I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berupaya meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih baik dan merata. Pembangunan nasional merupakan salah satu tujuan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional ini lebih di dominasi oleh pemerintah pusat sehingga bersifat sentralistik. Hal ini berarti bahwa pemerintah pusat mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang sangat besar. Pembangunan yang sentralistik mengakibatkan pembangunan daerah menjadi tidak optimal dan terjadi ketimpangan antar wilayah. Ketimpangan antar wilayah yang terjadi baik dari segi pendapatan daerah maupun pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga, penyelenggaran pemerintahan
yang terpusat
menyebabkan kurangnya keterlibatan dan peran serta pemerintah daerah dalam mengambil keputusan untuk pembangunan daerah sehingga menimbulkan ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah menjadi tidak memiliki kemandirian lagi karena pemerintah daerah harus menunggu setiap keputusan dari pemerintah pusat. Pada tahun 2001, kerangka pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia mulai diarahkan untuk mendorong terjadinya pembangunan daerah secara merata melalui desentralisasi fiskal. Pelaksanaan desentralisasi diharapkan dapat memacu terjadinya pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat,
meningkatkan
peran
serta
masyarakat
dalam
2
pembangunan daerah, meningkatkan potensi keuangan daerah serta kinerja ekonomi daerah secara optimal. Pemberlakuan peraturan desentralisasi fiskal yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah. Setelah diamandemen berubah menjadi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, menegaskan mengenai konsekuensi otonomi daerah yang menyebabkan pelaksanaan wewenang pemerintahan dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pada masa desentralisasi fiskal, proses pembangunan daerah disesuaikan dengan potensi daerah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan daerah tersebut. Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang leluasa bagi pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah secara optimal. Sumber penerimaan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan pendapatan daerah lainnya yang sah. Sumbersumber pendapatan tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Terciptanya potensi keuangan daerah yang optimal dengan pengelolaan daerah yang efektif dan efisien, sehingga pembangunan daerah menjadi lebih merata. Kota Magelang merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang wilayahnya cukup strategis karena posisinya terletak tepat di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada di tengah-tengah Provinsi Jawa Tengah menurut Rencana Tata Ruang Nasional, serta sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) kawasan Purwomanggung (Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten
3
Temanggung, Kota Magelang dan Kabupaten Magelang). Kondisi ini sangat menguntungkan Kota Magelang karena memudahkan jalur perhubungan dengan kota-kota sekitarnya, seperti Yogyakarta, Semarang dan Solo. Selain itu juga, Kota Magelang terletak pada jalur transportasi perekonomian Pulau Jawa sehingga Kota Magelang mempunyai peran penting bagi perekonomian untuk meningkatkan pendapatan daerah yang berpotensi untuk diteliti lebih lanjut. Keberhasilan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah seharusnya diimbangi oleh peningkatan kinerja ekonomi daerah untuk membangun daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang bertempat tinggal dan bermatapencaharian di Kota Magelang. Upaya peningkatan potensi keuangan daerah merupakan amanat UU Otonomi Daerah yang sangat terkait dengan kinerja ekonomi daerah. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan potensi keuangan dan kinerja ekonomi daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Berdasarkan pemaparan diatas, maka akan dilakukan penelitian yang lebih jauh mengenai “Dampak Penerapan Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Perekonomian dan Potensi Keuangan Kota Magelang”.
1.2. Perumusan Masalah Implementasi kebijakan desentralisasi fiskal seharusnya memberikan perubahan dalam struktur keuangan daerah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal seharusnya dimanfaatkan oleh pemerintah Kota Magelang untuk meningkatkan pendapatan daerah. Setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal, pendapatan daerah Kota Magelang mengalami fluktuasi. Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan bahwa
4
total pendapatan daerah Kota Magelang mengalami fluktuasi dan paling rendah apabila dibandingkan dengan Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Tegal. Tabel 1.1. Pendapatan Daerah Kota Magelang, Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Tegal Tahun 2001-2010 ( jutaan rupiah) Tahun Kota Magelang Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal 2001 130.926,32 448.627,50 216.027,25 228.508,78 2002 167.952,41 544.904,64 266.940,39 318.324,43 2003 178.643,72 637.999,64 356.483,58 245.408,38 2004 178.861,46 699.321,49 365.405,61 255.045,40 2005 192.088,70 790.214,16 373.629,93 261.568,92 2006 290.801,40 1.055.716,85 510.880,03 262.623,56 2007 325.829,69 1.164.934,58 601.429,87 262.907,68 2008 329.850,97 1.237.782,72 621.718,59 263.191,81 2009 375.119 1.369.671 772.784 390.650 2010 372.364 1.378.070 828.635 398.091 Sumber : BPS Pusat, 2001-2010
