BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara membutuhkan dana pembangunan yang besar untuk membiayai segala keperluannya. Pengeluaran pembangunan yang memang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, otomatis mengikutsertakan masyarakat guna mendukung berhasilnya program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Dalam hal ini negara Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara, menempatkan masalah perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi warganya untuk ikut berperan serta dalam pembangunan nasional. Masalah pajak sebagai salah satu sumber penerimaan dalam negeri merupakan sektor yang potensial, karena dengan jumlah penduduk yang begitu besar dan wilayah yang begitu luas, maka Indonesia memiliki sumber-sumber pajak yang sangat banyak. Penerimaan dari sektor pajak ini selanjutnya dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan umum. Dengan kata lain, pendapatan negara dari sektor pajak ini merupakan “motor penggerak” kehidupan ekonomi masyarakat yang merupakan sarana nyata bagi pemerintah untuk mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana kepentingan umum. Pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara. Jika dilihat dari penerimaan negara, kondisi keuangan negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak
Universitas Sumatera Utara
sebagai primadona penerimaan negara. Jelas bahwa pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai penegeluaran rutin juga digunakan untuk membiayai pembangunan. Berarti, dengan pembangunan ini, yang dibiayai adalah masyarakat. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor pajak sangatlah penting karena dana yang dihimpun berasal dari rakyat (private saving) atau berasal dari pemerintah (public saving). Dengan demikian, terlihat bahwa dari pajak sasaran yang dituju adalah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara merata dengan melakukan pembangunan di berbagai sektor. Bumi dan bangunan merupakan salah satu sumber pajak di antara sumber-sumber pajak lainnya, dimana bumi dan bangunan memberikan keuntungan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak atasnya atau memperoleh manfaat darinya. Karenanya bagi masyarakat yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, akan mendapat suatu hak dari kekuasaan negara. Maka masyarakat wajar menyerahkan, sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak. Pajak bumi dan bangunan merupakan pajak langsung yang dipungut oleh pemerintah pusat, namun hasil penerimaannya ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan dengan letak objek pajak tersebut, sehingga sebagian besar hasil penerimaan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Penggunaan pajak tersebut kepada daerah diharapkan dapat merangsang masyarakat untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak, yang sekaligus mencerminkan sifat kegotongroyongan rakyat akan pembiayaan pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan serta dalam menanggung pembiayaan negara, maka dituntut adanya partisipasi masyarakat untuk membayar pajak bumi dan bangunan. PBB memiliki potensi yang sangat besar. Potensi itu yakni karena negara Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar, tanah yang luas, serta jumlah penduduk yang sangat banyak. Ini merupakan modal dasar yang terus-menerus perlu ditingkatkan pendayagunaan melalui pembangunan nasional, sehingga secara bertahap dapat memberikan kemanfaatan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pembayaran pajak bumi dan bangunan bersifat wajib bagi setiap warga Negara Indonesia yang mempunyai IMB untuk bangunan dan sertifikat tanah untuk kepemilikan lahan. Jumlah pembayaran atau pungutan PBB ini berdasarkan luas tanah yang tertera di surat sertifikat tersebut yang harus dibayar satu kali dalam setiap satu tahun. Dilakukan secara kolektif mulai dari tingkat desa atau kelurahan sampai selanjutnya setiap provinsi akan dilaporkan ke pusat. Adanya sebagian besar masyarakat yang tidak memenuhi kewajibannya membayar Pajak Bumi dan Bangunan otomatis merupakan hambatan dalam pemungutan pajak. Adanya sebagian besar masyarakat yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar PBB, bukanlah merupakan usaha nyata dari masyarakat, namun karena kondisi masyarakat yang kurang berpartisipasi untuk membayar pajak atau bahkan tidak tahu seluk-beluk fungsi pembayaran pajak itu sendiri. Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi atau bahkan menghilangkan sama sekali hambatan-hambatan tersebut maka perlu diusahakan suatu kondisi yang membuat
Universitas Sumatera Utara
masyarakat wajib pajak sadar, mau berpartisipasi dan mampu membayar pajak. Memberikan penerangan dan bimbingan kepada masyarakat mengenai manfaat pajak merupakan
langkah
yang
paling
penting
dalam
mensosialisasikan
pajak
