BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan selalu berupaya untuk tetap eksis dan bahkan tumbuh dengan memberikan pelayanan yang berkualitas ditujukan untuk memperoleh serta mempertahankan pelanggan yang menguntungkan juga setia. Ekiz (2009) menyatakan bahwa tidak semua pelanggan akan merasa puas oleh jasa yang ditawarkan, sekalipun oleh perusahaan terbaik di dunia, sehingga kegagalan layanan dan ketidakpuasan pelanggan menjadi sesuatu hal yang tidak terhindarkan. Keluhan yang disampaikan oleh pelanggan biasanya hanya beberapa saja yang dapat diterima langsung oleh pihak perusahaan. Zamke dan Anderson (dalam Ekiz, 2009) menegaskan bahwa faktor yang membedakan perusahaan yang berhasil dan kurang berhasil dalam menangani keluhan adalah bagaimana perusahaan memperlakukan keluhan tersebut sebagai suatu kesempatan. Schoefer dan Ennew (2003) menyoroti secara khusus terjadinya kegagalan layanan di industri pariwisata, termasuk hotel. Pengalaman yang dialami pada industri ini tidak semua memuaskan dilihat dari sudut pandang pelanggan, walaupun organisasi pariwisata dan perhotelan menempatkan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ada beberapa hal yang sering dikeluhkan pelanggan hotel antara lain; ketidaksesuaian keadaan hotel pada kenyataannya dibandingkan dengan promosi yang ditampilkan di situs internet, keterlambatan penjemputan di bandara, kamar yang tidak siap ketika mereka tiba di hotel, kesalahan pencatatan reservasi, proses registrasi yang lama, dan kesalahan harga dan tipe kamar. Kegagalan layanan di atas sudah tentu
1
2
menyebabkan perasaan frustasi para wisatawan ketika masalah tersebut timbul pada waktu liburan. Interaksi yang tinggi antara pemberi dan penerima layanan menyebabkan hotel, tidak dapat mencapai “zero defect” sebagaimana dalam industri manufaktur. Usaha untuk meminimalkan rentang antara harapan dan kenyataan bagi pelanggan harus terus dilakukan. Penilaian kualitas layanan yang valid adalah penilaian yang diberikan oleh pelanggan. Drucker (dalam Kotler et al., 2002:30) menyatakan bahwa keberhasilan bisnis bukan ditentukan oleh produsen, melainkan oleh pelanggan. Menurut Parasuraman (dalam
Lovelock dan Wright, 2007:98), bahwa
kesenjangan jasa bukanlah satu-satunya cara pelanggan menilai kualitas jasa. Pelanggan juga dapat menggunakan lima dimensi yang luas sebagai kriteria yaitu; kehandalan (reliability), keberwujudan (tangible), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy). Umpan balik konsumen diperlukan untuk mempelajari sejauh mana pelanggan menilai kualitas layanan yang diberikan. Manajemen hotel dapat mengenali apa yang disenangi dan apa yang dikeluhkan pelanggan selama tinggal di hotel melalui umpan balik yang diberikan pelanggan. Perusahaan tentu mengharapkan bahwa apabila pelanggan yang senang atau puas dengan layanan yang diberikan menceritakan kepuasannya kepada orang lain dan bila pelanggan tidak puas akan menceritakan ketidakpuasannya langsung pada manajemen. Manajemen hotel akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan perbaikan atau penanganan langsung pada permasalahan yang ada untuk menghindari ketidakpuasan pelanggan yang berlarut-larut. Pemulihan layanan dapat dilakukan
