BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Salah Satu faktor penting dalam pembangunan suatu negara adalah adanya dukungan sistem keuangan yang sehat dan stabil, demikian pula dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga unsur, yakni sistem moneter, sistem perbankan, dan sistem lembaga keuangan bukan bank (Siti, 2003 : 1). Lahirnya UU No.10 Tahun 1998 yang merupakan amandemen atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, maka di Indonesia dikenal dua sistem perbankan (dual system banking) yaitu sistem bank konvensional dan sistem bank syariah. Sistem operasional Bank Syariah berbeda dengan bank umum
lainnya
(konvensional).
Bank
konvensional
lebih
mengejar
keuntungan materiil semata (kapitalistik) dengan sistem bunganya, sehingga tidak mengenal adanya kerugian pihak lain, sedangkan Bank Syariah menekankan adanya sifat ta’awun (tolong menolong dalam suka dan duka / kemitraan), sehingga ada prinsip bagi hasil yang dikenal dengan nama “profit and loss sharing” atau “Mudharabah” dan juga adanya pinjaman kebajikan bagi nasabah. Awal perkembangan syariah di Indonesia, dunia perbankan baru memiliki satu bank yaitu Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tanggal 2 Mei 1992. Setelah BMI berdiri maka maraklah kajian-kajian, seminar-
1
2
seminar dan penelitian tentang perbankan syariah yang membawa dampak yang cukup besar terhadap dunia perbankan saat itu. Seiring
berjalannya
waktu,
perkembangan
perbankan
syariah
demikian cepat. Dikeluarkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan serta dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2003 banyak bank yang menjalankan operasionalnya secara prinsip syariah. Ada yang melakukan konversi dari konsep konvensional menjadi syariah, ada bank konvensional yang membuka cabang syariah yang mendirikan Pengkreditan Rakyat Syariah, karena bank syariah telah terbukti memiliki berbagai keunggulan dalam mengatasi mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dan masih banyak kalangan umat Islam yang enggan berhubungan dengan pihak bank konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba). Di tengah rentannya kondisi keuangan global, perbankan syariah di Indonesia mencatatkan kinerja yang sangat bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurut statistik Bank Indonesia, perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia setiap tahunnya cukup fantastis dan menggembirakan, tumbuh antara 40-45 persen per tahun. Hal ini tercermin dari pertumbuhan asset, peningkatan pembiayaan, ekspansi pelayanan ( jaringan kantor yang semakin meluas menjangkau 33 propinsi di Indonesia).
3
Dalam menghadapi badai krisis global (1998, 2008, dan krisis eropa 2011) industri perbankan syariah di Indonesia memiliki daya tahan yang kokoh serta menunjukkan prestasi performance yang baik. Fungsi intermediasi perbankan terus berjalan dengan baik dengan FDR di atas 100 %. Pembiayaan produktif (modal kerja dan investasi) terus meningkat melebihi
70% dari total pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
syariah. Sebaliknya pembiayaan consumer semakin melambat seiring dengan meningkatkannya pembiayaan produktif. Menurut data BI, pertumbuhan pangsa pembiayaan jenis konsumsi dibandingkan jenis produktif (modal kerja + investasi) telah melambat tipis menjadi sebesar 28% dari 30,09%. (2010 – 2011). Menurut data Bank Indonesia, kini
sudah ada 11 Bank Umum
Ssyariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS), dan 156 BPRS, dengan jaringan kantor meningkat dari 1.692 kantor di tahun sebelumnya menjadi 2.574 di tahun 2012, Dengan demikian jumlah jaringan kantor layanan perbankan syariah meningkat sebesar
25,31%. (Data
diperoleh pada 17 Desember 2012). Aset perbankan syariah saat ini sudah mencapai Rp.179 Triliun (4,4 % dari asset perbankan nasional), Sementara DPK Rp. 137 Triliun. Suatu hal yang luar biasa adalah, total pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah sebesar Rp 139 Triliun, melebihi jumlah DPK, Ini berarti FDR perbankan syariah di atas 100 persen. Data ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan syariah untuk menggerakan perekenomian, sangatlah besar.