tersebut.(Waluyo,2006: 12). Kecamatan Lima Kaum yang dikenal dengan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunannya yang berjalan dengan baik, tidak luput dari adanya masalah dalam pembayaran PBB oleh masyarakatnya. Hal ini terlihat dengan adanya pemungutan PBB oleh petugas kecamatan/kelurahan yang dilakukan dengan cara door to door. Kecenderungan pembayaran PBB dengan cara di atas mengindikasikan keengganan masyarakat Kecamatan Lima Kaum dalam melaksanakan kewajibannya. Adanya kecenderungan akan keengganan msyarakat Kecamatan Lima Kaum dalam membayar pajak tersebut harus dilihat dari berbagai hal yang menyangkut partsispasi masyarakat itu sendiri. Dengan demikian timbul pertanyaan tentang apakah itu merupakan masalah mentalitas masyarakat yang tidak mau membayar pajak, malas ataukah karena adanya pengaruh tingkat ekonomi masyarakatnya yang tidak mampu membayar pajak, atau karena masyarakat itu tidak mengerti akan pentingnya PBB itu sendiri. Hal terakhir yang disebut di atas tentunya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan intelektual masyarakat Kecamatan Lima Kaum. Maka peneliti mengambil Kecamatan Lima Kaum sebagai lokasi Penelitian. Ini dikarenakan adanya realisasi penerimaan PBB selama tiga tahun terakhir (2006-2008) pada
Universitas Sumatera Utara
setiap nagari di Kecamatan Lima Kaum yang tidak mencapai target yang telah ditentukan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan PBB tahun 2006,2007,2008 Nagari dalam Kecamatan Lima Kaum 2006 No
2007
2008
NAGARI Pokok
Realisasi
%
Pokok
Realisasi
%
Pokok
Realisasi
%
1
Baringin
103.135.018
87.939.471
80,06
112.714.072
101.655.309
90,02
170.256.874
73.790.107
42,43
2
Limo Kaum
120.407,037
60.425.843
50,13
134.898.201
76.983.562
57,45
186.817.530
86.464.184
46,28
3
Cubadak
27.036.064
21.940.121
81,15
29.443.307
30.250.496
100
41.089.074
14.779.450
35,96
4
Parambahan
31.461.970
25.207.321
80,11
33.687.490
33.689.848
100
42.284.395
14.228.846
34,04
5
Labuh
16.274.131
16.273.996
100
17.247.885
17.247.856
100
20.484.570
20.484.829
100
305.070.786
211.786.887
69,42
327.874.538
259.826.222
79,24
460.932.503
209.674.916
45,49
JUMLAH POKOK
Sumber : Kantor Kecamatan Lima Kaum Tahun 2008 Berdasarkan data di atas serta mengingat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak bumi dan bangunan sangat penting untuk meningkatkan penerimaan negara yang digunakan sebagian besar untuk wajib pajak itu sendiri, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui “Partisipasi Masyarakat dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Lima Kaum”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana Partisipasi Masyarakat dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar? 2. Hambatan apa saja yang dialami oleh pemerintah dalam melakukan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. 2. Untuk mengetahui hamabatan apa saja yang dialami oleh pemerintah dalam melakukan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah : 1.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
2.
Secara praktis, diharapkan sebagai referensi atau masukan bagi dinas pendapatan daerah untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan akan mampu menyumbang khasanah ilmiah dan kepuasan baru dalam penelitian-penelitian ilmu sosial khususnya bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
1.5. Kerangka teori Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut Singarimbun dan Effendi (1989: 37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah: 1.5.1. Partisipasi Masyarakat membayar PBB 1.5.1.1. Defenisi Partisipasi masyarakat Menginterpretasikan kata partisipasi secara keliru menyebabkan masyarakat maupun pemerintah mempunyai tanggapan yang salah. Banyak makna untuk kata partisipasi yang membuat masyarakat bingung bagaimana masyarakat seharusnya bertindak dan berperan dalam suatu program pembangunan sehingga masyarakat telah dianggap berpartisipasi. Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan, orang akan menemukan rumusan pengertian yang cukup bervariasi, sejalan dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam wacana pembangunan. Menurut Soetrisno (1995; 221-
Universitas Sumatera Utara
222) ada dua definisi partisipasi yang beredar dalam masyarakat. Definisi pertama adalah definisi yang diberikan oleh para perencana pembangunan formal di Indonesia. Definisi jenis ini mengartikan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Definisi kedua dan berlaku universal adalah partisipasi dalam pembangunan merupakan kerjasama yang giat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut T.B. Simatupang dalam Khairuddin (1992: 124) memberi rincian tentang partisipasi berarti apa yang kita jalankan adalah bagian dari usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama diantara semua warganegara yang mempunyai latar belakang yang beragam atau dasar hak dan kewajiban yang sama untuk memberi sumbangan demi terciptanya masa depan. Partisipasi juga tidak hanya berarti mengambil bagian dalam pelaksanaanpelaksanaan rencana pembangunan, akan tetapi berarti memberi dukungan agar dalam pembangunan, nilai-nilai kemanusiaan, cita-cita, mengenai keadilan sosial dijunjung tinggi, misalnya partisipasi dalam pembayaran PBB. Pemikiran
