BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita hipertensi di dunia mencapai 1 milyar orang. Laporan WHO menyatakan bahwa hipertensi merupakan risiko kesehatan global nomor 1 penyebab kematian dini manusia. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah arteri secara persisten, seorang dinyatakan menderita hipertensi jika mengalami peningkatan TD berdasarkan standar yang diukur dalam rentang waktu yang berbeda (Saseen & MacLaughlin, 2008). Hipertensi bertanggung jawab atas 12.8% (7.5 juta) mortalitas global atau penyebab kematian nomor 1 di dunia, serta menjadi penyebab berkurangnya kemampuan atau
Disability-
Adjusted Life Years (DALYs) sebesar 3,8% (WHO, 2009a). Pengendalian tekanan darah (TD) suboptimal (sistolik >115mmHg) bertanggung jawab atas 62% penyakit serebrovaskular, 49% penyakit jantung iskemik, dan 49% kasus gagal jantung (Chobanian et al., 2003). Hipertensi menyebabkan 51% mortalitas serebrovaskular dan 45% mortalitas penyakit jantung iskemik (WHO, 2009a). Prevalensi penderita hipertensi Indonesia tinggi, berdasarkan hasil survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 oleh Balitbangkes populasi di atas 15 tahun yang mengalami hipertensi adalah 31.7% untuk tingkat nasional dan 35.8% untuk Yogyakarta (Rahajeng dan Tuminah, 2009), sedangkan prevalensi berdasarkan penelitian secara acak pada 3080 subyek di atas 40 tahun dari berbagai kota di Indonesia didapatkan proporsi sebesar 58% (Setiati & Sutrisna, 2005).
2
Populasi
dunia
termasuk
Indonesia
menghadapi
permasalahan
pertambahan jumlah penduduk usia tua. Umur merupakan faktor penting penyebab hipertensi. Hipertensi dialami oleh kurang lebih 50% populasi berumur 60-69 tahun dan 75% populasi berumur 70 tahun ke atas. Meskipun hipertensi terkait faktor umur, tidak ada perbedaan target terapi hipertensi di antara semua kategori umur penderita dewasa di atas 18 tahun, yaitu TD sistolik/diastolik 140/90mmHg untuk penderita tanpa komplikasi dan 130/80mmHg untuk penderita
dengan
komorbiditas
diabetes
mellitus
(DM),
komplikasi
kardiovaskular, dan nefropati. Tekanan darah (TD) di atas 115/75mmHg, pada setiap peningkatan TD 20/10mmHg pada kelompok umur yang sama menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular (infark miokard dan penyakit stroke) sebesar 2 kali lipat dan setiap peningkatkan umur pada level TD yang sama terjadi peningkatan risiko kardiovaskular pula. Uji klinik menunjukkan pemberian antihipertensi secara substansi menurunkan risiko kejadian dan kematian kardiovaskular (Chobanian et al., 2003). Bukti ilmiah menunjukkan efikasi pemberian antihipertensi yang tepat berhasil mengendalikan TD dan memperbaiki luaran penyakit kardiovaskular, sehingga hipertensi dikelompokkan sebagai faktor risiko CVD yang dapat dimodifikasi. Fakta klinis yang ditemui di lapangan, efektivitas antihipertensi yang belum memadai. Meskipun perkembangan antihipertensi mengalami kemajuan, penderita hipertensi yang terkendali TDnya belum memuaskan 27% (Wu et al., 2009) dan 66% yang relatif tinggi (Wyatt et al., 2008). Temuan Setiati dan Sutrisna (2005) 37.2% penderita hipertensi ≥40 tahun bahkan tidak
3
mendapatkan terapi antihipertensi. Lewis et al. (2010) menemukan >50% pasien hipertensi, >50% responden berisiko dan >33% responden dengan kejadian CVD baru tidak menggunakan obat CVD sesuai panduan. Hal ini disayangkan, karena hipertensi merupakan kondisi yang dapat dikendalikan dengan tersedianya terapi hipertensi yang sudah sedemikian maju. Terapi hipertensi belum memuaskan karena adanya beberapa faktor penghambat pengendalian TD. Hambatan tersebut merupakan implementasi dan interaksi multifaktor. Multifaktor tersebut dikelompokkan menjadi (1) sistem layanan kesehatan, (2) faktor pasien, dan (3) faktor dokter (Ogedegbe, 2008). Sistem layanan kesehatan yang kurang menunjang pelayanan penderita hipertensi merupakan faktor yang berpengaruh pada luaran terapi, salah satu di antaranya faktor asuransi kesehatan. Pasien rawat jalan yang memiliki asuransi kesehatan mempunyai akses pelayanan kesehatan yang lebih baik. Terapi hipertensi yang memadai dapat menghindari pasien dari komplikasi berbagai penyakit dan kemungkinan masuk rumah sakit yang mahal harganya (Wagner et al., 2008). Dalam pengendalian TD faktor dokter dan pasien lebih berpengaruh daripada faktor sistem layanan kesehatan. Salah satu buktinya pengendalian TD pada kelompok dengan asuransi yang ternyata belum memuaskan (Ogedegbe, 2008). Faktor pasien yang utama dalam pengendalian TD adalah ketaatan penderita hipertensi (Payne et al., 2008; Chen et al., 2010a.) dan keberlanjutan (persistent rate) menjalani terapi (Lachaine et al., 2008). Intervensi untuk meningkatkan ketaatan pasien meminum obat perlu menyertai program intensifikasi terapi (Ho et al., 2008).
