BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini merger lintas negara terjadi di Indonesia, karena merger dapat menjadi penyelamat dari perusahaan yang mengalami kesulitan, di samping dapat menambah kesehatan perusahaan. Dalam bahasa matematis, bagi merger berlaku rumus 1+1=3. Dan, dalam bahasa bisnis berlaku pula ungkapan if you can not beat them, joint them. 2 Berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis Indonesia. Hal ini ditandai dengan makin maraknya perusahaan-perusahaan di bidang perdagangan maupun jasa yang melakukan merger. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan diversifikasi atau perluasan jangkauan bisnisnya dengan peningkatan secara internal maupun eksternal. 3 Dari segi bisnis penggabungan perusahaan mempunyai tujuan tertentu, antara lain, untuk menjamin sumber bahan baku atau komponen (suku cadang), menguasai jalur distribusi, menambah jenis barang atau jasa yang dapat dijual (diversifikasi usaha). Penggabungan perusahaan bertujuan mengurangi ongkos produksi dan memperbaiki kwalitas produk, dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan.
2
Munir Fuady I, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Kesatu, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 42. 3 Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 80.
Universitas Sumatera Utara
Merger terjadi bila suatu perusahaan menggabungkan diri ke dalam perusahaan lain (melalui penjualan asetnya) dan perusahaan yang terakhir ini membubarkan diri (dilikuidasi). Umpamanya, PT S merger ke dalam PT A dan PT S kemudian membubarkan diri (likuidasi). PT A mengeluarkan sahamnya atau membayar tunai kepada bekas pemegang saham PT S. 4 Perseroan Terbatas merupakan badan hukum Indonesia yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memenuhi persyaratan tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh undang-undang. 5 Penggabungan (merger) perseroan pada dasarnya merupakan perbuatan hukum untuk merekonstruksi Perseroan yang telah ada dan kemudian diperoleh konstruksi baru. Konstruksi baru pada penggabungan adalah lahirnya entitas hukum (meskipun lama) dengan perubahan pada struktur aktiva dan pasiva. Sebagai konsekuensi dari penggabungan, jumlah aktiva dan pasiva menjadi lebih besar. Dalam Sistem hukum Indonesia, rekonstruksi perseroan baru mendapat landasan yuridis kuat setelah diberlakukannya UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun demikian, tidak berarti bahwa sebelum berlakunya UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas belum pernah dilakukan rekonstruksi perseroan. Penggabungan perseroan telah lebih lama dikenal dalam 4
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Cet. Kedua (Edisi Revisi), (Bandung : BooksTerrace & Library, 2007), hlm. 167. 5 I.G. Rai Widjaja, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), Cet. Pertama, (Jakarta: PT Pradiya Paramita, 1994), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
praktek, jauh sebelum UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas diberlakukan. 6 Menurut Pasal 1 angka 9 UU No.40 tahun 2007 memberikan pengertian secara autentik terhadap tema penggabungan (merger) sebagai berikut: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lainnya yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang mengabungkan ini beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.” Menurut
Sukanto
Reksohadiprojo
motivasi
dilakukannya
merger
Perseroan sebagai berikut: 1. Untuk memperbaiki teknologi yang sudah kedaluwarsa 2. Untuk mengatasi ketergantungan terhadap kebutuhan bahan baku (bahan mentah). 3. Untuk memperbaiki struktur modal. 4. Untuk mendapatkan pangsa pasar yang jauh lebih besar. 5. Untuk mengurangi tingkat persaingan. 6. Untuk mengembangkan inovasi yang mendukung perkembangan perseroan. 7. Untuk meningkatkan skala usaha 8. Untuk meningkatkan kemampuan managerial perseroan
6
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan, Cet. Pertama, (Salatiga: Griya Media, 2011), Hlm.
198-200
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Munir Fuady menginventarisir alasan perseroan melakukan penggabungan sebagai berikut 1. Untuk meningkatkan konsentrasi pasar 2. Untuk meningkatkan efisiensi 3. Untuk mengembangkan inovasi baru 4. Sebagai alat investasi 5. Mendapatkan akses internasional 6. Untuk meningkatkan daya saing 7. Memaksimalkan sumber daya 8. Menjamin pemasokan bahan baku 9. Sebagai sarana alih teknologi. 7 Merger lintas negara adalah transaksi dimana dua perusahaan dengan tempat-tempat operasi di beberapa negara yang berbeda menyetujui penyatuan kedua perusahaan tersebut dimana kedua perusahaan mempunyai kedudukan yang sederajat. Mendorong keputusan untuk menyatukan operasi atas dasar kedudukan yang sederajat adalah suatu kenyataan bahwa kedua perusahaan mempunyai kemampuan yang jika digabungkan diharapkan bisa menciptakan keunggulankeunggulan kompetitif yang akan membantu keberhasilan di pasar global. 8
7
Ibid, hal 201-202 Vicky Surya, “Makalah Merger”, http://vickysurya99.blogspot.com/p/hukumdagangmerger-makalah-disusun.html , (Diakses tanggal 23 April 2014) 8
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan PMA yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
9
Bagi pihak asing pada tahap awal telah mempunyai faktor dominan seperti permodalan, teknologi dan manajemen. Namun demikian dalam kegiatan penanaman modal, ada berbagai kegiatan atau aspek yang diperhatikan oleh penanam modal yaitu berkenaan dengan: 1.
