1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) memiliki peran dan
fungsi yang strategis, sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatankekuatan swasta besar dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. Demikian vitalnya eksistensi suatu BUMN dan untuk memberikan landasan pijakan hukum yang kuat bagi ruang gerak usaha BUMN, maka pemerintah bersama-sama dengan DPR menyetujui dan mengesahkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UUBUMN), berlaku sejak tanggal 19 Juni 2003.1 Usaha kecil yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.2 Eksistensi suatu perusahaan tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan eksternalnya. Ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan 1
Pembiayaan UMKM Melalui Program Kemitraan Bina Lingkungan, http://007umkm. wordpress.com/2008/09/26/pembiayaan-umkm-melalui-program-kemitraan-bina-lingkungan, diakses tanggal 5 April 2010. 2 Analisis Manfaat Tanggung Jawab Sosial/Corporate Sosial Responsibility (CSR) http://muchtarrivai. wordpress.com/category/uncategorized, diakses tanggal 8 April 2010.
1
Universitas Sumatera Utara
2
masyarakat. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan. Kontribusi dan harmonisasi keduanya akan menentukan keberhasilan pembangunan bangsa, hal tersebut harus diperhatikan agar tercipta kondisi sinergis antara keduanya sehingga keberadaan perusahaan membawa perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.” Oleh karena itu suatu proses produksi harus dilaksanakan oleh semua di bawah pemilikan anggota masyarakat, sehingga yang diutamakan adalah kemakmuran masyarakat dan bukan kemakmuran orang seorang. Salah satu prioritas yang termuat dalam Program Pembangunan Nasional adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Prioritas pembangunan nasional tersebut di atas memiliki 7 (tujuh) kelompok program dan salah satunya memuat keberadaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, yaitu sebagai berikut: Mengembangkan usaha skala mikro, kecil, menengah, dan koperasi sebagai tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan dan memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Prioritas jangka pendek diberikan untuk mempercepat penyelesaian utang usaha kecil, menengah, dan koperasi, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi usaha kecil, menengah, dan koperasi, dan meningkatkan akses usaha kecil, menengah, dan koperasi pada permodalan. Dalam jangka menengah langkah yang akan dilakukan diarahkan untuk meningkatkan akses usaha kecil, menengah, dan koperasi pada sumber daya
Universitas Sumatera Utara
3
produktif dan mengembangkan kewirausahaan usaha kecil, menengah, dan koperasi.3 Pemberdayaan masyarakat termasuk usaha kecil tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah, namun juga menjadi tugas dan tanggungjawab dunia usaha, hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, (selanjutnya disebut Undang-undang UMKM), menyebutkan bahwa: “Dunia usaha (corporation) berperan serta menumbuhkan iklim usaha kondusif, yaitu dalam aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang serta dukungan kelembagaan.” BUMN merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi nasional yang turut mempengaruhi perekonomian Indonesia, hal mana dapat dilihat sebagaimana dari latar belakang dari pendirian BUMN di Indonesia yaitu: a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. b. mengejar keuntungan. c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. 4
3
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2004-2005. 4 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 2 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
4
Pembinaan usaha mikro, kecil dan menengah (selanjutnya disebut UMKM) oleh BUMN telah dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pada saat itu, biaya pembinaan usaha kecil dibebankan sebagai biaya perusahaan. Dengan terbitnya keputusan Menteri Keuangan No. 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1%-5% dari laba setelah pajak, nama program saat itu lebih dikenal dengan “Program Pegelkop” dan selanjutnya pada tahun 1994, diubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (Program PUKK), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK.016/1994, tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Untuk memperhatikan perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat, maka pedoman pembinaan usaha kecil tersebut telah beberapa kali mengalami penyesuaian,
yaitu
melalui
Keputusan
Menteri
Negara
Pendayagunaan
BUMN/Kepala Badan Pembina BUMN No. Kep-216/M-PBUMN/1999, tanggal 28 September 1999 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN, selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003, tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dan terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN
Universitas Sumatera Utara
5
