1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar populasi di dunia berisiko terkena malaria, tercatat 198 juta kasus malaria, dimana 78% terjadi pada anak usia < 5 tahun, dengan 584.000 diperkirakan meninggal secara global, 90% kematian terjadi di Sub Sahara Afrika dan pada tahun 2014 kemarin terjadi transmisi malaria di 97 negara (WHO, 2014). Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang dan secara geografis terletak pada daerah tropis, tentunya mempunyai risiko tinggi akan berjangkitnya penyakit-penyakit tular vektor yang masih menjadi prioritas utama bagi masalah kesehatan masyarakat diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, Filariasis (penyakit kaki gajah) dan Malaria. Pengendalian penyakit malaria, banyak hal sudah maupun sedang dilakukan baik dalam skala global maupun nasional. Malaria merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dan ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan (morbiditas) maupun angka kematian (mortalitas) akibat malaria. Program eliminasi malaria ini dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, yaitu salah satu target dari
1
2
pengendalian penyakit malaria adalah dengan menurunkan angka kesakitan dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Angka kesakitan malaria (API) tahun 2009 adalah 1,85 per 1000 penduduk, sehingga masih harus dilakukan upaya untuk menurunkan angka kesakitan 0,85 per 1000 penduduk dalam waktu 4 tahun, agar target rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2014 bisa terwujud.
Gambar 1. Distribusi Kejadian Luar Biasa (KLB) Malaria Berdasarkan peta distribusi KLB malaria di atas, bisa kita lihat bahwa Propinsi Banten sampai sekarang masih mempunyai 2 (dua) kabupaten daerah endemis malaria, salah satunya Kabupaten Pandeglang yang perlu diwaspadai keberadaannya sampai saat ini, karena masih menyimpan potensi terjadinya transmisi penyakit malaria di wilayah tersebut. Annual Parasite Incidence (API) Malaria dari tahun 2008-2014 untuk propinsi Banten berturut-turut adalah 0,03 (2008), 0,14 (2009), 0,03 (2010), 0,03 (2011), 0,02 (2012), 0,01 (2013) dan 0,004 (2014). Terjadi peningkatan kasus malaria pada tahun 2009 dengan nilai API sebesar 0.14, namun sampai tahun 2014 kembali turun menjadi 0.004. Jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk beresiko di Propinsi Banten selama tahun 2012-2014 dapat dilihat pada tabel berikut :
3
Tabel 1.Morbiditas dan Mortalitas Malaria Propinsi Banten 2012-2014 Sediaan Darah
Prop. Banten (thn)
Populasi Berisiko
Malaria Klinis
Px. Mikroskopis
Po si tif
RDT
Total
API
2012
10.951.365
2.737
2.729
0
2.729
228
0,02
2013 2014
11.105.955 11.834.087
3.821 1.405
2.894 858
1.901
4.795
0,01
612
1.470
133 46
(Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2015)
0,004
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada penurunan jumlah kasus malaria positif dari 133 menjadi 46 (65,41%) yang disertai dengan turunnya API propinsi Banten dari 0,01 menjadi 0,004. Meskipun terjadi penurunan kasus menurut data nasional, namun di Kabupaten Pandeglang Banten masih terjadi kasus malaria indegenous. Data terakhir yang diterima dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten sepanjang tahun 2014, dari total populasi 1.170.031 orang tercatat ada 45 kasus malaria positif, dimana distribusi kasus tersebut juga dijumpai di wilayah Labuan, yang termasuk ke dalam daerah pengamatan dan pengawasan KKP Kelas II Banten sebagaimana ditunjukkan dalam peta distribusi wilayah kerja berikut ini:
Wilker Labuan
Gambar 2. Peta Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Banten
4
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Banten sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terletak di Propinsi Banten dengan luas wilayah 8.800,83 km2 dan garis pantai 509 km, membentang di sepanjang pantai barat dan utara pulau Jawa yang meliputi 5 wilayah kerja pelabuhan yaitu: Merak (Induk), Bojonegara, Karangantu, Anyer dan Labuan. Distribusi jenis dan jumlah masing-masing pelabuhan di 5 wilayah kerja tersebut dapat dilihat dalam tabel 2 berikut : Tabel 2.Jenis dan Jumlah Pelabuhan di Wilayah Kerja KKP Kelas II Banten Wilayah Kerja
Umum
Jenis dan Jumlah Pelabuhan Pel. Pel. Khu TUKS Ferry Rakyat sus /TPI
Jml
Pel. Merak Pel. Anyer Pel. Bojonegara
0 1
1 1
11 8
1 0
0 1
13 11
0
0
13
0
2
15
Pel. Labuan
0
2
0
0
4
6
Ket.