Kebijakan Penanaman Modal
2.
Kepemilikan dan Manajemen
3.
Masalah Keuangan dan Kebijakan Fiskal
4.
Kerangka Hukum
5.
Kebijakan Tenaga Kerja
6.
Teknologi
7.
Kebijakan Komersial. Semua aspek tersebut harus selalu ditinjau atau dilihat dari sudut pandang si
Penanam Modal, Pemerintah Negara Penanam Modal dan Negara Tuan Rumah tempat modal tersebut ditanam. 10 Dalam banyak literatur manajemen strategi ditemukan bahwa merger memberikan banyak manfaat. Beberapa manfaat yang mungkin dihasilkan dari
9
I.G. Rai Widjaja, Op. Cit, hlm. 30. Ibid, hlm. 36.
10
Universitas Sumatera Utara
proses merger lintas negara menurut David antara lain Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta diantara perusahaan yang dimerger.
1. Memperluas jasa yang ditawarkan yang akan berakibat pada bertambahnya sumber pendapatan bagi perusahaan. 2. Memperkuat daya saing perusahaan, dan lain sebagainya.
Selain terdapat manfaat dari merger perusahaan juga terdapat beberapa resiko dari merger antar negara
1. Seluruh kewajiban masing-masing perusahaan akan menjadi tanggungan perusahaan hasil merger, termasuk kewajiban pembayaran dan penyerahan produk kepada vendor yang masih terhutang. 2. Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan semakin meningkat sebagai akibat dari proses penggabungan usaha. 3. Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang diterapkan dimasing-masing perusahaan selama ini akan memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif lama, dan sebagainya. 11
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini menarik untuk dilakukan.
11
Karmagatri Dwipayana, Menilai Keberhasilan Merger dan Akuisisi Berdasarkan Performansi Perusahaan, http://karmagatri.wordpress.com/2011/06/22/menilai-keberhasilanmerger-dan-akuisisi-berdasarkan-performansi-perusahaan-2/ (Diakses Tanggal23 April 2014)
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan 3 (tiga) permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:
1. Bagaimana pengaturan atas merger Perseroan Terbatas lintas negara? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham yang melakukan meger lintas negara? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa atas permasalahan hukum yang timbul atas terlanggarnya hak pemegang saham dalam merger lintas negara? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai melalui karya tulis skripsi ini ialah: a. Untuk mengetahui tentang pengaturan atas merger Perseroan Terbatas lintas negara b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang saham Perseroan Terbatas yang melakukan meger lintas negara. c. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa atas permasalahan hukum yang timbul atas terlanggarnya hak pemegang saham dalam merger lintas negara
2.
Manfaat Penulisan a. Secara Teoritis
Universitas Sumatera Utara
1) Untuk menambah wawasan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam bidang hukum perusahaan, terutama yang berhubungan dengan merger di Indonesia. 2) Sebagai salah satu bahan kajian oleh kalangan akademisi dalam mempelajari merger di Indonesia. b. Secara Praktis Sebagai pedoman bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal-hal yang berkaitan dengan merger perusahaan lintas negara. D. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap pemegang saham suatu perusahaan yang melakukan merger lintas negara (cross-boarder)” ini merupakan benar hasil karya sendiri dari penulis sendiri, tanpa meniru karya tulis milik orang lain. Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dalam proses menemukan kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik yang sifatnya konstruktif. Selain itu, semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap.
Universitas Sumatera Utara
Karya tulis skripsi ini memiliki kemiripan dengan beberapa skripsi yang sudah ditulis oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu:
1.
2.
3.