No. Per-05/MBU/2007, tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Bentuk kepedulian BUMN berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut di atas dapat dijabarkan kedalam 2 (dua) program, yakni : 1. Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Yang dimaksud dengan Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.5 2. Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana bagian laba BUMN.6 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (selanjutnya disebut PKBL) yang dilaksanakan oleh BUMN merupakan salah satu perwujudan dari tanggung jawab sosial yang wajib dilaksanakan sebagai wujud kontribusi perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya. Perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan keuntungan/laba perusahaan semata, tetapi juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Program kemitraan berasal dari penyisihan laba BUMN setelah pajak maksimal sebesar 2 % (dua persen) atau hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan jasa giro dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasi. 5
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 6. 6 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara` Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan,, Pasal 1 angka 7
Universitas Sumatera Utara
6
Pengelolaan
PKBL
harus
dikelola
secara
professional
dan
dapat
dipertanggungjawabkan, dengan kata lain harus memperhatikan prinsip-prinsip good corporate governance. Prinsip dasar good corporate governance yang dikeluarkan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) mencakup: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Memastikan kerangka pengembangan corporate governance yang efektif; Hak pemegang saham dan fungsi utama kepemilikan saham; Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham; Peranan stakeholders dalam corporate governance; Keterbukaan (disclosure); Tanggung jawab Dewan (Komisaris dan Direksi).7 Pelaksanaan PKBL di lingkungan BUMN ditujukan untuk mendukung dan
mendorong UMKM menjadi mitra binaan, hal tersebut selanjutnya akan memudahkan bagi UMKM mendapatkan pinjaman lunak. Program pembinaan usaha kecil yang dilaksanakan BUMN bertujuan menjadikan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pola kemitraan dapat dijalankan dalam empat cara, yaitu: 1. Pembinaan secara langsung, di mana BUMN langsung menyalurkan pinjaman dan melakukan pembinaan teknis pada mitra binaan. 2. Kerja sama antar BUMN, yaitu BUMN memberikan pinjaman modal kerja pada mitra binaan BUMN lainnya, sementara BUMN yang mitra binaannya memperoleh pinjaman yang bertindak sebagai penjamin atas kredit yang diterima mitra binaannya. 3. Kerja sama dengan lembaga keuangan perbankan, baik dalam bentuk channeling maupun executing. 4. Pola satuan kerja. Dalam hal ini BUMN bersama Pemda membentuk satuan kerja yang bertugas melakukan inventarisasi, menyeleksi dan mengusulkan usaha kecil yang berhak memperoleh pinjaman.8
7
http://www.bapepam-lk.go.id/artikel/, diakses tanggal 28 Juli 2010. Peran Strategis Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN, http:// comdev1979.wordpress.com / 2008 / 10 / 28 / peran - strategis - program - kemitraan - dan -binalingkungan-pkbl-bumn-dalam-program-revitalisasi-sektor-pertanian, diakses tanggal 10 April 2010. 8
Universitas Sumatera Utara
7
Pada prinsipnya, BUMN merupakan sebuah lembaga yang memiliki 2 (dua) tanggung jawab utama yaitu tanggung jawab kepada para pemegang saham dan tanggung jawab kepada masyarakat. Tanggung jawab kepada pemegang saham diwujudkan dalam kinerja keuangan dan pertambahan nilai (value creation) perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan. Sedangkan tanggung jawab kepada masyarakat atau dikenal dengan istilah corporate social responsibility (CSR) yang merupakan bentuk kontribusi perusahaan pada pembangunan nasional sekaligus peningkatan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan.9 Keterbatasan anggaran pembangunan untuk pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat penggangguran dan miskin perlu dilakukan secara bersama antara pemerintah dan dunia usaha untuk diarahkan menjadi wira usaha yang mandiri, sehingga yang bersangkutan dalam jangka panjang diharapkan menjadi usaha mikro, kecil dan menengah yang mandiri dan berdaya saing. Pembiayaan untuk program community development, dilakukan dengan mengoptimalkan dana corporate social responsibility (selanjutnya disebut CSR) yang diprogramkan oleh masing-masing perusahaan, seperti halnya yang dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) sejak beberapa tahun yang lalu dengan PKBL. Kemitraan antara korporasi dan stakeholder menjadi keharusan dalam lingkungan bisnis. Program kemitraan yang sukses dimulai dari komitmen yang kuat dari pimpinan perusahaan untuk mengubah paradigma konvensional (self-interest) ke 9
CSR Melalui Community Development, http://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/ 07/ csr-melalui-community-development, diakses tanggal 6 April 2010.
