BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi tidak sanggup membuat anak didik menguasai dengan baik pengetahuan dan ketrampilan hidup. Prakarsa (1996) mengkritisi pendidikan tinggi akuntansi karena lulusannya kurang memiliki ketrampilan
dan
orientasi
profesional
yang
diperlukan
guna
mengimplementasikan pengetahuan yang diserap dalam dunia nyata. Kelemahan tersebut semakin parah karena peserta didik kurang mendapat pendidikan yang memadai dalam ketrampilan intelektual, komunikasi serta interpersonal. Mc Clelland (1997) dalam Goleman (2000) menyatakan bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapainya dalam hidup. Sebaliknya ia menyatakan bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti empati disiplin, dan inisiatif mampu membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi biasa-biasa saja. Goleman berusaha mengubah pandangan tentang IQ yang menyatakan keberhasilan ditentukan oleh intelektualitas belaka. Peran IQ dalam dunia kerja ternyata hanya menempati posisi kedua setelah kecerdasan emosi dalam menentukan peralihan prestasi puncak, Goleman tidak mempertentangkan IQ (kecerdasan kognisi) dan EQ
(kecerdasan emosional), melainkan memperlihatkan adanya kecerdasasan yang bersifat emosional, ia berusaha menemukan keseimbangan cerdas antara emosi dan kognisi. Proses belajar mengajar sangat berkaitan dengan kecerdasan emosi mahasiswa. Kecerdasan emosi ini mampu melatih mahasiswa untuk mengelola perasaannya yang kemudian akan memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, mengatur suasana hati yang relatif, serta mampu berempati dan bekerjasama dengan orang lain. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Bulo (2002) berkaitan dengan
kecerdasan
emosional
dan
Suwarjono
(1999)
dalam
hal
memahamkan pengetahuan akuntansi. Bulo (2002) meneliti pengaruh pendidikan tinggi akuntansi terhadap kecerdasan emosional mahasiswa. De Mong, Lindgrenndan Perry (1994) dalam Anggraita (2002) mengidentifikasi salah satu keluaran dari proses pengajaran akuntansi dalam kemampuan intelektual yang terdiri dari ketrampilan teknis, dasar akuntansi dan kapasitas untuk berpikir kritis dan kreatif. Selain ini juga kemampuan komunikasi organisasi, interpersonal dan sikap. Oleh karena akuntan harus memiliki
kompetensi
ini,
maka
pendidikan
tinggi
akuntansi
bertanggungjawab mengembangkan ketrampilan mahasiswanya untuk tidak hanya memilih kemampuan dan pengetahuan dibidang akuntansi tetapi juga kemampuan lainyang diperlukan untuk berkarier dilingkungan yang selalu berubah dan ketat persaingannya, dalam hal ini kecerdasan emosional.
2
Bulo (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang dijalani seseorang, semakin banyak aktifitas atau pengalaman seseorang dalam berorganisasi dan semakin tinggi pengalaman kerja maka tingkat kecerdasan emosional mahasiswa akan semakin tinggi. Sedangkan kualitas lembaga tinggi akuntansi tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap tingkat kecerdasan emosional seorang mahasiswa. Menurut Suwardjono (1999) proses belajar merupakan kegiatan yang terencana dan kuliah merupakan kegiatan untuk memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap materi pengetahuan sebagai hasil kegiatan belajar mandiri. Selain itu peneliti juga berusaha menambahkan gender sebagai variabel tambahan. Perjuangan kesetaran gender terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan kelembagaan. Perbedaan hakiki yang menyangkut jenis kelamin tidak dapat diganggu gugat, perbedaan peran gender dapat diubah karena bertumpu pada faktor-faktor sosial dan sejarah. Bidang akuntansi yang terkait dengan banyak disiplin ilmu sosial tentunya akan sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Istilah perilaku gender adalah perilaku yang tercipta melalui proses pembelajaran, bukan sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri secara almiah atau takdir yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia.
3
Dalam lingkungan pekerjaan apabila terjadi masalah, pegawai pria mungkin akan merasa tertantang untuk menghadapinya dibanding untuk menghindarinya. Perilaku pegawai wanita akan lebih cenderung untuk menghindari konsekuensi konflik dibanding perilaku pegawai pria, meskipun dalam banyak situasi wanita lebih banyak melakukan kerjasama dibanding pria, tetapi apabila akan ada resiko yang timbul, pria cenderung lebih banyak membantu dibanding wanita (Eaghly, 1987). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi dan gender terhadap tingkat pemahaman akuntansi.
1.2. Perumusan Masalah •
Apakah
kecerdasan
emosional
berpengaruh
terhadap
tingkat
pemahaman akuntansi? •
Apakah gender berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara kecerdasan emosi dan gender terhadap tingkat pemahaman akuntansi.
1.4. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, khususnya bagi perguruan tinggi untuk dapat menghasilkan para akuntan berkualitas.
4
Penelitian ini perlu dilakukan karena merupakan sarana untuk menguji calon akuntan, apakah output yang dihasilkan oleh perguruan tinggi benarbenar seorang yang berkualitas yang dicerminkan dengan tingkat pemahaman akuntansi.
1.5. Batasan Masalah Penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa akuntansi UKDW yang telah menempuh 120 SKS, sehingga dapat dianggap telah mendapat manfaat maksimal dari pengajaran akuntansi. Kecerdasan emosional diukur dengan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial, sedang tingkat pemahaman akuntansi diukur dengan nilai-nilai mata kuliah di bidang Akuntansi.
1.6. Alat Analisis 1.6.1. Analisis Prosentase Analisis prosentase adalah analisis yang mengukur rata-rata tingkat berdasarkan profil responden, untuk menentukan variabelvariabel yang paling dominan. Dalam penelitian ini, analisis prosentase secara khusus digunakan sebagai metode segmentasi bagi profil responden.
5
Rumus : nx P=
x 100% N
Keterangan : P
= nilai prosentase
nx = jumlah data berdasar profil responden N
= jumlah data keseluruhan
1.6.2. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda dalam penelitian ini berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kecerdasan emosi dan gender terhadap pemahaman akuntansi. Persamaannya adalah sebagai berikut : Y = β0 + β1χ1 + β2χ2 + β3χ3 + β4χ4 + β5χ5 + β6χ6 + e Dengan Y adalah prestasi akademik (IPK) mahasiswa; χ1 adalah pengenalan diri; χ2 adalah pengendalian diri; χ3 adalah motivasi; χ4 adalah empati; χ5 adalah ketrampilan sosial; χ6 adalah gender; β0 adalah konstanta; β1 adalah koefisien regresi; dan e adalah faktor pengganggu di luar model.
6