4
Faktor dokter terpenting adalah inersia klinis (clinical inertia) atau kegagalan dokter memulai terapi dan kurangnya usaha IT (Ogedegbe, 2008). Meningkatkan IT 50% per tahun menambah proporsi pengendalian TD pasien dari 45.1% menjadi 65.9% (Okonofua et al., 2006). Intensifikasi merupakan permasalahan pasien yang sudah taat dalam penggunaan antihipetensi tetapi belum mencapai target terapi (Schmittdiel et al., 2008; Rose
et al.,2009a;
Maddox et al.,2010). Peranan dokter paling dominan dalam hal inersia klinis atau IT (O’Connors et al., 2005). Intensifikasi dihubungkan dengan luaran terapi yang lebih baik secara simultan dengan adanya ketaatan pasien maupun tanpa ketaatan pasien (Rose et al., 2009a; Vigen et al.,2012) sedangkan ketaatan hasilnya tidak konsisten terhadap pengendalian TD pada pasien jantung koroner/coronary artery diseases/CAD (Maddox et al., 2010). Hal serupa ditemukan Wei et al., (2008) bahwa keberhasilan terapi tidak pasti dikarenakan faktor ketaatan tetapi lebih tergantung jenis obat yang digunakan. Faktor ketaatan saja kurang memadai dalam menjelaskan hasil yang buruk pada pasien taat. Permasalahan IT lebih sering dijumpai dibandingkan dengan ketaatan terapi (Schmittdiel et al., 2008). Intensifikasi terapi hipertensi dihubungkan dengan pengendalian TD yang lebih baik, bahkan pada beberapa penelitian IT melebihi dampak ketaatan terapi. Intensifikasi memperbaiki pengendalian TD meskipun tidak disertai ketaatan (Rose et al., 2009a). Fakta di klinis hanya 13% pasien yang mendapat IT saat kunjungan ke layanan primer (Bolen et al., 2008).