Universitas Sumatera Utara
8
paradigma baru (enlightened common interests). Apabila dilihat dari aspek ekonomi, perusahaan harus berorientasi mendapatkan keuntungan (profit), sedangkan dari aspek sosial, perusahaan harus memberikan kontribusi secara langsung kepada masyarakat yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Hasil yang akan diperoleh pihak perusahaan dari pola kemitraan antara lain: a. program lebih tepat sasaran dan terorganisasi, b. merek produk perusahaan semakin diapresiasi oleh pelanggan terutama dalam membentuk loyalitas, c. perusahaan akan mendapatkan reputasi yang diharapkan.10 PKBL pada dasarnya adalah wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi masyarakat sekitar, khususnya untuk pengembangan UMKM dari laba disisihkan. PKBL memungkinkan hubungan antara perusahaan dan masyarakat menjadi lebih harmonis. Program PKBL yang dilaksanakan oleh BUMN dapat dimanfaatkan oleh para pelaku UMKM yang lokasinya berdekatan dengan lokasi kerja perusahaan. Kemudahan yang diberikan kepada pelaku UMKM dalam mendapatkan pinjaman modal dari BUMN adalah relatif lebih sederhana, lebih murah, dan lebih cepat apabila dibandingkan dengan pinjaman melalui Bank. Bagi Pelaku UMKM yang menjadi masalah utama dalam pelaksanaan usahanya adalah bidang permodalan. Pengusaha kecil masih merasa sulit untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari pihak Bank yang lebih menyukai pemberian
10
Ernie Sule, Kemitraan Dunia Usaha Melalui www.Ahmadheryawan.com/ component, diakses tanggal 8 April 2010.
Program
CSR,
http://
Universitas Sumatera Utara
9
kredit kepada pengusaha besar. Hal tersebut menyebabkan masyarakat tidak mampu menggunakan jasa perbankan untuk mengembangkan usahanya, sehingga bagi pengusaha kecil tersebut usahanya tidak dapat berkembang atau bahkan terhenti sama sekali. Kegiatan pinjam-meminjam uang sendiri telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya.11 Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka untuk membantu kesulitan modal yang dirasakan para pengusaha kecil, pemerintah menghimbau kepada seluruh BUMN untuk melaksanakan program pembinaan UMKM melalui Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007, tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dengan pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN melalui program mitra binaan. Program Kemitraan yang dimaksudkan di sini adalah program penyaluran bantuan modal usaha bagi pengusaha kecil dan koperasi di lingkungan perusahaan secara bergulir, yang selanjutnya dana tersebut disebut dana bergulir.12 Sebagai salah satu BUMN yang ada di daerah Sumatera Utara, perseroan terbatas PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) ditugaskan oleh pemerintah untuk 11
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 1. 12 PKBL BUMN Salah Satu Program Peningkatan Daya Saing dan Kemandirian Sektor UKM, http://purnayudha.blogspot.com/2009/07/pkbl-bumn-salah-satu-program.html, diakses tanggal 5 April 2010.
Universitas Sumatera Utara
10
melaksanakan pembinaan dan penyaluran dana PKBL di lingkungan sekitar perusahaan. Pelaksanaan penyaluran dana PKBL pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dilakukan melalui kantor-kantor cabangnya, termasuk salah satunya melalui kantor Cabang Belawan. Pemberian bantuan modal usaha tersebut hanya ditujukan kepada para pelaku UMKM yang memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditentukan. Pemberian pinjaman modal usaha yang diberikan tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis dan baku (standar) yang disebut “perjanjian pinjaman”. Dalam perjanjian pinjaman tersebut berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dilaksanakan baik oleh PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan sebagai pemberi pinjaman maupun mitra binaan sebagai penerima pinjaman. Penyaluran program kemitraan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan langsung dengan uang. Hal tersebut mempunyai tingkat risiko yang sangat tinggi, karena kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada para mitra binaan terhadap kewajiban membayar kembali pinjaman uang yang diberikan tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika para mitra binaan tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar kembali pinjamanan uang yang diberikan, maka akan berakibat penyaluran dana kemitraan tersebut menjadi terhambat/macet dan akhirnya dana untuk program kemitraan tersebut berdampak pada calon mitra binaan lainnya. Hal demikian membuat PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan selalu memperhatikan risiko-risiko yang akan timbul dari para mitra binaannya.
