BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan yang telah berjalan selama ini lebih menitikberatkan pada pengembangan
sektor
sekunder
yang
ditujukan
untuk
meningkatkan
perekonomian masyarakat. Namun, sampai saat ini belum mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara merata khususnya masyarakat pedesaan, sehingga belum dapat dipakai sebagai tolak ukur peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Hal ini diakibatkan karena keterlibatan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan diberbagai sector relative masih sangat kurang. Kenyataan ini diperkuat dengan pernyataan Pranoto, Ma’arif, Sutjahjo, dan Siregar (2006), bahwa kebijakan pembangunan untuk daerah selama ini belum memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, bahkan telah menimbulkan kesenjangan kesejahteraan antara kota dan desa. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2012:393-395), dalam kurun waktu 2010-2014, tantangan pembangunan semakin berat. Beberapa tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai perwujudan masyarakat yang sejahtera di tengah persaingan global yang terus meningkat antara lain: pertama, laju pertumbuhan ekonomi untuk mencapai pembangunan yang inklusif, pembangunan memerlukan percepatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen per tahun dalam 5 tahun mendatang. Kedua, percepatan pertumbuhan ekonomi yang diinginkan adalah pertumbuhan ekonomi yang mengikutsertakan sebanyak
1
mungkin penduduk Indonesia (inclusive growth). Ketiga, untuk mengurangi kesenjangan antar pelaku usaha, pertumbuhan ekonomi yang tercipta harus dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya dan lebih merata ke sektor-sektor pembangunan yang banyak menyediakan lapangan kerja. Keempat, mengurangi kesenjangan antar pelaku usaha,pertumbuhan ekonomi yang tercipta harus dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya dan lebih merata ke sektor-sektor pembangunan yang banyak menyediakan lapangan kerja. Kelima, pertumbuhan ekonomi tidak boleh merusak lingkungan hidup. Keenam, pembangunan infrastruktur makin penting jika dilihat dari berbagai dimensi. Ketujuh, sumber pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan harus berasal dari peningkatan produktivitas. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 bahwa kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip-prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;menjunjung tinggi hak azasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; memberdayakan masyarakat setempat; menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antar pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan;
2
mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional bidang pariwisata; dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping harus berpedoman pada prinsip-prinsip yang tertuang dalam Undang-Undang Kepariwisataan, pengembangan pariwisata Indonesia pada dasarnya diarahkan untuk beberapa tujuan diantaranya yaitu memupuk rasa cinta terhadap tanah air, bangsa dan negara, menanamkan jiwa dan semangat serta nilainilai luhur bangsa, meningkatkan kualitas budaya bangsa, memperkenalkan peninggalan sejarah, keindahan alam dan bahari, peningkatan kesadaran dan pariwisata masyarakat melalui usaha pembinaan dan penyuluhan terhadap kelompok-kelompok
seni
budaya,
industri
kerajinan,
pengenalan
dan
pengembangan budaya bangsa, memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian lingkungan (Muljadi, 2014:39). Pariwisata merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa
berbagai
dampak
terhadap
masyarakat
setempat.
