BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 No.1, yang berbunyi: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut UU No.21 tahun 2001 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rokhani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Setiap undang-undang tersebut sangatlah penting untuk meningkatnya prestasi belajar pada siswa dalam mengembangkan kecerdasan emosi di dalam kelas. Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. ā€¯Menurut Purwanto (2006) dan Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 domain atau ranah penilaian ada tiga yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif. Hasil
belajar peserta didik dapat
diklasifikasi ke dalam tiga ranah atau domain yaitu:1) domain kognitif
1
(pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika matematika), 2) domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional), 3) domain psikomotor (Ada beberapa faktor yang dapat digunakan oleh guru sebagai kriteria dalam penilaian ranah ini yaitu mampu memperlihatkan atau tidak, kecepatan, keaslian, dan kualita. Kesimpulan dari pendapat ke dua tokoh tersebut adalah Praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif. Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif. Dari ketiga aspek hasil belajar dan juga pendapat dari para tokoh tersebut, peneliti memilih ranah kognitif. Sebab ranah kognitif ini biasanya ditunjukkan oleh prestasi yang diperoleh siswa melalui tes yang dilaksanakan di sekolah. Menurut Winkel (2004), prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang dicapai. Proses yang dialami siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Prestasi belajar adalah hasil evaluasi pendidikan yang dicapai oleh siswa setelah menjalani proses pendidikan formal dalam jangka waktu tertentu dan hasil tersebut berwujud
angka-angka
(Soeryabrata,
1998).
Sedangkan
menurut
Poerwadarminta (1999) mendefinisikan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang sebagai hasil belajar. Masrun dan Martaniah ( 1996) mendefinisikan bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai
2
bahan pelajaran yang diajarkan. Dengan perkataan lain, prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan. Jadi seluruh pengertian dari para ahli dapat dinyatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar yang berwujud angka-angka melalui nilai raport siswa. Kesimpulan tersebut peneliti dapat mengetahui hasil belajar siswa dilhat dari nilai KKM atau Kriteria Ketuntasan Minimal siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Mojosongo. Nilai KKM tersebut antara lain, Bahasa Indonesia nilai KKM 60, Matematika 50, dan IPA 60.
Dari ketiga mata
pelajaran yang memperoleh nilai terendah adalah matematika dengan nilai KKM 50. Itu berarti siswa SMP Negeri II Mojosongo khususnya kelas VIII masih lemah mempelajari matematika, misalnya sulit menghafalkan rumus matematika, bingung mengerjakan soal matematika karena dianggap mata pelajaran paling sulit dikerjakan. Kecerdasan emosi atau Emotional Intelligence (EI) adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosinya. EI dengan indikator rasa empati, kemampuan mengekspresikan dan memahami diri, beradaptasi, sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas perilaku kecerdasan seseorang. Kecerdasan emosional bukanlah sesuatu yang dimiliki seorang anak secara genetis atau bawaan. Akan tetapi, merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Anak perlu belajar dan berlatih untuk kecerdasan emosional dari kehidupan nyata yang memerlukan sekian banyak waktu untuk mendapatkannya. Cerita sebagai cermin kehidupan masyarakat, dapat
3
menjadi sarana pengembangan kecerdasan emosional yang efektif dan efisien bagi anak. Menurut Mayer (Goleman, 2002) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Pola asuh menjadi gerbang utama dalam pengembangan kecerdasan emosi. Peran orang tua, keluarga dan masyarakat sangat penting dalam membentuk kepribadian seorang anak. Namun dalam hal ini dapat dimulai dengan diri sang guru. Misalnya, guru mencontohkan manfaat nyata yang diperolehnya terkait dengan materi pelajaran yang ingin diajarkan kepada anak didik. Peneliti mengadakan penelitian di SMP Negeri 2 Mojosongo dikarenakan di lokasi tersebut terdapat sebagian siswa mempunyai nilai rendah atau dibawah rata- rata kelas, hal ini diketahui melalui pra penelitian yaitu melakukan wawancara dengan guru bimbingan konseling. Hasil wawancara tersebut menegaskan bahwa sebagian siswa di tiap-tiap kelas mempunyai nilai kurang dari rata-rata kelas dan pihak guru bimbingan konseling ingin mengadakan konseling dengan siswa tentang kendala apa saja yang menyebabkan nilai siswa kurang dari rata-rata kelas. Proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Mojosongo sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan Kecerdasan emosi. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi yang relatif rendah, namun ada siswa yang memiliki kemampuan inteligensinya relative rendah, dapat meraih
4
prestasi belajar relative tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa siswa dari masing-masing kelas, melalui wawancara tersebut siswa yang mempunyai nilai rendah mempunyai beberapa alasan antara lain: kurangnya perhatian dari guru mata pelajaran, perlu adanya jam tambahan pelajaran, adanya permasalahan baik di dalam sekolah maupun diluar sekolah, permasalahan yang bersifat pribadi maupun umum dan kurangnya kemampuan memotivasi diri sendiri. Salah satu cara untuk mengurangi jumlah siswa yang mempunyai nilai rendah atau prestasi belajar yang rendah adalah melakukan bimbingan terhadap siswa terutama yang mempunyai nilai rendah. Tujuan dilakukan bimbingan tersebut adalah untuk mengetahui kendala atau permasalahan-permasalahan yang ada pada diri siswa, sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa. Melalui bimbingan tersebut diharapkan dapat diketahui permasalahan yang ada pada setiap siswa, sehingga guru bimbingan konseling maupun guru mata pelajaran dapat mencari jalan keluar dari permasalahan yang dialami oleh setiap siswa. SMP Negeri 2 Mojosongo, Boyolali merupakan sekolah negeri yang berlokasi dipinggir kota Boyolali, lokasi sekolah tersebut dapat dijangkau dengan kendaraan umum yang memadai sehingga berangkat maupun pulang sekolah para siswa dapat menggunakan kendaraan umum yang lewat depan sekolah. Sekolah tersebut juga ditunjang dengan sarana prasarana yang memadai seperti laboratorium komputer, laboratorium kimia atau fisika dan
