1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program pemerintah ditingkat atasnya. Desa juga merupakan arena penggalangan partisipasi politik yang secra langsung dalam rangka pertumbuhan demokrasi. Selain itu desa yang juga merupakan organisasi lokal yang terendah dalam ketatanegaraan di Indonesia memiliki ciri-ciri dan sifat asal-usul yang unik dalam mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Desa sebagai organisasi pemerintahan yang terendah, setiap program pemerintah dari tingkat pusat sampai kabupaten, berakhir di desa. Selain itu dengan wewenang dan hak-hak yang dimiliki, sangatlah memungkinkan desa untuk membuat program dan peraturan sendiri dalam mengatur hubungan antar warga dalam mewujudkan partisipasi masyrakat dalam pembangunan desa (Sutoro Eko 2004) .
Lahirnya Undang – undang No 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah telah membawa nuansa baru bagi penyelenggaraan pemerintah di daerah dan desa. Hadirnya undang-undang tersebut tersebut membuat pemerintah daerah dan desa memiliki keleluasaan dalam pengambilan keputusan secara demokratis dan partisipatif dalam batas-batas kewenangannya. Nilai demokratis dan partisipasi akan memberi ruang yang lebih leluasa kepada warga masyarakat dalam menentukan pilihan dan mengekspersikan diri secara rasional. Pergeseran politk
1
2
desentralisasi ini membawa pengaruh besar terhadap penyelenggaraan pemerintah desa dengan kehadiran lembaga lokal ditingkat desa dimana salah satu institusinya adalah Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat. Berkaitan dengan otonomi desa yang berperspektif demokratisasi, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, telah menempatkan Badan Perwakilan Desa pada posisi yang stategis untuk menjawab kebutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini keberhasilan otonomi desa sangat ditentukan oleh ssejauh mana masyarakat desa dapat mengekspresikan kebutuhanya dan berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berlangsun di desanya (Suhartono 2003). Dalam UU No 22 tahun 1999 yang kemudian di revisi dengan UU No. 32 Tahun 2004, khususnya pasal mengenai BPD membawa harapan besar bagi demokrasi ditingkat desa. Gagasan pembentukan BPD menjadi penting karena, pertama, bahwa dengan hadirnya BPD berarti mulai diakui suatu pemisahan fungsi legislatif dan eksekutif dimana pada masa Orde baru kedua fungsi itu disatukan. Kedua, dengan adanya BPD aspirasi masyarakat desa diharapkan mudah tersalurkan. Sebelum adanya undang – undang No 22 tahun 1999 sudah ada undang– undang sebelumnya yaitu undang – undang N 5 tahun 1979 yang juga mengatur tentang desa. Dalam Undang-undang ini juga mengatur tentang lembaga desa yang berfungsi mengatur aspirasi masyarakat yaitu Lembaga Musyawara Desa (LMD). LMD merupakan wada permusyawaratan/permufakatan dari pemuka
3
pemuka masyarakat yang ada di desa. Jika menilik dari sistem pemerintahaan desa yang merupakan wujud dari pemerintahan yang terkecil dalam sebuah Negara maka LMD merupakan wujud dari Dewan Perwakilan Desa., akan tetapi pada kenyataanya, LMD ini hanya merupakan suatu wadah tempat melakukan musyawarah para aparat desa dan beberapa tokoh masyarakat yang ditunjuk langsung
oleh
kepala
desa
untuk
duduk
dalam
keanggotaan
LMD
(Dwypayana:2003) Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten. Landasan
pemikiran
dalam
pengaturan
mengenai
desa
adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau yang sering disingkat BPD atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa bersangkutan, BPD adalah unsur lembaga dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Peran BPD sangat penting, karena sebagai unsur lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan dibentuknya BPD diharapkan dapat terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik dimulai dari sistem pemerintahan terkecil yaitu desa.