Kegiatan
kepariwisataan dilakukan mulai dari keberangkatan hingga di daerah tujuan di seluruh penjuru dunia. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dorong yang luar biasa sehingga bisa membuat masyarakat setempat mengalami siklus dalam kehidupan (Ismayanti, 2010:181-182). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Bab I pasal 1 ayat 3, menyatakan bahwa pariwisata adalah berbagai kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
3
Menurut Prasiasa (2013:8-10), menyatakan bahwa industri pariwisata telah mampu memberikan sumbangan terhadap penerimaan devisa yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, meringankan utang negara, dan memelihara nilai tukar (kurs) mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Besarnya kontribusi sektor pariwisata dalam meningkatkan penerimaan devisa, sehingga pariwisata dijadikan sebagai salah satu sektor andalan dalam perekonomian nasional, bahkan pariwisata mampu bersaing dalam pemberian pendapatan devisa negara. Sunaryo (2013:68-76), menyatakan pengembangan kepariwisataan yang tidak menerapkan prinsip-prinsip pelestarian dan strategi perencanaan yang berwawasan lingkungan akan dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan yang berupa berbagai permasalahan degradasi lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, ekonomi maupun budaya. Pesatnya perkembangan industri pariwisata selama ini, tidak saja membawa manfaat ekonomi, tetapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat serta alam dan lingkungan. Dampak negatif terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat, diantaranya terjadinya kesenjangan sosial, individualisme, meningkatnya kriminalitas, tumbuhnya perilaku materialisme dan terjadinya degradasi budaya. Sedangkan dampak negatif terhadap lingkungan alam adalah terjadinya alih fungsi lahan, pencemaran udara, air, terjadinya erosi, abrasi dan dampak negatif lainnya. Berkembangnya wilayah menjadi destinasi pariwisata, sudah barang tentu menimbulkan perubahan pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, salah satunya adalah perubahan mata pencaharian. Perubahan ini umumnya terjadi karena
4
adanya keinginan dari masyarakat di destinasi pariwisata untuk mengubah kondisi ekonominya, baik yang bersifat individu, keluarga, kelompok usaha maupun kelompok masyarakat (Prasiasa, 2013:61-62). Pujaastawa, Wirawan, dan Adhika, (2005), menyatakan bahwa model kebijakan pembangunan pariwisata dewasa ini diharapkan lebih berpihak bagi kesejahteraan ekonomi rakyat serta mampu memberikan manfaat bagi pelestarian budaya dan lingkungan secara merata dan berkelanjutan. Namun dalam kenyataannya manfaat ekonomi yang diperoleh dari sektor pariwisata kerap kali dibarengi oleh berbagai masalah sosial-budaya dan juga lingkungan. Di Bali, industri pariwisata memang diakui telah membawa peningkatan ekonomi yang sangat signifikan bagi sebagian masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pesatnya pembangunan pariwisata Bali, tidak hanya berdampak positif seperti peningkatan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan, tetapi juga menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran, kemacetan lalu lintas, kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan pertanian. Namun menurut Prasiasa (2011:155), pengembangan pariwisata dan keterlibatan masyarakat juga menimbulkan makna yang berupa makna kesejahteraan, makna pelestarian, dan makna pemberdayaan. Demikian juga pihak yang berpandangan optimis, perkembangan pariwisata di Bali membawa dampak positif terhadap kebudayaan setempat. Misalnya McKean (1978) yang dikutip oleh Pujaastawa, Wirawan, dan Adhika (2005:25), menyatakan bahwa kehadiran wisatawan ke Bali justru dapat memperkokoh benteng pertahanan kebudayaan setempat. Hal tersebut tampak pada masyarakat Bali, dimana perkembangan
5
pariwisata dipandang sebagai fenomena modernisasi bagi masyarakat dan kebudayaan Bali sesungguhnya berlangsung melalui pelestarian tradisi masa lalu. Di Kabupaten Gianyar, kegiatan kepariwisataan bermula pada tahun 1920an saat Walter Spies, seorang pelukis asing kelahiran Jerman yang menetap di Ubud, di tepi Sungai Wos, tepatnya di Campuhan Ubud. Nama Walter Spies cukup melegenda di Bali. Kemasyuran nama Walter Spies telah tertulis dalam buku “Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata” karya penulis Perancis Michael Picard (2006). Dalam buku tersebut diulas kiprah Walter Spies sebagai salah satu pioneer Pariwisata Bali selama menetap di Ubud. Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten dari sembilan
kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Bali yang kaya akan keanekaragaman seni, adat dan budaya yang masih tetap berkembang dan lestari sampai saat ini, sehingga dikenal sebagai kabupaten seni (Disparda Kabupaten Gianyar, 2014). Perkembangan kepariwisataan di Kabupaten Gianyar mengalami pasang surut. Keadaan ini dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan ke Kabupaten Gianyar dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2012, kunjungan wisatawan mencapai 1.680.105 orang dan mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 1.658.795 orang, atau menurun sebesar 1,27% dari tahun sebelumnya. Namun seiring berjalannya waktu, kunjungan wisatawan ke Kabupaten Gianyar mengalami peningkatan kembali pada tahun 2014 menjadi 1.921.819 orang atau meningkat sebesar 15,86% (Diparda Kabupaten Gianyar, 2015). Kemajuan sektor pariwisata seharusnya dapat mendorong terpeliharanya budaya agraris dan kelestarian alam serta produk-produk pertanian sehingga
6
mampu memenuhi kebutuhan pariwisata di daerah. Untuk memenuhi kebutuhan pariwisata di daerah, pembangunan sektor pariwisata seharusnya dikaitkan dengan pembangunan sektor pertanian. Hal ini dilakukan dalam rangka mempercepat pertumbuhan wilayah dan pembangunan pedesaan serta mendorong tumbuhkembangnya investasi di bidang pertanian (Dinas Pertanian, Perhutanan, dan Perkebunan Kabupaten Gianyar, 2011). Pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Gianyar perlu dilakukan secara terpadu dengan sektor pertanian dan sektor-sektor lainnya agar sektor pertanian tidak terpinggirkan. Hal ini penting dilakukan agar pembangunan kepariwisataan dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat petani dalam merencanakan, melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan serta mampu meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan mengangkat kesejahteraan masyarakat petani. Dalam rangka mempercepat dan menata
pembangunan wilayah,
Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar telah membagi wilayah ke dalam zonazona pengembangan dan menetapkan arah kebijakan pembangunan yang dituangkan ke dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), khususnya pada bagian ketiga tentang strategi penataan ruang wilayah kabupaten pasal 8 yaitu: (1) Pengembangan wilayah-wilayah berdasarkan potensi dan karakter wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a diwujudkan dengan strategi: a) mengarahkan wilayah Gianyar sebelah barat sebagai dominasi kawasan pengembangan pariwisata dengan berbasis kebudayaan Bali dan industri
7
kerajinan; b) mengarahkan wilayah Gianyar sebelah timur sebagai pusat pemerintahan dan pendidikan serta wisata remaja/rekreasi; c) mengarahkan wilayah Gianyar sebelah tengah sebagai konservasi warisan budaya (culture heritage); d) mengarahkan wilayah Gianyar Sebelah Selatan sebagai dominasi kawasan perdagangan atau jasa dan wisata belanja serta pertanian; e) mengarahkan wilayah Gianyar Sebelah Utara sebagai dominasi kawasan pengembangan pertanian, konservasi daerah resapan air dan culture heritage. Selain menetapkan zona-zona dalam pengembangan wilayah, Pemerintah Kabupaten Gianyar juga berupaya mengaitkan pembangunan sektor pertanian dengan sektor pariwisata, melalui kebijakan strategis dengan menjadikan Kecamatan Payangan sebagai Kawasan Agropolitan melalui Surat Keputusan Bupati Gianyar Nomor 194 Tahun 2003 tanggal 14 April 2003. Kecamatan Payangan adalah salah satu dari tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Gianyar yang memiliki wilayah terluas yaitu 75,88 km² atau 20,62% dari luas wilayah Kabupaten Gianyar. Ciri wilayah Kecamatan Payangan adalah 60% merupakan daerah dengan relief bergelombang-berbukit kecil dengan kemiringan lereng 25-40%. Rerata suhu tahunan berkisar antara 21,0-23,5 derajat celcius, rerata jumlah curah hujan tahunan cukup tinggi (2.203 mm), dan lama bulan kering adalah 3-4
bulan (Supartha dkk., 2013:88). Langkah awal dari
kebijakan Bupati Gianyar dalam menjadikan Kecamatan Payangan sebagai Kawasan Agropolitan di Kabupaten Gianyar adalah dilakukannya pendataan potensi agrowisata di seluruh wilayah Kecamatan Payangan.Pendataan yang
8
dilakukan terkait dengan potensi lingkungan fisik maupun nonfisik, sektor ekonomi dan budaya yang mendukung pengembangan agrowisata. Penilaian yang dilakukan didasarkan atas adanya potensi unggulan kawasan yang didukung aspek fisik dasar dan aspek fisik binaan, sarana dan prasarana
yang
mendukung,
ada
tidaknya
komoditas/produk
unggulan,
aksessibilitas, dan potensi unggulan lainnya; potensi sumber daya manusia; persepsi masyarakat terhadap dikembangkannya kawasan tersebut sebagai obyek agrowisata; dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Hasil pendataan menunjukkan bahwa lokasi yang berada di kawasan Agropolitan Payangan yang dinyatakan layak dikembangkan sebagai objek agrowisata adalah Desa Kerta dan Desa Buahan Kaja serta persepsi masyarakat secara umum setuju daerahnya dikembangkan sebagai objek agrowisata. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali (2011), menyatakan bahwa pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan konsep pengembangan wilayah berbasis pertanian yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan kawasan pedesaan.
