atau informasi seperti informasi tentang aspek pasar, aspek teknis, aspek sosial, karakteristik responden, kendala teknis maupun non teknis yang dihadapi petani bunga hortensia .
39
Sumber data Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dalam hal ini diperoleh dari pihak pertama yaitu petani bunga hortensia sendiri sebagai responden penelitian yang sudah ditetapkan. Jenis data primer yang dikumpulkan antara lain luas lahan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, tenaga kerja langsung, umur petani, tingkat pendidikan petani, biaya penyusutan alat, serta biaya lainnya. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak langsung (sumber kedua) yang biasanya dapat berupa dokumentasi dan arsip resmi dari instansi terkait yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah yang diteliti seperti potensi bunga hortensia dan perkembangan produktivitas bunga hortensia. 4.3.3. Metode pengumpulan data Untuk memperoleh data yang diperlukan, ada beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara
dilakukan dengan cara
tanya jawab
langsung
dengan
menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dengan pihak yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu petani bunga hortensia, kelompok tani dan instansi terkait, perantara (pengumpul), dan konsumen. Observasi dilakukan dengan cara meneliti dan mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan petani bunga hortensia terkait dengan penanaman, perawatan dan pemanenan. Observasi juga dilakukan
untuk memeriksa kebenaran
informasi yang diberikan
saat
40
wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan cara melihat catatan yang ada di petani bunga hortensia, kelompok tani bunga hortensia dan instansi terkait yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 4.4. Variabel Penelitian Dalam analisis kelayakan usaha, variabel yang diamati, antara lain: 1) Penerimaan usahatani adalah penerimaan dari kegiatan usahatani. Penerimaan ini dipengaruhi oleh produksi fisik (jumlah bunga) yang dihasilkan dalam suatu proses produksi selama satu musim tanam dan harga yang terjadi pada saat itu. Dengan demikian penerimaan usahatani merupakan hasil penjualan dari hasil uasahtani tersebut. 2) Modal atau biaya investasi awal adalah biaya yang dikeluarkan sebelum tanaman menghasilkan yang meliputi: biaya sewa lahan, pembelian alat-alat pertanian, pembelian bibit bunga hortensia, biaya tenaga kerja mengolah lahan, menanam bibit, menyemprot, memupuk, memelihara tanaman, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya pembuatan pondok. 3) Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani yang meliputi: menggemburkan lahan, pupuk kandang, obat-obatan, biaya tenaga kerja memupuk, menyemprot, memangkas tanaman, memelihara tanaman, memanen, sewa lahan, biaya penggantian alat alat, penggantian pondok, biaya kampil plastik, dan tali plastik. 4) Aspek pasar, berkaitan dengan permintaan terhadap bunga hortensia, kondisi persaingan, saluran distribusi bunga hortensia, harga jual produk, transaksi
41
penjualan dilakukan dilokasi usahatani, cara pembayaran sesuai dengan kesepakatan. 5) Aspek teknis, berkaitan dengan penggunaan bibit, penggunaan teknologi, penggunaan saprodi, perawatan tanaman, penanganan panen. 6) Aspek sosial, berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja lokal, usaha ramah lingkungan, pertemuan secara berkala, berbagi pengalaman ke petani lain, pengembangan kelompok/ lembaga pemasaran. 7) Kendala teknis yang berkaitan dengan budidaya tanaman bunga hortensia. 8) Kendala non teknis yang berkaitan dengan aspek pasar, aspek keuangan, dan aspek sosial. 4.5. Analisis Data Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner, observasi, maupun dokumentasi selanjutnya ditabulasi, kemudian dilakukan analisis serta dibuat serta dibuat kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian. Untuk menganalisis kelayakan usaha digunakan analisis sebagai berikut. 4.5.1. Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif yang dilakukan untuk menilai kelayakan investasi dari aspek finansial adalah sebagai berikut. 4.5.1.1 Metode undiscounted Kriteria yang dipakai dalam metode undiscounted Metode payback period
adalah payback period.
menunjukkan periode waktu yang diperlukan untuk
42
menutup kembali uang yang telah diinvestasikan dengan hasil yang akan diperoleh (net cash flow = proceeds). Rumus payback period adalah Payback Period =
Nilai Investasi x 1 tahun Aliran Kas Bersih
di mana : Nilai investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum tanaman bunga hortensia menghasilkan Aliran kas bersih adalah penerimaan hasil penjualan bunga hortensia dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani bunga hortensia Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan payback period adalah : Jika payback period usahatani bunga hortensia lebih pendek waktunya dari umur ekonomisnya, maka usulan investasi dapat diterima dan sebaliknya. 4.5.1.2 Metode discounted Kriteria penilaian yang dipakai dengan metode discounted adalah a. Net present value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah seluruh aliran net cash flow yang digandakan dengan discount factor dari tingkat bunga yang telah ditentukan. NPV dari investasi itu dapat diperoleh dengan menggunakan formulasi sebagai berikut.
n
Bt n Ct n Bt - Ct NPV = --------- ------- = ---------t = 0 (1+i)t t = 0 (1+i)t t = 0 (1+ i)t
43
di mana: Bt adalah benefit usahatani bunga hortensia pada tahun t, yang terdiri dari segala jenis penerimaan yang diterima dari penyelenggaraan usahatani bunga hortensia dalam tahun t. Ct adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usahatani bunga hortensia pada tahun t, baik berupa biaya investasi maupun biaya operasional. t
adalah periode atau lamanya periode waktu usaha;
n
adalah umur ekonomis usahatani bunga hortensia (enam tahun)
i
merupakan tingkat bunga (16%) atau opportunity cost of digunakan sebagai discount rate.
capital
yang
Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan nilai NPV adalah Jika NPV > 0, berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan. Jika NPV
0, berarti usahatani bunga hortensia tidak layak dilaksanakan
b. Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyamakan Present value kas masuk dengan present value kas keluar dihitung dengan rumus: IRR = i1
NPV1 (i2 NPV1 NPV 2
i1 )
Di mana: IRR = Internal Rate of Return i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)
i2
= tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua Perbedaan antara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
dengan
tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif diusahakan tidak melebihi 5%
44
dan kemudian dilakukan trial and error sampai perbedaannya menjadi semakin kecil kemudian diinterpolasikan. Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR adalah IRR > tingkat bunga : berarti proyek diterima IRR < tingkat bunga : berarti proyek ditolak IRR = tingkat bunga : berarti proyek pulang pokok
c. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) menunjukkan angka perbandingan antara benefit dengan cost investment. Adapun rumusnya adalah = {∑ {Bt/(1+i)t }}/ {Co + ∑{Ct/(1+i)t}}
BCR(i) Di mana :
BCR(i) = nilai rasio penerimaan total (manfaat) dari usahatani bunga hortensia dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada tingkat interst rate (16%) per tahun Bt
= penerimaan dari usahatani bunga hortensia selama enam tahun
Co
= biaya investasi yang dikeluarkan sebelum tanaman menghasilkan
Ct
= biaya total yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani bunga hortensia selama enam tahun
(1+i)t = diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate 16% per tahun
45
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit cost ratio adalah BCR > 1 berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan BCR < 1 berarti usahatani bunga hortensia tidak layak untuk dilaksanakan BCR = 1 berarti usahatani bunga hortensia dalam keadaan break even point. 4.5.1.3 Analisis sensitivitas Dalam melakukan analisis terhadap suatu investasi, disadari akan adanya ketidakpastian taksiran arus kas yang dibuat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus kas bersih, seperti: unit terjual, harga jual perunit, biaya tetap dan biaya variabel. Apabila salah satu faktor tersebut berubah maka arus kas yang diharapkan akan berubah pula. Analisis sensitivitas menganalisis apa yang akan terjadi terhadap NPV proyek apabila salah satu variabel berubah. Analisis ini jelas dimaksudkan untuk mengetahui perubahan kriteria kelayakan usaha atau investasi akibat perubahan harga dan biaya 4.5.2
Analisis deskriptif kualitatif
Layak tidaknya usahatani bunga hortensia, di Desa Gobleg Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng digunakan analisis deskriptif kualitatif yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. Penetuan sikap atau pendapat petani terhadap masing-masing aspek di atas digunakan analisis deskriptif kualitatif atas hasil pengukuran dengan menggunakan skala likert. Menurut Sugiyono (2006), jawaban atas item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan
analisis dalam
46
penelitian ini, maka gradasi yang dipergunakan dengan skor penilaian sebagai berikut : sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2) dan sangat tidak setuju (1). a. Aspek pasar Aspek pasar dianalisis didasarkan pada kegiatan pemasaran yang merupakan ujung tombak dari kegiatan agribisnis, erat kaitannya dengan harga komoditi yang diperjualbelikan, pendistribusian, dan persyaratan kualitas produk. Aspek pasar yang dianalisis menyangkut kegiatan: permintaan terhadap bunga hortensia, pertumbuhan pasar bunga hortensia, kompetisi bunga hortensia dengan bunga jenis lainnya, harga bunga hortensia, cara pembayaran penjualan bunga hortensia. b. Aspek teknis Aspek teknis didasarkan atas kegiatan usahatani bunga hortensia yang memerlukan sarana, teknologi, keterampilan, dan lingkungan yang mendukung. Oleh karena itu pengkajian aspek teknis sangatlah penting karena bunga hortensia mempunyai prospek pasar yang sangat cerah. Aspek teknis yang dianalisis antara lain: penggunaan bibit, perlakuan bibit sebelum ditanam, pengaturan jarak tanam, perawatan tanaman, panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar. c. Aspek sosial Penilaian aspek sosial didasarkan atas dampak sosial yang ditimbulkan dengan adanya usahatani bunga hortensia seperti: penggunaan tenaga kerja lokal, usahatani ramah lingkungan, pertemuan secara berkala antar petani , menularkan teknologi ke petani lain dan pengembangan kelompok /kelembagaan.