Nama
: Silvia Devie
NIM
: 050200156
Judul
: Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam merger perusahaan ditinjau dari undang- undang perseroan
Nama
: John Bert Christian
NIM
: 020200137
Judul
: Pelaksanaan prinsip- prinsip good corporate govermance oleh PT. Indonesia satellite comporation tbk berkaitan dengan perubahan komposisi pemegang saham (studi kasus diventasi saham PT. Indonesia satellite coporation tbk)
Nama
: M.Reza Andrian
NIM
: 050200126
Judul
: Akibat hukum penggabungan perusahaan terhadap kedudukan pemegang saham (studi pada PT. Bank CIMB niaga tbk)
Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang dilakukan dengan judul “ Perlindungan Hukum Terhadap pemegang saham suatu perusahaan yang melakukan merger lintas negara (cross-boarder) ” secara khusus membahas tentang apa saja hak dan kewajiban yang diberikan terhadap pemegang saham, serta kaitannya dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan ketiga judul di atas membahas tentang hal yang berbeda. Judul pertama membahas mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas. Judul kedua membahas mengenai prinsip good corporate govermance oleh PT. Indonesia Satellite. Judul ketiga membahas mengenai akibat hukum pengabungan terhadap kedudukan pemegang saham pada PT. Bank CIMB niaga tbk. E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Perseroan Terbatas Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta pelaksanaanya. Meyers, seorang ahli hukum perdata mengatakan bahwa badan hukum merupakan suatu realitas, konkret, riil, walaupun tidak bisa diraba, bukan khayal, suatu juridische realiteit. Adapun sifat badan hukum, walaupun sama-sama sebagai pendukung hak dan kewajiban, sebagai bentuk hukum ciptaan manusia, tetapi tidak sama persis dengan manusia. Persamaan badan hukum dengan manusia antara lain sama-sama mempunyai nama, domisili, organ, tujuan, usaha dan dapat dihukum, dan lain-lain. Guna memahami lebih jauh pengertian badan hukum ini, maka perlu memahami berbagai macam teori badan hukum. 12
12
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Edisi Kedua), (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 12
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua kelompok aliran yang melihat wujud dari badan hukum yang mengabstraksikan sesuai dengan aliran filsafatnya. a. Badan hukum itu bukan sebagai wujud nyata (abstrak), tetapi yang nyata adalah manusia yang berdiri di belakang badan hukum itu. Jika badan hukum itu membuat kesalahan, maka kesalahan itu dibebankan kepada orang yang berdiri dibelakang badan hukum itu secara bersama-sama. b. Badan hukum itu suatu wujud yang nyata dan disamakan dengan manusia (persoon) karena dulu terdapat manusia yang bukan sebagai persoon, yaitu para budak. 13 Kata perseroan terdiri atas kata sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” maksudnya tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. 14 Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tersebut tidak berlaku bagi perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara atau perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam UUPM. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham, paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal
13
Ibid, hlm 13-14 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2000), hlm. 1 14
Universitas Sumatera Utara
perseroan yang lebih besar daripada ketentuan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud harus ditempatkan dan disetor penuh, yang dibuktikan dengan penyetoran yang sah. Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menkumham mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, pendiri mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya: a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Jangka waktu berdirinya perseroan; c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; serta e. Alamat lengkap perseroan. 15 Pengisian format isian sebagaimana dimaksud harus didahului dengan pengajuan nama perseroan. Permohonan untuk memeroleh keputusan menteri tersebut harus diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani dan dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
15
Try Widiyono, Op. Cit., hlm. 27-28
Universitas Sumatera Utara
Apabila format isian tersebut dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari, terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan tersebut, pemohon wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung. Jika jangka waktu 30 hari tidak dipenuhi, menteri langsung memberitahukan kepada pemohon secara elektronik dan pernyataan tidak keberatan sebagaimana dimaksud menjadi gugur. Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara elektronik. Dalam jangka waktu 60 hari setelah akta pendirian dibuat, maka akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri. 16 Adapun anggaran dasar perseroan memuat sekurang-kurangnya: a. Nama dan tempat perseroan; b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; c. Jangka waktu berdirinya perseroan; d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
16
Ibid, hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada, berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; f. Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris; g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; h. Tata cara pengangkatan, pengantian, pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris; serta i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen. 17 Selain ketentuan dan isi sebagaimana dimaksud anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang. Anggaran dasar tidak memuat ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham dan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain. Isi anggaran dasar perseroan terbatas, berdasarkan UUPT 2007 berbeda dengan ketentuan UUPT sebelumnya, terutama berkaitan dengan perubahan nama pengurus perseroan. Perubahan nama pengurus bukan merupakan perubahan anggaran dasar. Maksud perubahan pengurus adalah perubahan orang, tetapi jika perubahan tersebut menyangkut nama jabatan, misalnya semula Presiden direktur, kemudian menjadi direktur utama, maka hal tersebut berarti mengubah Anggaran Dasar. Perubahan pengurus bukan perubahan Anggaran
17
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hlm. 74.