Universitas Sumatera Utara
11
Salah satu upaya yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan untuk mengantisipasi risiko tersebut adalah dengan memakai jasa Notaris dalam setiap pengikatan akad perjanjian pinjaman dengan mitra binaannya. Adapun surat atau akte-akte yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan perjanjian pinjaman antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya, meliputi: 1. Surat Perjanjian Pinjaman, yang selanjutnya dilegalisasi oleh Notaris. 2. Akta Pengakuan Hutang. 3. Akte Kuasa Menjual. 4. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Pelaksanaan perjanjian pinjaman modal antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya terkadang tidak berjalan semestinya, dikarenakan adanya mitra binaan yang tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya kewajiban pengembalian pinjaman modal yang diberikan, serta tidak adanya sanksi yang tegas dari PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah diuraikan di dalam latar belakang, maka permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan program kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada pelaku usaha kecil?
Universitas Sumatera Utara
12
2. Bagaimanakah bentuk dan kekuatan hukum perjanjian pinjaman antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya? 3. Bagaimanakah tindakan hukum yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan terhadap mitra binaan yang wanprestasi?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaturan program kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada pelaku usaha kecil. 2. Untuk mengetahui kedudukan hukum antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaan dalam perjanjian pinjaman. 3. Untuk mengetahui tindakan hukum yang dilakukan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan terhadap mitra binaan yang wanprestasi.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu: a. Secara teoritis, memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu Hukum Perdata, khususnya Hukum Perjanjian, terutama mengenai aspek hukum perjanjian dalam pelaksanaan perjanjian pinjaman modal dalam program kemitraan dikalangan perusahaan BUMN.
Universitas Sumatera Utara
13
a. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pemikiran-pemikiran baru bagi kalangan perusahaan (BUMN) atau pihakpihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemberian pinjaman modal kerja kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah dalam kaitannya Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan sebelumnya pada perpustakaan dilingkungan Universitas Sumatera Utara dan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul Penelitian mengenai “Pelaksanaan Perjanjian Pinjaman Dana Program Kemitraan Antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan Mitra Binaannya” belum pernah ditemukan judul atau penelitan terhadap masalah tersebut di atas, penelitian ini adalah asli dan untuk itu dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Namun demikian terdapat beberapa judul yang membahas mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu antara lain: 1. Netty Kesuma, NIM: 037005024, mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, Tahun 2007 dengan judul “Analisis Hukum Pembinaan Usaha Kecil Dan Koperasi Oleh BUMN,” dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimanakah pengaturan hukum berkaitan dengan peran BUMN dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi? b. Bagaimanakah peran PT. Perkebunan Nusantara III dalam membina usaha
Universitas Sumatera Utara
14
kecil dan koperasi? c. Masalah-masalah apakah yang dihadapi dalam melakukan pembinaan usaha kecil dan koperasi ? 2. Ika Safithri, NIM: 067005033, mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, Tahun 2008 dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,” dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan ? b. Bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? c. Bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 3. Edi Syahputra, NIM: 067005088, mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, Tahun 2008 dengan judul “Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Masyarakat Lingkungan PTPN IV (Studi Pada Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun),” dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimanakah pengaturan Corporate Social Responsibility di lingkungan BUMN? b. Bagaimanakah
implementasi
Corporate
Social
Responsibility
yang
dilaksanakan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun?
Universitas Sumatera Utara
15
c. Bagaimanakah dampak implementasi Corporate Social Responsibility terhadap masyarakat lingkungan PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir Kabupaten Simalungun? Jika diperhadapan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F.
Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.”13 Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. “Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.”14
13
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, (terjemahan Muhammad Arifin), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 2 14 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 237.