47
Ketentuan yang dipakai untuk menentukan interval kelas dapat dirumuskan oleh Singarimbun dan Effendi (1989) sebagai berikut. I =
Jarak ( Jumlah kelas)
Keterangan : I : Interval kelas Jarak : Nilai skor tertinggi dikurangi nilai skor terendah Jumlah kelas : Jumlah katagori yang ditentukan. Jumlah skor tertinggi adalah 5 dan jumlah skor terendah. 1, sehingga interval kelas dapat dihitung:
5 1 = 0,8. 5
Hasil dari pengukuran tersebut, selanjutnya diinterprestasikan dengan katagori pencapaian skor seperti pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Katagori Pencapaian Skor Aspek Pasar, Teknis, dan Aspek Sosial Klasifikasi No 1
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Sosial
Sangat Tidak Baik
Sangat Tidak Baik
Sangat Tidak Baik
Skor 1,00
- 1,80
2
> 1,80 - 2,60
Tidak Baik
Tidak Baik
Tidak Baik
3
> 2,60 - 3,40
Cukup
Cukup
Cukup
4
> 3,40 - 4,20
Baik
Baik
Baik
5
> 4,20 - 5,00
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
48
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali, yang terletak antara 8003'40" – 8023'00" Lintang Selatan dan 1140 25'55" – 1150 27'28" Bujur Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara sepanjang pantai merupakan dataran rendah. Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Buleleng mempunyai ketinggian yang bervariasi yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 1.500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Buleleng terbagi menjadi sembilan kecamatan dan 127 desa dengan luas wilayah 1.365,88 km² dengan penggunaan lahan sebagai berikut: Perkebunan 21,43%, sawah 8,06%, hutan negara 35,64%, lahan kering 31,85% dan lainnya 3,02%. Ssalah satu dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng adalah Kecamatan Banjar yang terdiri 17 desa. Sebagian
wilayahnya
merupakan dataran rendah (dekat pantai) dan sebagian lagi merupakan daerah dataran tinggi yang punya potensi untuk pengembangan tanaman hortikultura. Desa Gobleg merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Banjar. Secara administrasi wilayah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dibatasi oleh beberapa desa sebagai berikut. 1. Sebelah Utara
: Desa Pedawa
2. Sebelah Selatan
: Desa Munduk
49
3. Sebelah Barat
: Desa Kayu Putih
4. Sebelah Timur
: Desa Wanagiri
Desa Gobleg merupakan daerah perbukitan, terletak pada ketinggian 600 sampai dengan 1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Jarak ke ibu kota kecamatan terdekat 22 km, ke ibu kota kabupaten terdekat 44 km dan ke ibu kota provinsi 129 km. 5.1.1
Luas dan potensi wilayah Luas wilayah Desa Gobleg seluruhnya adalah 1915,71 ha dengan
perincian berdasarkan jenis peruntukan seperti pada Tabel 5.1 di bawah ini. Tabel 5.1 Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan di Desa Gobleg, Tahun 2009 Nomor
Jenis Penggunaan
1. Tanah pekarangan 2. Sawah 3. Perkebunan Rakyat 4. Hutan Lindung 5. Pasar Desa 6. Perkantoran Jumlah Sumber: Monografi Desa Gobleg Tahun 2008
Hektar ( Ha) 115,00 112,15 1.609,00 79,00 0,39 0,17 1.915,71
Luas Persentase (%) 6,01 5,85 83,99 4,12 0,02 0,01 100,00
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa persentase terbesar diperuntukkan bagi perkebunan rakyat yaitu sebesar 83,99%. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Gobleg memang cocok untuk daerah pertanian. 5.1.2
Jumlah dan mata pencaharian penduduk Penduduk Desa Gobleg berjumlah 5956 orang, di mana sebagian besar
mempunyai mata pencaharian di sektor perkebunan rakyat sebesar 3.112 orang
50
(73,47%), terbesar kedua adalah pertanian tanaman pangan sebanyak 378 orang (8,92%), dan terbesar ketiga adalah peternakan 239 orang (5,64%). Selengkapnya data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Gobleg Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2009 Mata Pencaharian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Orang
Pertanian Tanaman Pangan Peternakan Perkebunan Rakyat Perdagangan Jasa Karyawan Swata ABRI PNS Lainnya Jumlah
% 378 239 3.112 157 27 185 37 56 45 4.236
8,92 5,64 88,03 3,71 0,64 4,37 0,87 1,32 1,06 100,00
Sumber: Profil Desa Gobleg Tahun 2009 Tabel 5.2 menunjukkan bahwa komposisi dominan dari mata pencaharian penduduk adalah pertanian dalam arti luas, seperti pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan rakyat. Jumlah ini mencapai 88,03% yang berarti mata pencaharian penduduk setempat sebagaian besar adalah petani.
5.2 Karakteristik Petani Bunga Hortensia di Desa Gobleg Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa kali menanam bunga hoertensia, sehingga mereka dapat memberikan informasi yang diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 83 petani bunga hortensia, dapat diketahui beberapa karakteristik umum petani yang dijadikan
51
sampel. Karakteristik petani yang disajikan meliputi luas lahan garapan bunga hortensia, umur petani, tingkat pendidikan, pekerjaan, serta permasalahan petani bunga hortensia. 5.2.1 Status penguasaan dan luas lahan garapan Lahan yang ditanami bunga hortensia adalah lahan milik sendiri dan menyakap. Luas lahan garapan dari 83 responden secara keseluruhan adalah 84,55 ha, sedangkan rata-rata luas lahan garapan petani adalah 1,02 ha. Luas lahan garapan petani bunga hortensia terbagi dalam beberapa tingkatan seperti pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Luas Tanah Garapan Responden, Tahun 2009 No.