di
atas
senada
dengan
mengungkapkan bahwa partisipasi dari masyarakatlah
yang
pada
akhirnya
Sondang
P.Siagian
(2003:30)
yang
masyarakat luas mutlak diperlukan, karena melaksanakan
berbagai kegiatan
di dalam
pambangunan, rakyat banyak memegang peranan sekaligus sebagai subjek dan objek pembangunan. Partisipasi masyarakat ikut mempengaruhi hasil, manfaat dan dampak keberhasilan dalam proses pembayaran PBB dalam pambangunan. Disadari partisipasi masyarakat dalam
Universitas Sumatera Utara
membayar PBB akan memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat di masa mendatang. Karena di dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat besar-kecilnya terdapat usaha pembelajaran oleh masyarakat secara mandiri untuk mengerti dan paham akan kebutuhan maupun kepentingannya sendiri terutama yang menyangkut perbaikan taraf hidup masyarakat dalam pembangunan. Memperhatikan beberapa pengertian partisipasi di atas, tampak bahwa kriteria utama yang digunakan untuk menentukan adanya partisipasi masyarakat adalah adanya keterlibatan tanpa harus mempersoalkan faktor yang melatarbelakangi dan mendorong keterlibatan tersebut. Beberapa pihak mencoba merumuskan pengertian partisipasi dengan menggunakan kedua kriteria tersebut: unsur keterlibatan dan latar belakang yang mendorongnya. Dengan menggunakan kedua kriteria tersebut partisipasi diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan yang didorong oleh determinasi dan kesadarannya tentang arti keterlibatannya tersebut. Kesadaran serta keterlibatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah sikap masyarakat dalam membayar PBB. Sikap masyarakat dalam hal ini, yakni memenuhi kewajibannya dalam membayar PBB dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan dalam jumlah yang telah ditentukan. 1.5.1.2. Tahap-tahap partisipasi Menurut Ndraha (1990 ; 125-126) partisipasi masyarakat memiliki beberapa tahap dalam prosesnya antara lain; 1.
Partisipasi melalui kontak dengan pihak lain,
Universitas Sumatera Utara
2.
Partisipasi dalam memperhatikan, menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi baik dalam arti menerima (menaati, memenuhi, melaksanakan), mengiyakan, menerima dengan syarat maupun dalam arti menolaknya,
3.
Partisipasi dalam arti perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan/ kebijakan seperti proses penentuan arah dan strategi,
4.
Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, program dan proyek pembangunan,
5.
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan,
6.
Partisipasi dalam keterlibatan mereka mengevaluasi program pembangunan.
Partisipasi merupakan suatu usaha kegiatan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat . Menurut Adi (2001:23), partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dalam empat tahap yaitu : 1. Tahap assessment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri. 2. Tahap alternatif program atau kegiatan Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa cara alternatif program. 3.
Pelaksanaan (Implementasi) program atau kegiatan. Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaanya di lapangan.
4. Tahap evaluasi (termasuk evaluasi input, proses dan hasil)
Universitas Sumatera Utara
Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan. Tahapan partisipasi publik menurut Hoofsteede dalam Khairuddin (1992:125) telah membagi partisipasi menjadi tiga tingkatan, antara lain; 1. Partisipasi
Inisiasi
(Initiation
Participation)
adalah
partisipasi
yang
mengundang inisiatif dari pemimpin desa, baik formal maupun informal ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu proyek yang nantinya proyek tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat. 2. Partisipasi Legitimasi (Legitimation Participation) adalah partisipasi pada tingkat pembicaraan atau pembuatan keputusan tentang proyek tersebut. 3. Partisipasi Eksekusi (Execution Participation ) adalah partisipasi pada tingkat kecamatan. Partisipasi inisiasi mempunyai kadar yang lebih tinggi dibanding dengan partisipasi legitimasi dan eksekusi. Di sini penduduk tidak hanya sekedar menjadi objek pembangunan saja, akan tetapi dapat menentukan dan mengusulkan segala suatu rencana yang akan dilaksanakan. Sedangkan kalau masyarakat ikut hanya dalam tahap pembicaraan saja seperti rembug desa, padahal proyek yang akan dibangun sudah jelas wujudnya, maka masyarakat hanya berpartisipasi pada tingkat legitimasi. Partisipasi eksekusi adalah yang terendah dari semua tingkatan partisipasi di atas. Masyarakat hanya turut serta dalam pelaksanaan proyek tanpa harus ikut serta menentukan dan menbicarakan proyek.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.3. Pendekatan Pengembangan Partisipasi Masyarakat Menurut
Mikekelsen dalam soetomo
(2006:146) ada empat
pendekatan untuk
mengembangkan partisipasi masyarakat yaitu : a.