5
Dari 13 jurnal yang menganalisis hubungan IT dan pengendalian TD, hasilnya adalah 11 hubungan positif, 1 netral, dan 1 negatif, misalnya penelitian menyatakan peningkatan IT 0.1 dalam 10 kunjungan menurunkan 2.00mmHg TD sistolik Rose et al. (2009a). Penelitian lain menemukan IT dalam periode 2 tahun menurunkan proporsi pasien dengan TD ≥160/90mmHg dari 59.6% menjadi 35%; (Berlowitz et al., 1998); menurunkan inersia terapi 50% (meningkatkan IT 50%) dalam 1 tahun memperbaiki proporsi pengendalian TD dari
45.1% menjadi
65.9% (Okonofua et al., 2006); pemberian umpan balik dan rekomendasi pada dokter memperbaiki pengendalian HbA1C dalam 3 tahun dari 21% menjadi 30% (Ziemer et al., 2006); peningkatan IT sebesar 0.1 memperbaiki kelompok pasien TD buruk (bad controlled) menjadi baik pada TDS 120mmHg sebesar 30% pasien (Maddox et al., 2010); dan pengaruh pemberian informasi terstruktur dan umpan balik pada dokter 1 tahun memperbaiki kendali TD 4.3% (Lűders et al., 2010). Intensifikasi terapi termasuk salah satu perilaku dokter dalam menjalankan profesinya. Perilaku dan perubahan perilaku merupakan aspek utama manajemen diri pasien penyakit kronis (Serlachius & Sutton, 2009). Intervensi dapat dilakukan untuk memperbaiki perilaku seseorang dan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Pada penelusuran 13 studi pemberian umpan balik kepada dokter hasilnya 12 studi menunjukkan hasil positif dengan intensitas efek bervariasi dari ringan sampai kuat. Intensifikasi terapi dan terapi berbasis bukti (evidence based medicine) menggunakan obat atau bentuk sediaan obat hipertensi yang relatif baru, konsekuensinya terapi tersebut lebih tinggi biayanya meskipun bersifat cost
6
effectiveness (Brookes, 2004). Program asuransi merupakan salah satu solusi sumber daya pembiayaan kesehatan dan antisipasi kenaikan biaya terapi yang berlangsung terus-menerus. Program asuransi kesehatan pada beberapa penelitian berhasil meningkatkan ketaatan dan menurunkan luaran yang bersifat negatif (Barron et al., 2008; Tjia & Briesacher, 2008; Wagner et al., 2008). Pemberian umpan balik TD penelitian ini bertujuan meningkatkan IT hipertensi dan dipilih pasien ASKES. Pemilihan pasien Askes meniadakan pengaruh faktor sistem pelayanan kesehatan terutama sistem pembiayaan dan perbedaan latar belakang sosial ekonomi. Obat pasien yang terdapat dalam DPHO dijamin Askes tanpa ada pembebanan pada pihak pasien dan hampir semua obat hipertensi/kardiovaskular sudah dimasukkan dalam DPHO ASKES. Intensifikasi
terapi
hipertensi
memperbaiki
luaran
terapi,
yaitu
pengendalian TD yang lebih baik. Dampak tersebut dapat diukur dengan beberapa parameter Farmakoepidemiologi berupa proporsi pasien yang mendapatkan IT, perubahan TD, proporsi pasien di atas target TD, Odds Ratio IT vs. pencapaian target TD dan beberapa parameter efektivitas biayanya. Hipertensi merupakan penyakit kronis yang mahal harganya. Di USA (2003) biaya tahunan mencapai $50.3 milyar terdiri $37.2 milyar biaya terapi langsung (biaya antihipertensi sebanyak $17.8 milyar) dan $13.1 milyar tidak langsung meliputi $7 milyar dan $6.1 milyar biaya karena kehilangan produktivitas disebabkan sakit dan meninggal dunia. Biaya yang disebut di atas diperkirakan lebih rendah dari nilai sesungguhnya karena morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular yang disebabkan hipertensi seringkali tidak
7
dilaporkan. Biaya tahunan untuk CVD versi AHA adalah $351.8 milyar terdiri dari biaya langsung terkait terapi $209.3 milyar dan $142.5 milyar biaya tidak langsung (Elliott, 2003; Esposti et al., 2004). Mahalnya terapi hipertensi dan keterbatasan sumber daya terapi memunculkan derivat Farmakoepidemiologi yaitu Farmakoekonomi. Analisis Farmakoekonomi diperlukan dalam pengaturan dan evaluasi sistem pelayanan kesehatan termasuk sistem pendanaan, managemen suplai dan distribusi dalam penanganan terapi hipertensi dan konsekuensinya. Intervensi terapi dan IT dapat memberikan efektivitas biaya berdasarkan analisis farmakoekonomi. Intensifikasi terapi