1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan salah satu pesan Islam yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar umat manusia, yakni terciptanya kesejahteraan ekonomi yang seimbang, tidak menumbuhkan kecemburuan yang makin menajam antara kaum kaya dan golongan miskin. Zakatlah pesan Islam yang pernah mendapat preoritas pembinaan umat, ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali membina masyarakat dikota madinah. Harta yang didapat dengan baik dimanfaatkan disalurkan dengan baik, sesuai dengan tuntunan agama Islam merupakan harta yang berkah itulah yang akan membawa kesejahteraan bagi pemiliknya. (Didin Hafidhudin, 2007: 5). Zakat merupakan ajaran yang melandasi bertumbuh kembangnya sebuah kekuatan sosial ekonomi umat Islam. Konsepsi pengentasan kemiskinan umat, melalui pengamalan ibadah zakat yang diajarkan dalam Islam merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam mengatasi masalah sosial dimaksud. Potensi zakat yang cukup signifikan tersebut perlu digali secara optimal agar dapat digunakan untuk ikut menggerakkan perekonomian umat,
disamping
potensi-potensi yang lain. Sehingga taraf hidup umat menjadi terangkat. Namun yang menjadi masalah selama ini antara lain adalah masalah pengelolaan zakat pada pendayagunaan produktif yang belum dilakukan secara professional sehingga pengumpulan dan penyaluran zakat menjadi kurang terarah. Disamping
2
masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap permasalahan zakat terutama masalah yang aktual dan kontemporer. Mengingat zakat begitu penting dan merupakan satu kewajiban bagi umat Islam maka untuk menyempurnakan ajaran zakat, pemerintah memberikan perhatian dan membentuk undang-undang nomor 38 tahun 1999 yang mana Pengelolaan zakata sebagaimna tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 38 tahun 1999, didefinisikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Organisasi pengelola zakat yang diakui pemerintah terdiri atas dua lembaga, yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. UndangUndang Nomor 38 tahun 1999 muncul dalam semangat agar lembaga pengelola zakat tampil dengan professional, amanah dan mandiri.
Masih rendahnya
kepercayaan terutama para muzakki terhadap para amil zakat juga menjadi salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian. Selain itu kesadaran umat untuk berzakat, berinfaq dan bershadaqah juga masih harus ditumbuhkan. Dengan adanya undang-undang pengelolaan zakat, maka umat Islam Indonesia telah memiliki jaminan legalitas bagi pengelolaan zakat di Negara muslim terbesar di dunia ini Lembaga penghimpun dan pengelola zakat juga dapat meningkatkan kesadaran munzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka mensucikan diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat mustahiq (pengentasan kemiskinan), dan meningkatnya keprofesionalan pengelola zakat, yang semuanya untuk mendapatkan ridha Allah Swt.
3
Adapun pendayagunaan dalam zakat erat kaitannya dengan bagaimana cara pendistribusian. Kondisi itu dikarenakan jika pedistribusiannya tepat sasaran dan tepat guna, maka pendayagunaan zakat akan lebih optimal. Adapun jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat, yaitu : berbasis sosial dan berbasis pengembangan ekonomi. Adapun pendayagunaan zakat berbasis social adalah dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahik. Ini disebut juga Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran dana zakat. Tujuan utama bentuk penyaluran ini adalan antara lain : 1. Untuk menjaga keperluan pokok mustahik 2. Menjaga martabat dan kehormatan mustahik dari meminta-minta 3. Menyediakan
wahana
bagi
mustahik
untuk
memperoleh
atau
meningkatkan pendapatan 4. Mencegah terjadinya eksploitasi terthadap mustahik untuk kepentingan yang menyimpang. Sedangkan pendayagunaan zakat berbasis pengembangan ekonomi adalah dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha kepada mustahik secara langsung maupun tidak langusng, yang pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran. Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat dalam mengentaskan kemiskinan.
