BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pelaku usaha atas usaha yang dijalankannya atau perusahaan yang telah didirikannya pasti memiliki harapan agar perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu yang panjang. Demi mempertahankan aktivitas perusahaan di dalam persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan akan mengalami kendala dalam pemenuhan kebutuhan pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai mengubah status perusahaannya dari perusahaan yang tertutup menjadi perusahaan yang terbuka melalui penawaran saham kepada publik (go public) dan mencatatkan sahamnya dengan memanfaatkan pasar modal di PT Bursa Efek Indonesia. Terkait dengan perusahaan yang go public tersebut harus memenuhi berbagai peraturan yang diterbitkan oleh pasar modal, salah satunya adalah mempublikasikan laporan keuangan auditan tahun buku terakhir yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui keputusan ketua Badan pengawas pasar modal (Bapepam) dan Lembaga Keuangan (LK) Nomor: Kep-346/BL/2011 dan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor: Kep-00001/BEI/01-2014
menyatakan bahwa emiten atau
perusahaan go public wajib menyampaikan laporan keuangan auditan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Hal tersebut justru akan meningkatkan permintaan atas jasa audit dari akuntan publik. Informasi yang diberikan melalui laporan keuangan tersebut akan menjadi pertimbangan bagi investor maupun para kreditor
1
dalam memutuskan untuk melakukan investasi atas dana yang mereka miliki. Oleh karena itu diperlukan kegiatan audit untuk memeriksa laporan keuangan agar dapat memberikan informasi yang relevant dan reliable. Menggunakan jasa akuntan publik merupakan alternatif yang diharuskan oleh pasar modal terkait pemberian pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen perusahaan. Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan dewasa ini, dimana hubungan keagenan ini mengatur kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik maupun investor (principal). Dalam teori agensi, agen diharuskan memberikan informasi yang rinci dan relevan kepada principal. Namun, pada kenyataannya hal tersebut bukanlah hal yang mudah karena adanya perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal. Manajer sebagai pihak yang melaksanakan kegiatan operasional perusahaan mempunyai kewajiban untuk memenuhi kepentingan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Namun di sisi lain pihak manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Perbedaan kepentingan antara pihak pengelola perusahaan (manajer) sebagai agen dengan pihak pemegang saham (prinsipal) akan menyebabkan konflik kepentingan yang biasa disebut sebagai masalah keagenan atau agency problem. Permasalahan yang muncul dari agency problem mampu diatasi melalui salah satu mekanisme pengawasan yang dinamakan audit. Watts et al. (1986) berargumen bahwa pengauditan memainkan peranan penting dalam memonitor kontrak dan mengurangi risiko informasi. Selain itu, Wallace et al. (2005) juga
2
menyatakan bahwa audit merupakan cara yang mampu mengurangi biaya agensi akibat adanya perilaku mementingkan diri sendiri oleh manajer dan asimetri informasi. Berkaitan dengan auditing, baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang yang memiliki rasionalitas ekonomi, di mana setiap tindakan yang dilakukan
termotivasi
oleh
kepentingan
pribadi
atau
akan
memenuhi
kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas pihak-pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan keuangan. Auditing merupakan suatu proses sistematik yang terdiri atas langkahlangkah yang berurutan termasuk evaluasi internal control accounting dan tes terhadap susbtansi transaksi-transaksi dan saldo. Auditor harus mempelajari dan mengevaluasi pengendalian intern sebelum melakukan tes substansi dari transaksi-transaksi dan saldo-saldo perkiraan (substantive testing). Pengendalian intern yang kuat meningkatkan tingkat kepercayaan auditor dan mengurangi jumlah tes atas transaksi-transaksi dan saldo-saldo perkiraan. Auditor kemudian mengkomunikasikan hasil pekerjaan auditnya kepada pihak-pihak
yang