5
sarana kegiatan olahraga seperti lapangan badminton, basket. SMP Negeri 2 Mojosongo dapat menampung siswa 576 siswa terdiri dari kelas VIII, sampai kelas IX, setiap tingkatan kelas terdiri dari 6 kelas, jadi setiap kelas rata-rata menampung 32 siswa. Guru SMP Negeri 2 Mojosongo terdiri dari 35 guru mata pelajaran pelajaran dan guru bimbingan konseling, dengan 35 guru tersebur kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 2 Mojosongo dapat berjalan dengan lancar. Sering dengan kecerdasan yang tinggi atau siswa IQ tinggi tidak selamanya memiliki prestasi yang tinggi pula, namun karena kecerdasan yang tinggi tersebut dapat pula menyebabkan permasalahan kecerdasan emosi (EI) pada siswa. Siswa tidak dapat meraih preastasi yang tinggi, hal ini dapat dicontohkan serperti siswa tidak dapat memotivasi diri sendiri, siswa tidak dapat mengontrol desakan hati seperti mementingkan bermain ketimbang belajar. Masalah lain yang sering timbul dalam diri siswa yang terkait dengan kecerdasan emosi adalah siswa tidak mampu mengatur suasana hati, dapat dicontohkan siswa mendapatkan permasalahan dilingkungan rumah dan siswa tersebut tidak dapat mengatur suasana hati tersebut sehingga suasana hati yang kurang baik terbawa ke lingkungan sekolah menjadikan siswa kurang konsentrasi dalam kegiatan belajar mengajar. Berempati merupakan salah satu faktor dari kecerdasan emosi, apabila siswa tidak dapat berempati khususnya di lingkungan sekolah maka akan menimbulkan perbedaan antara satu siswa dengan siswa lain yang dapat berempati pada lingkungan sekolah. Kurangnya empati di lingkungan sekolah tentunya menyebabkan kegiatan
6
belajar disekolah menjadi terganggu. Berdasarkan penelitian Christina Susanti 082002010 Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2005
dengan judul Hubungan Antara
Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas 3 SMP Katolik Adisucipto Blora dengan hasil ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar Matematika. Hasil analisis data penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar r 0,388 dengan p 0,012. Begitu juga dengan peneltian yang dilakukan oleh Eko Wibowo Rahardjo 802000082 Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2005 tidak ada hubungan hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan dengan prestasi belajar siswa kelas II SMA Lab Satya Wacana Salatiga tahun ajaran 20042005 hasil korelasi baik secara keseluruhan perkelas maupun pernata pelajaran menujukkan nilai korelasi yang lemah. Berdasarkan analisis data yang telah diolah, diperoleh angka korelasi antara kecerdasan emosi dengan prestasi belajar -0,016 menujukkan adanya korelasi yang lemah antara kecerdasan emosi dengan prestasi belajar. Sedangkan angka signifikan sebesar 0,836 (nilai koefisien lebih besar dari (0,05) menujukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan prestasi belajar. Pentingnya kecerdasan emosional yang ada pada siswa yang menjadi salah satu faktor penting untuk meraih prestasi akademik. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis mengajukan penelitian dengan judul: Hubungan Antara Kecerdasan Emosi ( EI ) Dengan Prestasi Belajar Mata
7
Pelajaran Matematika Pada Siswa Kelas VIII SMP 2 Mojosongo, Kabupaten Boyolali. 2. RUMUSAN MASALAH Adakah hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosi (EI) Dengan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Matematika pada siswa kelas VIII SMP 2 Mojosongo, Kabupaten Boyolali? 3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikan hubungan antara Kecerdasan Emosi (EI) Dengan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Matematika pada siswa kelas VIII SMP 2 Mojosongo, Kabupaten Boyolali. 4. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah: 1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. 2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada kepala sekolah mengenai kecerdasan emosi dan prestasi belajar siswanya secara keseluruhan, dapat menerima informasi mengenai prestasi belajar dan kecerdasan emosi masing masing siswa. Memberikan manfaat pada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa untuk menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya.
8
5. SISTEMATIKA SKRIPSI Sistematika isi dan penulisan skripsi ini antara lain: Bab I: Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah dan pokok-pokok bahasan, tujuan dan manfaat dari penelitian serta sistematika skripsi Bab II: Tinjauan Pustaka Berisi tentang pengertian belajar, pengertian prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian emosi, pengertian kecerdasan emosional, indikator kecerdasan emosional, hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar dan hipotesis. Bab III: Metodologi Penelitian Pada bab ini menguraikan metode penelitian yang mencakup tentang jenis penelitian, variabel, populasi dan sampel, alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data. Bab IV: Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Bab V: Kesimpulan Dan Saran Dalam bab V berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
9