4
Dalam pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh mustahik. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan produktif kreatif. Untuk menentukan arah dan tujuan dalam pengelolaan zakat agar langkahnya dapat lebih produktif dan mempunyai nilai yang lebih dari saat sekarang, sehingga diperlukan metode-metode yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk membantu hal tersebut yang disebut dengan perencanaan strategis agar dapat mengelola dana zakat dengan baik. Perencanaan strategis merupakan sebuah alat manajemen, alat itu hanya digunakan untuk satu maksud saja menolong organisasi melakukan tugasnya dengan lebih baik (Michael Allison, 2005: 1). Dalam pendistribusian zakat muzakki menyalurkan zakatnya melalui lembaga maupun secara mandiri. Seperti conto Badan Amil Zakat (BAZ) adalah lembaga yang dibentuk pemerintah yang bertugas untuk mengelola zakat, sedangkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat dan mendapatkan pengakuan dari pemerintah. BAZ dan LAZ mendapat tugas untuk mengeluarkan surat Bukti Setor Zakat (BSZ) yang dapat digunakan untuk mengurangkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) saat membayar pajak di Kantor Pelayanan Pajak.
5
Meskipun BAZ dibentuk oleh pemerintah, namun proses pembentukannya sampai kepengurusannya harus melibatkan unsur masyarakat. Dengan demikian, masyarakat luas dapat menjadi pengelola BAZ sepanjang kualifikasinya memenuhi syarat sebagimana tertuang dalam ayat 6 Undang-undang No. 38 tahun 1999. Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sehingga tidak memiliki afiliasi dengan BAZ. BAZ dan LAZ masing-masing berdiri sendiri dalam pengelolaan zakat, tujuan utama dibentuknya badan pengelola zakat (BAZ atau LAZ) di Indonesia setidaknya ada tiga; yaitu : (1) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat , (2) untuk meninkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial , (3) untuk meningkatkan hasil dan daya guna zakat.
Dari tujuan dibentuknya undang-undang pengelolaan zakat ketiga di atas perlu dipahami bahwa pengelolaan zakat oleh setiap lembaga pengelola semestinya diarahkan dapat bersifat produktif, misalnya pendistribusian dana zakat kepada mustahiq diwujudkan dalam bentuk modal kerja, namun dalam realita di lapangan memang cukup sulit lembaga- lembaga zakat mampu mewujudkan kebijakan ini. Secara garis besar pola pendistribusian dan pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah
diarahkan pada dua hal, yakni
pendistribusian yang bersifat konsumtif dan pendayagunaan yang bersifat produktif.
Jumhur
ulama
kontemporer
pendistribusian dan pendayagunaan seperti ini.
sudah
sepakat
mengenai
pola
6
Sebagai contoh, secara konsumtif, Al-Qur’an menyebutkan dalam Q.S AlBaqarah(2):273. Dalam ayat ini Alloh menegaskan kepada para mustahiq fakir untuk diberi hal zakat mereka yang tidak berusaha karena terkait jihad fisabililllah yang di sangka oleh sebagian orang bahwa dia kaya hanya karena memelihara diri dari meminta-minta ataupun secara produktif sebagaimana pernah terjadi pada zaman Rosululloh dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim dari salim bin abdillah bin umar dari ayahnya, bahwa Rosululloh telah memberinya zakat dan menyuruhnya untuk di kembangkan.(tamawwala) (Lihat subussalam, juz 2 II hal.149).dan di tegaskan kembali oleh salah satu hadits Dalam sebuah hadits masyhur riwayat al-Ashbahani, Rasulullah SAW menyatakan:“Sesungguhnya Alloh SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seseorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah Alloh SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggung jawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.” Hadits tersebut paling tidak memberikan dua petunjuk dan isyarat. Pertama, kemiskinan dan kefakiran pada umat bukanlah semata-mata karena kemalasan mereka dalam bekerja, akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang timpang, pola kehidupan yang tidak adil, dan merosotnya rasa kesetiakawanan diantara sesama umat. Dalam laporan Susan George, Lapoe dan Colin menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi karena adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah diatas
7
penderitaan orang banyak, dan bukannya diakibatkan oleh semata-mata kelebihan jumlah penduduk. Kedua, sesungguhnya jika zakat, infak, dan sedekah dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan ditata dengan baik, baik pengambilan maupun pendistribusiannya, akan mampu menanggulangi atau paling tidak mengurangi masalah-masalah kemiskinan dan kefakiran. Dari uraian diatas dapat kita ambil salah satu contoh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) kabupaten Garut, merupakan
lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional, BAZDA melakukan tugas pengelolaan zakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian sampai laporan pengumpulan, pendistribusian, terutama pendayagunaan
zakat
yang
bersifat produktif, sebagaimana yang telah tertera dalam UU No. 23 Tahun 2011. Dalam mendistribusikan dana zakat, BAZDA GARUT mengelompokan delapan asnaf
yang
disebut
dalam
Al-qur’an
menjadi
tiga
kategori
dengan
mengembangkan potensi yang ada di Kab. Garut. Empat asnaf, pertama merupakan asnaf yang sifatnya darurat sehingga lebih diperioritaskan dari empat asnaf berikutnya. Dari keempat asnaf pertama, yang paling diperioritaskan adalah fakir dan miskin yang disebut santunan fakir miskin dalam program kegiatan BAZDA Garut . Golongan inilah yang dianggap paling membutuhkan dan selain itu kelompok fakir miskin sering kali menjadi sasaran misi tertentu dari kalangan nonmuslim. Dari pendistribusian dana, ada tiga program yang meliputi tiga bidang yaitu : santunan faqir miskin, bantuan kemanusiaan, layanan ibnu sabil dan sabililah. Kemudian dalam bidang pendayagunaan ZIS yang dilakukan BAZDA Garut ada tiga yaitu : pemerdayaan pelaku usaha mikro melalui Qordul Hasan,
8
pemerdayaan usaha kecil berbasis kelompok masyarakat melalui optimalisasi shadaqoh, dan pendayagunaan KANDAGA (Kandang Domba Garut). Hingga saat ini, pengelolaan zakat dalam pendayagunaanya di Indonesia, khususnya di kab. garut, masih jauh dari optimal, apabila kita membandingkan antara besarnya dana zakat yang berhasil dikumpulkan oleh para lembaga pengelola zakat dan potensi zakat yang sesungguhnya. Beragam faktor dapat dikemukakan sebagai penyebabnya, antara lain minimnya kesadaran muzakki untuk berzakat dan rendahnya kepercayaan terhadap organisasi pengelola zakat yang ada. Selain itu,
pemerintah yang diharapkan menjadi tulang punggung
utama pengelolaan zakat sebagaimana dititahkan oleh syariat belum menunjukkan peran optimalnya, sejauh mana kemiskinan bisa terbantu dengan adanya zakat. Dari uraian diatas, saya akan mencoba meneliti lebih lanjut tentang Optimalisasi Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah dalam pengentasan kemiskinan. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas sekiranya dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan kemiskinan di Kabupaten Garut? 2. Bagaimana mekanisme pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah yang di lakukan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut? 3. Bagaimana mekanisme pendistribusian zakat, infaq dan shadaqah yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut dalam rangka mengentaskan kemiskinan?
9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan tentang Pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah oleh BAZDA kabupaten Garut. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. a. Bagaimana perkembangan kemiskinan di Kabupaten Garut? b. Bagaimana mekanisme pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah yang di lakukan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut? c. Bagaimana mekanisme pendistribusian zakat, infaq dan shadaqah yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut dalam rangka mengentaskan kemiskinan? 2. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan ilmiah dibidang
tadbir, khususnya dalam mempelajari zakat dan pengelolaan yang
merupakan bagian dari manajemen. 3. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menarik minat peneliti lain, khususnya dikalangan mahasiswa, untuk mengembangkan penelitian lanjutan tentang masalah yang sama. Dari hasil penelitian itu, dapat dilakukan generalisasi yang lebih komprehensif. Disamping itu, penelitian ini berguna bagi penulis dan selain penulis, diantaranya menambah wawasan bahan teori tentang pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut. Dengan
10
menambah wacana kedakwahan sebagai bahan diskusi pada akademik sekitar kegiatan dakwah. D. Kerangka Berfikir 1) Pengertian Zakat Zakat secara harfiah berarti berkah, bersih, baik dan meningkat.(Ahmad Warson, 1997: 577). Zakat juga berarti pembersihan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban membayar zakat. (Fazlur Rahman, 1996:235). karena itu, harta benda yang di keluarkan
untuk
Oleh
zakat akan membantu
mensucikan jiwa manusia dari sifat mementingkan diri sendiri, kikir dan cinta harta. Menurut terminilogi Syariat (istilah), zakat adalah suatu bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala dengan cara mengeluarkan kadar harta tertentu yang wajib di keluarkan menurut syariat Islam dan diberikan kepada golongan atau pihak tertentu. (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 2008: 2) Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu, termasuk kedalam pengertian ini, infaq yang di keluarkan orang-orang untuk kepentingan agamanya. Sedangkan menurut terminology syariat, infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya,infaq tidak mengenal nisab. Jika zakat harus diberikan pada mustahiq tertentu (8 asnaf), infaq boleh diberikan kepada siapun juga, misalnya untuk kedua orang tua atau anak yatim.
11
Shadaqah berasal dari kata shadaqah yang berarti ‘benar’. Orang yang suka bershadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminology syariat, pengertian shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuanketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, shadaqah memiliki arti lebih luas dari sekedar material, misalnya senyum itu shadaqah. Yusuf Qardawi membagi tiga tujuan zakat, yaitu : pertama, pihak para wajib zakat (Muzakki) tujuanya untuk mensucikan dari sifat bakhil, rakusegoistis, melatih jiwa untuk bersikap terpuji berarti bersyukur kepada Alloh SWT. Kedua, pihak penerima zakat (Mustahiq) untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhamn primer sehari-hari dan mensucikan ya mereka dari rasa dengki dan kebencian yang sering menyelimuti hati mereka melihat orang kaya. Dan yang ketiga, dilihat dari kepentingan kehidupan social, antara lain bahwa zakat bernilai ekonomi, merealisasi fungsi harta sebagai perjuangan menegaskan agama Alloh dan untuk mewujudkan keadilan social ekonomi masyarakat. (Erni Rahayu, 2009 : 10) Pendayagunaan berasal dari kata “guna” yang berarti manfaat, adapun pengertian pendayagunaan sendiri menurut kamus bahasa Indonesia : a. Pengusaha agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat. b. Pengusaha (tenaga) agar mampu menjalankan tugas dengan baik. Pendayagunaan dalam zakat erat kaitannya dengan bagaimana cara pendistribusian. Kondisi itu dikarenakan jika pedistribusiannya tepat sasarandan tepat guna, maka pendayagunaan zakat akan lebih optimal. Ali (2005)
12
menyatakan bahwa pengertian pendayagunaan dana zakat merupakan status pekerjaan yang memberi pengaruh serta dapat mendatangkan perubahan yang berarti dan memiliki persyaratan dan prosedur pendayagunaan zakat.
Dalam
Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dijelaskan mengenai pendayagunaan adalah : 1. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mestahiq sesuai dengan ketentuan agama. 2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan
mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.
3. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan Menteri.(Garry Nugraha, 2011: 107) Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan dalam pendayaguaan zakat, bahwa mencangkup aspek pengumpulan dan pendistribusian dan secara keseluruhan aspek pengumpulan, pendistribusian juga pendayagunaan
zakat
merupakan pengeloaan zakat yang dimaksud oleh Undang-undang bab II pasal 5 No. 38 tahun 1999, yang mencantumkan salah satu tujuan
zakat yaitu,
meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 pasal 1 ayat 1 tentang pengelolaan zakat, maka yang dimaksud dengan “ pengelolaan zakat “ adalah kegiatan perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan, dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
13
2) Pengelolaan Zakat Dalam melakukan pengelolaan zakat tidak akan terlepas dari fungsi-fungsi menejemen, proses-proses yang harus dilalui adalah
perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengontrolan (controlling). Sementara, berkaitan dengan pengelolaan zakat yang perlu dilakukan adala sosialisasi, pengumpulan, pengunaan dan pengawasan. 1. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah menentukan dan merumuskan segala apa yang dituntut oleh situasi dan kondisi pada badan usaha atau unit organisasi yang kita pimpin. Perencanaan berkaitan dengan upaya yang akan dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan dimasa yang akan datang dan penentuan strategi yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. Adapun perencanaan dalam ZIS berfungsi untuk menentukan hal-hal sebagai berikut : a. Perhitungan atau ramalan dimasa yang akan datang b. Menetapkan sasaran dalam pencapaian tujuan c. Merumuskan cara-cara kerja d. Menetapkan metode e. Pembuatan jadwal pelaksanaan (Abdul Rosyad, 1977:54). 2. Pengorganisasian (organizing) Menurut Maluyu Hasibuan, menyatakan bahwa pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam
14
aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. (Malayu Hsibuan, 2006: 118-119). Adapun langkah-langkah pengorganisasian dalam ZIS sebagai berikut: a. Membagi-bagi dan menggolong-golongkan tindakan-tindakan . b. Menetukan dan merumuskan tugas dari masing-masing kesatuan, serta menempatkan tenaga pelaksana atau pengelola untuk melakukan tugas tertentu c. Memberikan wewenang kepada masing-masing pelaksana (Abdul Rosyad,1977:79) 3. Penggerakan (actuating) Menurut G.R. Terry (1997) mengatakan : ”penggerakan adalah disebut juga gerakan aksi, mencakup kegiatan yang dilaksanakan seorang manajer untuk mengambil dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai.( G. R. Terry, 1996: 17). Proses pergerakan terdiri dari : a. Pemberian motivasi b. Pembimbingan c. Penjalinan hubungan d. Penyelenggaraan komunikasi (Abdul Rosya, 1977:112)
15
d. Pengawasan (controlling) Menurut Mahmud Hawari, penggawasan adalah mengetahui kejadian-kejadian yang sebenarnya dengan ketentuan dan ketetapan peraturan, serta menunjuk secara tepat terhada dasar-dasar yang telah ditetapkan dalam perencanaan semula. Proses kontrol merupakan kewajiban yang terus menerus harus dilakukan untuk pengecekan terhadap jalannya perencanaan dalam organisasi, dan untuk memperkecil
tingkat
kesalahan
kerja
Kesalahan
kerja
dengan
adanya
pengontrolan dapat ditemukan penyebabnya dan diluruskan (Hasan,Muhammad, 2011: 22-25) Proses pengawasan terdiri dari : a. Penetapan standar (alat pengukur) b. Mengadakan pemeriksaan atau penelitian terhadap pelaksanaan tugas yang ditetapkan c. Membandingkan antara pelaksanaan kegiatan dengan standar d. Mengadakan tindakan perbaikan (M. Manulang, 2001:185) “optimal disini sesuai yang diartikan dalam kamus umum bahasa Indonesia , optimal berarti paling bagus,
yang paling menguntungkan atau yang
terbaik”.(Poerwadinata, 1985: 687). 3) Kemiskinan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai ketidak mampuan untuk memenuhi standar hidup minimum. BPS bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), mendefinisikan kemiskinan dengan standar garis kemiskinan (poverty line) makanan dan bukan makanan. Garis kemiskinan makanan yaitu
16
nilai pengeluaran konsumsi kebutuhan dasar makanan setara dengan 2100 kalori perkapita per hari, sedangkan garis kemiskinan bukan makanan yaitu besarnya rupiah untuk memenuhi kebutuhan minimum non makanan seperti perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan, pakaian, dan barang serta jasa lainnya. Garis kemiskinan ini memiliki kesamaan dengan garis kemiskinan menurut Bank Dunia yaitu diukur menurut pendapatan seseorang. Jumlah penduduk miskin adalah banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Indokator jumlah dan penduduk miskin merupakan indikator makro yang menggambarkan perkembangan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi penduduk secara umum (BPS, 2002). Pendapat para ahli dalam Lincolin Arsyad (1999) menyatakan bahwa kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinanpun memiliki banyak aspek. Jika dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, dan pengetahuan serta keterampilan; dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Dimensi-dimensi kemiskinan ini saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan dan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pada aspek lainnya, serta aspek lainnya dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu adalah manusianya, baik secara individual maupun
17
kolektif. jaminan sosial yang pertama kali ada di dunia. Karena di barat hal ini pertama kali muncul pada tahun 1941 yang dipelopori oleh Amerika dan Inggris (Qadir, 2001). E. Langkah-langkah Penelitian Penelitian ini merupakan aktifitas ilmiah yang sistematis, terarah, dan bertujuan. Oleh karena itu, dalam prosesnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab.
Garut Jl. Otto Iskandardinata No. 276 A. Pengambilan lokasi di daerah tersebut mengingat besarnya kemungkinan penelitian dapat dilaksanakan yaitu dengan melihat data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia dan untuk mengumpulkan data-data juga tidak terlalu sulit. 2.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu suatu
metode yang tertuju pada penggambaran atau pemetaan terhadap situasi dan kondisi yang terjadi dilokasi penelitian, kemudian data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan konsep-konsep
pengelolaan/menejemerial, perencanaan,
pendistribusian, pendayagunaan, dll. Pemilihan metode penelitian ini didasarkan pada tujuan akhir dari penelitian untuk memberikan gambaran secara jelas tentang bagaimana program yang ditetapkan, strategi yang dirumuskan serta proses optimalisasi pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Garut.
18
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian adalah: a. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengurus Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) (yaitu Direktur BAZDA) b. Kabid. Pendayagunaan, Kabid. Administrasi dan Keuangan) serta karyawan yang ada pada BAZDA. Sumber sekunder adalah bahan yang erat sekali hubungannya dengan bahan primer (Amirudin, 2004: 45). Sumber sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen, buku-buku, foto-foto, catatan hasil wawancara di lapangan dan sumber lain yang dapat digunakan sebagai pelengkap data primer. Sumber Data Sekunder,
ialah data-data yang digunakan sebagai data
penunjang baik berupa buku-buku yang membahas tentang manajemen, pendistribusian, pendayagunaan ataupun zakat , paper, artikel, jurnal, atau karya lain yang membahas tentang pengelolaan, zakat yang berkaitan dengan objek kajian ini. 3.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam pemecahan permasalahan penelitian ini adalah jenis kualitati, yaitu data yang berbentuk uraian/pemaparan tentang permasalahan mengenai optimalisasi Pengelolaan Zakat, infaq dan Shadaqah (ZIS ) oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut yang meliputi: 1) Data mengenai pengumpulan, dan pendistribusian serta laporan zakat oleh Badan Amil Zakat Daerah( BAZDA) Kab. Garut dalam optimalisasi pendayagunaanya zakat, kemiskinan.
infaq dan shadaqah dalam pengentasan
19
2) Data program yang dilakukan dalam proses optimalisasi pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut. 3) Data mengenai jumlah dan potensi penduduk Kab. Garut yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) GARUT dalam optimalisasi pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut. 4.
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Observasi Dalam pelaksanaan observasi ini dilakukan pengamatan secara langsung terhadap Optimalisasi pendayagunaan
Zakat Infaq dan shadaqah(ZIS) dalam
mengentaskan kemiskinan. Tujuan dari observasi ini adalah untuk mendapatkan data yang jelas dan akurat. Objek observasi ini menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan lingkungan fisik Badan Amil Zakat Daerah(BAZDA) Kab. GARUT, keadaan umum, letak dan kondisinya, serta ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. b. Wawancara Wawancara yaitu pengambilan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada pengurus BAZDA (yaitu Direktur BAZDA, Kabid. Pendayagunaan, Kabid. Administrasi dan Keuangan) serta karyawan yang ada pada Badan Amil Zakat DAerah (BAZDA), dalam rangka untuk mendapatkan data tambahan yang diperlukan.
20
c. Dokumentasi Teknik ini dilakukan untuk memperoleh dokumen-dokumen, catatan laporan, buku pedoman, makalah, majalah, brosur atau arsip yang ada di Badan Amil Zakat Daerah( BAZDA) Kab. GARUT yang berkaitan dengan pengelolaan pendayagunaan zakat. 5.
Teknik Analisis Data
Data yang sudah diperoleh, kemudian dianalisis dengan pendekatan analisis kualitatif yaitu sebagai berikut: a. Pengumpulan data Langkah ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi sebanyak-banyaknya tentang optimalisasi pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah oleh Badan Amil Zakat Daerah(BAZDA) Kab. Garut. b. Kategorisasi data Data yang terkumpul dari hasil observasi dan wawancara dikategorisasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan rumusan masalah yang telah ada, yaitu mengenai
pengumpulan,
pendistribusian
yang
dirumuskan
serta
proses
pendayagunaan yang efektif dan produktif dalam mengelola zakat di Badan Amil Zakat Daerah(BAZDA) Kab. GARUT. c. Reduksi data Data yang tersusun dari hasil pengkategorisasian tersebut kemudian dilakukan pereduksian data yaitu dengan cara memilih-milih data yang dibutuhkan sehingga menghasilkan data yang valid.
21
d. Menghubungkan data Dari hasil pereduksian, data yang sudah ada dihubungkan dengan data yang sebelumnya dengan tujuan agar data yang terkumpul dapat tersusun lengkap. e. Menarik kesimpulan Sebagai langkah terakhir dipenelitian ini, dari data dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan wawancara maka ditariklah kesimpulan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang penelitian ini, terutama mengenai optimalisasi pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS ) dalam mengentaskan kemiskinan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kab. Garut .