berkepentingan. Hal ini berarti auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembatani kepentingan pihak pemegang saham (prinsipal) dengan pihak manajer (agen) dalam mengelola keuangan perusahaan termasuk menilai kelayakan strategi manajemen dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan
3
perusahaan. Adanya masalah agensi yang disebabkan karena konflik kepentingan ini, kemudian akan menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya keagenan. Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya/monitoring cost dalam bentuk biaya audit atau yang biasa disebut dengan fee audit, yang merupakan salah satu dari agency cost. Biaya pengawasan (monitoring cost) merupakan biaya untuk mengawasi perilaku agen apakah agen telah bertindak sesuai kepentingan prinsipal dengan melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer (agen) tersebut. Iskak (dalam Suharli, dkk., 2008) mendefinisikan fee audit adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan
akuntan publik terhadap laporan keuangan. Pada
tanggal 2 Juli 2008, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit. Kebijakan tersebut menjelaskan mengenai besarnya fee audit yang wajar dengan mempertimbangkan jasa audit yang diberikan oleh anggota IAPI. Biaya pokok pemeriksaan akan diperoleh dari tawar menawar yang dilakukan antara klien dengan kantor akuntan publik (Iskak, 1999). Proses tawar menawar tersebut menjelaskan bahwa terjadi perbedaan besarnya fee audit di setiap perusahaan yang akan diauditnya maupun antar kantor akuntan publik itu sendiri, sehingga akan berpengaruh pada penetapan fee audit yang terlalu tinggi maupun rendah. Belum banyaknya perusahaan go publik yang mencantumkan
4
data fee audit di dalam laporan tahunan dikarenakan pengungkapan data tentang fee audit di Indonesia masih berupa voluntary disclosures (Rizqiasih, 2010). Corporate governance tidak terlepas dari teori keagenan (agency theory), dimana masalah agensi yang timbul dapat diatasi dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (corporate governance). Corporate governance bertujuan untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan apakah sudah seimbang dengan kepentingan para pemegang saham (Susiana, dkk., 2007). Upaya pengawasan ini akan menimbulkan agency cost yaitu ongkos atau risiko yang terjadi ketika seseorang (principal) membayar seseorang (agent) untuk menjalankan sebuah tugas (Erlina, 2013). Keadaan ini akan mendorong pihak agen dalam mengawasi pengungkapan informasi laporan keuangan agar sesuai dengan kepentingan pihak prinsipal, salah satunya dengan memberikan fee audit yang tinggi kepada akuntan publik sehingga mampu memberikan kualitas audit yang tinggi. Jadi dengan adanya pengawasan dari struktur corporate governance ini tidak akan menguntungkan salah satu pihak antara pemilik perusahaan dengan para pemegang saham. Mekanisme
internal
corporate
governance
adalah
cara
untuk
mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director (Iskandar, dkk. dalam Chintya 2014). Dewan komisaris sebagai struktur corporate governance, mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya
5
menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance (Wawo, 2010). Komposisi dewan komisaris dapat dilihat dari persentase komisaris independen dan ukuran dewan komisaris. Hay et al. (dalam Rizqiasih, 2010) menyatakan bahwa komisaris independen dipandang dapat melakukan pengawasan secara signifikan terhadap kegiatan dan pengendalian dalam perusahaan sehingga memerlukan informasi yang independen yang berasal dari auditor eksternal. Hal ini menunjukkan semakin kuat independensi dewan komisaris sebagai salah satu struktur governance akan cenderung menuntut akuntan publik untuk menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi demi meningkatkan penilaian perusahaan di mata para pemegang saham. Permintaan komisaris independen terhadap kualitas audit yang lebih tinggi berarti menuntut fee audit yang tinggi pula atas jasa dari akuntan publik. Hasil penelitian Hamid et al. (2012) menguatkan pernyataan tersebut, yang menyimpulkan bahwa dengan proporsi komisaris independen yang lebih tinggi, maka berpengaruh terhadap fee audit yang lebih tinggi pula. Jumlah anggota atau ukuran dewan komisaris yang tepat bergantung pada sektor industri perusahaan tersebut, karena akan turut menentukan jenis kompetensi yang sebaiknya dimiliki oleh dewan komisaris secara keseluruhan (Prastuti, 2013). Mengingat tanggung jawab dewan komisaris sebagai pengawas perusahaan, maka dengan meningkatnya ukuran dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan sistem pengawasan perusahaan seperti mempengaruhi proses pelaporan keuangan yang selanjutnya akan berdampak pada proses audit. Nadia