Pendekatan partisipasi pasif, pelatihan dan informasi. Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal (pemerintah) lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya. Dengan demikian, bentuk partisipasi ini akan melahirkan tipe komunikasi satu arah dari atas ke bawah, hubungan pihak eksternal dan masyarakat bersifat vertikal.
b.
Pendekatan partisipasi aktif. Dalam pendekatan ini sudah dicoba dikembangkan komunikasi dua arah, walaupun pada dasarnya masih berdasarkan pra anggapan yang sama dengan pendekatan yang pertama, bahwa pihak eksternal lebih tahu dibandingkan dengan masyarakat. Pendekatan ini sudah mulai membuka dialog, guna memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas dari institusi eksternal. Salah satu contohnya adalah pendekatan pelatihan dan kunjungan.
c.
Pendekatan partisipasi dengan keterikatan. Pendekatan ini mirip kontrak sosial antara pihak eksternal dengan masyarakat. Dalam keterkaitan tersebut dapat disepakati apa yang dapat dilakukan masyarakat dan apa yang harus dilakukan dan diberikan pihak eksternal. Masyarakat setempat, baik sebagai individu kecil, diberikan pilihan untuk terikat pada sesuatu dengan tanggung jawab atas setiap kegiatan pada masyarakat dan juga pada pihak eksternal. Dalam model ini
Universitas Sumatera Utara
masyarakat setempat mempunyai tanggung jawab terhadap pengelolaan kegiatan yang telah disepakati dan mendapat dukungan dari pihak eksternal baik finansial maupun teknis. Keuntungan dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja sambil belajar dalam melakukan pengelolaan pembangunan. Keuntungan yang lain adalah dapat dilakukan modifikasi atas model yang disepakati sesuai dengan tujuan yang diinginkan. d.
Partisipasi atas permintaan setempat. Bentuk ini mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat setempat. Kegiatan dan peranan pihak eksternal lebih bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat, bukan kebutuhan berdasarkan program yang dirancang dari luar. Bagi pihak eksternal, dalam pendekatan ini tidak ada rancangan program dari luar yang harus dilaksanakan oleh masyarakat, tidak ada target waktu, tidak ada targetanggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Serta yang lebih penting tidak ada sistem komando atau instruksi dari pihak eksternal kepada masyarakat.
1.5.1.4. Bentuk-Bentuk Partisipasi Menurut Oakley (1991: 22-26),mengartikan partisipasi dalam tiga bentuk yaitu : 1.
Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ke tiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya dan proyek pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan panjang diantara para praktisi dan teoritis mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional yang bisa atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi dapat dilakukan melalui beberapa dimensi, yaitu :
3.
a.
Sumbangan pikiran ( ide atau gagasan)
b.
Sumbangan materi (dana, barang, alat)
c.
Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)
d.
Memanfaatkan / melaksanakan pelayanan pembangunan.
Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa meskipun sulit untuk didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan. Menurut Davis, seperti yang dikutip oleh Sastropoetro (1986:22), mengemukakan
bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut, yaitu : a.
Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa
b.
Sumbangan spontan berupa barang dan uang
c.
Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berda diluar lingkungan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
d.
Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari, dan dibiayai seluruhnya oleh komuniti (biasanya diputuskan oleh rapat komuniti, antara lain, rapat desa yang menentukan anggarannya.
e.
Sumbangan dalam bentuk kerja yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat.
f.
Aksi massa.
g.
Mengadakan pembangunan dikalangan desa sendiri.
h.
Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom. Berdasarkan uraian di atas mengenai bentuk-bentuk partisipasi masyarakat yang
dikemukakan oleh Oakley dan Davis tidak jauh berbeda satu sama lain yaitu adanya partisipasi dalam bentuk materi, tenaga, ide, pikiran serta sumbangan yang berbentuk jasa. Selain itu saya juga berpendapat bentuk-bentuk partisipasi lain yang dapat dilakukan oleh masyarakat selain yang dikemukakan oleh para ahli di atas seperti memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan anggota/masyarakat di tingkat fungsional/territorial, memberikan saran dan kritik dalam konsultasi publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, melakukan musyawarah warga dengan Pemerintah dalam perencanaan, alokasi anggaran, pembahasan peraturan daerah, dan pengelolaan barang publik, menjadi mitra pemerintah dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan pembangunan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program pembangunan yang telah disepakati bersama, memutuskan untuk menerima atau menolak program yang dirancang oleh pemerintah apakah sesuai atau tidak dengan pembangunan yang diinginkan oleh seluruh masyarakat seperti tidak sesuainya sanksi PBB yang ditetapakan oleh pemerintah kepada masyarakat wajib pajak.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Tjokroamidjojo (1994:226-228), mengatakan bahwa ada tiga hal penting yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu : 1. Masalah Kepemimpinan. Ia menjelaskan bahwa unsur pertama dari proses pengendalian usaha dalam pembangunan ditentukan sekali oleh adanya serta kualitas kepemimpinan. Peranan kepemimpinan nasional dan kepemimpinan politik suatu bangsa adalah amat menentukan. Bahkan seringkali menjadi penentu utama dari bisa tidaknya proses pembangunan terselenggara. 2. Komunikasi. Ia menjelaskan bahwa supaya masyarakat terlibat dalam suatu sistem dan dalam pengendalian tujuan-tujuan pembangunan, hendaklah administrasi pemerintah menjangkau (penetrasi) golongan masyarakat yang paling jauh dan yang paling perlu bagi berhasilnya usaha-usaha pembangunan. 3. Pendidikan. Ia menjelaskan bahwa tingkat pendidikan yang memadai akan memberikan kesadaran yang lebih tinggi dalam berwarga negara, dan memudahkan bagi pengembangan nilai-nilai dan sikap-sikap kualitas hidup sebagai bangsa. Lebih lanjut Bintoro mengatakan bahwa mengenai pendidikan ini perhatian tidak saja diberikan mengenai pendidikan formal tetapi untuk kepentingan partisipasi perhatian pun perlu diberikan kepada pendidikan non formal. Pendapat yang dikemukakan Bintoro di atas, menyiratkan bahwa kepemimpinan, komunikasi dan pendidikan merupakan penyebab menculnya partisipasi masyarakat dalam
Universitas Sumatera Utara
pembangunan. Pandangan lain pula dikemukakan oleh Ndraha (1990:47) yang mengatakan bahwa ada beberapa unsur penting yang turut mempengaruhi partisipasi masyarakat yakni : 1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif dan berhasil 2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang meumbuhkan kesadaran. 3. Kesadaran yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan. 4. Antusiasme yang meimbulkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam tubuh sendiri tanpa dipaksa orang lain. 5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama. Komunikasi yang dimaksud yaitu antara pemerintah dengan masyarakat seperti, usaha pemerintah dalam mensosialisasikan PBB, keadilan perlakuan bagi wajib pajak yang disesuaikan dengan kemampuan membayar dari masyarakat, keterlibatan masyarakat dalam melaksanakan keputusan mengenai PBB yang dibuat oleh pemerintah, pelayanan pemerintah yang lebih baik, memberikan informasi mengenai PBB. Selain itu ada juga faktor lain yang mempengaruhi seperti kepemimpinan. Kepemimpinan disini yaitu mengenai peranan serta kualitas yang baik dari pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya PBB, karena dengan adanya peran pemerintah atau kualitas yang baik dari pemerintah yang akan memberikan contoh serta panutan yang baik bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membayar PBB, menggugah perasaan masyarakat serta pikiran dan kehendak atau melalui ajakan dan bujukan, serta peran pemerintah memimpin, meyakinkan
Universitas Sumatera Utara
dan menjalankan pemerintahan sehingga masyarakat sadar dan ikut berpartisipasi dalam membayar PBB. Pendidikan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam membayar PBB. Tingkat pendidikan yang tinggi seperti yang diungkapkan Bintoro, memberikan kesadaran yang lebih tinggi dalam berwarga negara, memudahkan bagi pengembangan nilai-nilai dan sikap-sikap kualitas hidup sebagai bangsa. Pendidikan yang dimaksudkan adalah tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh wajib pajak. Pengetahuan dan pandangan tentang adanya maksud dan tujuan PBB, karena tingkat pendidikan yang ditempuh oleh wajib pajak memberikan cara pandang yang berbeda bagi setiap wajib pajak sehingga memberikan tingkat partisipasi yang berbeda juga. Faktor yang lain yaitu sikap dan tingkah