Ditinjau dari sistem agribisnis Kawasan Agropolitan merupakan
kawasan ekonomi yang berbasis pertanian dan bercirikan komoditi unggulan, dengan batasan skala ekonomi atau skala usaha tanpa dibatasi wilayah administrasi. Tujuan utama pengembangan Kawasan Agropolitan adalah meningkatkan
pendapatan
masyarakat
petani
di
perdesaan;
menumbuhkembangkan pusat pertumbuhan ekonomi baru berbasis pertanian; membuka lapangan pekerjaan baru khusus bagi masyarakat perdesaan sehingga dapat mengurangi urbanisasi; mewujudkan tata ruang ideal antara kota dengan
9
desa yang saling mendukung, melengkapi dan memperkuat. Sedangkan sasaran pengembangan kawasan agropolitan adalah terwujudnya kawasan agropolitan dan berkembangnya ekonomi lokal yang berbasis produk unggulan daerah yang efektif, efisien, transparan dan berkelanjutan. Menurut Departemen Pertanian Republik Indonesia (2012), untuk dapat merebut peluang pasar dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu meningkatkan pasar dengan konsep "universal", danpengembangan pasar berdasarkan konsep "uniqueness". Konsep universal dapat ditempuh melalui diversifikasi dan peningkatan kualitas sesuai dengan persyaratan yang diminta konsumen dan pasar global.Sedangkan pada konsep uniqueness, konsumen ditawarkan kepada produk spesifik lokasi yang bersifat unik. Salah satu bidang usaha dalam penciptaan pasar yang didasarkan kepada konsep uniqueness adalah usaha agrowisata. Agrowisata merupakan terobosan besar dan solusi dalam pembangunan pariwisata secara berkelanjutan. Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mendorong potensi ekonomi daerah maupun upaya-upaya pelestarian alam, kekayaan hayati dan kekayaan budaya bangsa (Bappenas, 2004). Menurut Rai Utama (2012) menyatakan agrowisata merupakan pariwisata pro pertanian dan memiliki filosofi meningkatkan pendapatan kaum tani, dan meningkatkan kualitas alam pedesaan menjadi hunian yang benar-benar dapat diharapkan sebagai hunian yang berkualitas, memberikan kesempatan kepada
masyarakat
untuk
belajar
tentang
kehidupan
pertanian
yang
menguntungkan dan ekosistemnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa agrowisata
10
bukan semata merupakan usaha/bisnis dibidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan konsumen akan pemandangan yang indah dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberi signal bagi peluang pengembangan diversifikasi pruduk agribisnis dan berarti pula dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru daerah, sektor pertanian dan ekonomi nasional. Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW), khususnya pada bagian kedua pasal 10 menetapkan Desa Kerta dengan fungsi utama sebagai Pusat Kawasan Agropolitan Payangan dan Pusat Pengembangan Agrowisata di Kawasan Agrowisata Gianyar Utara. Secara geografis Desa Kerta berada di Kawasan Agropolitan Payangan dan di Kawasan Pengembangan Agrowisata Gianyar Utara dengan luas wilayah 1.442,3 hektar, memiliki areal pertanian yang cukup luas yang terdiri dari, areal persawahan seluas 177,25 hektar yang didukungoleh lima subak, tanah kering (tegal/ladang dan pekarangan seluas 845,09 hektar yang didukung lima subak abian, areal hutan (hutan rakyat dan adat) mencapai 342,16 hektar dan sisanya seluas 27 hektar merupakan fasilitas umum yang terbagi dalam delapan banjar dinas dan delapan desa pekraman. Perkembangan kepariwisataan di Desa Kerta dalam tiga tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan pada dua usaha wisata alam yaitu wisata kebun bunga potong tropika Sekar Bumi dan wisata petualangan alam PT. Bali Quad Discovery Tour. Kunjungan wisatawan pada tahun 2012 tercatat sebanyak 2.717 orang, pada