Universitas Sumatera Utara
16
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.15 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”16 Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.17 Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas bisnis yang lebih baik. Para pelaku bisnis (perusahaan) dan masyarakat hendaknya tercipta hubungan yang harmonis. Untuk itulah perusahaan dan masyarakat harus dapat bersinergi, dalam hal ini perusahaan harus mampu menghapus segala kemungkinan kesenjangan yang terjadi. Perusahaan merupakan badan usaha yang berbadan hukum yang merupakan
15
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal. 80. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukun, Jakarta: UI Press, 1986, hal. 6. 17 Snelbecker dalam Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 34-35. 16
Universitas Sumatera Utara
17
subjek hukum dengan demikian perusahaan mempunyai hak dan tanggung jawab hukum juga mempunyai tanggung jawab moral, di mana tanggung jawab moral ini dapat menjadi cerminan dari perusahaan tersebut.18 BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.19 Perusahaan BUMN dipandang memiliki peran yang strategis dalam membantu pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan UMKM. Oleh karena itu pemerintah melalui peraturan-peraturannya telah mengamanatkan BUMN untuk turut serta membantu pengembangan UMKM. Berdasarkan Pasal 88 Undang-undang BUMN, dalam pembinaan usaha kecil dan koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar, BUMN dapat menyisihkan sebahagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil dan koperasi yang dilaksanakan melalui program kemitraan dan program bina lingkungan yang lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
18
I Nyoman Tjager, Corporate Governance (Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia), Jakarta: Prehalindo, 2002, hal. 142. 19 Penjelasan, Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Universitas Sumatera Utara
18
Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan UMKM dalam bentuk pinjaman, baik untuk modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar UMKM menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat untuk tujuan memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Dari perspektif bisnis, PKBL merupakan wujud kepedulian sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya atau lebih dikenal dengan tanggung jawab sosial perusahaan. UMKM sebagai bagian integral dari usaha yang merupakan kegiatan ekonomi rakyat mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang “melalui usaha kecil dapat memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat, mewujudkan pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan stabilitas nasional, keuangan di bidang ekonomi.”20 Pembinaan terhadap UMKM merupakan penekanan terhadap pengembangan pertumbuhan
dan
peningkatan
kemampuan
UMKM
sebagai
sarana
baru
pembangunan ekonomi dan untuk mewujudkan pemerataan, maka pelaksanaan pengembangan dan pembinaan UMKM oleh BUMN merupakan kebijakan yang mempunyai arti penting untuk mewujudkan hubungan hukum antara UMKM dengan
20
Sanusi Bintang & Dahlan, Pokok-pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung: Citra Aditya, 2000, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
19
BUMN yaitu antara hukum yang berkaitan dengan pembinaan oleh BUMN dengan hukum yang secara nyata berlaku serta kemungkinan perbuatan hukum dalam pembinaan UMKM. Sudah menjadi komitmen pemerintah dan semua pihak yang terkait, bahwa usaha kecil harus terus diupayakan menjadi bagian yang penting dalam menopang pertumbuhan perekonomian bangsa, oleh karenanya upaya-upaya pengembangan dan pembinaan usaha mikro, kecil dan menengah oleh perusahaan BUMN merupakan tanggung jawab sosial perusahaan. Teori yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan adalah teori Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut juga tangung jawab sosial perusahaan. Suatu bisnis tidak hanya dijalankan dengan modal yang berupa uang saja, tetapi juga dibutuhkan suatu sistem pengelolaan yang baik disertai dengan tanggung jawab dan moralitas perusahaan terhadap stakeholders dan masyarakat.21 Definisi CSR secara etimoligi di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha. Namun apabila disebut salah satunya darinya, konotasinya pastilah kembali kepada CSR. Kendati tidak mempunyai definisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu kesinambungan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan, (konsep economic,
21
I Nyoman Tjager, Op.cit., hal. 142.
Universitas Sumatera Utara
20
sustainability, environment sustainability dan social sustainability).22 Konsep tanggung jawab sosial perusahaan sesungguhnya mengacu pada kenyataan, bahwa perusahaan adalah badan hukum yang dibentuk oleh manusia dan terdiri dari manusia, sebagaimana halnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain, demikian pula perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan bisnis tanpa pihak lain. Ini menuntut agar perusahaan pun perlu dijalankan dengan tetap bersikap tanggap, peduli, dan bertanggung jawab atas hak dan kepentingan banyak pihak lainnya.23 Selain itu CSR adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi.24 Implementasi CSR merupakan salah satu penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik.25 Intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Terutama dalam arti sempit, yakni hubungan antara pemegang saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi (perusahaan). Dan dalam arti luas, yaitu 22
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Surabaya: CV.Ashkaf Media Grafika, 2007, hal. 8. 23 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 122. 24 K. Bertens, Etika dan Etiket, Pentingnya Sebuah Perbedaan, Yogyakarta: Kanisius, 1989, hal. 296-297 25 CSR Melalui Community Development, http://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/ 07/ csr-melalui-community-development, diakses tanggal 6 April 2010.