Universitas Sumatera Utara
Dasar, maka atas perubahan tersebut wajib didaftarkan pada dasar perseroan di Departemen Hukum dan HAM RI. 18 Setelah perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari dua orang, dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. 19 Setelah perseroan disahkan sebagai badan hukum, maka perseroan harus memenuhi asas publisitas, yaitu dengan mendaftarkan perseroan ke dalam daftar perseroan. Pada ketentuan Undang- Undang Perseroan Terbatas yang lama ( UU No.1 Tahun 1995), suatu perseroan terbatas sempurna statusnya badan hukum ketika pendaftaran dan pengumuman belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan, berbeda dengan yang diatur dalam Undang- Undang Perseroan Terbatas yang baru di mana Perseroan Terbatas sempurna statusnya sebagai badan hukum ketika mendapatkan pengesahan dari menteri. 20 Tanggung jawab dalam suatu perseroan terbatas pada prinsipnya sebatas atas harta yang ada dalam perseroan tersebut. Itu pula sebabnya disebut “terbatas” (limited), yakni terbatas dari segi tanggung jawabnya. Pada prinsipnya pihak
18
Try Widiyono, Op. Cit., hal 30 Freddy Harris & Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 21. 20 Ibid, hlm.27 19
Universitas Sumatera Utara
pemegang saham, Direksi atau Komisaris tidak pernah bertanggung jawab secara pribadi. 21 Ketentuan mengenai kewajiban daftar perusahaan yang diselenggarakan oleh Menteri Perdagangan ini memiliki pengecualian, yaitu terhadap: a. Perusahaan jawatan; b. Perusahaan yang diurus atau dikelola oleh pemiliknya sendiri, atau hanya dengan memperkerjakan anggota keluarganya sendiri; c. Perusahaan yang benar- benar hanya sekedar untuk memenuhi nafkah sehari- hari pemiliknya; dan d. Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan. 22 Prinsip tanggung jawab terbatas tersebut tidak berlaku dalam hal-hal sebagai berikut a. Persyaratan perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan terbatas semata-mata untuk kepentingan pribadi.
21
.Munir Fuady II, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 38. 22 Freddy Harris & Teddy Anggoro, Op.Cit., hlm.28
Universitas Sumatera Utara
c. Pemegang saham dari perseroan terbatas terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan. d. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung atau tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan terbatas tersebut. e. Direksi akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya selaku direksi. f. Komisaris akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya selaku komisaris. 23 Mengenai klasifikasi Perseroan yang diatur dalam UUPT 2007, tersurat dan tersirat pada Pasal 1 angka 6 dan Pasal 1 angka 7. Berdasarkan ketentuan Pasal dimaksud, klasifikasi Perseroan, dapat diurai. 24 a. Perseroan Tertutup Perseroan, pada dasarnya adalah badan hukum yang memenuhi syarat ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Perseroan merupakan persekutuan modal yang terbagi dalam saham. Didirikan berdasarkan perjanjian di antara pendiri atau pemegang saham, serta melakukan kegiatan usaha, dan juga melalui proses hukum yang dikukuhkan berdasarkan keputusan Pengesahan oleh MENHUK & HAM. 25 Perseroan Tertutup didirikan
23
Munir Fuady II, Op.Cit., hlm.38-39. M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas Cet. Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 38 25 Ibid, hlm.38 24
Universitas Sumatera Utara
dengan tidak menjual saham kepada masyarakat luas, yang berarti tidak semua orang dapat ikut menanamkan modal. 26
Pada Perseroan tertutup terdapat ciri khusus, antara lain: 27 1) Biasanya pemegang sahamnya “terbatas” dan “tertutup” (besloten, close). 2) Saham Perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, hanya sedikit jumlahnya, dan dalam Anggaran Dasar, sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham; 3) Sahamnya juga atas orang-orang tertentu secara terbatas. Perseroan Terbatas yang tertutup, dalam kenyataan praktik, dapat juga diklasifikasi, yang terdiri atas: 1) Murni Tertutup Ciri Perseroan Terbatas yang murni tertutup, dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Yang boleh menjadi pemegang saham benar-benar terbatas dan tertutup secara mutlak, hanya terbatas pada lingkungan teman tertentu atau anggota keluarga tertentu saja, b) Sahamnya diterbitkan atas nama orang- orang tertentu dimaksud, c) Dalam AD ditentukan dengan tegas, pengalihan saham, hanya boleh dan terbatas di antara sesama pemegang saham saja. 28
26
C. S. T. Kansil & Christine S. T. Kansil, Pokok- Pokok Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hlm. 33. 27 M.Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 38. 28 Ibid, hlm.39
Universitas Sumatera Utara
2) Sebagian Tertutup, Sebagian Terbuka Tipe lain Perseroan terbatas bersifat tertutup yang dijumpai dalam praktik adalah yang tidak murni atau tidak absolut tertutup. Coraknya, sebagian tetap tertutup, dan sebagian lagi terbuka dengan acuan sebagai berikut: a) Seluruh saham Perseroan, dibagi menjadi dua kelompok, b) Satu kelompok saham tertentu, hanya boleh dimiliki orang atau kelompok
tertentu
saja.