3
dengan cepat dan tepat hanya jika pelanggan tersebut melakukan keluhan langsung. Pada penelitian ini akan lebih terfokus pada kegagalan layanan dan proses pemulihannya yang mana kegagalan layanan tersebut dikeluhkan oleh pelanggan. Pelanggan yang merasa tidak puas dapat menimbulkan ganguan yang terjadi pada jalinan hubungan antara pembeli dan penjual, yang dapat berkontribusi kepada munculnya ketidak percayaan pelanggan, komunikasi WOM (word of mouth) yang negatif dan hilangnya pelanggan yang setia (Kau dan Loh, 2006). Keluhan pelanggan merupakan salah satu komponen penting yang perlu untuk diperhatikan, namun sering kali terlewatkan. Alasan penting mengapa perusahaan harus memperhatikan keluhan pelanggan, antara lain; keluhan pelanggan merupakan cerminan bahwa terdapat suatu masalah dalam produk atau layanan yang ditawarkan oleh perusahaan. Keluhan juga dapat mengidentifikasi bahwa terdapat kebutuhan pelanggan yang tidak terpuaskan. Keluhan pelanggan juga dapat mengidentifikasikan bahwa produk dan layanan yang tidak memuaskan tersebut sudah berada diluar batas toleransi pelanggan. Penelitian yang dilakukan oleh Kelly et. al (1993) mengungkapkan bahwa penanganan keluhan yang efektif akan memberikan dampak yang luar biasa bagi angka penanganan pelanggan, menangkis penyebaran WOM yang negatif, dan mengembangkan kinerja perusahaan. Penanganan keluhan yang dilakukan dengan baik diharapkan bahwa pelanggan yang tadinya tidak puas akan berubah menjadi puas. Johnston dan Fren (1999) mengemukakan bahwa sebuah respon efektif pada kegagalan pelayanan akan berpengaruh terhadap sukses jangka panjang dari perusahaan. Temuan ini
4
menunjukkan bahwa, tingkat kepuasan pelanggan yang melakukan pengajuan keluhan, setelah adanya pemulihan pelayanan dipengaruhi oleh dimensi persepsi keadilan distributif, prosedural, dan interaksional. Hoffman dan Kelly (2000) menyatakan bahwa
dalam
konteks
pemulihan
layanan,
keadilan
yang
dipersepsikan oleh pelanggan mengandung makna penilaian terhadap pemulihan layanan itu sendiri. Perusahaan dapat menerapkan teori keadilan dalam proses pemulihan layanan. Pada literatur keadilan menurut Tax, et al., (1998), keluhan dipandang sebagai konflik antara pelanggan dengan penyedia layanan jasa. Pelanggan yang melakukan komplain pada dasarnya mereka ingin diperlakukan secara adil oleh penyedia jasa. Pendekatan keadilan dalam penanganan keluhan adalah suatu kondisi pelayanan yang dirasakan sesuai oleh pelanggan sebagai pengganti
pelayanan
jasa
yang
mengalami
kegagalan
dalam
proses
penyampaiannya. Hasil yang dihubungkan dengan strategi pemulihan dan perilaku antar pribadi yang terjadi selama proses pemulihan, dan penyampaian hasil tersebut merupakan hal yang kritis. Suprapti (2009) menegaskan bahwa kemampuan penyedia jasa dalam menangani keluhan selama proses pemulihan akan sangat menentukan sikap dan perilaku pelanggan selanjutnya. Perusahan sebaiknya mempersiapkan sumber daya manusia yang terlatih dan terampil dalam mengatasi setiap keluhan yang muncul dari kegagalan layanan, sehingga pelanggan yang sebelumnya tidak puas menjadi puas setelah adanya program pemulihan layanan (service recovery program). Goodwin dan Ross dalam Schoefer dan Ennew (2003), menyatakan bahwa tingkat kepuasan setelah program pemulihan layanan