laku. Sikap yang dimaksud adalah sikap petugas kolektor PBB yang dapat mempengaruhi partsipasi masyarakat dalam membayar PBB yaitu cara petugas bersikap dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat akan kewajibannya dalam membayar PBB, usaha yang dilakukan petugas agar wajib pajak dapat menerima penjelasan tugasnya dalam menagih PBB. Kesadaran dan antusiasme juga mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam membayar PBB. Kesadaran dan antusiasme yang dimaksud disini adalah tidak adanya keberatan atas beban pajak yang ditetapkan, kesedian dari masyarakat wajib pajak dalam membayar PBB tepat waktu yang telah ditetapkan, bersedia menjadi wajib pajak PBB, patuh terhadap peraturan PBB yang telah ditetapkan, serta adanya perasaan ikut bertanggung jawab untuk melancarkan kegiatan pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Tanggung jawab juga menjadi faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam membayar PBB. Tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia yang mempunyai kewajiban dalam membayar PBB dalam pelaksanaan pembangunan. Karena pembayaran PBB merupakan salah satu upaya dari pelaksanaan pembangunan. Menurut pendapat tjoktoamidjojo dan Ndraha adanya persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembayaran PBB yaitu komunikasi. Namun adanya juga faktor lain yaitu kepemimpinan, pendidikan, sikap petugas kolektor PBB, kesadaran dan antusiasme serta tanggungjawab. Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Meskipun pendapat ahli tersebut berbeda-beda, namun ada satu tujuan yakni penumbuhan partisipasi masyarakat dalam pembangunan tertuma dalam pembayaran PBB. 1.5.2. Pajak Bumi dan Bangunan 1.5.2.1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan a. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah republik Indonesia. b.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa permukaan bumi itu terdiri dari tanah
dan perairan dan perairan pendalaman serta lautan yang berada diwilayah Indonesia, sedang bangunan terdiri dari lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti pabrik, hotel, rumah dan lain-lainnya, yang merupakan suatu kesatuan dengan komplek
Universitas Sumatera Utara
bangunan tersebut misalnya kolam renang, pagar mewah, gedung dan lain- lainya, yang memberikan manfaat sebagai tempat tinggal atau untuk manfaat lainnya. Dengan demikian, seperti yang dinyatakan oleh Hamzah (1986:27) ”Maka sewajarnyalah bila bumi dan bangunan memberikan keuntungan atau kedudukan sosial yang lebih baik, bagi mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya pada negara melalui pajak”. Berdasarkan kutipan di atas maka bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dalam rangka penyelenggaraan pajak bumi dan bangunan maka kepadanya diwajibkan membayar pajak. Dengan demikian pajak bumi dan bangunan adalah pungutan yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan bersifat sebagai pajak kebendaan yang dikenakan atas harta yang tak bergerak dan merupakan pajak negara (langsung) yang sebagian besar penerimaannya untuk penyediaan fasilitas umum daerah. 1.5.2.2. Maksud dan tujuan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut UUD 1945 Pasal 33, bumi termasuk perairan dan kekayaan akan didalamnya dikuasai oleh Negara. Oleh karena itu bagi mereka yang memperolah manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya pada negara melalui pembayaran pajak. Adapun maksud dan tujuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tersebut adalah: a.
Menyederhanakan peraturan perundang-undangan sehingga mudah dimengerti oleh rakyat.
Universitas Sumatera Utara
b.
Memberi dasar hukum yang kuat pada pemungutan pajak atas harta tidak bergerak dan sekalian menyerasikan pajak atas harta tidak bergerak di semua daerah.
c.
Memberikan kepastian hukum pada masyarakat, sehingga rakyat tahu sejauh mana hak dan kewajibannya.
d.
Menghilangkan pajak ganda yang terjadi sebagai akibat dari berbagai undangundang pajak yang sifatnya sama.
e.
Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk menegakkan otonomi daerah dan untuk pembangunan daerah.
f.
Menambah penghasilan daerah (Soemitro, 1989:4)
1.5.2.3. Azas Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Affandi Dkk (1988:127) azas PBB dibedakan atas: a.
Sederhana PBB merupakan suatu reformasi dalam bidang perpajakan. Beberapa jenis pungutan atau pajak yang dikenakan terhadap tanah telah dicabut dan disederhanakan menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985.
b.
Adil Adil dalam PBB dimaksudkan lebih pada objeknya. Dari objek terbesar sampai terkecil dikenakan PBB sesuai dengan kemampuan wajib pajak.
c.
Kepastian Hukum Dengan diundangkannya PBB melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 dan didukung oleh Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktorat Jendral Pajak, terlihat bahwa PBB mempunyai kekuatan dan kepastian
Universitas Sumatera Utara
hukum yang merupakan pedoman bagi masyarakat atau dengan perkataan lain masyarakat tidak ragu-ragu untuk melaksanakan kewajibannya. d.