Kpl. Batubara & nelayan
Pel. 0 1 0 0 2 3 Karangantu Total 1 5 32 1 9 48 Ket: TUKS=Tempat Untuk Kepentingan Sendiri,TPI=Tempat Pelelangan Ikan Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa jumlah dan jenis pelabuhan di wilayah kerja Labuan berjumlah 6 buah dan hanya terbatas kapal-kapal antar pulau dalam negeri saja. Pelabuhan inilah yang menjadi salah satu “port of entry” keluar masuknya faktor risiko transmisi penyakit tular vektor nyamuk khususnya malaria melalui transportasi
kapal batubara maupun
nelayan dari dan ke luar Labuan. Wilayah kerja pengamatan dan pengawasan
5
KKP Kelas II Banten hanya meliputi wilayah zona perimeter dan buffer saja yang merupakan ekosistem pantai, dimana zona
perimeter dihitung 400
meter dari titik terluar air laut dan zona buffer dihitung dari zona terluar perimeter sampai dengan maksimal sepanjang 2 km ( ± jarak terbang nyamuk Anopheles spp.) dari zona perimeter. Berdasarkan Permenkes nomor 2348/Menkes/Per/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja KKP, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Banten mempunyai tugas pokok dan fungsi yang diantaranya adalah pengawasan dan pengendalian vektor. Program kegiatan pengawasan dan pengendalian vektor penyakit ini, dilakukan oleh seksi Pengendalian Risiko Lingkungan (PRL) diantaranya melalui kegiatan survei nyamuk Anopheles spp. di wilayah kerja Labuan KKP Kelas II Banten. Data hasil pengamatan vektor nyamuk Anopheles spp. di wilayah kerja Labuan KKP Kelas II Banten sepanjang tahun 2013 menunjukkkan bahwa kepadatan vektor nyamuk Anopheles spp. yang ditunjukkan dengan Man Hour Density (MHD) / Man Bite Rate (MBR) pada beberapa tempat masih tinggi yaitu >2,5 (Laptah KKP Banten, 2013). Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri karena di dalam penjabaran International Health Regulation (IHR) revisi 2005, persyaratan untuk MHD/MBR di wilayah perimeter dan buffer area tidak boleh > 2,5 karena dikhawatirkan akan potensial menjadi sumber penularan ataupun mempercepat transmisi penyakit malaria di wilayah tersebut khususnya dan wilayah lain pada umumnya terutama yang terintegrasi dengan pelabuhan laut wilayah kerja Labuan.
6
Kegiatan entomologi berupa pengamatan dan pengawasan vektor di wilayah kerja Labuan belum berjalan secara optimal.