5
(secondary satisfaction) dapat lebih tinggi dari tingkat kepuasan sebelumnya dan effektivitas program pemulihan akan meningkatkan tingkat loyalitas pelanggan. Penanganan keluhan yang baik dapat meningkatkan evaluasi dari kualitas layanan, meningkatkan hubungan dengan pelanggan, dan membangun komitmen pelanggan (Tax et al., 1998). Hasil perilaku dari pelanggan yang mengeluh dalam hal kepercayaan, rekomendasi dari mulut ke mulut, dan loyalitas ditemukan dipengaruhi oleh kepuasan mereka pasca penanganan keluhan. Menurut Davidow (2003), penanganan keluhan yang baik tidak hanya membawa pelanggan kepada peningkatan keinginan untuk melakukan pembelian berulang, tetapi juga meningkatkan rekomendasi WOM yang positif sehingga dapat memberi keuntungan bagi perusahaan. Perkembangan bisnis pariwisata secara umum dan perhotelan secara khusus di Bali dewasa ini, menunjukkan fluktuasi dalam lima tahun terakhir. Fluktuasi tersebut berkaitan erat dengan berbagai prahara yang beruntun menimpa industri pariwisata di Bali, seperti; Bom Bali I dan II, penyakit SARS, flu burung, flu babi, situasi politik, dan keamanan secara umum di tanah air dan di dunia, serta situasi ekonomi, dan bencana alam. Faktor-faktor tersebut ditengarai berdampak pada penurunan jumlah kedatangan wisatawan. Tanda kearah pemulihan mulai terlihat di Tahun 2007. Sejak tahun itu, kondisi pariwisata Bali telah berangsur-angsur menuai hasil yang sangat menggembirakan dan salah satu indikatornya adalah meningkatnya jumlah rata-rata tingkat hunian kamar hotel berbintang di Bali. Seperti disajikan pada Tabel 1.1, rata-rata tingkat hunian kamar hotel berbintang Tahun 2007 naik sebesar 20% dari tahun sebelumnya. Begitu juga halnya dengan jumlah kunjungan wisatawan di Tahun 2008
6
menunjukkan pertumbuhan, yaitu meningkat sebesar 17.8% dari tahun sebelumnya. Tingkat hunian kamar mengalami penurunan sebesar 10.12% di Tahun 2009, terjadi akibat pengaruh krisis ekonomi dunia. Pada Tahun 2010 dan Tahun 2011, jumlah kunjungan wisatawan kembali menguat dengan kenaikan masing-masing 5.27% dan 6.29%. Tabel 1.1. Perkembangan Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang di Bali Periode 2005-2011 Tahun
Tingkat Hunian Kamar (%) 2005 46,45 2006 44,46 2007 53,32 2008 62,80 2009 56,51 2010 59,49 2011 63,23 Rata-rata 55,18 Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali 2011
Perubahan (%) (4,30) 20,00 17,80 (10,12) 5,27 6,29 5,83
Pihak pemerintah, masyarakat, dan manajemen industri pariwisata perlu melakukan perbaikan terhadap sarana maupun kualitas layanan secara terus menerus untuk menyikapi fluktuasi kedatangan wisatawan ke Bali. Peningkatan kualitas layanan bertujuan untuk meminimalisasi kegagalan layanan. Hasil pengamatan awal yang dilakukan secara langsung melalui pengamatan di lapangan, bahwa perilaku dari pelanggan yang mengajukan keluhan, terutama berkaitan dengan loyalitas, juga dipengaruhi oleh kepuasan mereka terhadap program pemulihan layanan. Sehingga perusahaan hotel sebaiknya tidak melihat kegagalan layanan (service failure) sebagai sebuah masalah, akan tetapi sebuah peluang untuk menciptakan loyalitas pelanggan.