Gotong-royong Azas ini lebih tercermin pada semangat keikutsertaan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Mulai dari yang mempunyai kemampuan membayar terbesar hingga terkecil sama-sama bergotong-royong untuk membiayai pembangunan.
1.5.2.4. Objek PBB dan Objek PBB yang dikecualikan 1. Objek PBB Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan bangunan. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: e. Letak f. Peruntukan g. Pemanfaatan h. Kondisi lingkungan dan lain-lain. Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Bahan yang digunakan b. Rekayasa c. Letak d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Objek PBB yang dikecualikan Objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan adalah objek pajak yang: a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan antara lain: 1) di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara. 2) di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit. 3) di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren. 4) di bidang sosial, contoh: panti asuhan. 5) di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi. b. Digunakan untuk kuburan, peninggaln purbakala, atau sejenis dengan itu. c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan. 1.5.2.5. Subjek PBB 1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
Universitas Sumatera Utara
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak. 3. Dalam hal di atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud no. 1 sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menentukan subjek wajib pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajak. Maka dapat ditarik penegertian bahwa subjek pajak bumi dan bangunan adalah seorang dalam artian pribadi atau badan hukum yang dinyatakan sebagai subjek hukum dan dikenakan kewajiban membayar pajak sekaligus merupakan wajib pajak. Dengan kata lain bahwa wajib pajak PBB adalah orang-orang atau badan hukum yang secara nyata mempunyai dan memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan dan dikenakan kewajiban membayar pajak.(mardiasmo, 2004:273-274). 1.5.2.6. Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pemungutan PBB masih menggunakan Official assesment system mengingat sangat luasnya PBB yang akan meliputi sebagaian besar dari rakyat yang memiliki harta tidak bergerak, baik berupa tanah maupun bangunan. Dan mengingat pula sebagian besar rakyat Indonesia tingkat pendidikannya masih dianggap belum memadai untuk diserahi self assessment system (wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak terutang). Pengertian official assesment system adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang pada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Universitas Sumatera Utara
Adapun ciri-ciri dari official assessment system adalah: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetatapan pajak oleh fiskus. Dengan demikian timbulnya utang pajak akan memberi kewajiban kepada wajib pajak setelah menerima ketetapan fiskus. Dalam rangka pendataan, subjek pajak harus mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). 1.5.2.7. Sanksi PBB Bagi Wajib Pajak 1. Karena Kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dalam hal: a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak. b. Meyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar. 2. Karena kesengajaanya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dalam hal: a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jendral Pajak. b. Meyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan tidak benar. c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar. d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya. e. Tidak menunjukan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk sebab kealpaan: Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya sebesar 2 (dua) kali pajak terutang. Kealpaan berarti tdak sengaja, lalai, kurang hati-hati sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara. Untuk sebab kesengajaan: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggitingginya 5 (lima) kali pajak terutang. Sanksi pidana ini akan dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang pekerjaan sebelum lewa 1 (satu) tahun. Terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda. Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana perpajkan, maka bagi mereka yang melakukan tindak pidana lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkanya denda, dikenakan pidana lebih berat ialah dua kali lipat dari ancaman pidana. Bagi Pejabat - Sanksi umum Apabila tidak memnuhi kewajiban sperti yang telah diuraikan di muka dikenakan sanksi menurut peraturan perundangan yang berlaku, yaitu antara lain: Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad 1860 No. 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
- Sanksi khusus Bagi pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung atau ada hubungannya dengan objek pajak ataupun pihak lainnya, yang: a. Tidak memperhatikan atau tidak meminjamkan dokumen yang diperlukan. b. Tidak menunjukan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan. Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). 1.5.3. Alasan PBB Sebagai Pajak Daerah: 1. kondisi pelayanan sektor publik di Indonesia masih jauh dari memuaskan, sehingga pendaerahan PBB akan membuat pemerintah daerah bersikap lebih transparan dan akuntebal. 2. Secara fisik, Indonesia merupakan wilayah yang sangat luas, sehingga menyulitkan untuk sentralisasi pengelolaan PBB dengan hasil yang optimal 3. Kondisi setiap wilayah adalah untuk dimana ada yang sangat kaya dengan sumber daya alam di satu titik ekstrem sementara ada wilayah yang sama sekali tidak memiliki sumber daya alam, dengan mengalihkannya menjadi pajak daerah, maka daerah-daerah akan terdorong lebih kreatif dalam melakukan pengembangan PBB 4. Pemerintah pusat seyogyanya lebih memfokuskan usahanya untuk memikirkan hal-hal yang strategis bagi kepentingan nasional, dan tidak terlibat lahi pada halhal yang dapat dilakukan oleh daerah-daerah.