menyebabkan perbedaan biaya terapi. Perbedaan jenis terapi dapat dianalisis efektivitas biayanya (Walley et al., 2004; Wiedenmayer, 2006). Adanya IT dapat diasumsikan setara dengan perbedaan dan dapat dianalisis luaran terapi dibandingkan biaya. Berbagai metode telah diterapkan pada penelitian klinis tentang perilaku pasien dan dokter/profesional kesehatan, termasuk di dalamnya penelitian yang menggunakan umpan balik dan rekomendasi target TD (Lűders et al., 2010 dan Ziemer et al., 2006), namun tidak ditemukan penelitian yang dilanjutkan dengan analisis hubungan antara perubahan nilai IT dengan perubahan biaya yang ditimbulkan. Parameter CEA umumnya digunakan untuk mengukur efektivitas biaya dari dua jenis terapi yang berbeda terhadap luaran. Efektivitas biaya dengan adanya IT belum pernah diukur berdasarkan hasil penelusuran referensi yang ada. Upaya pemberian umpan balik untuk meningkatkan nilai intensifikasi terapi bertujuan memperbaiki luaran terapi subjek. Berdasarkan hasil penelusuran
8
referensi pemberian umpan balik kepada dokter juga berdampak positif. Penelitian ini dilakukan pada pasien Indonesia yang berbeda latar belakang dan setting klinisnya dengan yang ada dalam referensi, oleh sebab itu perlu juga dilakukan penelitian untuk menggali akseptabilitas dokter terhadap upaya umpan balik TD yang telah dilakukan. Akseptabilitas dokter dievaluasi secara deskriptif. Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitian: Pengaruh Pemberian Umpan Balik Tekanan Darah kepada Dokter terhadap Intensifikasi dan Luaran Terapi Pasien Askes Hipertensi: Kajian Farmakoepidemiologi. B. Rumusan Masalah Hipertensi dialami oleh lebih 1 milyar populasi dunia. Prevalensi hipertensi di Indonesia 31.7%-58%. Ketersediaan obat antihipertensi relatif banyak, namun faktanya pencapaian target TD pasien hipertensi belum optimal. Faktor penghambat pengendalian hipertensi terdiri dari 3 faktor, yaitu faktor pertama dari pasien yang dominan adalah faktor ketaatan, faktor kedua berasal dari dokter (profesional kesehatan) yang dominan adalah IT, dan terakhir faktor sistem pelayanan kesehatan. Dari ketiga faktor tersebut IT merupakan faktor yang paling utama. Intensifikasi terapi memperbaiki luaran pasien hipertensi tetapi hanya 13% (Bolen et al., 2008) dan 31-34% (Heisler et al., 2008) dokter yang memberikan IT. Intensifikasi terapi terkait dengan penurunan TD pasien (Okonofua et al., 2006; Ziemer et al., 2006; Rose et al., 2009a; Zikmund-Fisher et al., 2009; Maddox et al., 2010; Vigen et al., 2012). Penurunan TD dari penelitian sebelumnya menurunkan baik mortalitas maupun morbiditas penyakit CVD.
9
Intensifikasi terapi menambah jumlah item atau dosis obat, diprediksi akan meningkatkan biaya terapi obat, tetapi IT memperbaiki luaran sehingga sampai waktu tertentu akan mengurangi biaya obat terapi total. Metode pemberian umpan balik TD pasien yang disertai informasi target TD kepada dokter diharapkan dapat meningkatkan skor IT, selanjutnya IT meningkatkan luaran terapi berupa penurunan TD sistolik, serta memberikan efektivitas biaya terapi hipertensi. Pemberian umpan balik kepada dokter diharapkan dapat mempengaruhi perilaku IT dokter. Pemberian umpan balik dilakukan berulang sebanyak 4 kali meningkatkan intensitas pemberian umpan balik dokter. Dampak pemberian umpan balik diamati selama durasi 8 bulan. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penelitian tinjauan farmakoepidemiologi ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian berikut: 1. Pertanyaan primer penelitian: apakah pemberian umpan balik TD kepada subyek dokter meningkatkan efektivitas biaya (cost effectiveness)? 2. Pertanyaan sekunder penelitian: (a). apakah pemberian umpan balik TD kepada dokter meningkatkan intensifikasi terapi pada subyek dokter Perlakuan? (b). apakah intensifikasi terapi meningkatkan pengendalian TD pasien Perlakuan? (c). apakah akseptabilitas subyek dokter baik terhadap program pemberian umpan balik untuk peningkatan intensifikasi terapi yang telah dilaksanakan?