7
Conde Nast Traveler (2009), mengungkapkan bahwa Ubud mendapatkan predikat sebagai “The Best Destination City in the Asia” menurut salah satu majalah pariwisata dunia, hal ini menjadi kebanggaan untuk Bali dan Indonesia pada umumnya. Hotel yang dipilih dalam penelitian ini adalah The Ubud Village Resort & Spa, yang merupakan salah satu butik resort yang berfasilitas bintang lima, berlokasi di Jl. Raya Nyuh Kuning, Pengosekan Ubud Gianyar. Di awal Tahun 2011, hotel ini mendapatkan penghargaan dari International Business & Company Award sebagai The Best Resort and Service Excelent 2011. Hotel ini memiliki total vila sebanyak dua puluh delapan vila, yang terdiri atas, satu unit two-bed room suite viila, empat unit village suite villa, enam unit rice field view villa, dan tujuh belas unit garden view villa. Hotel ini menempati posisi sepuluh besar dari 650 resort di Bali berdasarkan tripadvisor survey 2012. Wisatawan Eropa ke Bali merupakan wisatawan yang memiliki jumlah kunjungan tertinggi di periode 2007-2010, ditunjukan pada Tabel 1.2, kemudian Jepang menempati ranking kedua, yaitu masing-masing pada Tahun 2007 dan 2008, sedangkan rangking ketiga pada Tahun 2009. Market Australia mulai memimpin pada tahun 2011, dengan menguasai market share sebesar 28.7%.
8
Tabel 1.2 Perkembangan Kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Bali Berdasarkan Kebangsaan Periode 2007 - 2011 2007
Kebangsaan
Jumlah
2008 %
2009
Jumlah
%
Jumlah
2010 %
2011
Jumlah
%
Eropa
425.583,00 25,5
523.578,00
26,3
590.047,00
26,5
613.774,00
Jepang
352.038,00 21,1
359.827,00
18,1
319.473,00
14,3
Australia
205.205,00 12,3
313.313,00
15,7
446.042,00
20,0
Korea
Jumlah
%
24,6
644.158,00
23,4
246.465,00
9,9
183.284,00
6,6
647.872,00
26,0
790.965,00
28,7
134.622,00
8,1
134.909,00
6,8
123.879,00
5,6
124.964,00
5,0
126.709,00
4,6
Amerika
56.652,00
3,4
68.619,00
3,4
74.010,00
3,3
113.094,00
4,5
139.451,00
5,1
Cina
84.278,00
5,1
131.319,00
6,6
199.538,00
8,9
196.863,00
7,9
236.868,00
8,6
1.155,00
0,1
1.411,00
0,1
4.502,00
0,2
6.600,00
0,3
7.534,00
0,3
408.998,00 24,5
459.323,00
23,1
472.454,00
21,2
543.426,00
21,8
627.610,00
22,8
1.668.531,00 100
1.992.299,00
100
2.229.945,00
100
2.493.058,00
100
2.756.579,00
100
Timur Tengah Lain - lain Total
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2011
Tabel 1.3 Perkembangan Kedatangan Wisatawan Mancanegara Yang Menginap di The Ubud Village Resort Berdasarkan Kebangsaan Periode 2007 - 2011 2007
Kebangsaan
2008
2009
2010
2011
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
Eropa
709
16,9
1526
28,6
2845
46,4
3422
49,4
3310
%
Jepang
963
23,0
943
17,7
527
8,6
436
6,3
575
7,1
Australia
132
3,2
372
7,0
1049
17,1
1357
19,6
1651
20,4
Korea
518
12,4
468
8,8
129
2,1
97
1,4
186
2,3
Amerika
154
3,7
324
6,1
208
3,4
242
3,5
324
4,0
Cina
556
13,3
491
9,2
442
7,2
533
7,7
866
10,7
Timur Tengah
431
10,3
352
6,6
184
3,0
118
1,7
178
2,2
Lain - lain
713
17,0
854
16,0
736
12,0
692
10,0
1003
12,4
Total
4194
100
5335
100
6132
100
6922
100
8093
100
40,9
Sumber : The Ubud Village Resort & Spa, 2011 Pada Tabel 1.3 menunjukkan peningkatan kedatangan wisatawan Eropa yang menginap ke Ubud Village Resort dari periode 2007 hingga 2011, namun disatu sisi terjadi penurunan kunjungan wisatawan yang berasal dari Jepang. Penurunan kunjungan wisatawan Jepang di Ubud Village resort sangat tajam dibandingkan dengan jumlah kedatangan wisatawan Jepang ke Bali di periode yang sama, yang ditunjukan pada Tabel 1.2. Kondisi inilah yang menjadi perhatian khusus pihak manajemen Ubud Village Resort. Pihak manajemen hotel pada Tahun 2009 melakukan pencatatan atas semua keluhan pelayanan dan