Universitas Sumatera Utara
5. PBB bukanlah dan tidak dapat digunakan sebagai alat pemerataan fiskal yang dapat digunakan sebagai alat pemerataan fiskal adalah DAU. 1.5.4. Keuntungan PBB Menjadi Pajak Daerah: 1.
Proses pendataan dan penilaian Objek dan Subjek PBB akan lebih baik. Hal ini dikarenakan kantor Kelurahan akan lebih aktif melakukan pendataan. Keadaan ini dimungkinkan karena kelurahan lebih mudah memonitor penambahan dan mutasiobjek maupun subjek pajak PBB yang ada didaerahnya. Disamping
itu
pejabat penilai PBB akan lebih mudah melakukan proses penilaian. Apalagi bila prestadi pendataan dan penilaian PBB merupakan bagian dari penilaian kinerja yang dilakukan oleh kantor kelurahan setempat. 2.
penentuan target penerimaan PBB lebih mencerminkan potensi daerah dan sesuai dengan target penerimaan dalam APBD yang disetujui oleh DPRD. Kondisi ini akan menyebabkan peran serta mesyarakat dalam pembayaran PBB akan dapat lebih dioptimalkan sehingga akan lebih meminimalkan tunggakan yang bakal terjadi. Disamping itu akan mudah memonitor penerimaan PBB di setiap tempat pembayaran, yaitu dengan lebih meningkatkan koordinasi aparat kelurahan dengan bank tempat pembayaran (BPD) dan Kantor Dispenda.
3.
Penetapan PBB akan lebih mudah dan terarah. Hal ini dikarenakan dengan hasil pendataan dan penilaian yang andal dan baik akan menjamin penetapan subyek PBB yang terarah/tepat sasaran. Dengan demikian dapat diminimalkan adanya dobel ketetapan atau salah penetapan. Disamping itu ketetapan PBB kosong
Universitas Sumatera Utara
(misalnya Mr X) tidak bakal terjadi lagi. Dengan demikian proses keberatan dan pengurangan juga dapat diminimalkan. 4.
penentuan tarif dan nilai Jual Kena Pajak (NJKP) lebih fleksibel.
5.
Pelayanan wajib pajak. Pelayanan yang baik akan menjamin peran serta masyarakat yang lebih tinggi. Sehingga pada gilirannya akan lebih meningkatkan penerimaan dan tertib administrasi.
6.
Peningkatan koordinasi dan kinerja pegawai. Adanya pelimpahan sumber daya manusia ini proses pembinaan dan peningkatan karir bagi pegawai akan lebih mudah dilakukan. Kondisi ini berdampak terhadap peningkatan etos kerja dan koordinasi. Dengan demikian prestasi dan kinerja pegawai juga dapat lebih ditingkatkan dan pada gilirannya akan akan meningkatkan pengadministrasian Pajak Bumi dan Bangunan.
7.
Efesiensi belanja dan anggaran Negara. Adanya pelimpahan wewenang pengelolaan PBB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah akan dapat menghemat DIK dan DIP dari anggaran Negara. Dengan demikian anggaran yang ada dapat digunakan untuk kegiatan lain yang lebih berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat.
1.6. Definisi Konsep Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Partisipasi Masyarakat adalah kesediaan anggota masyarakat untuk terlibat secara sukarela, sadar dan bertanggung jawab dengan memberi dukungan yang sesuai dengan kemampuan masyarakat dalam proses pembangunan untuk mencapai tujuan bersama. 2. Partisipasi Masyarakat Membayar Pajak Bumi dan Bangunan
Universitas Sumatera Utara
Partisipasi masyarakat membayar Pajak Bumi dan Bangunan adalah keterlibatan jumlah masyarakat wajib pajak untuk berkewajiban memberi iuran atas objek pajaknya dalam membiayai kegiatan pelaksanaan pembangunan serta bertanggung jawab untuk menjalankan roda pembangunan berikutnya. Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini dilihat dari sudut pandang pemerintah, karena pemerintahlah yang melakukan pemungutan PBB langsung kepada masyarakat karena PBB menggunakan Official assesment system. Partisipasi masyarakat membayar PBB ini dapat dilihat dari : komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan masyarakat, kepemimpinan dalam pemerintahan, pendidikan, sikap petugas PBB, kesadaran dan antusiasme dari masyarakat. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan. BAB II : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengukuran skor, dan teknik analisa data. BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, kedudukan, tugas dan fungsi. BAB IV: PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi seperti jawaban dari informan dan data tertulis serta menganalisisnya. BAB V: PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara