1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Air sebagai sumber kehidupan mahluk hidup terutama manusia yang berkembang dengan berbagai macam kebutuhan dasar manusia (basic human need). Air menjadi kebutuhan primer yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, masak, mandi sampai kebutuhan pengolahan industri, sehingga fungsi air tidak hanya terbatas untuk menjalankan fungsi ekonomi saja, namun juga sebagai fungsi sosial. Fungsi sosial ini erat berkaitan dengan kondisi air yang sehat, jernih dan bersih sehingga sangat penting dipahami oleh semua pihak dalam rangka menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Fungsi sosial maupun fungsi ekonomi yang dimiliki air dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena seiring dengan pertambahan penduduk maka kebutuhan air tidak dapat dipungkiri akan semakin meningkat. Oleh karena itu ketersediaan air dalam kuantitas dan kualitas yang memadai tidak dapat ditawar lagi karena dapat berdampak terjadi konflik perebutan dan penguasaan sumber daya air. Menurut data yang dikeluarkan oleh Ditjen Sumber Daya Air (2006), yang mengacu pada data yang disampaikan oleh World Water Forum (2005), bahwa saat ini 25% populasi dunia mengalami masalah kekurangan air minum dan satu dari tiga orang di dunia tidak mendapatkan pelayanan sanitasi yang baik. Menjelang tahun 2025 sekitar 2,7 milyar jiwa atau 30,33% populasi dunia akan menghadapi kekurangan air. World Bank (2005), mengungkapkan bahwa
2
pemenuhan air bersih akan memberi pengaruh terhadap kesehatan, produktifitas ekonomi dan perkembangan suatu negara. Rohani Budi Prihatin dalam artikel Problem Air Bersih di Perkotaan, 2013 menyebutkan bahwa ketersediaan air di Indonesia mencapai 15.500 m3 per kapita per tahun. Angka ini masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 m3 per tahun. Meskipun begitu, Indonesia masih mengalami kelangkaan air bersih, terutama di kota-kota besar. Selain itu, menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, ketersediaan air di Pulau Jawa hanya 1.750 m3 per kapita per tahun pada tahun 2000 dan akan terus menurun hingga 1.200 m3 per kapita per tahun pada tahun 2020. Padahal standar kecukupan minimal adalah 2.000 m3 per kapita per tahun. Kondisi ini juga semakin diperparah dengan rusaknya daerah aliran sungai (DAS), yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam menyikapi hal tersebut, pemerintah mengelola sebuah perusahaan milik Negara sesuai dengan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah di daerah yaitu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang biasanya lebih dikenal sebagai PDAM. PDAM tersebar diseluruh daerah dan kota di Indonesia termasuk Provinsi Bali dengan mengemban tugas sebagai pengelola air bersih dan mendistribusikan air bagi masyarakat. PDAM yang merupakan perusahaan daerah di bawah Pemerintah Kabupaten/Kota telah berusaha untuk memberikan pelayanan yang memadai bagi pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk di seluruh tanah air termasuk di Provinsi Bali.
3
Dengan berbagai persoalan yang dihadapi dalam penyediaan layanan air, kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia saat ini memang diarahkan untuk melibatkan sektor swasta ataupun mendorong masuknya sektor swasta dalam penyediaan layanan air. Beberapa kebijakan tersebut antara lain adalah Private Sector Participation (PSP), korporatisasi PDAM, regionalisasi PDAM. Private Sector Participation (PSP) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kebijakan penyediaan air bersih saat ini. Kebijakan ini secara tegas tertuang dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, PP No.16 Tahun 2005 tentang
Sistem
Penyediaan
Air
Minum
(SPAM),
dan
Permen.
PU
No.294/PRT/M2005 tentang Badan Pendukung Sistem Penyediaan Air Minum. Kebijakan PSP juga tertuang dalam Urban Water Supply Policy Framework yang disusun oleh Bank Dunia bekerjasama dengan BAPPENAS tahun 1997. Salah satu alasan yang mendasari munculnya kebijakan PSP ini adalah kebutuhan investasi yang besar dalam upaya meningkatkan pelayanan PDAM. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Badung yang juga merupakan salah satu perusahaan daerah yang melaksanakan kebijakan PSP khususnya untuk wilayah pelayanan Badung Selatan, mengingat perkembangan kawasan Nusa Dua dan Kuta merupakan kawasan wisata yang memerlukan investasi yang sangat besar dan pelayanan yang profesional dalam penyediaan air minum. Dengan surat Menteri Keuangan tanggal 16 Agustus 1989 dan Permendagri No. 4 tahun 1990 serta atas persetujuan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Badung, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali, maka untuk menangani masalah ini dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Untuk
4