11
tahun 2013 tercatat sebanyak 3.590 orang wisatawan, dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 6.390 orang atau naik sebesar 77,99% dari tahun 2013. Dari data kunjungan tersebut terlihat minat wisatawan yang mengunjungi agrowisata bunga potong tropika jauh lebih tinggi yaitu sebanyak 2.102 orang pada tahun 2012, 2.687 orang pada tahun 2013, dan sebanyak 5.042 orang pada tahun 2014, sedangkan minat wisatawan yang mengunjungi wisata petualangan (adventure), hanya 615 orang pada tahun 2012, 903 orang pada tahun 2013, dan sebanyak 1.348 orang pada tahun 2014. Perbedaan jumlah kunjungan tersebut rata-rata mencapai 200%. Hal ini memberikan gambaran cukup baik dalam pengembangan Agrowisata Desa Kerta, mengingat potensi Desa Kerta di bidang pertanian dalam arti luas relatif cukup baik. Secara geografis letak Desa Kerta sangat strategis, berada diantara dua kawasan pariwisata terkenal yaitu Ubud dan Kintamani. Berdasarkan konsep pengembangan Desa Kerta secara spasial difokuskan sebagai pusat kegiatan Agrowisata Gianyar Utara, maka selain sebagai pintu masuk utama dalam kawasan Agrowisata Gianyar Utara, Desa Kerta juga ditetapkan sebagai Pusat Pengembangan Holtikultura (buah-buahan, sayuran), area pengembangan wisata buah, Bio Energi, dan Desa Budaya/Tradisional. Cremers (2010) dalam penelitian yang berjudul “Suggestion for the development of ecotourism activities in Desa Kerta”, mengidentifikasi sepuluh kekuatan, sembilan kelemahan, delapan peluang, dan lima ancaman dalam aktivitas ekowisata di Desa Kerta. Hasil penelitian ini merekomendasikan pengembangan aktivitas wisata bersepeda melintasi banjar-banjar yang ada;
12
mengadakan loka karya tentang pembuatan kerajinan; meningkatkan pasar dan pasar seni di sepanjang jalan utama; mengembangkan aktivitas tracking melalui sawah dan hutan bambu. Selain itu, Cremers juga merekomendasikan dua hal yang sangat mendasar yaitu peningkatan kemampuan berbahasa Inggris bagi warga desa dan penguatan organisasi atau kelembagaan yang mengatur aktivitas ekowisata baru. Dalam pengembangan Agrowisata Desa Kerta dapat disinergikan dengan program pengembangan ekowisata karena ekowisata dan agrowisata memiliki banyak persamaan, yaitu keduanya berbasis pada sumber daya alam dan lingkungan. Menurut Muljadi dan Warman (2014:56-57), produk pariwisata memiliki sifat kompleks dan berbeda dengan produk yang dihasilkan industri lainnya, terutama industri manufaktur atau pabrikan. Karakteristik inilah yang menjadi produk pariwisata berupa barang dan jasa memiliki keunikan serta memerlukan penanganan yang khusus pula. Pemahaman yang memadai menyangkut karakteristik produk pariwisata akan dapat memberikan pemahaman yang baik terhadap perencanaan, pengembangan, pengelolaan, dan pemasarannya. Adapun karakteristik produk pariwisata adalah tidak dapat disimpan, tidak dapat dipindahkan, proses produksi dan konsumsi berlangsung secara bersamaan, tidak memiliki standar yang baku, tidak dapat dicoba, pengelolaan produk pariwisata mengandung banyak resiko, dan tidak berwujud. Demikian juga halnya dengan Agrowisata Desa Kerta merupakan produk pariwisata yang membutuhkan penerapan etika perencanaan, sistem, dan pola yang jelas, mengingat dalam pengembangannya dihadapkan pada permasalahan yang kompleks.