Saham
yang
demikian,
misalnya
dikelompokkan atau digolongkan “saham istimewa”, hanya dapat dimiliki orang tertentu dan terbatas, c) Sedang kelompok saham yang lain, boleh dimiliki secara terbuka oleh siapa pun. b. Perseroan Publik Pasal 1 angka 8 UUPT 2007, berbunyi: Perseroan publik adalah Perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan. Peraturan perundang- undangan yang dimaksud Pasal 1 angka 8 UUPT 2007 adalah UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya, UUPM) dalam Pasal 1 angka 22. Menurut Pasal ini, agar Perseroan menjadi Perseroan Publik, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 29 1) Saham Perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurangkurangnya 300 (tiga ratus) pemegang saham,
29
Ibid, hlm.40
Universitas Sumatera Utara
2) Memiliki modal disetor (gestort kapital, paid up capital) sekurangkurangnya Rp.3.000.000.000, - (tiga miliar rupiah), 3) Atau suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Perseroan harus mematuhi ketentuan Pasal 24 UUPT 2007 yaitu 1) Perseroan yang telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik, wajib mengubah AD menjadi Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk), 2) Perubahan AD dimaksud, harus dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut, 3) Selanjutnya, Direksi Perseroan “wajib” mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. 30 c. Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk) Perseroan Publik merupakan suatu perseroan di mana masyarakat luas dapat ikut serta menanamkan modal dengan cara membeli saham yang ditawarkan melalui bursa untuk investasi. 31 Klasifikasi atau tipe yang ketiga adalah Perseroan Terbuka (Perseroan Tbk), sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, yang berbunyi: Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal. 30 31
Ibid, hlm. 41. C. S. T. Kansil & Christine S. T. Kansil, Op. Cit., hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan Perseroan Tbk menurut Pasal 1 angka 7 UUPT 2007, adalah: 1) Perseroan Publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 22 UU No. 8 Tahun 1995 yakni memiliki pemegang saham sekurangnya 300 (tiga ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah), 2) Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offtering) saham di Bursa Efek. Maksudnya Perseroan tersebut, menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas. 32 Menurut Pasal 142 UU PT 2007, pembubaran Perseroan bisa terjadi karena hal berikut. 1. Berdasarkan keputusan RUPS. 2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir. 3. Berdasarkan penetapan pengadilan. 4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. 5. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan sebagaimana diatur dalam UU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
32
M.Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 41
Universitas Sumatera Utara
6. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 33 Jangka waktu berdirinya PT terdapat pada Pasal 6 UUPT 2007, berbunyi 34 “ Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.” 1. Cara menyatakan jangka waktu berdirinya Perseroan Berdasar ketentuan Pasal UUPT 2007, dalam AD harus ditentukan jangka waktu berdirinya perseroan. Dan penyebutan jangka waktu dalam AD menurut Pasal 9 ayat (1) salah satu syarat untuk memperoleh Keputusan Pengesahan Perseroan dari Menteri. Dengan demikian pencantuman ketentuan jangka waktunya Perseroan dalam AD, merupakan syarat memaksa atas keabsahan Perseroan. a. Jangka waktu terbatas Undang- undang membolehkan jangka waktu berdirinya “terbatas”, jangka waktu berdirinya boleh untuk “periode tertentu”. Misalnya untuk jangka waktu 50 atau 75 tahun, asal hal itu dengan tegas ditentukan dalam AD berapa lama jangka waktu berdirinya. 35 Bila jangka waktu berdirinya PT yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator. 36 b. Jangka waktunya tidak terbatas 33
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 111. 34 M.Yahya Harahap, Op. Cit., hlm.112 35 Ibid, hlm.113 36 Mulhadi, Op. Cit., hlm. 112
Universitas Sumatera Utara
Cara yang kedua, penyebutan jangka waktu berdirinya dalam AD, “tidak terbatas” (unlimited). Menurut Penjelasan Pasal 6 UUPT 2007, apabila jangka waktu berdirinya dikehendaki tidak terbatas, harus disebut dengan tegas dalam AD. 37 2. Perubahan jangka waktu merupakan perubahan AD tertentu Perseroan berhak mengubah jangka waktu berdirinya. Perubahan jangka waktu itu, dikategori Pasal 21 ayat (1) dan ayat (20) huruf c UUPT 2007, sebagai AD “tertentu”. Dengan demikian, agar perubahan jangka waktu berdirinya sah, harus terpenuhi syarat-syarat berikut: a. Perubahan berdasarkan ketetapan RUPS sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UUPT 2007, b. Kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan RUPS, berpedoman kepada Persetujuan Menteri sesuai ketentuan Pasal 88 UUPT 2007, c. Perubahan AD tentang perubahan jangka waktu harus mendapat keputusan Persetujuan Mente 38ri sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan (2) UUPT 2007. 3. Permohonan persetujuan perubahan AD mengenai perpanjangan waktu berdiri Mengenai tata cara permohonan Persetujuan Menteri atas perubahan AD tentang perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan, diatur pada Pasal 22 UUPT 2007: 37 38
M.Yahya Harahap, Op. Cit ., hlm.113 Ibid, hlm.115
Universitas Sumatera Utara
Harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari jangka waktu berdirinya berakhir. Selanjutnya Menteri memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu, paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan. 39 2.