6
dkk. (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jumlah anggota dewan komisaris yang tinggi akan membuat laporan keuangan menjadi semakin baik, sehingga akan mengurangi kerja dari auditor eksternal. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa ukuran dewan komisaris yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap fee audit. Dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya dapat membentuk komitekomite yang membantu pelaksanaan tugasnya. Salah satunya adalah komite audit, yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaporan keuangan dan pengendalian internal perusahaan serta sebagai penengah antara auditor internal dan eksternal (Hay et al. dalam Widiasari, 2009). Karakteristik komite audit dapat dilihat dari persentase komite audit independen, ukuran komite audit, dan intensitas pertemuan komite audit. Selama peninjauan terhadap program audit dan hasilnya, independensi komite audit dapat melakukan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai ruang lingkup audit untuk menghindari salah saji keuangan (Abbot et. al., 2003). Hal ini menunjukkan bahwa indepedensi komite audit menginginkan tingkat yang lebih tinggi untuk kepastian audit yang secara tidak langsung berarti memberikan dukungan kepada akuntan publik dalam lingkup negosiasi dengan pihak manajemen. Tuntutan atas peningkatan hasil audit ini akan diikuti dengan peningkatan fee audit atas jasa profesional. Teori tersebut konsisten dengan penelitian Abbot et al. (2003) dan Dillan (2007), mereka menemukan adanya pengaruh positif signifikan antara independensi komite audit (komite audit yang berasal dari luar perusahaan) terhadap fee audit.
7
Rekomendasi dari Blue Ribbon Committee (1999), bahwa komite audit yang lebih independen, memiliki anggota lebih banyak, dan sering mengadakan rapat diharapkan akan meningkatkan pengawasan komite audit terhadap proses pelaporan keuangan. Searah dengan penelitian Nadia dkk. (2013) yang menemukan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap fee audit eksternal. Hal ini diakibat oleh keinginan komite audit untuk mempertahankan reputasinya sebagai organisasi komite audit yang memiliki keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan komite audit. Pertemuan yang teratur dan terkendali dengan baik akan membantu komite audit dalam memeriksa akuntansi berkaitan dengan sistem pengendalian internal, dan dalam hal menjaga informasi manajemen McMullen et al. (dalam Rahmat et al., 2008). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mewajibkan komite audit untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun. Frekuensi pertemuan tersebut harus jelas terstruktur dan dikontrol dengan baik oleh ketua komite. Penelitian Razman et al. (2004) mengamati di Malaysia bahwa perusahaan memiliki pelaporan bagus ketika mereka bertemu lebih sering karena mereka dapat memantau kegiatan manajemen. Bertentangan dengan penelitian Abbot et, al., (2003) menemukan bahwa perusahaan dengan komite audit yang memenuhi setidaknya empat kali setiap tahunnya cenderung sudah menyajikan kembali laporan keuangan yang telah diaudit oleh mereka. Konsisten dengan pendekatan berbasis risiko atas jasa audit bahwa komite audit yang lebih sering bertemu
8
diharapkan akan mengurangi masalah pelaporan keuangan yang mengarah kepada fee audit eksternal yang lebih rendah. Surat perikatan audit (audit engagement letter) merupakan surat persetujuan antara auditor dengan kliennya tentang syarat-syarat pekerjaan audit yang akan dilaksanakan oleh auditor. Dalam ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Menurut SA Seksi 320 (PSA No. 55) bentuk dan isi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat tersebut umumnya berisi tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan serta dasar perhitungan fee audit dan pengaturan penagihan yang digunakan oleh auditor. Isi surat perikatan audit menjelaskan wajib adanya surat pernyataan manajemen yang kemudian