4
Pertumbuhan asset, DPK dan pembiayaan juga relative masih tinggi, masing-masingnya adalah, aset tumbuh ± 37%, DPK tumbuh ± 32%, dan Pembiayaan tumbuh ± 40%). Satu hal yang perlu dicatat, bahwa market share pembiayaan perbankan syariah dibanding konvensional, sudah melebihi dari lima persen, tepatnya 5,24 %. Jumlah nasabah pengguna perbankan syariah dari tahun ke tahun meningkat signifikan, dari tahun 2011-2012 tumbuh sebesar 36,4 %. Kini jumlah penggunanya 13,4 juta rekening (Okt’ 2012, 36,4% – yoy), baik nasabah DPK maupun nasabah pembiayaan. Apabila pada tahun 2011 jumlah pemilik rekening sebanyak 9,8 juta, maka di tahun 2012 menjadi 13,4 juta rekening, berarti dalam setahun bertambah sebesar 3,6 juta nasabah. Perkembangan yang pesat pada bank syariah di Indonesia ini dianggap karena selama ini bank syariah mampu membidik pasar syariah loyalis, yaitu konsumen yang meyakini bahwa bunga bank itu haram. Jenis pembiayaan bagi hasil sendiri ada dua macam, yaitu musyarakah dan mudharabah. Nurhayati dan Wasilah (2011) menyatakan bahwa secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana. Kautsar (2012) menyatakan bahwa musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
5
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Pembiayaan bagi hasil menuntut kesiapan bank sehingga tidak bisa dipaksakan. Pembiayaan bagi hasil membutuhkan pengawasan dan memiliki risiko yang lebih besar. Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas resiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Sehingga dapat menimbulkan pembiayaan bermasalah yang artinya pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan
kendali
nasabah
peminjam.
Apabila
porsi
pembiayaan
bermasalah membesar maka hal tersebut pada akhirnya berpengaruh pula pada kemungkinan terjadinya penurunan besarnya keuntungan/pendapatan yang diperoleh bank (Siamat, 2009). Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syari’ah harus bersaing dengan bank konvensional yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Persaingan yang semakin tajam ini harus dibarengi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa bertahan hidup adalah kinerja keuangan bank. Apabila kinerja keuangan bank dapat berjalan dengan baik maka kinerja bank juga dapat berjalan optimal untuk menghasilkan
6
keuntungan atau bagi hasil kepada para nasabahnya. Apabila bank dapat memperoleh
laba
atau
keuntungan
maksimal
yang
dengan
tetap
memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan untuk masa yang akan datang, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus (Adiwarman, 2010). Dalam penelitian ini, Penilaian kinerja perusahaan akan diukur menggunakan Return On Equity (ROE) , karena semakin tinggi rasio ini menandakan kinerja perusahaan semakin baik atau efisien, nilai ekuitas perusahaan akan meningkat dengan peningkatan rasio ini. Return On Equity (ROE) digunakan untuk menunjukan kemampuan perusahaan dalam memperoleh pendapatan (laba). Semakin besar rasio ini maka akan menunjukan kemampuan perusahaan yang semakin baik dan pemegang saham sangat menyukai hal ini, karna ini akan memberikan informasi yang baik. Semakin baik kondisi keuangan perusahaan dalam memperoleh laba maka akan baik pula pengembalian investasi yang telah ditanamkan oleh investor (Sawir, 2008). Berdasarkan uraian tersebut, maka skripsi ini disusun untuk meneliti dan menganalisa bagaimana pengaruh bagi hasil investasi terhadap return on equity. Oleh karena itu, skripsi ini diberi judul “PENGARUH BAGI HASIL INVESTASI TERHADAP RETURN ON EQUITY (ROE) PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk”
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan Bagi Hasil Investasi terhadap Return On Equity secara parsial pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk? 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan Bagi Hasil Investasi terhadap Return On Equity secara serentak atau bersama-sama pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ?
C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : Pengukuran kinerja keuangan di dalam penelitian ini menggunakan pengukuran Return On Equity (ROE).
D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk membuktikan secara parsial mengenai pengaruh Bagi Hasil Investasi terhadap Return On Equity pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 2. Untuk membuktikan secara bersama-sama atau serentak mengenai pengaruh Bagi Hasil Investasi terhadap Return On Equity pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
8
E. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan memahami lebih mendalam
tentang
bagi
hasil
investasi,
terutama
pengaruh
penerapannya terhadap return on equity. 2.
Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan informasi berguna kepada pihak manajemen perusahaan, khususnya mengenai pengaruh penerapan bagi hasil investasi terhadap return on equity.
3. Bagi ilmu pengetahuan, dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di perpustakaan, sehingga dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa untuk penelitian lebih lanjut serta memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya ilmu dibidang ekonomi dan perbankan.