4
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dibentuk ditiap-tiap desa di seluruh Indonesia yang pembentukannya di latar belakangi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maupun Undang-Undang penggantinya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan fungsi dari lembaga ini yakni sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menjalankan fungsi pengawasan, maka diharapkan dengan efektifnya pelaksanaan fungsi tersebut dapat diwujudkan keseimbangan kekuatan antara elemen masyarakat yang direpresentasikan oleh BPD dengan pemerintah desa. Di level desa perlu dibangun good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) yang memungkinkan keterlibatan seluruh elemen desa yang direpresentasikan melalui kelembagaan BPD dalam setiap urusan publik, penyelenggaraan pemerintahan serta merumuskan kepentingan desa. Tentunya ini dapat terwujud apabila BPD memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat tidak hanya terhadap pemerintah desa tetapi juga terhadap pemerintah supra desa. Pelaksanaan fungsi BPD di Desa Rumpuk yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja organisasi tersebut meskipun dinilai baik, namun terlepas dari penilaian masyarakat tersebut ternyata masih ditemukan sejumlah fakta yang apabila dikaitkan dengan indikator-indikator kinerja organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa indikator kinerja yang belum terpenuhi dalam struktur keanggotaan BPD di Desa Rumpuk yaitu masih adanya sejumlah elemen masyarakat yang belum terwakili dalam struktur keanggotaan lembaga tersebut. Fungsi pengawasan dari BPD dinilai sebagai fungsi yang paling gencar
5
dilaksanakan dibandingkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang lain yaitu menetapkan peraturan desa dan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dimana merupakan fungsi yang paling minim dalam hal penerapan dan pelaksanaannya. Masih terdapatnya pelaksanaan fungsi dari BPD yang dinilai masih minim, tentu tidak dapat dilepaskan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi tersebut yaitu faktor pendorong dan penghambat. Salah satu faktor pendorong yang cukup berpengaruh dalam pelaksanaan fungsi tersebut adalah pengalaman individu yang dimiliki oleh anggota BPD perihal pelaksanaan fungsinya, seperti pengalaman kegiatan organisasi kemasyarakatan, dan adapun salah satu faktor-faktor yang dapat menghambat yaitu kurangnya sarana dan prasarana. Mengutip pendapat yang menyorot tentang kinerja Lembaga Musyawarah Desa (LMD) menyatakan bahwa : berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kemampuan para anggota Lembaga Musyawarah Desa masih terbatas sehingga dengan keterbatasan itu para anggota Lembaga Musyawarah Desa belum memahami, mengkaji dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam undang-undang, maupun yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan pelaksanaannya. Identik dengan masalah yang melingkupi Lembaga Permusyawaratan Desa, kondisi itu juga masih terjadi pada pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), apalagi dengan nuansa yang lebih dinamis, dimana Badan Permusyawaratan Desa semakin dituntut untuk dapat berperan secara aktif
6
menjalankan fungsinya dalam rangka peran partisipatif lembaga dalam membangun desa. Peran partisipatif tersebut akan terhambat secara kolektif, apabila kemampuan sumber daya anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat rendah dan atau konteks pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di arahkan kepada tujuan dan maksud tertentu, demi kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Karena begitu kompleksnya fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan fungsinya, perlu kiranya dikenali beberapa faktor penghambat yang sering terjadi dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai suatu lembaga yaitu antara lain : (1) Dari aspek hubungan dalam organisasi pemerintahan Desa, (2) Komunikasi dan kerjasama organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan (3) dari Aspek kemampuan individual anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Desa Rumpuk Kecamatan Mantup, merupakan salah satu wilayah Desa yang secara administratif berada dalam wilayah Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur. Di lihat dari segi geografisnya, wilayah Desa Rumpuk sangat dekat dengan Ibu kota Kabupaten Lamongan. Kondisi ini menyebabkan Desa Rumpuk harus dapat memposisikan diri secara administrasi dan struktural untuk dapat mengikuti dinamisasi perkembangan wilayah desadesa yang ada disekitarnya. Dinamisasi pertumbuhan pembangunan di Desa Rumpuk, seluruh komponen dalam struktur Pemerintahan Desa (Kepala Desa dan aparaturnya beserta BPD) dituntut untuk dapat berinisiatif secara aktif dalam rangka pemikiran
7
perkembangan dan pertumbuhan Desa Rumpuk. Perkembangan dan pertumbuhan Desa Rumpuk sangat di dukung oleh tingkat kemampuan Pemerintah Desa untuk meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, tingkat perekonomian dan pendapatan masyarakat Desa, pertumbuhan produksi dan hasil usaha masyarakat. Untuk kesemua itu, diperlukan tatanan peraturan yang bersifat mengikat. Dalam arti bahwa ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat Desa Rumpuk tumbuh dan berkembang berdasarkan aspirasi dan dinamika masyarakat. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu bentuk struktur kelembagaan BPD sebagai perumus, dan pengayom dalam ketentuan peraturan desa, dimana hal ini harus didukung oleh koordinasi structural intern kelembagaan, kemampuan individu yang berupa kecakapan dalam merumuskan aspirasi masyarakat ke dalam peraturan desa yang bersifat mengikat. Pelaksanaan fungsi BPD di Desa Rumpuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor tersebut dapat saja menjadi faktor Pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi. Faktor tersebut dapat saja bersumber dari individu pengurus BPD yang berupa tingkat pendidikan dan pengalaman, hubungan organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan lembaga lain yang ada di desa, dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap fungsi BPD, sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Dikalangan masyarakat Desa Rumpuk, masih terdapat perbedaan pandangan terhadap realisasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal ini menyebabkan realisasi pelaksanaan fungsi badan tersebut masih sering disalah artikan atau tidak dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat, karena kurangnya
8
pengetahuan dan pemahaman tentang fungsi yang diemban oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal pokok yang menjadi perdebatan adalah adanya pandangan yang sempit dan keliru yaitu bahwa BPD hanya bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dari Kepala Desa. Sementara tugas dan kewajiban BPD yang harus dilakukan sangat kompleks di antaranya adalah : 1.
Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa,
2.
Mengayomi adat istiadat,
3.
Merumuskan rencana pembangunan desa bersama dengan pemerintah desa,
4.
Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat,
5.
Mengawasi atas kebijakan yang dijalankan pemerintah desa,
6.
Melaksanakan peraturan desa,
7.
Menyetujui anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes),
8.
Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa,
9.
Membentuk panitia pemilihan kepala desa. Adanya keinginan untuk mengetahui persepsi masyarakat, dilakukan
sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditujukan untuk lebih meningkatkan kinerja dan kualitas sebagai wadah pengayom, legislasi dan menampung aspirasi masyarakat di desa. Pelaksanaan fungsi pengayoman adat oleh BPD dapat berjalan dengan baik jika adanya peran dari BPD dan juga kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai sosial yang harus tetap dijaga dan dipatuhi seperti
9
mengedepankan nilai-nilai sosial musyawarah dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul di dalam masyarakat akan menghasilkan jalan keluar yang dapat memuaskan hasil yang diterima. Fungsi BPD dalam Pemerintahan Desa sangat penting, salah satunya sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Usulan atau masukan untuk rancangan suatu Peraturan Desa dapat datang dari masyarakat dan disampaikan melalui BPD. Inisiatif juga bisa datang dari Kepala Desa. Usulan-usulan tersebut dilakukan pemeriksaan oleh BPD apakah usulan tersebut mencakup semua keperluan warga desa atau masalah tersebut datangnya hanya dari satu golongan tertentu untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. Berkenaan dengan hal di atas, BPD harus tanggap terhadap kondisi sosial masyarakat, setiap keputusan yang dihasilkan diharapkan mampu membawa sebuah perubahan yang bersifat positif bagi semua warga desa. Inisiatif dalam pembuatan Peraturan Desa baik yang datangnya dari anggota BPD maupun dari Kepala Desa terlebih dahulu dituangkan dalam rancangan Peraturan Desa. Rancangan yang datang dari Kepala Desa diserahkan kepada BPD untuk dibahas dalam rapat BPD untuk mendapatkan persetujuan dari anggota BPD, demikian juga sebaliknya apabila rancangan Peraturan Desa datang dari BPD maka harus dimintakan persetujuan Kepala Desa. Setelah mendapatkan persetujuan bersama, maka rancangan tersebut diserahkan kepada Desa untuk dijadikan sebuah Peraturan Desa. BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa berpedoman kepada kebijakan yang telah disepakati bersama yaitu
10
program kerja, APBDes serta berbagai peraturan perundang undangan yang berlaku. Konsisten dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang telah ditetapkan bersama akan mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Tujuan dilakukan pengawasan yaitu agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dan mencapai hasil sebagaimana yang telah direncanakan atau diprogramkan sebelumnya. Di Desa Rumpuk, fungsi BPD belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya persepsi masyarakat yang menganggap BPD tidak menjalankan fungsinya yakni fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan program yang telah disepakati, sehingga banyak program yang dijalankan oleh kepala desa sering terjadi penyelewengan. Begitu juga dengan Aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan BPD belum representatif. Berdasarkan pemikiran di atas penulis tertarik untuk melakukan kajian khusus mengenai persepsi masyarakat tentang pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam suatu judul penelitian yaitu: “Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Rumpuk Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
11
1.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Rumpuk ?
2.
Faktor-faktor apakah yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Rumpuk ?
1.3. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan : 1.
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Rumpuk.
2.
Untuk mengetahui faktor - faktor yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Rumpuk.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut: 1.
Manfaat Akademik Sebagai bahan referensi dan bahan pembanding dalam pembahasan dan pengkajian ilmu pengetahuan khususnya mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD demi kemajuan dan penyempurnaan kelembagaan Desa di Desa Rumpuk dan bagi peneliti lain yang berminat pada topik yang sama meskipun lokasi yang berbeda.
12
2.
Manfaat Praktis Bagi Pemerintah Desa khususnya di Desa Rumpuk dalam rangka meningkatkan pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa demi kemajuan Sistem Pemerintahan Desa.