Berdasarkan Tabel 1.1, pendapatan daerah Kota Magelang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sejak tahun 2001 pendapatan daerah Kota Magelang mengalami peningkatan sebesar 130.926,32 juta rupiah hingga tahun 2009 375.119 juta rupiah. Pendapatan daerah Kota Magelang mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 372.364 juta rupiah. Pendapatan daerah Kota Magelang paling rendah apabila dibandingkan dengan kota-kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang mempunyai pendapatan daerah paling tinggi yaitu sebesar 448.627,50 juta rupiah tahun 2001 yang terus meningkat hingga sebesar 1.378.070 juta rupiah tahun 2010. Setelah itu pendapatan daerah yang tinggi selain Kota Semarang yaitu Kota Surakarta dan Kota Tegal. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah Kota Maeglang belum bisa mengelola potensi keuangan daerah secara optmial. Potensi keuangan daerah sangat berkaitan erat dengan kinerja ekonomi daerah. Kinerja ekonomi daerah Kota Magelang dicerminkan oleh PDRB yang
5
terlihat pada PDRB perkapita. Tabel 1.2 menyajikan PDRB perkapita Kota Magelang dengan kota-kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu: Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Tegal. Tabel 1.2. PDRB Perkapita Kota Magelang, Kota Semarang, Kota Kota Tegal Tahun 2001-2010 (rupiah) Tahun Kota Magelang Kota Semarang Kota Surakarta 2001 6.189.546,51 9.934.529,18 5.690.706,35 2002 6.513.975,82 10.343.145,04 6.172.731,31 2003 7.049.757,23 10.826.285,84 7.093.055,05 2004 7.218.573,07 11.085.412,96 7.152.440,14 2005 7.488.622,11 11.503.021,77 7.220.682,75 2006 7.612.207,32 12.053.338,15 7.930.485,11 2007 7.828.477,85 12.516.956,47 8.351.806,79 2008 8.389.556,01 12.617.054,36 9.114.819,14 2009 8.827.159,92 13.121.875,16 9.650.133,95 2010 9.376.907,94 13.731.386,57 10.221.325,98
Surakarta dan Kota Tegal 3.177.538,12 3.414.780,64 3.727.893,76 3.912.200,67 4.087.745,14 4.291.327,99 4.502.553,60 4.873.453,79 5.115.163,45 5.348.637,52
Sumber : BPS Jawa Tengah dan BPS Kota Magelang, 2001-2010
Berdasarkan Tabel 1.2, PDRB perkapita Kota Magelang mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu sebesar 6.189.546,51 rupiah pada tahun 2001 dan meningkat terus hingga tahun 2010 sebesar 9.376.907,94 rupiah, tetapi PDRB perkapita Kota Magelang perkembangannya relatif lebih rendah dan kecil dibandingkan Kota Semarang dan Kota Surakarta. Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka relevan dilakukan penelitian mengenai
“Dampak
Penerapan
Desentralisasi
Fiskal
Terhadap
Kinerja
Perekonomian dan Potensi Keuangan Kota Magelang”. Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Bagaimana
dampak
desentralisasi
fiskal
dan
faktor-faktor
lainnya
dan
faktor-faktor
lainnya
terhadap kinerja perekonomian Kota Magelang? 2) Bagaimana
dampak
desentralisasi
fiskal
terhadap potensi keuangan daerah Kota Magelang?
6
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahanpermasalahan yang diangkat dalam perumusan masalah diatas, yaitu : 1) Menganalisis dampak
penerapan desentralisasi fiskal dan faktor-faktor
lainnya terhadap kinerja perekonomian Kota Magelang. 2) Menganalisis dampak penerapan desentralisasi fiskal dan faktor-faktor lainnya terhadap potensi keuangan daerah Kota Magelang.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi para akademisi, lembaga pemerintahan maupun bagi masyarakat Kota Magelang pada khususnya. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian sebagai berikut : 1) Bagi peneliti sendiri, penelitian ini menjadi jawaban atas permasalahan yang ingin diketahui dan menjadi tambahan pengetahuan. 2) Bagi pemerintah daerah Kota Magelang, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tambahan dalam mengambil kebijakan menyangkut keuangan daerah serta kinerja ekonomi dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal di Kota Magelang. 3) Bagi masyarakat, mahasiswa dan peneliti lain, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi, tambahan pengetahuan, dan sumber rujukan bagi penelitian terkait selanjutnya bagi peneliti yang berminat di keuangan daerah.
7
1.5. Ruang Lingkup 1) Penelitian ini memaparkan dampak desentralisasi fiskal yang hanya dilihat dari kondisi sebelum dan sesudah penerapan desentralisasi fiskal, yaitu melalui penggunaan variabel dummy. 2) Perekonomian daerah dalam penelitian ini diasumsikan dalam kondisi sistem ekonomi tertutup, tidak memasukkan pengaruh kegiatan ekspor impor. Pada kenyataannya dalam perekonomian regional, tenaga kerja, modal, barang, dan jasa bersifat dinamis antar wilayah. 3) Kinerja perekonomian dalam penelitian ini diperlihatkan oleh variabel konsumsi rumah tangga, investasi, dan pengeluaran konsumsi pemerintah, sebagai komponen dari PDRB. 4) Potensi keuangan daerah dalam penelitian ini digambarkan sebagai komponen-komponen penerimaan daerah yang mempunyai peluang untuk ditingkatkan kontribusinya terhadap APBD Kota Magelang apabila faktorfaktor pendukungnya juga dioptimalkan. Komponen- komponen tersebut meliputi pajak, retribusi, laba perusahaan daerah dan dana bagi hasil. 5) Penelitian ini hanya fokus pada penerimaan yang terdiri dari anggaran komponen pendapatan daerah dan pengeluaran hanya membahas belanja pemerintah daerah saja. 6) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 1995-2011. Penelitian ini menggunakan metode two stage least square. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SAS 9.1.3 dan Minitab.