9
bagaimana pihak hotel memberikan respon terhadap keluhan, untuk mengetahui penyebab utama menurunnya jumlah wisatawan Jepang di resor tersebut. Data jenis dan jumlah keluhan wisatawan yang menginap dapat diketahui pada Tabel 1.4 dan 1.5. Tabel 1.4 Jenis – Jenis dan Jumlah Keluhan Wisatawan Mancanegara Yang Menginap di The Ubud Village Resort Berdasarkan Tipe Kegagalan Layanan Periode 2009 - 2011
2009 2010 Jumlah % Jumlah % Reliability 127 31 151 25 Tangible 107 25 188 31 Responsiveness 96 23 127 21 Assurance 26 6 40 7 Empathy 65 15 93 16 Total 421 100 599 100 Sumber : The Ubud Village Resort & Spa, 2011 Tipe Kegagalan Layanan
2011 Jumlah % 159 26 182 29 140 23 37 6 105 17 623 100
Tahun 2009, Ubud Village Resort telah mampu mendata 421 wisatawan yang melakukan keluhan dan telah mendapatkan respon langsung dari pihak manajemen. Pada Tahun 2010 telah mendata keluhan dari 599 wisatawan. Tahun 2011 jumlah keluhan mencapai 623 wisatawan dan setiap keluhan telah mendapatkan respon program pemulihan. Pihak manajemen memiliki kewajiban untuk memberikan respon dan solusi yang cepat terhadap setiap keluhan pelanggan tanpa harus merugikan kepentingan pelanggan tersebut. Pencatatan keluhan di Ubud Village Resort tidak diklasifikasikan berdasarkan tipe atau jenis kegagalan, sehingga untuk memudahkan pengelompokan tipe keluhan, maka dimodifikasi data keluhan dengan mengelompokkan tipe kegagalan berdasarkan lima dimensi kualitas jasa, yaitu reliability, tangible, responsiveness, assurance, dan empathy. Pada Tabel 1.4 terlihat bahwa keberwujudan (tangible) merupakan keluhan terbanyak seperti aroma alang-alang atap villa, beberapa posisi villa yang
10
bising karena berdekatan dengan jalan raya, dan lokasi resort yang berada di tengah – tengah sawah yang menyebabkan adanya beberapa binatang sawah masuk ke area villa. Setiap keluhan di atas mendapatkan respon dan solusi dari manajemen resort, walaupun solusinya bersifat sementara namun cukup untuk memberikan kenyamanan bagi para wisatawan yang sebelumnya melakukan keluhan. Tabel 1.5 Jumlah Keluhan Wisatawan Mancanegara yang menginap di The Ubud Village Resort Berdasarkan Kebangsaan Periode 2009 – 2011 Kebangsaan Eropa Australia Amerika Jepang Cina Lain - lain Total
2009 Jumlah 219,00 88,00 51,00 17,00 21,00 25,00 421,00
% 52 21 12 4 5 6 100
2010 Jumlah % 284,00 47 169,00 28 77,00 13 30,00 5 23,00 4 16,00 3 599,00 100
2011 Jumlah % 301,00 48 170,00 27 49,00 8 26,00 4 51,00 8 26,00 4 623,00 100
Sumber : The Ubud Village Resort & Spa, 2011 Tabel 1.5 menunjukan bahwa jumlah wisatawan Eropa pada tahun 2009 dan 2010 menempatkan posisi pertama dalam menyatakan keluhan di Ubud Village Resort & Spa, kemudian diikuti oleh wisatawan Australia di posisi ke dua dan Amerika di posisi tiga besar. Negara Asia seperti Jepang dan Cina hanya memiliki prosentase yang relatif kecil untuk melakukan keluhan terhadap kegagalan layanan yaitu 5 persen dan 4 persen. Pada Tabel 1.5 menggambarkan bahwa wisatawan Eropa merupakan konsumen yang memiliki data tertinggi dalam memberikan keluhan, sepintas dapat diartikan bahwa dengan banyaknya keluhan wisatawan Eropa, maka kunjungan wisatawan ke Ubud Village Resort yang berkebangsaan Eropa akan menurun. Data di lapangan memberikan gambaran yang berbeda, yaitu pada Tabel 1.3 menunjukan bahwa wisatawan Eropa