menjadi tanggung jawab perusahaan dalam hal membebaskan dan mengganti rugi kepada kantor akuntan publik yang bersangkutan dan stafnya atas segala tuntutan kewajiban, dan biaya-biaya yang akan dikeluarkan sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen berkaitan dengan jasa audit yang diberikan sesuai dengan perikatan tersebut. Praktik manajemen laba merupakan salah satu cara manajemen dalam meningkatkan nilai perusahaan. Praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang melanggar Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) menyebabkan auditor eksternal akan memperluas scope pemeriksaan auditnya. Perluasan lingkup audit akan menyebabkan akuntan publik membutuhkan waktu audit yang lebih lama dan munculnya biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan
9
sebagai akibat dari kesalahan pernyataan manajemen, sehingga hal ini akan mendorong terjadinya perubahan fee audit. Penelitian Chaney et al. (dalam van Cameghem, 2009) menemukan bahwa perusahaan membayar fee audit lebih tinggi karena menggunakan jasa auditor dalam mengaudit laporan keuangannya yang merupakan alat monitor bagi stakeholders. Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa terdapat ketidakkonsistenan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya sehingga belum memberikan arah hubungan yang pasti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memeriksa pengaruh komposisi dewan komisaris, karakteristik komite audit, dan manajemen laba terhadap fee audit pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Bagaimana pengaruh independensi dewan komisaris terhadap fee audit? 2) Bagaimana pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap fee audit? 3) Bagaimana pengaruh independensi komite audit terhadap fee audit? 4) Bagaimana pengaruh ukuran komite audit terhadap fee audit? 5) Bagaimana pengaruh intensitas pertemuan komite audit terhadap fee audit? 6) Bagaimana pengaruh manajemen laba terhadap fee audit?
10
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan permasalahan, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis: 1) Pengaruh independensi dewan komisaris terhadap fee audit. 2) Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap fee audit. 3) Pengaruh independensi komite audit terhadap fee audit. 4) Pengaruh ukuran komite audit terhadap fee audit. 5) Pengaruh intensitas pertemuan komite audit terhadap fee audit. 6) Pengaruh manajemen laba terhadap fee audit. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, yaitu: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi tambahan terhadap pengembangan teori perilaku di dalam literatur akuntansi menyangkut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fee audit dalam lingkungan Auditing. 2) Kegunaan Praktik Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan wawasan, pengetahuan, pengertian dan pemahaman bagi para auditor atau para praktisi akuntansi atau akuntan profesional tentang hubungan antara independensi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, independensi komite audit, ukuran
11
komite audit, intensitas pertemuan komite audit, dan manajemen laba perusahaaan terhadap fee audit. 1.5 Sistematika Penulisan Sebagai arahan dalam memahami skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai landasan teori yang mendasari diadakannya penelitian meliputi teori agensi, corporate governance terutama terkait dengan dewan komisaris dan komite audit, manajemen laba, fee audit, penelitian terdahulu, dan penjelasan hipotesis.
Bab III
Metode Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis data yang meliputi lokasi penelitian, obyek penelitian, identiifikasi variabel, definisi operasional tentang variabel yang digunakan dalam penelitian, jenis dan sumber data, penentuan populasi dan sampel, metode pengumpulan data, teknik analisis, serta pengujian hipotesis.
12
Bab IV
Data dan Pembahasan Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan tentang deskripsi obyek penelitian yang terdiri dari gambaran umum sampel dan hasil olah data serta pembahasan hasil penelitian.
Bab V
Simpulan dan Saran Pada bab ini diuraikankan mengenai kesimpulan dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian. Kemudian, disajikan keterbatasan serta saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
13