Luas Tanah (ha )
Jumlah (orang)
Persen (%)
1
< 1,00
54
65,06
2
1,00 - 1,49
9
10,84
3
1,50 - 1,99
7
8,43
4
2,00 - 2,49
6
7,24
5
2,50 - 2,99
4
4,82
6
3,00 - 3,49
2
2,41
7
≥ 3,50
1
1,20
Jumlah
83
100
Sumber : Diolah dari data primer, 2009 Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel terbanyak ada pada luas tanah garapan di bawah 1,00 ha sebanyak 54 orang (65,06%) petani sampel, disusul terbanyak ke dua dengan luas garapan 1,00 –
52
1,49 ha sebanyak 9 orang (10,84%) dan terbanyak ke tiga dengan luas garapan 1,50 – 1,99 ha sebanyak 7 orang (8,43%). 5.2.2 Umur petani bunga hortensia Dalam mengelola usahatani, umur petani sampel sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik petani, semakin tua umur petani responden kemampuan kerjanya relatif menurun. Umur petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 18 – 64 tahun dengan rata-rata umur responden 38 tahun. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Umur, Tahun 2009 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Umur (Tahun) 20 25 30 35 40 45 50 55 60
-
24 29 34 39 44 49 54 59 64
Jumlah Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Jumlah Orang
Persen
2 10 23 18 14 7 5 3 1
2,41 12,05 27,71 21,69 16,87 8,43 6,02 3,61 1,20
83
100,00
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase terbanyak umur 30 – 34 tahun, disusul terbanyak kedua umur 35 – 39 dan terbanyak ketiga umur 40 – 44 tahun. Artinya petani sampel tergolong pada umur produktif. Hal ini mengindikasikan bahwa petani responden dalam usahatani bunga hortensia mempunyai potensi mengelola usahataninya dengan produktivitas kerja yang optimal.
53
5.2.3
Tingkat pendidikan Tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor dalam menunjang
pembangunan pertanian. Pendidikan petani yang lebih baik akan memungkinkan petani untuk mengambil langkah yang bijaksana dalam bertindak atau mengambil keputusan serta memungkinkan petani untuk mempelajari dan menerapkan teknologi baru. Tingkat pendidikan petani juga akan mempengaruhi kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan petani maka akan semakin rasional petani dalam berpikir dan relatif lebih cepat untuk menerima serta menerapkan suatu teknologi baru (Soekartawi, 1993). Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Tingkat Pendidikan Responden, Tahun 2009 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan
Tamat Sekolah Dasar Tamat Sekolah Lanjutan Pertama Tamat Sekolah Lanjutan Atas Sarjana Jumlah Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Jumlah Orang
Persen
19 27 36 1 83
22,90 32,53 43,37 1,20 100,00
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden pada usahatani bunga hortensia sebagian besar tamat Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) yaitu sebesar 43,37% (36 orang), kemudian diikuti yang tamat Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) sebesar 32,53% (27 orang), sedangkan yang tamat
54
Sekolah Dasar (SD) sebesar 22,90% (19 orang) bahkan ada yang Sarjana yaitu sebesar 1,20% (1 orang). 5.2.4 Pekerjaan responden Pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pekerjaan utama dan pekerjaan sambilan. Pekerjaan utama mencerminkan sumber pendapatan utama responden. Artinya dari jenis pekerjaan itulah responden memperoleh pendapatan untuk membiayai kehidupan keluarganya. Pekerjaan utama responden adalah sebagai petani bunga hortensia. Namun demikian responden juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu sebagai peternak, ada juga sebagai pedagang, dan jasa lainnya. Petani
bunga hortensia tidak sepenuhnya atau setiap hari waktunya
digunakan untuk mengelola usahataninya, namun ada waktu senggang dan waktu inilah yang dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan sampingan sepanjang tidak mengganggu pekerjaan utama. Tabel 5.6. menunjukkan jenis pekerjaan sampingan responden. Tabel 5.6 Jenis Pekerjaan Sampingan Responden Petani Bunga Hortensia No
Jenis Pekerjaan
1
Peternak Sapi
71
85,55
2
Pedagang
6
7,23
3
Tukang Bangunan
4
4,82
4
Potong Rambut
1
1,20
5
Pande Desi
1
1,20
83
100,00
Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase
55
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan responden terbanyak sebagai peternak sapi yaitu 85,54%, disusul pedangang sebanyak 7,23%. 5.3 Analisis Usahatani Tanaman Bunga Hortensia Untuk melakukan analisis kelayakan usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg, maka biaya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu biaya investasi dan biaya operasional. 5.3.1 Biaya investasi Biaya
investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahap awal
uasahatani sebelum tanaman menghasilkan. Biaya investasi ini terdiri dari biaya sarana produksi pakai habis, sarana produksi tidak pakai habis, biaya tenaga kerja, pembuatan biaya pondok dan sewa lahan. 5.3.1.1 Sarana produksi pakai habis Biaya sarana produksi pakai habis adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengelola lahan satu hektar sebelum tanaman menghasilkan yang terdiri dari biaya bibit, pupuk kandang dan biaya obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa setiap hektar lahan rata-rata dapat ditanami bibit tanaman bunga hortensia 12.500 rumpun dimana setiap rumpun berisi 3 batang stek. Dari jumlah bibit yang ditanam diasumsikan 10% mati sehingga harus disulam lagi. Untuk lebih jelasnya biaya sarana produksi pakai habis dapat dilihat pada Tabel 5.7.
56
Tabel 5.7 Sarana Produksi Pakai Habis Per ha, Tahun 2009 No
Jenis Saprodi
Jumlah
1 2 3 4
Harga (Rp) 100,00 45.000,00 60.000,00 100,00
Bibit 37.500 batang Pupuk kandang 20 m3 Obat-obatan 4 liter Bibit sulam 3.750 batang Jumlah Sumber : Diolah dari data primer ( Lampiran 2)
Jumlah Nilai (Rp) 3.750.000,00 900.000,00 240.000,00 375.000,00 5.265.000,00
Jumlah biaya investasi sarana produksi pakai habis seluruhnya dikeluarkan adalah Rp 5.265.000,00. Biaya ini dikeluarkan sebelum tanaman bunga hortensia menghasilkan. 5.3.1.2 Sarana produksi tidak pakai habis Biaya sarana produksi yang tidak dipakai habis dalam pelaksanaan kegiatan usahatani bunga hortensia per hektar berupa pembelian peralatan dan pondok. Jenis peralatan yang diperlukan seperti cangkul, gunting, sabit, hand sprayer, dan drum besar. Nilai masing-masing peralatan dan pondok jaga seperti pada Tabel 5.7. Tabel 5.8 Nilai Sarana Produksi Tidak Pakai Habis Per ha,Tahun 2009 No
Jenis Peralatan dan Jumlah bangunan (buah) 1 Cangkul 4 2 Gunting 4 3 Sabit 4 4 Hand Sprayer 1 5 Drum Besar 2 Total Sumber : Diolah dari primer (Lampiran 3)
Harga/buah (Rp) 80.000,00 70.000,00 35.000,00 400.000,00 75.000,00
Jumlah Nilai (Rp) 320.000,00 280.000,00 140.000,00 400.000,00 150.000,00 1.290.000,00
57
Jumlah biaya investasi sarana produksi tidak pakai habis seluruhnya adalah Rp 1.290.000,00. Selama satu periode usahatani tanaman bunga hortensia (enam tahun) ada beberapa peralatan yang perlu diganti (investasi ulang) karena umur ekonomisnya kurangdari lima tahun. Pada awal tahun keenam dikeluarkan biaya investasi untuk mengganti alat-alat yang umur ekonomisnya sudah habis seperti cangkul, sabit, gunting pangkas, hand sprayer dan drum besar. 5.1.1.3 Biaya pondok Selain biaya diatas masih ada biaya lain berupa biaya pembuatan pondok jaga yang berfungsi sebagai tempat menyimpan perlengkapan, peralatan tempat istirahat dan tempat untuk menaruh bunga yang baru dipetik sebelum dijual kepada pembeli. Dari hasil penelitian dilapangan bahwa untuk membangun sebuah pondok diperlukan rata-rata biaya sebesar Rp 2.158.486,10 5.3.1.2 Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja pada tahap awal berupa biaya untuk mengolah lahan, menanam bibit, memupuk, menyemprot, dan melihara tanaman. Tenaga kerja yang dimanfaatkan dalam usahatani bunga hortensia terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Upah tenaga kerja rata-rata Rp 40.000 per HKP. Jumlah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pada tahap awal usahatani bunga hortensia dapat dilihat pada Tabel 5.9.