Saham Dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan istilah share, atau stock,
sementara dalam bahasa belanda disebut aandeel. Sehingga dalam bahasa Indonesia dahulunya saham sering disebut dengan istilah “andil”. 40 Secara umum, sebagaimana disebutkan dalam kamus Black Law bahwa saham berarti suatu bagian atau porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa orang yang mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan seseorang anggota yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan. 41 Dalam Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal dijelaskan, saham adalah surat bukti pemilihan bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor. 42 Terdapat beberapa asas dalam saham dari suatu perseroan, yaitu sebagai berikut: a. Asas kebendaan Dalam hal ini ditentukan dengan tegas bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. 43 39
Ibid, hlm.116 Munir Fuady III, Hukum Bisnis Dalam Teori dan praktek Buku Ketiga, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 21. 41 Ibid, hlm. 22. 42 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Cet. Kesatu (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 49. 40
Universitas Sumatera Utara
b. Asas Keharusan Nilai nominal Asas ini mengharuskan setiap saham harus mempunyai nilai nominal. c. Asas tidak dapat dibagi. Dalam hal ini, saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi-bagi. 44 d. Asas perlindungan pemegang saham minoritas Banyak ketentuan yang memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas. e. Asas Pembelian Saham Kembali Oleh Perseroan Ketentuan mengenai pembelian kembali saham oleh perseroan, dengan dana yang diambil dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil dari modal ditempatkan ditambah dengan reserve yang diwajibkan. 45 f. Asas perlekatan kepemilikan saham dengan Hak Suara, dan hak-hak lainnya. UUPT menganut suatu asas bahwa hak suara melekat pada pemilik sahamnya. Karena itu saham tidak dapat dialihkan tanpa mengalihkan hak suara, dan juga tidak dapat dialihkan hak suara tanpa mengalihkan sahamnya. 46
43
Munir Fuady III, Op. Cit., hlm. 22. Ibid, hlm. 23. 45 Ibid, hlm.24 46 Ibid, hlm.25 44
Universitas Sumatera Utara
Secara teoritis dalam berbagai jenis kepustakaan hukum perusahaan dikemukakan berbagai jenis saham. Misalnya dari sudut pandang manfaat, pada dasarnya saham dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yakni sebagai berikut. a. Saham biasa (common stocks). Untuk jenis saham ini, kedudukan para pemegang saham sama. Untuk jenis saham ini tidak ada yang diistimewakan. 47 Saham biasa merupakan saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi. 48 b. Saham preferen (preferred stocks) atau sering juga disebut saham prioritas. Untuk jenis saham ini, pemegang saham mempunyai hak-hak tertentu. Misalnya diberikan hak prioritas untuk membeli saham jika diterbitkan saham baru; diberi hak untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi direksi atau komisaris. Pada umumnya, hak ini dicantumkan dalam anggaran dasar. Klausul ini secara yuridis dikenal dengan klausul oligarki.