10
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas biaya terapi pasien Askes hipertensi karena pengaruh pemberian umpan balik TD kepada subyek dokter, mengevaluasi pengaruh umpan balik terhadap perubahan nilai IT dan pengendalian TD, serta mengevaluasi akseptabilitas subyek dokter terhadap program pemberian umpan balik dan IT yang telah dilaksanakan. 2. Tujuan khusus a. Mengevaluasi efektivitas biaya berdasarkan peningkatan biaya vs. perubahan TDS dan perubahan nilai IT antara kelompok Perlakuan dan Kontrol. Membandingkan besar biaya terapi berdasarkan faktor komorbid, umur, RS, MPR, dan IT; membandingkan biaya dan proporsi kumulatif pasien yang menggunakan biaya tersebut; melakukan analisis sensitivitas ICER; melakukan korelasi variabel-variabel penelitian, yaitu: pemberian umpan balik, faktor komorbiditas, ketaatan pasien, intensifikasi terapi, TD akhir, dan rerata TD terhadap biaya antihipertensi, obat CVD, dan biaya total. b. Mengevaluasi pengaruh pemberian umpan balik kepada subyek dokter terhadap perubahan nilai intensifikasi terapi pasien Perlakuan vs. Kontrol, mengukur odds ratio pengendalian TD antara pasien Perlakuan vs. Kontrol, dan mengamati perubahan terapi pasien. c. Mengevaluasi pengaruh nilai IT terhadap pengendalian TD pasien hipertensi. Mengobservasi perubahan luaran terapi berdasarkan adanya komorbid,
11
ketaatan (MPR), umur, RS, IT, proporsi pasien dengan TDsistolik >20mmHg di atas target, serta proporsi pasien yang berhasil mencapai target terapi. d. Mengevaluasi akseptabilitas (penerimaan) dokter terhadap metode pemberian umpan balik TD kepada dokter yang telah dilakukan secara deskriptif. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1. Masyarakat Prevalensi hipertensi di Indonesia 30-50%. Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 hipertensi adalah faktor risiko nomor satu penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi mencapai sepertiga kematian total, yaitu: stroke terbanyak 15.4%, hipertensi 6.8%, penyakit jantung iskemik 5.1%, dan penyakit jantung lainnya 4.6%. Penelitian yang mendukung pencapaian target TD bermanfaat untuk menurunkan risiko kardiovaskular, angka kematian terkait hipertensi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penurunan risiko menghemat biaya perawatan, biaya rumah sakit, dan biaya tidak langsung. Peningkatan kualitas hidup memberikan kesempatan bagi penderita hipertensi untuk berkarya lebih optimal, dan meningkatkan produktivitas penderita hipertensi. 2. Institusi Pada tahun 2014 Pemerintah akan menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hasil penelitian yang menggunakan pasien Askes, diharapkan memberikan informasi untuk berbagai institusi kesehatan terkait IT pada pasien hipertensi khususnya dan penyakit kronis pada umumnya.
12
Institusi pelayanan kesehatan misalnya rumah sakit, profesional kesehatan dan penyandang dana kesehatan (perusahaan asuransi dan pemerintah) dapat memanfaatkan data farmakoepidemiologi berupa luaran terapi dan biaya karena adanya IT dalam membuat keputusan-keputusan terkait pelayanan kepada pasien hipertensi yang bersifat efektivitas biaya, misalnya yang berhubungan dengan pengelolaan obat pasien hipertensi, pembiayaan terapi, IT, luaran terapi, dan kualitas pelayanan pasien yang lebih baik. Manfaat pertama dan kedua dikategorikan sebagai manfaat praktis atau aplikatif. 3. Peneliti Peneliti farmakoepidemiologi selanjutnya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai sumber referensi farmakoepidemiologi terutama mengenai luaran terapi dan efektivitas biaya terapi pasien hipertensi ASKES Indonesia. Manfaat ketiga merupakan manfaat teoritis. F. Keaslian Penelitian Publikasi internasional bertemakan pengendalian TD dan IT hipertensi yang dapat ditemukan lebih 300 judul penelitian baik penelitian eksperimental maupun penelitian observasional (RCT sebanyak 25 penelitian) namun penelitian IT tersebut belum pernah dievaluasi secara farmakoekonomi. Lebih dari 150 judul penelitian dengan tema intervensi pasien telah diteliti di berbagai belahan dunia. Sepanjang penulusuran referensi, selain penelitian Ferrari (2009) yang menggunakan pasien orang Indonesia sebanyak 383 orang untuk tujuan mencari alasan inersia terapi (intensifikasi terapi) dan pencapaian target TD pada pasien
13
non-barat di 16 negara, penelitian intervensi untuk IT hipertensi termasuk penyakit kardiovaskular lainnya belum pernah dilakukan di Indonesia. Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terkait Intensifikasi dan Intervensi dengan Penelitian yang Diusulkan Referensi Persamaan Perbedaan Ziemer et al., 2006 Pemberian umpan balik dan rekomendasi serta Subyek pasien DM. pengukuran dampak. Tidak ada analisis CEA Lüders et al., 2010
Intervensi pemberian informasi terstruktur dan umpan balik kepada dokter. Pengukuran parameter IT dan dampak terapi hipertensi.