Universitas Sumatera Utara
21
mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders agar dapat diakomodir secara proporsional. GCG juga, dimaksudkan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan dalam strategi korporasi yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera. Bagaimanapun di kalangan industri kini sudah sangat jauh berkembang kesadaran baru bahwa usaha mencari laba mereka tidak hanya perlu memperhatikan kepentingan pemilik (owner), pemegang saham (shareholder), ataupun pemodal (investor) semata-mata, tetapi juga wajib memikirkan pihak-pihak lain yang terkena dampak tersebut, yang lazimnya disebut stakeholder.26 Segala keputusan dan tindakan yang diambil oleh perusahaan harus membawa kebaikan bagi segenap perusahaan maupun masyarakat. Perusahaan juga harus mampu bertanggung jawab atas akibat yang timbul dari keputusan tersebut. Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga kesinambungan (sustainability) usaha suatu perusahaan dengan membentuk relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya (kemitraan). Selanjutnya mengenai tanggung jawab sosial perusahaan pada masyarakat sekitar, tidak terlepas dengan teori utilitas (utilitarisme) sebagaimana yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab
26
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis Ke Etika Ekobisnis, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
22
menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apaapa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.27 Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian dari pada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan disini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.28 Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan hanya satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran ini kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang yang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Prinsip tanggung jawab sosial ialah prinsip kepedulian terhadap berbagai hal kehidupan, baik masyarakat, maupun negara. Rasa tanggung jawab ini dapat berupa
27 28
K. Bertens, Op.cit., hal.67 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
23
kepedulian terhadap perekonomian, kehidupan rakyat banyak, masalah lingkungan, kependudukan, kebijaksanaan pemerintah dan masalah politik lainnya. Pelaksanaan perjanjian pinjaman modal kerja dalam program kemitraan antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan Mitra Binaannya tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan mitra binaannya adalah suatu perjanjian yang berarti para pihak dalam hal ini mempunyai hak dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian tidak bisa lepas dari ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Bab II Buku III yang berjudul perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian. Menurut Herlien, janji antara para pihak hanya akan dianggap mengikat sepanjang dilandasi pada asas adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya.29 Dalam teori sama nilai (equivalent theory) yang dikemukan oleh Laesio Enormis, menyatakan bahwa suatu janji yang tidak diimbangi dengan sesuatu yang equivalent (sama nilainya) dengan isi janji itu oleh pihak kedua (lazimnya perjanjian
29
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal.305.
Universitas Sumatera Utara
24
sepihak eenzijdige overeenkomst atau abstract promise) tidak merupakan janji yang wajar, dan karenanya tidak pula mengikat.30 Prinsip di atas mencerminkan telah adanya rasa keadilan di dalam melakukan perjanjian. Walaupun teori tersebut ternyata bukanlah yang tumbuh dalam hukum perjanjian kita yang bersumber dari KUHPerdata, di mana dikatakan masih berasaskan kehendak bebas perseorangan, yang merupakan falsafah hidup masyarakat Eropa pada abad ke-19.31 Asas keseimbangan, dikaitkan dengan asas dalam perjanjian, dikatakan lahir sebagai suatu penolakan terhadap asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak pada kenyataannya dikatakan telah membawa ketidakadilan, karena didasarkan pada asumsi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak selalu dalam posisi memiliki posisi tawar yang seimbang.32 Dalam asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, menentukan bentuk kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan. Jika asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak. 30
Sunarjati Hartono, Mencari Bentuk Dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita, Bandung: Alumni, 1974, hal. 26 31 Ibid, hal. 60. 32 Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebasan Berkontrak, Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal. 1-2.