13
Selama ini potensi pertanian Desa Kerta belum dapat dikembangkan secara optimal sebagai daya tarik wisata. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain sumber daya manusia yang belum memadai, rendahnya kemampuan manajemen pengelolaan agrowisata, terbatasnya wawasan masyarakat tentang agrowisata dan kewirausahaan, terbatasnya fasilitas pariwisata, dan belum adanya strategi pengembangan yang jelas dan tepat. Pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan, dihadapkan pada permasalahanpermasalahan
yang cukup kompleks, sehingga diperlukan suatu sistim untuk
membangun
sinergitas dan harmonisasi antara unsur-unsur atau komponen-
komponen terkait dan yang tidak terkait. Menurut Sunaryo (2013:20-21), dimensi hubungan keterkaitan yang langsung dan tidak langsung, rangkaian kegiatan-kegiatan yang terkait dengan aktivitas kepariwisataan sifatnya sangat holistik, yaitu saling mengkait satu sama lain yang tidak bisa dipisah-pisahkan serta membentuk suatu kesisteman yang harus diperhatikan secara utuh dan menyeluruh. Hal ini memberi makna bahwa pembangunan kepariwisataan tidak bisa dilakukan hanya dengan mengembangkan daya tariknya saja, tanpa harus memperhatikan aksesibilitas, transportasinya dan fasilitas pendukung lainnya, seperti fasilitas akomodasi, restoran (food and baverage), pusat layanan informasi wisata, kondisi keamanan, fasilitas penjualan cindera mata, penataan landscape yang semuanya harus dikembangkan secara menyeluruh (holistic) dalam suatu sistem perencanaan yang terpadu. Lebih lanjut Sunaryo (2013:87) menyatakan bahwa dengan menyadari pariwisata adalah kegiatan yg tidak mengenal batas, baik dalam artian sektor
14
kegiatan, ruang (spasial) dan wilayah (regional), maka pengembangan pariwisata sangat
memerlukan
pendukungan
dan
sinergi
program
pengembangan
kepariwisataan secara lintas sektor dan lintas daerah. oleh karna itu, keterpaduan pengembangan antar pihak-pihak yang terkait di dalamnya harus dibangun secara efektif, holistik dan komplementer. Pendekatan melalui pola-pola kemitraan lintas sektor dan wilayah dalam upaya pengembangan destinasi wisata merupakan salah satu model yang perlu di bangun dan di rumuskan implementasinya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apakah potensi desa yang sudah dan akan dikembangkan sebagai produk Agrowisata Desa Kerta di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar ? 2. Apakah faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar ? 3. Bagaimanakah strategi dan program pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ada dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum
15
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi desa yang dapat dikembangkan sebagai produk agrowisata serta merumuskan strategi pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. untuk mengetahui potensi desa yang sudah dan akan dikembangkan sebagai produk Agrowisata Desa Kerta di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar. b. untuk mengetahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar. c. untuk merumuskan strategi dan program pengembangan Agrowisata Desa Kerta sebagai pariwisata berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten Gianyar. 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Hasl penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi akademik bagi perkembangan ilmu pengetahuan di perguruan tinggi, menambah pengetahuan dan wawasan tentang daya tarik agrowisata bagi praktisi, mahasiswa maupun akademisi serta dapat dijadikan bahan acuan dalam penelitian atau kajian tentang daya tarik agrowisata selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis
16
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan terkait pengembangan agrowisata di Desa Kerta, di Kawasan Agropolitan Payangan maupun di Kawasan Agrowisata Gianyar Utara. 2. Memberikan informasi yang lebih akurat bagi masyarakat, pemerintah desa dan pemerintah daerah mengenai potensi Desa Kerta yang dapat dikembangkan sebagai produk agrowisata. 3. Memberikan informasi yang lebih akurat bagi masyarakat, pemerintah desa maupun pemerintah daerah mengenai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan Agrowisata Desa Kerta. 4. Mendayagunakan keragamanan sumberdaya alam hayati sebagai sumber pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara optimal dan berkelanjutan. 5. Mendorong tumbuh-kembangnya unit-unit usaha agribisnis dalam berbagai tingkatan skala usaha, baik di tingkat produksi/budidaya (on farm) maupun di tingkat pemasaran (off farm). 6. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan kelembagaan ekonomi petani serta jaringan usahanya, baik di hulu maupun di hilir.
17