Pengamatan yang
dilakukan hanya bersifat sewaktu saja, meskipun dilakukan berulang setiap beberapa bulan sekali dengan lokasi yang berbeda. Hasil ini tidak bisa menggambarkan keadaan bionomik vektor yang sesungguhnya. Sebagian besar wilayah kerja Labuan tersebut juga merupakan ekosistem pantai, sehingga bisa dijumpai laguna, tambak, rawa, kubangan maupun sawah yang sangat potensial bagi tempat berkembangbiaknya berbagai spesies nyamuk Anopheles spp. penyebab penyakit malaria. Data dasar yang berkaitan dengan bionomik vektor belum tersedia secara komperhensif di wilayah kerja Labuan KKP Kelas II Banten. Berdasarkan data dan informasi dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pandeglang bahwa uji konfirmasi vektor malaria pernah dilakukan terhadap 2 spesies nyamuk Anopheles spp. di sana yaitu Anopheles sundaicus dari Kecamatan Sumur dan Anopheles vagus dari Kecamatan Carita dengan hasil keduanya positif (+) mengandung sporozoit (Astuti et al, 2014). Kejadian malaria sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yang diantaranya berkaitan dengan vektor nyamuk baik karakteristik maupun bionomiknya seperti tempat istirahat (resting), perilaku menggigit, tempat berkembang biak, pemilihan hospes dan lain-lain (Depkes, 1990). Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria akan dapat berhasil bila di dukung oleh data yang benar dan akurat diantaranya tentang perilaku vektor malaria. Informasi tentang hubungan nyamuk Anopheles spp. dengan
7
keberadaan lingkungan dan bionomiknya menjadi hal yang sangat penting diketahui dalam epidemiologi penyakit tular vektor malaria, sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar dalam upaya pengendalian dan penentuan strategi pemberantasan vektor penyakit malaria, khususnya di wilayah kerja Labuan . B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa sajakah macam spesies nyamuk Anopheles spp. di ekosistem pantai wilayah kerja Labuan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Banten? 2. Bagaimanakah bionomik nyamuk Anopheles spp. di ekosistem pantai wilayah kerja Labuan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Banten? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Mengetahui macam spesies dan bionomik nyamuk Anopheles spp. di ekosistem pantai wilayah kerja Labuan KKP Kelas II Banten. 2. Tujuan Khusus: a. Mengetahui macam spesies nyamuk Anopheles spp. b. Mengetahui bionomik nyamuk Anopheles spp. yang meliputi: jenis dan kondisi lingkungan habitat berkembang biak nyamuk Anopheles spp. (suhu air, pH, salinitas, vegetasi, predator alami), densitas larva, tempat
8
istirahat, waktu menggigit, tempat menggigit, kepadatan nyamuk dan lingkungan (suhu, kelembaban,curah hujan, kecepatan angin, tumbuhan dan binatang ternak) serta pemilihan hospes. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan bionomik Anopheles
spp. pernah
dilakukan sebelumnya oleh: Tabel 3. Keaslian Penelitian NO Peneliti (tahun) 1 Samani, R.D. (2009)
Judul Studi Potensi Anopheles subpictus sebagai Vektor Malaria di Desa Waihura Kec.Wonokaka Kab,Sumba Barat
Perbedaan Studi Ekologi Habitat dan densitas Larva, Uji Pakan darah
2
Theodolfi, R (2011)
Studi Kompetensi dan Studi Ekologi Kapasitas Vektorial Habitat dan densitas Anopheles vagus dan Larva Anopheles barbirostris sebagai Vektor Malaria di Kelurahan Oesao Kab. Kupang
3
Kusumasari, R.A (2013)
Nilai Entomological Studi Ekologi Inoculation Rate dan Habitat dan densitas Sumber Pakan Darah Larva terhadap Transmisi Malaria di Kabupaten Mamuju,Sulbar dan Kab.Sintang, Kalbar
Mading, M & Kazwaini, M (2014)
Ekologi Anopheles spp. Densitas Larva, Di Kabupaten Lombok Kepadatan nyamuk, Tengah dan Uji Pakan darah
4
9
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti: a. Sebagai salah satu wujud pengabdian kepada Instansi dan Masyarakat. b. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang bidang entomologi kesehatan terutama mengenai spesies nyamuk Anopheles spp. dan binomiknya yang bersifat lokal spesifik guna menambah solusi dalam strategi pengendalian vektor malaria. 2. Bagi Instansi: Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam hal ini KKP Kelas II Banten, Dinas Kesehatan Pandeglang dan Puskesmas Labuan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan perencanaan untuk melakukan kegiatan pengendalian vektor malaria berbasis wilayah dan masyarakat berdasarkan kearifan lokal. 3. Masyarakat: Sebagai bahan informasi dan tambahan wawasan bagi masyarakat umum mengenai spesies nyamuk vektor malaria dan bionomiknya yang bersifat lokal spesifik sebagai dasar penerapan pengendalian vektor malaria berbasis masyarakat dalam rangka eliminasi kejadian malaria.