BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya daerah otonomi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka daerah berwenang dan berkewajiban untuk mengurus sendiri urusan rumah tangganya selain beberapa urusan yang memang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, dengan demikian selain urusanurusan bidang pemerintahan, satu hal yang harus dilimpahkan atau harus menjadi urusan pemerintah dan masyarakat daerah adalah pengelolaan aset negara di daerah seperti sumber daya alam. Tanpa adanya kewenangan untuk mengelola sendiri aset dan sumber daya yang ada, maka layaklah otonomi yang diserahkan tersebut disebut otonomi setengah hati. 1 Dalam pasal 11 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah : Ayat (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Ayat (2) Penyelenggaraan urusan pamerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintahan dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang terkait, tergantung,
dan
sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.
1
Otonomi Setengah Hati ini sebagaimana diungkapkan oleh Irfan Bakhtiar dalam Artikelnya Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Hutan di Kabupaten Wonosobo, dari Kerusakan Hutan Menuju KehutananMasyarakat, dalam www.geogle.com
Universitas Sumatera Utara
Ayat (3)
Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintahan
daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat 91), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Dalam pasal 14 ayat 2 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan”. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 14 ayat 2 Undang- Undang No. 32 tahun 2004 disebutkan yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan yang secara nyata ada” dalam ketentuan ini sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata. Selanjutnya dalam pasal 66 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan : Ayat (1)
Dalam rangka kehutanan, pemerintah menyerahkan
sebagian kewenangan
kepada pemerintah daerah. Ayat (2)
Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.
Mekanisme perizinan usaha kayu dapat mempresentasikan praktek usaha pemanfaatan hasil usaha kayu secara keseluruhan dan menyeluruh, mekanisme perizinan yang propisional, transparan, dan tanggung gugat, minimal menghasilkan pemilik izin yang, tangguh propisional, tangguh, serius dan berkomitmen terhadap pengelolaan areal konsesinya, sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu yang profesional dapat di praktekkan,
Universitas Sumatera Utara
namun praktek perizinan yang diskriminatif sarat dengan praktek korupsi dan kolusi birokrasi, yang menghasilkan konglomerasi dan berdampak pada minimalisasi pemanfaatan hutan dalam jangka pendek. 2 Praktek penebangan kayu tanpa izin, yang diikuti pula oleh praktek penyelundupan kayu bulat maupun setengah jadi ke luar negeri, diyakini memiliki peran penting perusakan sumberdaya hutan, di samping masalah kebakaran hutan yang masih terus terjadi. Pencurian kayu hanyalah symthom dari permasalahan kehutanan dan sosial yang kompleks. Penebangan liar tersebut utamanya harus segera dihentikan dan diperangi melalui suatu program komprehensif, terpadu, berjangka dan bersifat arif, karena menyangkut berbagai aspek yang berpangkal pada rendahnya kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan aparat yang terlibat.
Saya memasukkan unsur kearifan dalam
menghadapi praktik penebangan tanpa izin ini dengan pemikiran bahwa tidak semua praktik penebangan liar tersebut dilakukan karena kejahatan masyarakat. Mungkin pemerintah sendiri yang “jahat”, yang tidak atau belum memberikan ruang kesejahteraan ataupun pemahaman keselamatan lingkungan kepada masyarakat yang terlibat penebangan kayu liar tersebut 3. Menurut
Leo
Lenggai
salah
seorang
praktisi
hukum/pengacara
adanya
penyimpangan Tunggakan PSDH -DR sebesar Rp 80 miliar lebih bagi 15 perusahaan perkayuan di Kalbar merupakan indikasi telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Sementara itu prosedur pembayaran langsung ke rekening Menteri Kehutanan melalui bank yang ditunjuk. Dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sah Hasil Hutan) itu baru dapat terbit
2
Greenomic Indonesia (ICW), Evolusi Mekanisme Perizinan Usaha Kayu Pada Hutan Alam Dan Hutan Tanaman Desember 2004, kertas kerja 06. hal 1 3 www.vanillamist.com Penebangan dan Penyelundupan Kayu
Universitas Sumatera Utara
setelah perusahaan kayu tersebut membayar, tapi kok ada menunggak maka ini sangat aneh," ujar Leo Lenggai salah seorang praktisi hukum/pengacara dan penasehat hukum. Prosedur penerbitan dokomen tersebut mestinya setelah ada bukti pembayaran itu, baru dijadikan syarat dapat dikeluarkannya dokumen (SKSHH) 4. "Akan tetapi kalau sampai nunggak berarti prosedurnya terbalik. Kehutanan mengeluarkan SKSHH tapi perusahaan belum membayar, jadi inilah penyalahgunaan wewenangnya atau kesalahan yang dapat dijadikan alasan menyeret oknum pejabat tersebut. Bisa jadi ini ada permainan kotor sehingga negara merugi sebesar itu," ungkapnya. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional Negara Republik Indonesia telah mengamanatkan, khususnya dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula dalam konsideran Undangundang No. 41 tahun 1999 huruf a (Undang-Undang tentang Kehutanan), disebutkan “bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan manfaat serba guna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang”. Mekanisme usaha kayu mengatur persyaratan yang harus di penuhi untuk memperoleh izin, pihak-pihak yang dapat memperoleh izin, persyaratan permohonan izin dan
4
kewenangan
pemberian
izin,
evolusi
mekanisme
perizinan
tersebut
akan
www.pontianakpost.com (28, Senin, 2000, Hal 1)
Universitas Sumatera Utara
memperlihatkan evolusi pemanfaatan hasil hutan kayu di Indonesia, berdasarkan perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme perizinan tersebut. Perizinan usaha yang di atur dalam laporan proposal, hanya di dasari oleh Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), tidak mencakup izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK), dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), mengacu Undang-undang No.382 tahun 2004 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 22 tahun 2008 mengenai Izin Peralatan. Dengan latar belakang tersebut maka penulis memilih judul tentang ”Hubungan Penerapan Prosedur Dengan Pemberian izin Penebangan Kayu pada Hutan Alam Dan Hutan Tanaman Di Provinsi Sumatera Utara”.
I.2. Perumusan Masalah Dalam perumusan masalah penulis mengambil sesuatu yang akan di teliti dan dibahas, Adapun yang akan dibahas dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana prosedur dan mekanisme perizinan penebangan kayu pada hutan alam hutan tanaman ? 2. Apa hambatan yang di hadapi dalam pemberian izin penebangan kayu pada hutan dan alam dan hutan tanaman ? I.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penulis di dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagimana mekanisme perizinan penebangan kayu pada hutan alam dan hutan tanaman di Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara dalam prosedur pemberian izin penebangan kayu pada hutan alam dan hutan tanaman. I.4. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan manfaat di dalam penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis dapat dijadikan sebagai bahan kajian akademis dan informasi tentang proses pemberian izin penebangan kayu hutan alam dan hutan tanaman di Dians Kehutanan Propinsi Sumatera Utara 2. Secara praktis dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan pembaca I.5. Kerangka Teori Untuk memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep, guna meghindari adanya salah pengertian, maka definisi beberapa konsep yang dipakai dalam penelitian ini sesuai dengan kerangka teoritis yang telah dikemukakan di bawah ini, adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : I.5.1 Sistem Terdapat dua kelompok pendekatan didalam mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponen atau elemennya. Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem sebagai berikut ini : Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jerry Fitzgerald, Ardra F. Fitzgerald dan Warren D. Stallings, Jr.,mendefinisikan prosedur sebagai berikut : Suatu prosedur adalah urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan Apa (What) yang harus dikerjakan, Siapa (Who) yang mengerjakannya, Kapan (When) dikerjakan dan Bagaimana (How). Untuk memberikan gambaran yang lebih umum, di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian organisasi yang lazim digunakan dalam kepustakaan administrasi, manajemen dan organisasi. Menurut Sondang P.Siagian mengemukakan bahwa organisasi adalah : “Setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan mana terdapat seorang//beberapa orang yang disebut atasan dan seorang/kelompok orang yang disebut bawahan” 5. Menurut Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa organisasi adalah : “ Struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekolompok orang-orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu”. Di samping itu organisasi dapat pula didefinisikan sebagai suatu himpunan interaksi manusia yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang terikat dalam suatu ketentuan yang telah disetujui bersama. Dari kaca mata administrasi dan manajemen, dalam setiap organisasi selalu ada seseorang atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan sejumlah orang yang bekerjasama tadi dengan segala aktivitas dan fasilitasnya. Dalam
5
Sofyandi Herman. Perilaku Organisasional. Graha Ilmu, Yogyakarta : 2007, hal 3
Universitas Sumatera Utara
banyak hal orang yang bertanggung jawab tadi juga harus mengkoordinasikan aneka ragam kegiatan sekumpulan orang yang lazimnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Ketentuan-ketentuan yang seharusnya disetujui bersama, sering tidak diketahui oleh semuanya malah mungkin terpaksa disetujui. Hal yang terakhir ini jelas terlihat dalam organisasi yang besar, seperti pemerintahan, perusahaan Negara, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, pengertian organisasi menjadi semakin kompleks, strukturnya menjadi rumit dan tingkat formalitas semakin menjadi besar. Semua ini pada akhirnya akan sangat mempengaruhi setiap orang yang bekerjasama dalam organisasi demikian yang sering disebut-sebut sebagai perilaku organisasi. I.5.2 Organisasi Sebagai suatu Sistem Hubungan antara individu dan kelompok dalam organisasi menciptakan harapanharapan bagi perilaku organisasi. Harapan-harapan ini menghasilkan peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan. Sebagaian orang harus memainkan peranan sebagai pemimpin, sementara yang lainnya memainkan peranan sebagai pengikut. Manajer tingkat menengah harus memainkan kedua peranan itu, karena ia mempunyai seorang atasan dan bawahan. Organisasi mempunyai sistem wewenang, status, dan kekuasaan dan orang-orang di dalam organisasi itu mempunyai kebutuhan yang beraneka dari setiap sistem. Kelompok di dalam organisasi pun mempunyai dampak yangs sangat kuat terhadap perilaku individu dan terhadap prestasi organisasi. I.5.3 Proses Pengambilan Keputusan Masalah pengambilan keputusan dalam suatu organisasi tergantung pada tujuan yang tepat dan pengidentifikasian sarana untuk mencapai tujuan itu. Dengan
Universitas Sumatera Utara
pengintegrasian faktor-faktor perilaku dan struktur secara baik, manajemen dapat meningkatkan kemungkinan membuat keputusan yang berkualitas tinggi. Peranan manajer disini adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti : merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan melakukan tindakan pengawasan dari setiap kegiatan yang dilakukan organisasi. 1. Merencanakan : meliputi pendefinisian tujuan organisasi, menetapkan suatu strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan suatu hirarki rencana yang menyeluruh untuk memadukan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi. 2. Mengorganisasikakn : mencakup penetapan tugas-tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan, bagaimana tugas-tugas itu dikelompokkan, siapa yang melapor dan kepada siapa (siapa membawahi siapa), dan di mana keputusan harus diambil. 3. Memimpin : mereka memotivasi bawahan, mengarahkan kegiatan orang-orang memilih saluran komunikasi yang paling efektif, atau memecahkan konflik antara anggota-anggota. 4. Pengawasan : setelah tujuan-tujuan ditentukan, rencana-rencana dirumuskan, pengaturan structural digambarkan, dan orang-orang dipekerjakan, dilatih dan dimotivasi, masih ada kemungkinan bahwa sesuatu bisa keliru. Untuk memastikan bahwa semua urusan berjalan seperti seharusnya, manajemen harus memantau kinerja organisasi. Kinerja yang sebenarnya harus dibandingkan dengan tujuan-
Universitas Sumatera Utara
tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Jika terdapat penyimpangan yang bermakna, maka tugas manajemen untuk mengembalikan organisasi pada jalurnya. I.5.4 Pendekatan Teori Sistem Teori sistem memungkinkan membahas perilaku organisasi secara intern dan ektern. Secara intern, anda dapat melihat bagaimana dan mengapa orang di dalam organisasi melaksanakan tugas individual dan kelompok. Secara ektern, anda dapat menghubungkan transaksi organisasi itu dengan organisasi lain. Dalam teori sistem, organisasi dianggap sebagai satu elemen dari sejumlah elemen yang saling bergantung. Arus masukan dan keluaran adalah titik dasar permulaan dalam menggambarkan organisasi. I.5.5 Jenis-Jenis Keputusan Para ahli dalam bidang teori keputusan telah mengembangkan beberapa cara untuk mengklasifikasi beberapa jenis keputusan yang berbeda-beda. Untuk sebagian besar sistem klasifikasi ini bersamaan, hanya berbeda dalam terminologinya saja. Kita akan menggunakan pembedaan yang banyak diterima umum yang disarankan oleh Herberth Simon. Simon membedakan antara dua jenis keputusan : 1. Keputusan yang Diprogram. Jika sering terjadi suatu situasi khusus, maka biasanya akan digunakan prosedur rutin untuk memecahkannya. Jadi, keputusan dapat diprogramkan sejauh keputusan itu berulang-ulang dan rutin dan telah dikembangkan prosedur yang tertentu untuk menanganinya. 2. Keputusan yang Tidak Diprogram. Keputusan itu tidak diprogram jika keputusan itu baru dan tidak tersusun. Karena sifatnya yang semacam itu, maka tidak ada
Universitas Sumatera Utara
prosedur yang pasti untuk menangani persoalan, karena persoalan tidak timbul dengan cara yang persis sama dengan sebelumnya atau karena persoalan itu rumit atau luar biasa pentingnya. Keputusan semacam itu memerlukan penanganan khusus 6. I.5.6 Prosedur Merupakan subordinat dari relevansi kebijakan, sehingga peranan prosedur adalah untuk menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. I.5.7 Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan 7. I.5.8 Hutan Alam dan Hutan Tanaman Hutan Alam adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung dan habitat hewan 8. Hutan tanaman industri (juga umum disingkat HTI) adalah sebidang luas daerah yang sengaja ditanami dengan tanaman industri (terutama kayu) dengan tipe sejenis dengan tujuan menjadi sebuah hutan yang secara khusus dapat dieksploitasi tanpa membebani hutan alami. I.5.9 Izin 6
Gibson, Organisasi dan Manajemen. PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta : 1994, hal 462 Widjaja HAW, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2004, hal 76 5 www.wikipedia.org 7
Universitas Sumatera Utara
Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya 9. Jadi izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk ditetapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari sudut kajian kewenangan khususnya tentang izin ada beberapa teori yang yang dapat mendukung analisis pengambilan kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini kajian hukum administrasi negara. Penggolongan Ketetapan Administrasi Negara. Ketetapan administrasi negara atau aparatur negara yang bersifat positif dapat dilihat dari segi penggolongan akibat hukum dan dari segi jenisnya. Yaitu sebagai berikut: 1. Dari segi akibat hukumnya dibagi atas lima macam: a. Ketetapan yang pada umumnya melahirkan keadaan hukum baru. b. Ketetapan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi obyek tertentu misalnya penunjukan terhadap sesuatu, pendaftaran bagi sesuatu hal. c. Ketetapan yang melahirkan suatu badan hukum atau membatalkan misalnya: ketetapan pemerintah mengenai pengakuan atau hilangnya pengakuan terhadap sesuatu badan hukum, seperti koperasi, perseroan terbatas dan yayasan d. Ketetapan yang membebandakn kewajiban baru pada seseorang atau lebih, atau yang bersifat isi perintah. 9
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993, hal 2-3
Universitas Sumatera Utara
e. Ketetapan yang memberikan hak-hak baru kepada seseorang atau lebih (ketetapan yang menguntungkan) 2. Dari segi jenisnya, ketetapan dibagi atas dua golongan: a. Menguntungkan dengan yang tidak menguntungkan b. Izin, lisensi, dispensasi dan konsesi. Pengertian dari Izin, Konsesi, Dispensasi dan Lisensi adalah sebagai berikut: Izin (vergunning) adalah suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang, sehingga memerlukan pengawasan aparatur pemerintah. Izin adalah keputusan aparatur pemerintah yang memperkenankan sesuatu perbuatan. 1. Konsensi hanya berbeda secara relatif dengan izin, tidak terdapat perbedaannya secara yuridis, misalnya izin mengenai hal-hal yang penting bagi umum, seperti izin penggarapan hutan disebut juga konsensi hak pengelolaan hutan (HPH).
2. Dispensasi adalah suatu perbuatan pemerintah yang meniadakan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan untuk soal yang istimewa. Misalnya Dinas Lalu Lintas dan Jalan Raya memberikan dispensasi kepada truk angkutan untuk melebihi daya angkut karena keperluan yang mendesak dalam pembangunan 3. Lisensi adalah ketetapan yang digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang menjalankan suatu perusahaan, misalnya izin tempat usaha 10. I.5.10 Bentuk dan Isi Izin 10
Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Gelora Madani Press, Medan 2004, hal 95
Universitas Sumatera Utara
1. Prosedur izin penebangan kayu, harus sesuai dengan syarat-syarat, antara lain: a. Usulan proyek yang berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan pengelolaan hutan rencana industri penyerapan tenaga kerja dan sebagainya. b. Pertimbangan teknis dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan. c. Saran dan pertimbangan (rekomendasi) dari Gubernur Kepala Daerah. d. Akta preusan atau koperasi yang berbadan hukum. e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). f. Data Perusahaan. 2. Jenis-jenis izin yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan a. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) b. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) c. Izin Pemanfaatan Kayu pada kawasan hutan produksi yang dikonversi, dan Penggunaan Kawasan Hutan dengan Pinjam Pakai 3. Kriteria-kriteria areal lahan yang diperbolehkan melakukan penebangan, antara lain : a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan atau kiri kanan sungai daerah rawa;
Universitas Sumatera Utara
c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; d. 50 (lima puluh) meter dari kanan tepi anak sungai; e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi sungai dan dari tepi jurang; f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai11. Organisasi Departemen Kehutanan disusun untuk memenuhi kebutuhan di atas, di mana pengelolaan hutan tidak lagi mengikuti paradigma kehutanan konvensional melainkan paradigma kehutanan sosial. Secara garis besar paradigma kehutanan sosial untuk pengelolaan hutan Indonesia mengikuti lima prinsip dasar, yaitu : 1. Strategi kehutanan sosial. 2. Hutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 3. Pengelolaan dilakukan secara professional untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari. 4. Pengelolaan hutan berdasarkan kelestarian ekosistem. 5. Pengelolaan hutan disesuaikan dan diselaraskan dengan Otonomi Daerah. Dalam strategi kehutanan sosial, tugas atau fungsi Depatemen Kehutanan adalah : a. Menggariskan kebijakan umum. b. Mengendalikan dan mengatur sumber daya terdidik (profesional). c. Mengatur perencanaan umum. d. Mengawasi pelaksanaan pengelolaan hutan dan menilai hasilnya 12.
11 12
Salim. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta. 1997. hal 54 Simon, Hasanu. Membangun Kembali Hutan Indonesia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2004. hal 143
Universitas Sumatera Utara
I.5.11 Prinsip-prinsip Legalitas bagi Operasi Kehutanan dan Kayu Kayu disebut legal bila keabsahan tentang asalnya, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, dokumentasi pengangkutan dan administrasi, proses, dan perdagangan atau pengangkutannya telah teruji memenuhi semua persyaratan legalnya. Prinsip 1. Hak penguasaan dan penggunaan tanah Status legal dan hak penguasaan pada Unit Manajemen Hutan didefinisikan dengan jelas dan batasannya telah diumumkan dengan benar. Perusahaan tersebut mempunyai hak yang terdokumentasi dan sah secara hukum untuk menebang kayu dalam batas-batas tersebut, dan memanen kayu hanya di dalam batas-batas tersebut. Prinsip 2. Dampak Fisik dan Lingkungan Sosial Perusahaan tersebut mempunyai AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan) yang mencakup Unit Manajemen Hutan yang disiapkan dengan cara yang telah ditentukan, dan bisa menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mematuhi semua persyaratan legal, fisik, sosial dan lingkungan yang dinyatakan dalam AMDAL, demikian juga sebagai persyaratan legal untuk memantau dan melaporkan pelaksanaan AMDAL. Prinsip 3. Hubungan Masyarakat dan Hak Buruh Perusahaan tersebut memenuhi semua kewajiban legalnya dalam menjamin keberadaan komunitas yang terkena dampak kegiatan mereka dalam Unit Manajemen Hutan. Juga menjamin pengadaan pelayanannya kepada komunitas lokal, dan kesejahteraan serta keamanan buruh serta para kontraktornya yang dipekerjakan dalam Unit Manajemen Hutan.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip 4. Peraturan dan Hukum Pemanenan Kayu Perusahaan tersebut melakukan semua perencanaan hutan, panen dan kegiatan lain di dalam Unit Manajemen Hutan, untuk memenuhi peraturan pemerintah yang relevan. Prinsip 5. Pajak Hutan Perusahaan membayar semua biaya, royalti, pajak dan biaya-biaya legal lain yang terkait dengan penggunaan Unit Manajemen Hutan serta jumlah kayu yang ditebang. Prinsip 6. Pengidentifikasian, Pengangkutan dan Pengiriman Kayu Perusahaan menjamin bahwa semua kayu yang diangkut dari Unit Manajemen Hutan diidentifikasikan dengan benar, memiliki dokumentasi yang benar, dan diangkut sesuai dengan peraturan pemerintah. Prinsip 7. Pemrosesan Kayu dan fasilitas pemrosesan Fasilitas pengangkutan kayu serta perusahaan pengangkutan kayu memiliki izin operasi yang sah sesuai dengan peraturan pemerintah 13.
I.6. Definisi Konsep Konsep merupakan istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Adapun konsep penelitian ini adalah : a. Penerapan Prosedur penebangan kayu di Provinsi Sumatera Utara adalah Suatu tata cara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang kehutanan yang terbagi atas beberapa bagian atau syarat-syarat yang ada di dalam Prosedur pemberian izin
13
www.illegal-logging.info
Universitas Sumatera Utara
penebangan kayu. Dalam pemberian izin harus sesuai dengan Prosedur yang sudah ditetapkan dan agar tercapainya tujuan yang inginkan bersama. b. Prosedur izin penebangan kayu, harus sesuai dengan syarat-syarat, antara lain: a. Usulan proyek (Project Proposal) yang berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan pengelolaan hutan rencana industri penyerapan tenaga kerja dan sebagainya. b. Pertimbangan teknis dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan. c. Saran dan pertimbangan (rekomendasi) dari Gubernur Kepala Daerah. d. Akta perusahaan atau koperasi yang berbadan hukum. e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). f. Data Perusahaan (Company Profile). g. Peta dasar skala 1:250.000 14. I.7. Hipotesa Hipotesa adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan 15. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori relevan, belum didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
14
15
Singarimbun, Masri, Effendi. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. 1995. hal 37 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Alfabet. Bandung. 2003. hal 51
Universitas Sumatera Utara
data. Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan maka hipotesa yang diajukan penulis adalah sebagai berikut : 1.
Hipotesa Nol (Ho) : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
2.
Hipotesa Alternatif (Ha) : Terdapat hubungan yang signifikan antara Hubungan Penerapan Prosedur dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara.
I.8. Definisi Operasional Definisi Operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikatorindikator apa saja sebagai pendukung untuk analisa ke dalam variabel-variabel tersebut 16. Suatu definisi operasional merupakan spesialisasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel. 1. Variabel Bebas (X) dalam penelitian ini adalah Penerapan Prosedur, yang diukur berdasarkan indikatornya yaitu : Ada lima tahap yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin Hak Pengusahaan Hutan di Dinas Kehuatanan, antara lain : 16
Singarimbun, Masri, Effendi. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. 1995. hal 46
Universitas Sumatera Utara
1) Tahap Pertama : Pengajuan Permohonan oleh Perusahaan Pada tahap ini pemimpin perusahaan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Kehutanan sesuai dengan formulir yang telah ditentukan. 2) Tahap Kedua : Analisis Permohonan Setelah Menteri Kehutanan menerima surat permohonan dari pemohon beserta persyaratannya, selanjutnya Menteri Kehutanan menyampaikan hal itu kepada Tim Pertimbangan Hak Pengusahaan Hutan.
3) Tahap Ketiga : Persetujuan Permohonan dan Pelaksanaan Survei Berdasarkan saran dan pertimbangan dari Tim Pertimbangan Hak Pengusahaan Hutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja Menteri Kehutanan memberikan putusan menyetujui atau menolak permohonan yang diajukan pemohon. 4) Tahap Keempat : Penetapan izin Hak dan Pengusahaan Hutan Apabila iuran Hak Pengusahaan Hutan tidak dibayar kepada Negara, maka Menteri Kehutanan dapat menangguhkan penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan. 2.
Variabel Terikat (Y) dalam penelitian ini adalah pemberian izin penebangan kayu hutan alam dan hutan tanaman di Dinas Kehutanan, yang diukur berdasarkan dengan indikatornya yaitu : 1. Jenis-jenis izin yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
a. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) b. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) c. Izin Pemanfaatan Kayu pada kawasan hutan produksi yang dikonversi, dan Penggunaan Kawasan Hutan dengan Pinjam Pakai
2. Kriteria-kriteria areal lahan yang diperbolehkan melakukan penebangan, antara lain : a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan atau kiri kanan sungai daerah rawa; c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; d. 50 (lima puluh) meter dari kanan tepi anak sungai; e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi sungai dan dari tepi jurang; f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
Universitas Sumatera Utara