58
Tabel 5.9 Jumlah Biaya Tenaga Kerja Tahap Awal Per ha Usahatani Bunga Hortensia No
Jenis Kegiatan
1. 2. 3. 4 5
Pengolahan lahan Penanaman bibit Pemupukan Penyemprotan Perawatan tanaman
HKP 20 6 4 2 60
Jumlah 92 Sumber: Diolah dari data primer (Lampiran 4)
Nilai (Rp)
%
800.000,00 240.000,00 160.000,00 80.000,00 2.400.000,00
21,74 6,52 4,35 2,17 65,22
3.680.000,00
100,00
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa jumlah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk tahap awal penanaman bunga hortensia per satu hektar mencapai
Rp 3.680.000,00 atau setara dengan 92 HKP. Distribusi terbesar
pertama adalah untuk perawatan tanaman (65,22%), dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 2.400.000,00 disusul terbesar kedua untuk pengolahan lahan (21,74%), dengan jumlah biaya sebesar Rp 800.000,00. 5.3.1.5
Biaya sewa lahan Di samping biaya tersebut di atas terdapat juga jenis biaya yang perlu
diperhitungkan
untuk keperluan investasi di antaranya biaya sewa lahan yang
diperhitungkan sebesar penghasilan yang hilang akibat pergantian tanaman kopi menjadi tanaman bunga hortensia. Rata – rata produksi kopi per ha adalah 500 kg dengan asumsi harga rata – rata
Rp 500.000,00/kuintal.
Dengan adanya
penggantian tanaman dari kopi ke tanaman bunga hortensia
berarti ada
penghasilan yang hilang sebesar Rp 2.500.000,00. Penghasilan petani kopi yang hilang tersebut diperhitungkan sebagai sewa tanah untuk tanaman bunga hortensia. Dengan demikian keseluruhan biaya investasi yang diperlukan untuk
59
mengelola satu hektar tanaman bunga hortensia mencapai nilai Rp 14.893.486,10 yang disajikan pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Rata-Rata Biaya Investasi Usahatani Bunga Hortensia Per ha, Tahun 2009 No.
Uraian
1 2 3 4 5
Sarana produksi dipakai habis Biaya Tenaga kerja Sarana produksi tidak dipakai habis Pembuatan pondok Sewa lahan Jumlah Biaya investasi Sumber: Diolah dari data primer (Lampiran 2, 3, dan 4) 5.3.2
Jumlah (Rp) 5.265.000,00 3.680.000,00 1.290.000,00 2,158,486.10 2.500.000,00 14.893.486,10
Biaya variabel dan biaya tetap
Usahatani bunga hortensia memerlukan biaya operasional untuk menjalankan kegiatan usahatani selama enam tahun. Biaya operasional ini terdiri dari biaya variabel dan tetap yang meliputi biaya pupuk kandang, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan pakai habis, sewa tanah, dan penggantian.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.11.
60
Tabel 5.11 Rata-Rata Biaya Operasional Usahatani Bunga Hortensia Per ha Per Siklus dan Per Tahun No
1
2
Jenis Biaya
Biaya Variabel - Pupuk Kandang - Obat-Obatan - Biaya Tenaga Kerja Memupuk Menyemprot Merawat Tanaman Memangkas Tanaman Menggemburkan Lahan Memanen - Biaya Perlengkapan Pakai habis Tali Plastik Kampil Plastik Jumlah Biaya Variabel Biaya Tetap - Sewa Lahan - Penyusutan alat-alat produksi - Penyusutan Pondok Jaga Jumlah Biaya Tetap Jumlah Biaya
Biaya Operasional Per Siklus (Rp)
Biaya Operasional Per tahun (Rp)
5.400.000,00 2.880.000,00
900.000,00 480.000,00
840.000,00 480.000,00 17.280.000,00 6.240.000,00 1.920.000,00 17.200.000,00
140.000,00 80.000,00 2.880.000,00 1.040.000,00 320.000,00 2.866.666,67
864.000,00 1.036.800,00 54.140.800,00
144.000,00 172.800,00 9.021.999,65
15.000.000,00 1.548.000,00 1.295.091,66 17.843.091,66 71.983.891,66
2.500.000,00 258.000,00 215.848,61 2.973.848,61 11.995.848,26
Sumber: Diolah dari data primer ( Lampiran 2,3,7,8,9-14) 5.3.3 Pola produksi usahatani bunga hortensia Bunga hortensia mulai berproduksi untuk pertama kalinya pada umur sembilan bulan. Selanjutnya dalam sebulan akan dapat dipanen antara dua sampai dengan tiga kali. Produksi
tertinggi terjadi pada tahun ke tiga. Untuk lebih
jelasnya pola produksinya disajikan pada Gambar 5.1.
Per
61 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Th1
Th2
Th3
Th4
Th5
Th6
Gambar 5.1 Pola Produksi Bunga Hortensia Per ha Per Siklus Gambar 5.1 di atas menunjukkan bahwa pola produksi tanaman bunga hortensia seperti parabola. Produksi tertinggi terjadi pada tahun ke 3 dengan jumlah produksi sebesar 8.488,50 kg dan pada tahun berikutnya mengalami penurunan. 5.3.4 Penerimaan usahatani bunga hortensia Penerimaan petani bunga hortensiabersumber dari hasil penjualan
bunga
hortensia. Jumlah produksi yang dihasilkan petani per hektar selama enam tahun mencapai 33.192,18 kg. Usahatani bunga hortensia
mulai menghasilkan pada
tahun ke satu dengan jumlah penerimaan sampai tahun ke enam sebesar Rp 128.923.477,43 seperti pada Tabel 5.12. Tabel 5.12 Rata–Rata Produksi dan Penerimaan Bunga Hortensia Per ha Per Siklus Tahun Ke
Rata-Rata Produksi (Kg)
Jumlah Penerimaan (Rp)
1 2.078,64 7.275.239,50 2 5.517,09 19.309.816,68 3 8.488,50 33.954.015,38 4 7.425,56 29.702.235,36 5 5.778,89 23.031.005,52 6 3.903,50 15.651.164,99 Jumlah 33.192,18 128.923.477,43 Sumber : Diolah dari data primer (Lampiran 5 dan 6)
62
Penerimaan usahatani bunga hortensia mengalami peningkatan dari tahun kesatu sampai puncaknya pada tahun ketiga dan pada tahun keempat
sudah
terjadi penurunan penerimaan, hal ini dipengaruhi oleh umur tanaman bunga hortensia. 5.3.5 Keuntungan Petani Bunga Hortensia Berdasarkan hasil perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengelola uasahatani serta penjualan yang diterima petani bunga hortensia, maka dapat diketahui keuntungan yang diterima petani hortensia per hektar selama enam tahun seperti Tabel 5.13. Tabel 5.13 Rata – Rata Penerimaan Usahatani Bunga Hortensia Per ha Per Siklus dan Per Tahun Uraian
Penerimaan Per Siklus (Rp) 128.923.477,43
Penerimaan Per Tahun (Rp) 21.487.248,23
- Sarana Produksi Pakai Habis - Biaya Tenaga Kerja - Biaya Perlengkapan Pakai habis
13.545.000,00 47.640.000,00 1.900.800,00
2.257.500,00 7.940.000,00 316.800,00
Jumlah Biaya Variabel
63.085.000,00
10.514.300,00
Marjin Kotor
65.838.477,43
10.973.079,23
- Sarana produksi Tidak Pakai Habis - Sewa Lahan - Penyusutan
1.290.000,00 15.000.000,00 2.843.091,66
215.000,00 2.500.000,00 473.848,61
Jumlah Biaya Tetap
19.133.091,66
3.188.848,61
Keuntungan
46.705.385,77
7.784.230,22
No 1
Penerimaan
2
Biaya Variabel
3
4
5
Biaya tetap
Sumber: Diolah Dari Data primer (Lampiran 2-14)
63
Memperhatikan Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa kebutuhan
biaya variabel
usahatani tanaman bunga hortensia selama enam tahun sebesar Rp 63.085.000,00 dan biaya tetap sebesar Rp petani
19.133.091,66. Jumlah penerimaan yang diterima
per hektar selama enam tahun dalam usahatani bunga hortensia di Desa
Gobleg sebesar Rp. 128.923.477,43. Selisih penerimaan dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam usahatani bunga hortensia diperoleh keuntungan per hektar selama enam tahun sebesar Rp 46.705.385,77. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa usahatani bunga hortensia yang diusahakan oleh petani di Desa Gobleg menguntungkan. Tetapi karena adanya kisaran jangka waktu antara pengeluaran investasi dengan penerimaan, maka selanjutnya kelayakan usahatani bunga hortensia dianalisis dengan menggunakan metode analisis investasi.
5.4 Analisis Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia Untuk mengetahui apakah usahatani hortensia di Desa Gobleg layak atau tidak, maka perlu analisis kriteria keputusan investasi dengan metode undiscounted yaitu Payback periode dan metode discounted terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), serta analisis Sensitivitas. 5.4.1 Aliran kas (cash flow) Aliran kas pada usahatani bunga hortensia diestimasi sesuai umur ekonomis tanaman bunga hortensia yaitu 6 tahun. Arus kas dibedakan menjadi penerimaan kas (cash inflow) dan pengeluaran kas (cash outflow). Aliran kas usahatani bunga hortensia dapat dilihat pada Tabel 5.14.
64
Tabel 5.14 Aliran Kas Masuk, Kas Keluar, dan Kas Bersih Usahatani Bunga Hortensia Per ha Per Siklus Tahun Aliran Kas Masuk Aliran Kas Keluar Ke (Rp) (Rp) 0 0,00 14.893.486,10 1 7.275.239,50 10.596.800,00 2 19.309.816,68 11.796.800,00 3 33.954.015,38 12.356.800,00 4 29.702.235,36 11.956.800,00 5 23.031.005,52 11.636.800,00 6 17.546.559,43 12.206.800,00 Sumber: Diolah dari data primer (Lampiran 15) Keterangan : ( ) artinya negative
Aliran Kas Bersih (Rp) (14.893.486,10) (3.321.560,50) 7.513.016,68 21.597.215,38 17.745.435,36 11.394.205,52 5.339.759,43
Tabel 5.14 menunjukkan bahwa pada tahun ke nol belum ada aliran kas masuk namun kas keluar sebesar Rp 14.893.486,10 sehingga aliran kas bersihnya negatif. Pada tahun ke satu sudah mulai ada aliran kas masuk tetapi jumlahnya belum bisa menutupi aliran kas keluar, sehingga kas bersihnya negatif. Tahun ke dua sampai tahun ke enam jumlah aliran kas masuk melebihi aliran kas keluar sehingga aliran kas bersihnya positif 5.4.2 Payback period Payback period adalah menunjukkan waktu atau periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas bersih
yang diterima.
Payback dihitung dengan cara mengurangkan nilai
investasi dengan penerimaan aliran kas masuk bersih (proceeds) tahunan. Hasil perhitungan payback period usahatani bunga hortensia disajikan pada Tabel 5.15 menunjukkan bahwa jangka waktu pengembalian investasi usahatani bunga hortensia adalah 2 tahun 5 bulan atau kurang dari umur ekonomis sehingga layak untuk diusahakan.
65
Tabel 5.15 Perhitungan Payback Period Usahatani Bunga Hortensia di Desa Gobleg Per ha Per Siklus Tahun Ke 0 1 2 3 4 5 6
Aliran Kas Masuk (Rp) 0 7.275.239,50 19.309.816,68
Aliran Kas Keluar (Rp) 14.893.486,10 10.596.800,00 11.796.800,00
33.954.015,38 29.702.235,36 23.031.005,52 17.546.559,43 Payback Period
Kas Bersih (Rp) (14.893.486,10) (3.321.560,50) 7.513.016,68
12.356.800,00 11.956.800,00 11.636.800,00 12.206.800,00
21.597.215,38 17.745.435,36 11.394.205,52 9.746.322,41
Kas Bersih Komulatif (Rp) (14.893.486,10) (18.215.046,60) (10.702.029,92) 10.895.185,45
2 th 5 bulan
Sumber: Diolah dari data primer (Lampiran 15) Keterangan : ( ) artinya negative
5.4.3 Net present value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total arus kas masuk dari penerimaan dan total arus kas keluar dari biaya yang telah didiskontokan dengan diskon faktor. Perhitungan NPV ini menggunakan tingkat bunga bank (discount rate 16%) per tahun, seperti terlihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16 Perhitungan Net Present Value Usahatani Bunga Hortensia Per ha Per siklus Tahun Ke 0
Aliran Kas Bersih ( Rp) (14.893.486,10)
DF 16.00% 1,0000
1 2 3 4 5 6
(3.321.560,50) 7.513.016,68 21.597.215,38 17.745.435,36 11.394.205,52 5.339.759,43 Net Present Value (PV)
0,8621 0,7432 0,6407 0,5523 0,4761 0,4104
Sumber : Diolah dari data primer (Lampiran 15) Keterangan : ( ) artinya negative
Present Value (PV) (Rp) (14.893.486,10) (2.863.414,22) 5.583.395,27 13.836.421,76 9.800.645,98 5.424.929,55 2.191.662,90 19.080.155,13
66
Perhitungan pada Tabel 5.16 menunjukkan bahwa NPV positif sebesar Rp 19.080.155,13 pada tingkat suku bunga pinjaman 16% per tahun. Nilai NPV lebih besar dari pada nol yang berarti bahwa usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg layak diusahakan. Analisis NPV juga menunjukkan usahatani
bunga
hortensia menarik untuk terus dikembangkan. 5.4.4 Internal rate of return (IRR) Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga pengembalian ketika Net Present Value (NPV) sama dengan nol. Perhitungan IRR usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg per hektar disajikan pada Tabel 5.17. Tabel 5.17 Perhitungan Internal Rate of Return Usahatani Bunga Hortensia Per ha Per Siklus Tahun Ke 0 1 2 3 4 5 6
Aliran Kas Bersih (Rp) (14.893.486,10) (3.321.560,50) 7.513.016,68 21.597.215,38 17.745.435,36 11.394.205,52 5.339.759,43
DF 44% 1,0000 0,6944 0,4823 0,3349 0,2326 0,1615 0,1122
Present Value (Rp) (14.893.486,10) (2.306.639,23) 3.623.175,48 7.232.863,73 4.127.021,11 1.840.227,80 598.889,56
DF 45% 1,0000 0,6897 0,4756 0,3280 0,2262 0,1560 0,1076
Net Present Value (PV.) 222.052,34 Internal Rate Of Return(IRR)
Present Value (Rp) (14.893.486,10) (2.290.731,38) 3.573372,97 7.084.247,94 4.014.344,59 1.777.640,91 574.531,28 (160.079,78) 44,58%
Sumber: Diolah dari data primer (Lampiran 15) Keterangan : ( ) artinya negative Hasil perhitungan IRR untuk usahatani bunga hortensia diperoleh sebesar 44,58% lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku dipasar yaitu 16% per tahun. Ini menunjukkan ketika suku bunga meningkat sampai mendekati 44,58% usahatani bunga hortensia masih layak untuk diusahakan. Keadaan ini merupakan peluang yang sangat baik bagi para petani bunga hortensia di Desa Gobleg untuk mengembangkan usahatani bunga hortensia lebih intensif.
67
5.4.5
Benefit-cost ratio (B/C) Analisis benefit-cost ratio (B/C) merupakan perbandingan antara present
value aliran kas bersih dengan present value biaya investasi. Dengan demikian perhitungan B/C usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg diperoleh dengan membandingkan nilai sekarang dari manfaat (benefit) selama 6 tahun dengan nilai sekarang biaya (cost) yang dikeluarkan selama 6 tahun. Hasil perhitungan pada Tabel 5.18 diperoleh B/C sebesar 1,33 yang nilainya lebih besar daripada 1. Hasil B/C sebesar 1,33 dapat memberikan suatu gambaran bahwa setiap pengorbanan atau biaya sebesar Rp
1.000,00 akan
mampu memberi manfaat atau benefit sebesar Rp 1.330,00. Ini berarti pengembangan usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg dapat memberi manfaat yang lebih besar dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam jangka waktu 6 tahun. Tabel 5.18 Perhitungan Benefit-Cost Ratio (B/C) Usahatani Bunga hortensia Per ha Per Siklus Aliran Kas Masuk (Rp)
Tahun Ke 0 0 1 7.275.239,50 2 19.309.816,68 3 33.954.015,38 4 29.702.235,36 5 23.031.005,52 6 17.546.559,43 Total Present Value (PV.)
Aliran Kas Keluar (Rp) 14.893.486,10 10.596.800,00 11.796.800,00 12.356.800,00 11.956.800,00 11.636.800,00 12.206.800,00
DF
Present Value Kas Masuk
Present Value Kas Keluar
16.00% 1,0000 0,8621 0,7432 0,6407 0,5523 0,4761 0,4104
0 6.271.758,19 14.350.339,39 21.752.900,50 16.404.280,18 10.965.361,49 7.201.849,42
76.946.489,16 Benefit Cost Ratio (B/C) = 1,33
Sumber: Diolah dari data primer (Lampiran 15)
14.893.486,10 9.135.172,41 8.766.944,11 7.916.478,74 6.603.634,20 5.540.431,94 5.010.186,51 57.866.334,02
68
Hasil perhitungan kriteria kelayakan dari tabel sebelumnya dirangkum pada Tabel 5.19. Tabel 5.19 Rekapitulasi Kriteria Penilaian Investasi Usahatani Bunga Hortensia No Kriteria Penilaian 1 Payback Period 2 Net Present Value 3 Internal Rate Of Return 4 Benefit Cost Ratio (B/C) Sumber : Tabel 5.14 - 5.17
Hasil 2 th 5 bulan Rp 19.080.155,13 44,58% 1,33
Keterangan Layak Layak Layak Layak
Tabel 5.19 menunjukkan bahwa usahatani bunga hortensia layak untuk diusahakan ditinjau dari payback period lebih pendek dari umur ekonomisnya, net present value positif, internal rate of return lebih besar dari tingkat bunga, dan benefit cost ratio lebih besar dari satu. 5.4.6 Analisis sensititvitas Setiap usaha dihadapkan pada ketidakpastian sehingga diperlukan analisis sensitivitas untuk melihat kepekaan usaha tersebut terhadap perubahan. Perubahan yang terjadi dapat disebabkan oleh harga input maupun output. Akibat perubahanperubahan
ini usaha yang
tadinya layak bisa berubah menjadi tidak layak.
Demikian pula terhadap usahatani bunga hortensia yang peka terhadap perubahan. Untuk mengetahui apakah perubahan harga lebih peka daripada perubahan biaya maka akan digunakan dua skenario, yaitu Skenario pertama diasumsikan bahwa terjadi penurunan penerimaan karena harga jual bunga hortensia turun (26%) dari harga rata-rata Rp 3.885,00 menjadi
Rp 2.874,90 dengan volume produksi konstan, sedangkan biaya
69
operasional dianggap tetap. Tabel 5.20. menunjukkan ketika penerimaan turun disebabkan harga jual bunga hortensia menurun 26%, maka Net B/C ratio 1,006 masih lebih besar dari satu dan NPV Rp
320.662,85
positif dengan IRR
mencapai 16,58% lebih besar dari suku bunga bank yaitu 16%. Ini menunjukkan usahatani bunga hortensia ini masih layak untuk dilakukan. Namun ketika harga jual hortensia turun 27% dari harga rata-rata Rp 3.885,00 menjadi Rp 2.836,05 maka usahatani bunga hortensia tidak layak lagi untuk dikembangkan karena benefit cost ratio (0,992) di bawah satu, net present value negatif sebesar Rp 1.225.930,04 dan Internal Rate of Return (13,59) di bawah suku bunga bank. Tabel 5.20 Analisis Sensitivitas Apabila Harga Jual Turun 26% dan 27% sedangkan Biaya Operasional Tetap No 1 2 3
Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR (%) BC Ratio
Sebelum Perubahan
Harga Jual Turun 26%
Turun 27%
19.080.155,13 44,58
320.662,85 16,60
(1.225.930,04) 13,59
1,33
1,006
0,992
Sumber : Diolah dari data primer (Lampiran 16) Keterangan : ( ) artinya negative
Skenario kedua diasumsikan bahwa biaya operasional naik sedangkan harga jual dan volume produksi dianggap tetap. Pada Tabel 5.21. menunjukkan ketika biaya naik 46%, BC ratio sebesar 1,001 masih lebih besar dari satu dan NPV Rp 363,641.62 positif dengan IRR mencapai 16,14% lebih besar dari suku bunga bank 16%. Artinya ketika terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 46% usahatani bunga hortensia masih layak dilaksanakan. Namun ketika biaya naik
70
47% maka usahtani bunga hortensia tidak layak untuk dilaksanakan karena NPV negative, IRR lebih kecil dari tingkat bunga, dan B/C ratio lebih kecil dari satu. Tabel 5.21 Analisis Sensitivitas Apabila Harga Jual Tetap sedangkan Biaya Operasional Naik 46% dan 47%
No 1 2
Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR (%)
Sebelum Perubahan
Biaya Naik 46%
19.080.155,13 44,58
3 BC Ratio 1,33 Sumber : Diolah dari data primer (Lampiran 16) Keterangan : ( ) artinya negative
363.641.62 16,14 1,001
Naik 47% (338.761,74) 15,46 0,996
Hasil analisis sensitivitas yang ditunjukkan pada tabel 5.20 dan 5.21 mencerminkan bahwa perubahan harga lebih peka jika dibandingkan dengan perubahan biaya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika biaya operasional naik sebesar 46% dengan asumsi harga jual dan volume produksi tetap maka investasi usahatani bunga hortensia masih layak untuk diusahakan. Sedangkan ketika harga jual turun hanya 27% dengan asumsi volume produksi dan biaya tetap, usahatani bunga hortensia tidak layak diusahakan. 5.5 Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmana aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial menunjang pengembangan usahatani bunga hortensia pada masa yang akan datang.
71
5.5.1
Aspek pasar Pasar merupakan tolok ukur dari keberhasilan suatu usahatani, karena
dari aktivitas pemasaran akan tercipta sumber penghasilan. Aspek pasar perlu dinilai untuk melihat bagaimana prospek usahatani bunga hortensia tersebut. Dasar yang dipakai dalam penilaian aspek pasar ini adalah sebagai berikut. a.
Permintaan terhadap bunga hortensia mengalami peningkatan
b.
Jangkauan daerah pemasaran bunga hortensia semakin luas
c.
Persaingan bunga hortensia dengan bunga lainnya yang sejenis tidak masalah
d.
Harga bunga hortensia dari tahun ke tahun cendrung mengalami peningkatan
e.
Fluktuasi harga dipengaruhi oleh jumlah produksi bunga hortensia
f.
Penjualan hasil panen bunga hortensia mudah disalurkan
g.
Pembeli (pengumpul) datang langsung ketempat usahatani
h.
Cara pembayaran penjualan bunga hortensia sesuai dengan perjanjian /kesepakatan Hasil penilaian didasarkan pada perolehan rata-rata skor pada 83 orang
petani bunga hortensia diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 5.21.
72
Tabel 5.22 Aspek Pasar Usahatani Bunga Hortensia, Tahun 2009 No
Kriteria
1 Permintaan terhadap bunga hortensia mengalami peningkatan 2 Jangkauan daerah pemasaran bunga hortensia semakin luas Persaingan bunga hortensia dengan bunga lainnya yang sejenis 3 tidak masalah Harga bunga hortensia dari tahun ke tahun cendrung mengalami 4 peningkatan 5 Fluktuasi harga dipengaruhi oleh jumlah produksi bunga hortensia 6 Penjualan hasil panen bunga hortensia mudah disalurkan 7 Pembeli (pengumpul) datang langsung ketempat usahatani Cara pembayaran penjualan bunga hortensia sesuai dengan 8 perjanjian/kesepakatan Rata-rata Skor Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009
RataRata Skor 4,08 4,13 4,12 4,22 3,95 4,34 4,31 4,05 4,15
Hasil analisis aspek pasar pada Tabel 5.22 diperoleh rata – rata skor 4,15 yang menunjukkan penilaian terhadap aspek pasar usahatani bunga hortensia dilihat dari permintaan terhadap bunga hortensia, pertumbuhan pasar bunga hortensia, kompetisi bunga hortensia dengan bunga jenis lainnya, harga bunga hortensia, dan cara pembayaran penjualan bunga hortensia prospeknya cerah. 5.5.2 Aspek teknis Aspek teknis dalam usahatani bunga hortensia diupayakan agar memberikan hasil yang baik sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pasar dan usaha ini dapat memberikan manfaat serta berkelanjutan. Dasar yang digunakan dalam penilaian ini adalah sebagai berikut. a. Bibit yang digunakan berasal dari induk yang berkualitas b. Penyediaan bibit berasal dari daerah setempat c. Bibit/stek bunga hortensia sebelum ditanam, dilakukan meliharaan/perawatan
73
d. Perlu pengaturan yang optimal jarak antar tanaman e. Penyediaan pupuk mudah didapatkan f. Penyediaan obat-obatan mudah didapatkan g. Perawatan tanaman bunga hortensia mudah dilakukan h. Penanganan panen bunga hortensia dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pasar Hasil penilaian didasarkan asumsi yaitu rata-rata skor. Hasil penelitian pada 83 orang petani bunga hortensia disajikan pada Tabel 5.23. Tabel 5.23 Aspek Teknik Usahatani Bunga Hortensia, Tahun 2009 No
Kriteria
1 Bibit yang digunakan berasal dari induk yang berkualitas 2 Penyediaan bibit berasal dari daerah setempat Bibit/stek bunga hortensia sebelum ditanam, dilakukan 3 perawatan /perawatan 4 Perlu pengaturan yang optimal jarak antar tanaman 5 Penyediaan pupuk mudah didapatkan 6 Penyediaan obat-obatan mudah didapatkan 7 Perawatan tanaman bunga hortensia mudah dilakukan Penanganan panen bunga hortensia dapat diatur sesuai 8 dengan kebutuhan pasar Rerata skor Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009
Rata-Rata Skor 4,11 4,33 4,13 4,11 3,83 3,87 4,22 3,89 4,06
Hasil analisis tersebut diperoleh rata – rata skor 4,06 dari responden petani bunga hortensia ini menunjukkan bahwa dari aspek teknis dilihat dari penggunaan bibit, perlakuan bibit sebelum ditanam, pengaturan jarak tanam, perawatan tanaman, penyediaan saprodi dan panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar dapat dikatakan baik.
74
5.5.3 Aspek sosial Berkembangnya usahatani bunga hortensia juga sangat ditentukan oleh sikap masyarakat setempat terhadap keberadaan tanaman tersebut. Aspek sosial akan dinilai dari persepsi petani bunga hortensia terhadap beberapa indikator yang berkaitan dengan aspek tersebut. Dasar penilaian yang dipergunakan adalah sebagai berikut. a. Usahatani bunga hortensia menggunakan tenaga local dan ramah lingkungan b. Adanya pertemuan berkala antar petani bunga hortensia c. Sesama petani bunga hortensia saling tukar pengalaman dan informasi d. Usahatani bunga hortensia mendorong terbentuknya kelompoktani e. Usahatani bunga hortensia diterima masyarakat Hasil penelitian didasarkan atas rata – rata skor dan hasilnya seperti pada Tabel 5.24. Tabel 5.24 Aspek Sosial Usahatani Bunga Hortensia, Tahun 2009 No Kriteria 1 2 3 4
Usahatani bunga hortensia menggunakan tenaga lokal Usahtani bunga hortensia ramah terhadap lingkungan Adanya pertemuan berkala antar petani bunga hortensia Sesama petani bunga hortensia saling tukar pengalaman dan informasi mengenai teknologi bunga hortensia Usahatani bunga hortensia mendorong terbentuknya 5 kelompoktani 6 Usahatani bunga hortensia diterima masyarakat Rerata Skor Sumber : Diolah dari Data Primer, 2009 Hasil analisis pada Tabel 5.23
Rata-Rata Skor 4,04 4,19 3,98 4,01 3,80 4,16 4,03
diperoleh skor rata – rata 4,03 dari responden
petani bunga hortensia yang artinya aspek sosial usahatani bunga hortensia
75
terutama dilihat dari penggunaan tenaga kerja lokal, usahatani ramah lingkungan, pertemuan secara berkala antar petani, mendorong terbentuknya kelompoktani dan usahatani bunga hortensia diterima masyarakat adalah baik. 5.5.4
Dampak usahatani bunga hortensia Setiap usaha yang dijalankan akan memberikan dampak pada pengusaha
itu sendiri, pemerintah maupun masyarakat luas. Begitu pula dengan usahatani yang ada di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Dalam uraian ini hanya dibatasi pada dampak penyerapan tenaga kerja yang ditimbulkan dan pendapatan yang diperoleh akibat adanya usahatani tersebut. Perlu diketahui bahwa pendapatan masyarakat setempat selama ini sangat tergantung dari usahatani tersebut dan tenaga kerja mereka lebih banyak dicurahkan untuk mengerjakan usahatani itu sendiri. Hasil penelitian pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa untuk mengelola satu hektar lahan diperlukan 92 HKP per tahunnya. Sedangkan luas areal tanaman bunga hortensia mencapai 584 hektar (Monograpfi Desa Gobleg tahun 2008). Dengan demikian jumlah HKP yang diperlukan untuk mengelola lahan tersebut sebanyak 53.728 HKP, sehingga jumlah tenaga kerja yang dapat diserap secara penuh oleh usahatani bunga hortensia yang ada di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng sebanyak 147 orang ( 53.728 HKP/365 HKP x satu orang) dalam setahun. Di samping dapat menyerap tenaga kerja, usahatani bunga hortensia juga berdampak pada pendapatan petani tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari usahatani bunga hortensia dalam satu tahun per ha
76
sebesar Rp 7.784.230,22 (tabel 5.13). Jumlah luas lahan yang dikelola oleh 83 petani responden sebanyak 84,55 ha. Dengan demikian, maka jumlah pendapatan secara total dari 83 petani sebesar Rp 781.501.085,75 (84,55 ha x Rp 9.243.064,29). Jadi rata-rata pendapatan per orang sebesar Rp 9.415.675,73 (Rp 781.501.085,75/83). Dari hasil penelitian diperoleh jumlah rata-rata anggota keluarga setiap rumah tangga beranggotakan empat orang (Lampiran 1) , sehingga pendapatan per orang dalam rumah tangga tersebut sebesar Rp 2.353.918,93 (Rp 9.415.675,73/4). Apabila dihubungkan garis kemiskinan dengan menggunakan kriteria pendapatan perkapita untuk daerah pedesaan setara beras ≥ 320 kg per tahun per orang yang dirumuskan oleh Prof. Sajogyo (2006). Jika diasumsikan pada tahun 2010 harga beras per kg Rp 6.500,00 maka
pendapatan anggota keluarga responden dari
usahatani bunga hortensia setara 362 kg beras. Dengan demikian maka keluargakeluarga responden tidak miskin atau berada diatas garis kemiskinan. 5.6 Kendala Usahatani Bunga Hortensia Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat diidentifikasi beberapa kendala dalam pengembangan bunga hortensia. Kendala tersebut dibedakan menjadi kendala teknis yang berkaitan dengan budidaya
tanaman bunga
hortensia dan non teknis berkaitan dengan aspek pasar, aspek keuangan, dan aspek sosial. 5.6.1 Kendala teknis Dalam melaksanakan usahatani bunga hortensia kendala teknis yang dihadapi petani adalah sebagai berikut.