11
meningkat dari tahun ke tahun hingga menjadi market terbesar di Ubud Village Resort. Program pemulihan layanan yang diimplementasikan managemen Ubud Village pada pelanggan Eropa yang sebelumnya kurang puas menjadi puas apakah dapat dikatakan memberikan dampak positif bagi penentuan perilaku wisatawan pasca pemulihan layanan tersebut, karena pada kenyataanya dari mereka banyak yang menjadi pelanggan loyal di Ubud Village Resort. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, maka rumusan masalah penelitiannya adalah: Pokok masalah akan diuraikan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh persepsi keadilan prosedural terhadap kepuasan wisatawan Ubud Village Resort & Spa setelah mendapatkan penanganan keluhan ? 2. Bagaimanakah pengaruh persepsi keadilan distributif terhadap kepuasan wisatawan Ubud Village Resort & Spa setelah mendapatkan penanganan keluhan ? 3. Bagaimanakah pengaruh persepsi keadilan interaksional terhadap kepuasan wisatawan Ubud Village Resort & Spa setelah mendapatkan penanganan keluhan ? 4. Bagaimanakah pengaruh kepuasan wisatawan Ubud Village Resort setelah mendapatkan penanganan keluhan terhadap perilaku Trust ? 5. Bagaimanakah pengaruh kepuasan wisatawan Ubud Village Resort setelah mendapatkan penanganan keluhan terhadap perilaku WOM ? 6. Bagaimanakah pengaruh kepuasan wisatawan Ubud Village Resort setelah mendapatkan penanganan keluhan terhadap perilaku Loyalty ?
12
1.3. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk menjelaskan pengaruh persepsi keadilan prosedural terhadap kepuasan pelanggan Ubud Village Resort & Spa setelah mendapatkan penanganan keluhan. 2. Untuk menjelaskan pengaruh persepsi keadilan distributif terhadap kepuasan pelanggan Ubud Village Resort & Spa setelah mendapatkan penanganan keluhan. 3. Untuk menjelaskan pengaruh persepsi keadilan interaksional terhadap kepuasan pelanggan Ubud Village Resort & Spa setelah mendapatkan penanganan keluhan. 4. Untuk menjelaskan pengaruh kepuasan pelanggan Ubud Village Resort setelah mendapatkan penanganan keluhan terhadap perilaku Trust. 5. Untuk menjelaskan pengaruh kepuasan pelanggan Ubud Village Resort setelah mendapatkan penanganan keluhan terhadap perilaku WOM. 6. Untuk menjelaskan pengaruh kepuasan pelanggan Ubud Village Resort setelah mendapatkan penanganan keluhan terhadap perilaku Loyalty.
13
1.4. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu Manajemen Pemasaran khususnya mengenai perilaku keluhan pelanggan pasca penanganan keluhan dan sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang perilaku keluhan konsumen. Penelitian ini juga merupakan sarana untuk membuktikan teori bahwa tingkat kepuasan setelah program pemulihan layanan (secondary satisfaction) dapat lebih tinggi dari tingkat kepuasan sebelumnya dan effektif program pemulihan akan meningkatkan tingkat loyalitas pelanggan. 2. Manfaat praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen hotel dalam menentukan kebijakan berkaitan program pemulihan keluhan yang selanjutnya akan berpengaruh pada perilaku trust, WOM, dan loyalty, sehingga dapat digunakan untuk merumuskan dan menerapkan strategi yang tepat dalam menciptakan kepuasan pelanggan.