itu Pemerintah Kabupaten Badung menjalin kerjasama dengan pihak ketiga dengan membentuk PAM PT. Tirtaartha Buanamulia (PAM PT.TB) pada tanggal 15 Mei 1991 yang merupakan usaha patungan antara PDAM dengan pihak ketiga dalam bentuk perseroan, yang didahului oleh penandatanganan Memorandum Of Understanding (M.O.U) dan Joint Venture Agreement (J.V.A). Pengelolaan air minum oleh PAM PT. TB operasionalnya secara resmi dimulai pada Januari 1993 dengan masa konsesi 20 tahun, dengan cakupan wilayah pelayanan meliputi Kawasan Tanjung Benoa, Bualu, Nusa Dua, Sawangan, Simpangan, Pecatu, Cenggiling, Ungasan, Uluwatu, Jimbaran, Kuta, Legian dan sekitarnya di Kecamatan Kuta. Wilayah Usaha PAM PT. TB yang merupakan kawasan pariwisata, yang berada di wilayah Kabupaten Badung, khususnya Badung Selatan yang meliputi wilayah Kecamatan Kuta Selatan (Desa Pecatu, Desa Ungasan, Desa Kutuh, Kelurahan Benoa, Desa Tanjung Benoa, Desa Jimbaran) dan sebagian Kecamatan Kuta (Desa Kedonganan, Kelurahan Tuban, Kelurahan Kuta) yang tingkat kebutuhan akan air bersih cukup besar seiring dengan perkembangan di wilayah usaha PAM PT.TB dengan bertambahnya akomodasi wisata dan diikuti pula oleh meningkatnya jumlah penduduk dengan keterbatasan sumber air. Sebagai kawasan pariwisata pada wilayah usaha PAM PT. TB, mengacu pada ketetapan Ditjen Cipta Karya (2000) termasuk dalam klasifikasi Kota Metropolitan. Pada saat ini besarnya kebutuhan air domestik untuk kawasan tersebut ditetapkan 190 liter/orang/hari, sementara air bersih untuk seluruh kebutuhan non domestik seperti untuk sekolah, sarana sosial, perkantoran,
5
prasarana kepariwisataan dan yang lainnya diasumsikan sebesar 20 – 30% dari kebutuhan air domestik. Berdasarkan uraian pada profil usaha PAM PT. TB yang diterbitkan dalam rangka menyongsong HUT ke 18 tahun 2010, menjelaskan bahwa dari awal operasionalnya pada tahun 1993, PAM PT. TB terus mengalami peningkatan pelayanan sampai akhir tahun 2009, dari jumlah pelanggan 2.559 sambungan, dengan persentase pelayanan sebesar 24,12% menjadi 22.868 sambungan, dengan prosentase pelayanan 89,81% dari total jumlah penduduk di wilayah usaha. Jumlah air yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan air di wilayah usaha PAM PT. TB sesuai dengan sistem yang tersedia saat itu rata-rata sebanyak 396,11 lt/dt dengan tingkat kebocoran sebesar 40,31% dan 670,86 lt/dt pada akhir tahun 2009 dengan tingkat kebocoran yang dapat ditekan menjadi 23,64%. Dan jam operasi produksi air minum berjalan selama 24 jam dan operasi distribusi rata-rata dilakukan selama 24 jam/hari. Kapasitas yang dapat dimanfaatkan sampai saat ini oleh PAM PT. TB sangatlah terbatas dan sudah termanfaatkan secara maksimal, yaitu sebesar 803,74 lt/dt yang bersumber dari 450 lt/dt diperoleh dari IPA Ayung I dan II, 300 lt/dt dari estuary dam dan 53,74 lt/dt dari produksi air bawah tanah, sedangkan kebutuhan akan air bersih sampai dengan tahun 2011 sudah mencapai 822,90 lt/dt. Hal itu menunjukkan mengalami defisit air bersih sebesar 19,16 lt/dt. Dengan rata-rata tingkat kenaikan jumlah sambungan rumah yang diproyeksikan sebesar 7%, maka dari tahun ke tahun terus akan mengalami peningkatan seiring dengan
6
tingkat perkembangan penduduk sampai tahun 2015 kebutuhan akan air bersih mencapai 1067,46 lt/dt dengan jumlah sambungan rumah 31.524 unit. Ketidakseimbangan supply and demand pada wilayah usaha PAM PT. TB, dimana kebutuhan air bersih melampaui dari ketersediaan air bersih, maka kawasan tersebut tidak terlepas dari permasalahan air bersih dikaitkan dengan pola pemakaian yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan penduduknya, serta pertumbuhan penduduk yang terus bertambah menuntut pemenuhan air bersih yang lebih besar, mengingat perkembangan kawasan studi sebagai kawasan pariwisata. Oleh karena itu pola pemakaian serta perilaku penggunaan dan pelayanan air bersih, khususnya perpipaan yang sebenarnya sangat penting kiranya untuk dikaji, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penanganan masalah air bersih baik saat ini maupun dimasa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah Melihat pemaparan yang disampaikan pada latar belakang diatas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana pola pemakaian air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha Buanamulia ? b. Bagaimanakah pelayanan air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha Buanamulia pada saat ini ? c. Bagaimanakah pelayanan air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha Buanamulia pada saat yang akan datang ?
7
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang disampaikan yaitu: a. Mengetahui pola pemakaian air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha Buanamulia. b. Menentukan tingkat pelayanan air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha Buanamulia untuk saat ini. c. Menentukan tingkat pelayanan air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha Buanamulia pada saat yang akan datang.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa dipetik dari penelitian ini adalah untuk menambah
referensi tentang karakteristik pola pemakaian dan pelayanan air bersih di wilayah usaha PAM PT. TB. Sedangkan bagi instansi terkait penelitian ini kiranya bisa memberikan informasi yang sangat penting mengenai pola pemakaian dan pelayanan air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. TB yang dapat menjadi acuan bagi PDAM Kabupaten Badung dan instansi terkait lainnya untuk memprediksi konsumsi air secara lebih akurat dalam penyusunan program penyediaan air untuk saat ini dan saat yang akan datang.