Tidak mengukur parameter CEA
Atthobari et al., 2006
Intervensi pengiriman surat untuk meningkatkan insidensi dan prevalensi penggunaan obat antihiperlipidemia dan antihipertensi.
Metode dan subyek intervensi berbeda
Contreras et al., 2005
Intervensi dengan pengiriman surat dan telepon untuk meningkatkan ketaatan pasien
Metode dan subyek intervensi berbeda
Rose et al., 2009a Rose et al., 2009b
Intensifikasi mempengaruhi luaran terapi digunakan sebagai latar belakang penelitian dan metode (rumus) menghitung IT
Tidak dilanjutkan pada analisis CEA
Schmittdiel et al.,2008
Penelitian yang diusulkan mengadaptasi metode IT penambahan antihipertensi sampai dengan 4 item
Tidak ada menganalisisCEA
Maddox et al., 2010
Pasien dan IT sama dengan usulan penelitian. Penelitian ini menyatakan pengaruh IT lebih besar vs. ketaatan; penelitian ini menjadi latar belakang usulan penelitian.
Penelitian tidak ada analisis CEA
Pengaruh dan prevalensi IT
Tidak ada analisis CEA
Berlowitz et al. 1998 Okonufua et al. 2006
Hubungan skor IT dengan dampak terapi
Simons &Hagan, 2010
Analisis CEA karena perbedaan intervensi
Heidenreich et al., 2008
Analisis CEA karena perbedaan intervensi Analisis resampling bootstrap
Mark et al., 2009
Penundaan terapi dengan obat second line pada subyek asuransi analog dengan penelitian menunda IT. Kejadian IT karena faktor dokter
Metode penelitian. Tidak menganalisis CEA Subyek, target, dan metode intervensi berbeda Subyek, target, metode intervensi berbeda Tujuan metode penelitian
Bolen et al., 2008
Turchin et al., 2008 Fowler-Brown et al., 2007
Subyek asuransi dan pengaruh asuransi pada luaran terapi dan risiko penyakit CVDs
Tujuan jenis dan metode penelitian Jenis dan rancangan penelitian
14
Berapa penelitian terkait dengan topik TD atau luaran terapi CVD yang lebih baik, IT, dan/atau intervensi yang menjadi inspirasi serta menjadi sumber referensi untuk penelitian yang diusulkan ini (Tabel 1). Penelitian metode intervensi pemberian umpan balik kepada dokter, penelitian Ziemer et al. (2006) dan Lüders et al. (2010) merupakan metode intervensinya yang mendekati penelitian yang dikerjakan. Penelitian Ziemer et al. (2006) dilakukan pada pasien DM 3 tahun pada 345 residen dan 4038 pasien DM. Residen dirandom sebagai kelompok kontrol dan yang menerima computerized reminders berupa rekomendasi khusus pada setiap kunjungan serta umpan balik hasil terapi setiap 2 minggu. Penelitian Lüders et al. (2010) pemberian umpan balik pada pasien hipertensi dan perbandingan dengan intervensi pemberian informasi terstruktur. Penelitian yang diusulkan berbeda dalam hal karakteristik subyek, luaran terapi, dan adanya efektivitas biaya. Asuransi meningkatkan kesadaran, kontrol, dan luaran terapi pada risiko penyakit CVD. Pasien asuransi tidak berbeda IT secara signifikan dibandingkan yang tidak diasuransi dengan nilai p=0.19 (Turchin et al., 2008). Publikasi penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini dirangkum dalam Tabel 1. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, tetapi penelitian ini mengadopsi beberapa metode, rumus, dan batasan yang digunakan dalam penelitian tersebut. Penelitian ini berbeda terutama dalam hal rancangan penelitian, subyek penelitian, dan evaluasi efektivitas biaya sedangkan beberapa penelitian farmakoekonomi yang ada belum membahas intensifikasi terapi.