Universitas Sumatera Utara
25
Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Jika bargaining power tidak seimbang maka suatu kontrak dapat menjurus atau menjadi unconscionable.33 Selanjutnya Sutan Remy Syahdeini menjelaskan: Bargaining Power yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya. Syarat lain adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa keuntungan kepadanya. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal dan bertentangan dengan aturan-aturan yang adil.34 Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undangundang bagi para pihak.35 Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditor mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitor, namun kreditor memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat bahwa kedudukan kreditor yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditor dan debitor seimbang. Asas itikad baik memegang peranan penting dalam penafsiran kontrak. Jika kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, maka setiap isi kontrak harus ditafsirkan secara fair atau patut.36 33
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredt Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 185. 34 Ibid. 35 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Bisnis, Bandung: Alumni, 1994, hal. 42-44. 36 Ridwan Khairandy, Op.cit., hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
26
2. Konsepsi Konsep
diartikan
sebagai
”kata
yang
menyatukan
abstraksi
yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”37 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”38 Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.39 Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.40 Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan
37
Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 28. Soejono Soekanto, Op.Cit, hal. 133. 39 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 angka 1. 40 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 6. 38
Universitas Sumatera Utara
27
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.41 Mitra Binaan adalah Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan.42 BUMN Pembina adalah BUMN yang melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL.43 Unit Program Kemitraan dan Program BL adalah unit organisasi khusus yang mengelola Program Kemitraan dan Program BL yang merupakan bagian dari organisasi BUMN Pembina yang berada dibawah pengawasan seorang direksi.44 Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, di mana salah satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.45 Perjanjian atau verbintenis adalah sebagai suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada
41 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 10. 42 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 11 43 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 12 44 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, No. Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan, Pasal 1 angka 16 45 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, cet. 8, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
28
satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 46 Perjanjian adalah sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri, untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.47 Perjanjian pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberi kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.48
G. Metode Penelitian 1.
Spesifikasi Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, artinya dalam
penelitian akan menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisa terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pelaksanaan perjanjian pinjaman dalam kaitannya dengan Program Kemitraan di PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan. Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif),
yaitu penelitian yang
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimasudkan untuk 46
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hal. 6. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 78. 48 Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 47
Universitas Sumatera Utara
29
menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis).
2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan dengan melihat peraturan perundang-perundangan yang mengatur pelaksanaan perjanjian pinjaman modal kerja dalam program kemitraan, sehingga akan diketahui secara hukum tentang pelaksanaan perjanjian pinjaman dana program kemitraan antara PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan dengan Mitra Binaannya.
3.
Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data
primer dan data sekunder. Data primer di dapat melalui wawancara dengan Informan, yaitu: 1. Senior Manager Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero). 2. Manager Keuangan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan. 3. Asisten Manager Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan. 4. Mitra Binaan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Belawan, 4 orang.
Universitas Sumatera Utara
30
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari: 1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu Undangundang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undangundang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undangundang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. 2. Bahan Hukum Sekunder yaitu “semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah.”49 3. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet yang masih relevan dengan penelitian ini.
49
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005,
hal. 141
Universitas Sumatera Utara
31
4. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. “Langkah-langkah ditempuh untuk melakukan studi dokumen di maksud di mulai dari studi dokumen terhadap bahan hukum primer, baru kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.”50
50
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 13-14, selanjutnya dikatakan bahwa yang disebut sebagai Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri atas: a. Norma dasar atau Kaidah dasar, yakni Pembukaan UUD 1945; b. Peraturan Dasar, yakni Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR; c. Peraturan perundang-undangan yang mencakup ; 1) Undang-undang; 2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 3) Keputusan Presiden 4) Peraturan Daerah d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti Hukum adat; e. Yurisprudensi f. Traktat g. Bahan Hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku. Selanjutnya, yang dimaksud dengan Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dsb.bahan Hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, seperti: kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
32
Sedangkan
penelitian
lapangan
(field
research)
dimaksudkan
untuk
mengadakan wawancara dengan informan yang berhubungan dengan materi penelitian. Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan metode wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (dept interview) secara langsung.
5. Analisis Data Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.51 Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.52 Analisis data yang dipakai adalah analisis data deskripstif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan langkah-langkah data diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian, hasilnya disistematisasikan kemudian ditarik kesimpulannya untuk dijadikan dasar dalam melihat kebenaran dari masalah yang ditetapkan. 51
Soejono Soekanto, Op.Cit, hal.251. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 106. 52
Universitas Sumatera Utara