49
Keunggulan saham preferen berkaitan dengan pembagian
dividen, pembagian sisa kekayaan perseroan setelah perseroan dibubarkan atau dilikuidasi. 50
47
Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm 50-51 Handri Raharjo, Op.Cit., hlm.88 49 Sentosa Sembiring, Loc. Cit. 50 Handri Raharjo, Loc. Cit. 48
Universitas Sumatera Utara
Selain penggolongan dari segi manfaat, saham juga dapat dilihat dari segi peralihannya yakni sebagai berikut. 51 a. Saham atas Tunjuk (bearer stocks). Untuk jenis saham ini, nama pemiliknya tidak disebutkan dalam sertifikat saham. Oleh karena itu pengalihannya mudah, cukup dari tangan ke tangan. Dengan demikian siapa yang menguasai atau memegang saham dianggap sebagai pemilik. b. Saham atas Nama (registered stocks). Nama pemilik dicantumkan dalam sertifikat saham. Cara pengalihannya harus mengikuti prosedur tertentu yakni dengan dokumen peralihan hak. Dengan adanya dokumen peralihan hak nama pemiliknya dicatat dalam daftar buku pemegang saham. Bukti pemilikan saham terdapat pada Pasal 51 UUPT 2007 tentang kewajiban Perseroan untuk: a. Memberi “bukti pemilikan” saham kepada pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya, b. Menurut penjelasan Pasal ini, mengenai pengaturan bentuk bukti pemilikan saham dapat ditetapkan dalam AD sesuai dengan kebutuhan. Saham mengandung arti kepemilikan (eignaar, ownership) yang bersifat tidak dapat diraba (intangible) yang harus dibuktikan kepemilikannya. 52 Bukti saham yang diberikan kepada pemegang saham (aandelhouder, shareholder) berbentuk surat “sertifikat saham” (certificaat van aandelen, depositary receipt for shares). 53
51
Sentosa Sembiring, Op. Cit, hlm. 51 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 262. 53 Ibid, hlm. 262. 52
Universitas Sumatera Utara
Hak-hak pokok pemilik saham yaitu terdapat pada Pasal 52, saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk: 54 a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. Menjalankan haknya berdasar undang-undang.
3.
Hukum Kontrak (Perjanjian/Perikatan) Hukum kontrak merupakan terjemahan dati bahasa Inggris, yaitu contract
of
law,
sedangkan
dalam
bahasa
Belanda
disebut
dengan
istilah
overeenscomsrecht. Berikut merupakan beberapa pengertian hukum kontrak: 55 a. Menurut Lawrence M. Friedman Hukum kontrak adalah perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tersebut. b. Menurut Michael D. Bayles Hukum kontrak adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan. c. Menurut Charles L. Knapp dan Nathan M. Crystal Hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun tidak nyata), kinerja pelayanan dan pembayaran dengan uang. 54
Ibid, hlm. 263. Salim H. S. I, Hukum Kontrak: Teori dan Penyusunan Kontrak, Cet. Kedelapan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 3. 55
Universitas Sumatera Utara
d. Definisi yang tercantum dalam Ensiklopedia Indonesia Hukum kontrak adalah rangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara warga-warga hukum. e. Menurut Salim H. S. Hukum kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Berdasarkan pengertian-pengertian hukum kontrak dapat dikemukakan beberapa unsur dasar yang terdapat di dalam hukum kontrak, sebagai berikut: 56 a. Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Kaidah hukum kontrak tertulis Adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi 2) Kaidah hukum kontrak tidak tertulis Adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Contoh: jual-beli lepas, jual-beli tahunan, dan lain-lain. Konsep hukum ini berasal dari hukum adat. b. Subjek hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yang menjadi subjek hukum
56
Ibid., hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang. c. Adanya prestasi Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Prestasi terdiri dari: 1) Memberikan sesuatu; 2) Berbuat sesuatu; dan 3) Tidak berbuat sesuatu. d. Kata sepakat Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat perjanjian. Salah satunya kata sepakat (konsensus). Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. e. Akibat hukum Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban. Di dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas penting antara lain sebagai berikut: 57 a. Asas konsensualisme Asas konsensualisme adalah asas yang menyatakan bahwa suatu kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan.
Asas konsensualisme ini tidak
berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap 57
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riil tidak berlaku. b. Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas menentukan beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjiannya, seperti: 1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; 2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; 3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian; 4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan 5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. c. Asas mengikatnya kontrak (Pacta Sunt Servanda) Asas ini menyatakan bahwa setiap orang yang membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata yang mencantumkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. d. Asas itikad baik
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan mengenai itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam membuat suatu perjanjian, kedua belah pihak yang bersangkutan harus bertindak dengan mengingat kepentingankepentingan yang wajar dari pihak lain. Secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya. e. Asas kepribadian (Personalitas) 58 Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Di samping asas-asas yang telah dijelaskan diatas, di dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, sebagai berikut: 59 a. Asas kepercayaan Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari. b. Asas persamaan hukum 58 59
Salim H. S. I, Op. cit., hlm. 12. Ibid., hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama dan ras. c. Asas keseimbangan Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memiliki pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. d. Asas kepastian hukum Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan yang mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. e. Asas moral Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang yang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat
prestasi dari pihak
debitur.