77
a. Petani belum mengetahui teknologi agar bunga hortensia dapat bertahan lebih lama dipohonnya maupun setelah dipetik. Selain itu petani juga berharap supaya masa panen dapat lebih panjang. Teknologi sangat diperlukan untuk menjaga agar kualitas bunga tetap baik selama proses menunggu agar harga lebih baik. b. Obat-obatan
yang diperlukan tidak tersedia di desa tersebut sehingga untuk
memenuhi keperluan tersebut petani harus membelinya ke Ibukota Kecamatan yang jaraknya cukup jauh. 5.6.2
Kendala non teknis Kendala non teknis yang dihadapi petani dalam mengembangkan usahatani
bunga hortensia adalah sebagai berikut. a. Harga jual bunga hortensia ditentukan oleh pembeli (pengumpul) sehingga posisi tawar petani lemah. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya informasi mengenai harga bunga hortensia yang menyebabkan petani tidak bisa menentukan harga. b. Harga jual bunga hortensia tidak stabil. Ketidakstabilan harga ini disebabkan pada saat musim hujan produksi akan banyak dan saat musim kemarau produksi akan sedikit sehingga harga akan naik. Disamping itu pengaruh hari raya keagamaan (Hindu) juga menyebabkan harga bunga hortensia naik. c. Luas lahan petani akan semakin sempit sehingga menjadi kendala dalam pengembangan usahatani bunga hortensia. Jumlah penduduk yang terus bertambah disatu pihak sedangkan pihak lain jumlah lahan tetap menyebabkan salah satu penyebab lahan semakin sempit.
78
d. Belum ada lembaga keuangan yang dapat membantu petani bunga hortensia dalam hal permodalan. Kesulitan yang dirasakan petani adalah apabila memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini disebabkan sampai saat ini belum ada lembaga keuangan yang beranggotakan para petani. e. Kelompok tani sebagai wadah untuk melakukan pertukaran informasi belum berfungsi secara optimal. Oleh karena itu perlu diadakan pertemuan yang lebih sering antar petani bunga hortensia. Di samping itu pengurus kelompok tani perlu aktif mencari informasi sehingga apabila terjadi perubahan harga petani cepat mengetahui. 5.7
Saluran Pemasaran Saluran pemasaran merupakan jalur yang dilalui oleh arus barang dari
produsen ke konsumen akhir. Ada tiga pendukung
penting dalam saluran
pemasaran yaitu produsen, konsumen, dan perantara. Saluran pemasaran yang dilalui oleh bunga hortensia dari produsen ke konsumen seperti pada Gambar 6.1.
79
Petani Produsen
Pedagang Pengumpul Luar Desa
Pedagang Pengumpul Desa
Pengecer
Konsumen
Gambar 5.1 Saluran Pemasaran Bunga Hortensia Saluran pemasaran bunga hortensia yang ada di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng ada lima saluran pemasaran yaitu 1. Petani → pengumpul desa → konsumen 2. Petani → pengumpul luar desa → konsumen 3. Petani → pengumpul desa → pengecer → konsumen 4. Petani → pengumpul desa → pengumpul luar desa → konsumen 5. Petani → pengumpul desa → pengumpul luar desa →pengecer → konsumen Gambar 6.1 menunjukkan bahwa petani bunga hortensia sebagai produsen bunga dapat menjual bunganya ke pengumpul yang ada di desa maupun di luar desa. Petani bunga hortensia yang lahannya agak jauh dari jalan raya biasanya menjual hasil produksinya kepada pengumpul desa. Selanjutnya pengumpul desa dapat menjual barang dagangannya ke pedagang pengumpul luar desa yang berasal dari Desa Wanagiri. Pedagang pengumpul desa maupun luar desa akan menjual barang dagangannya ke pengecer di pasar-pasar tradisional yang ada di
80
Denpasar, Klungkung, Gianyar, Negara, dan Buleleng. Selanjutnya pengecer tersebut menjual kepada konsumen. Di samping menjual ke pengecer, ada juga konsumen yang langsung membeli secara langsung ke pedagang pengumpul.
81
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Usahatani bunga hortensia yang dilakukan di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng layak untuk diusahakan dilihat dari: a. aspek finansial yaitu Payback Period sebesar 2 tahun 5 bulan yang lebih pendek dari umur ekonomis yaitu 6 tahun, Net Present Value (NPV) positif sebesar Rp 19.080.155,13 yang lebih besar dari nol, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 44,58% yang lebih besar dari suku bunga riil dipasaran yaitu sebesar 16%, Benefit Cost Ratio sebesar 1,33 yang lebih besar dari satu. b. aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial berada dalam katagori baik dengan rata-rata skor berturut-turut 4,15, 4,06, dan 4,03. Jumlah tenaga kerja yang terserap secara penuh dari usahatani bunga hortensia dalam satu tahun sebanyak 179 orang. 2. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa perubahan harga output lebih peka jika dibandingkan dengan perubahan harga input. 3. Kendala dalam usahatani tanaman bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng adalah
82
a. Kendala teknis adalah masa panen bunga hortensia sulit diatur sesuai dengan kebutuhan pasar. dan obat-obatan yang diperlukan tidak tersedia di desa tersebut. b. Kendala non teknis adalah harga jual bunga hortensia ditentukan oleh pembeli (pengumpul) sehingga posisi tawar petani lemah, harga jual bunga hortensia tidak stabil, luas lahan yang semakin sempit menjadi kendala dalam pengembangan usahatani bunga hortensia, kelompoktani sebagai wadah bagi petani bunga hortensia untuk mengadakan interaksi belum berfungsi secara optimal. 6.2. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan maka dapat disarankan sebagai berikut 1. Berdasarkan potensi yang ada, dan analisis kelayakan aspek finansial, prospek pasar, aspek teknis, aspek sosial maka usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg perlu untuk dipertahankan 2. Mengingat usahatani peka terhadap perubahan harga output, maka masa panen bunga hortensia agar diatur antar petani bunga hortensia supaya tidak bersamaan sehingga harga dapat dipertahankan. 3. Petani perlu diberikan penyuluhan dan pembinaan yang berkesinambungan tentang teknologi agar bunga hortensia dapat bertahan lebih lama dan masa panen dapat lebih panjang. 4. Kelompok tani sebagai wadah bagi petani bunga hortensia untuk mengadakan interaksi perlu difungsikan secara optimal.
83
.