Hal ini terlihat
dalam
zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan
Universitas Sumatera Utara
hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya. f. Asas kepatutan Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. g. Asas kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga halhal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. h. Asas perlindungan (protection) Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah. 4. Merger (Penggabungan) Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktivita dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang mengabungkan diri berakhir karena hukum. 60
60
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Terbatas, Bab I Pasal 1
tentang Perseroan
Universitas Sumatera Utara
Secara teoritik, klasifikasi penggabungan (merger) dapat disebutkan sebagai berikut: a. Penggabungan Horisontal (Horizontal Merger) Penggabungan horisontal merupakan penggabungan dua perseroan atau lebih dalam kegiatan usaha (bisnis) yang sama. Misalnya penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang memiliki kegiatan usaha dalam bidang perbankan. b. Penggabungan Vertikal (Vertical Merger) Penggabungan vertikal merupakan penggabungan dua Perseroan atau lebih yang memiliki kegiatan usaha dalam jalur hulu-hilir. Maksudnya, antara Perseroan yang menggabungkan diri tersebut terhubung usaha yang bersifat input dan output. c. Penggabungan Kongetif (Congentive Merger) Penggabungan Kongetif merupakan penggabungan dua Perseroan atau lebih yang kegiatan usahanya sejenis atau dalam industri yang sama, tetapi tidak memproduksi barang yang sama dan juga tidak ada keterkaitan input-output d. Penggabungan Konglomerat (Conglomerate Merger) Penggabungan ini merupakan penggabungan dua Perseroan atau lebih yang tidak memiliki kesamaan bidang usaha. Sehingga aktivitas bisnis tidak berkaitan sama sekali antara Perseroan yang menggabungkan diri dengan Perseroan yang menerima penggabungan. 61 Tipe merger konglomerat ini dibedakan lagi dalam jenis-jenis
61
Tri Budiyono I, Op. Cit., hlm. 208
Universitas Sumatera Utara
1) Tipe Perluasan Geografis (Geographic extension), yang dipakai guna memperluas pasar; 2) Tipe Perluasan Produk (Product extension) yang dilakukan antara sesama produsen dari barang-barang yang mirip atau hampir sejenis, tetapi yang bukan kompetitor; 3) Tipe Konglomerat
Murni (Pure Conglomerate Merger), yang
merupakan merger dari dua perusahaan, dimana perusahaan-perusahaan yang bergabung tersebut tidak memiliki pangsa pasar yang hampir sejenis, ataupun secara fungsional tidak memiliki hubungan ekonomis, seperti kedua tipe diatas. 62 F. Metode Penelitian 1.
Jenis dan Sifat Penelitian Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 63 Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder, 64 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan internasional dalam bidang perseroan terbatas, jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah lainnya, serta artikel-artikel berita terkait. Sedangkan penelitian deskriptif ialah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu
62
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 129 63 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ketujuh, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13- 14. 64 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
kegiatan tertentu. 65 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, tentang Merger Perusahaan Lintas Negara di Indonesia. 2. Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. 66 Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum, yaitu: 67 a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan berbagai peraturan hukum nasional yang mengikat, antara lain: UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseron Terbatas. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang-undang, hasilhasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini. c. Bahan hukum tersier (tertier), yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan seterusnya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier
65
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 36. 66 Bambang Waluyo, Op. cit., hlm. 13- 14. 67 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
di luar bidang hukum yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi. 3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran
dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4.
Analisis Data Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini meliputi: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PENGATURAN
MERGER
PERSEROAN
TERBATAS
LINTAS NEGARA Bab ini menguraikan tentang tinjauan umum mengenai pelaksanaan kegiatan merger di Indonesia yang meliputi pengertian merger, sejarah dan perkembangan merger di Indonesia dan dasar hukum pelaksanaan merger di Indonesia serta merger perusahaan lintas negara. BAB III
PERLINDUNGAN
HUKUM
SAHAM
MELAKUKAN
YANG
TERHADAP
PEMEGANG
MERGER
LINTAS
NEGARA Bab ini menguraikan tentang perlindungan hukum terhadap pemegang saham, hak dan kewajiban pemegang saham yang melakukan merger lintas negara. BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA ATAS TERLANGGARNYA HAK PEMEGANG SAHAM KARENA MERGER LINTAS NEGARA Bab ini menguraikan tentang tata cara menyelesaikan sengketa yang terjadi akibat dilakukannya merger lintas negara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran atas pelaksanaan merger perusahaan lintas negara di Indonesia. Saran dan kesimpulan ini diharapkan bisa memberikan pertimbangan dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Universitas Sumatera Utara