BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 miliar yang terdiri dari 47% pria, 12% wanita dan 41% anak-anak (Wahyono, 2010). Pada tahun 2030, jumlah perokok diperkirakan terus meningkat dan sebagian besar adalah orang-orang dari kalangan negara berkembang. Pada tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat kelima untuk konsumen rokok terbesar yaitu sebanyak 239 miliar batang rokok setelah China (2163 miliar batang), Amerika Serikat (351 miliar batang), Rusia (331 miliar batang) dan Jepang (259 miliar batang) (WHO, 2011). Di Indonesia, rerata proporsi perokok umur 10 tahun ke atas adalah 29,3%. Proporsi perokok umur 10 tahun ke atas terbanyak di Kepulauan Riau dengan perokok setiap hari 27,2% dan kadang-kadang merokok 3,5%. Perilaku merokok penduduk dengan umur 15 tahun ke atas masih belum mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga 2013, justru cenderung meningkat dari 34,2% tahun 2007 menjadi 36,3% tahun 2013. Laki-laki 64,9% dan perempuan 2,1% masih menghisap rokok. Proporsi tertinggi pada tahun 2013 adalah Nusa Tenggara Timur (55,6%). Dibandingkan dengan penelitian Global Adults Tobacco Survey (GATS) pada penduduk kelompok umur 15 tahun ke atas, proporsi perokok lakilaki 67% dan pada Riskesdas 2013 sebesar 64,9%, sedangkan pada perempuan menurut GATS adalah 2,7% dan menurut Riskesdas 2013 adalah 2,1%. Dari
1
2
perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa proporsi perokok laki-laki lebih tinggi daripada perempuan baik menurut hasil GATS maupun Riskesdas. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4%, pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%) (Riskesdas, 2013). Ditinjau dari jenis pekerjaan, petani, nelayan, dan buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (44,5%) dibandingkan dengan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi pegawai yang merokok secara aktif adalah
33,6% menduduki urutan ketiga perokok terbanyak setelah
wiraswasta (39,8%). Pegawai menduduki urutan pertama proporsi perokok kadang-kadang yaitu 7,4% (Riskesdas, 2013). Di Yogyakarta, penggunaan tembakau juga cukup tinggi yaitu mencapai 21,2% merokok setiap harinya dan 5,7% merokok kadang-kadang dengan ratarata penggunaan rokok 9,9 batang perhari (Riskesdas, 2013). Jumlah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil riset pada tahun 2010. Perokok setiap hari pada umur 10 tahun ke atas sebesar 20,8% dan 7,0% yang merupakan perokok kadang-kadang (Riskesdas, 2010). Data-data hasil riset tersebut menunjukkan bahwa jumlah penggunaan rokok semakin meningkat, padahal sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa merokok menjadi faktor risiko terjangkitnya penyakit kronis, seperti kanker, penyakit paru-paru dan penyakit kardiovaskuler (WHO, 2013). Hasil penelitian menunjukkan proporsi orang yang pernah merokok setiap hari memiliki risiko mengalami hipertensi sebesar 1,11 kali dibandingkan dengan
3
yang tidak pernah merokok. Risiko ini terjadi akibat zat kimia beracun, misalnya nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok kemudian masuk ke dalam aliran darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen otot jantung sehingga terbukti merupakan salah satu faktor risiko yang terbesar untuk kematian mendadak melalui penyakit jantung koroner (PJK). Risiko terjadinya PJK ini meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok (Rahajeng, 2009). Rokok terus membunuh hampir 6 juta orang setiap tahun. Lebih dari 600.000 perokok pasif juga meninggal karena paparan asap rokok. Jika kecenderungan ini terus berlanjut, pada tahun 2030 diperkirakan rokok akan membunuh lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahun hingga setengah dari 1 miliar perokok di dunia pada akhirnya akan mati karena penyakit terkait dengan rokok (WHO, 2011). Asap rokok mengandung banyak racun yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu lebih dari 4.000 macam racun yang 69 di antaranya bersifat karsinogenik yaitu zat yang menyebabkan kanker bagi manusia. Asap rokok sama berbahayanya bagi perokok pasif maupun bagi perokok aktif itu sendiri (Wijaya, 2011). Beberapa zat paling dominan adalah tar dan nikotin (Jaya, 2009). Hasil penelitian telah membuktikan bahwa rokok memiliki dampak yang bermacam-macam bagi kesehatan. Beberapa orang memiliki persepsi, sikap, maupun harapan yang bermacam-macam pula. Persepsi merupakan suatu proses menerjemahkan stimulus yang dimulai dari penglihatan atau pengamatan hingga
4
terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu. Hasil penelitian yang dilakukan di Pemda DPRD Banjar diketahui bahwa dari kelompok pegawai laki- laki yang merokok ada 94,52%, sedangkan pada perempuan hanya 0,007%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 75% pegawai merokok dalam lingkungan kerja. Persepsi pegawai dalam kondisi yang sama dapat berbeda antara pegawai yang satu dengan yang lain. Sebagian pegawai memiliki persepsi bahwa asap rokok dapat menimbulkan dampak kesehatan, di antaranya adalah asma pada anak dan infeksi saluran pernafasan. Pegawai juga memiliki persepsi bahwa kawasan tanpa rokok di lingkungan kerja sangat diperlukan karena merokok dapat membahayakan kesehatan orang lain. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian pegawai menunjukkan persepsi yang baik (Suprantio, 2010). Hasil penelitian lain yang telah dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat juga menunjukkan respon positif terhadap penerapan kawasan tanpa rokok karena memiliki dampak positif terutama dalam bidang kesehatan. Pegawai juga setuju dengan pengadaan sosialisasi tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok. Persepsi yang baik seperti ini tentu akan sangat membantu pemerintah dalam upaya mengendalikan penggunaan rokok (Khairi, 2014). Tidak hanya persepsi yang positif saja yang dapat menjadi landasan untuk mengendalikan penggunaan rokok, tetapi diperlukan juga sikap-sikap yang positif. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, dalam hal ini objeknya adalah rokok dan pengendaliannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian pegawai
5
mempunyai sikap setuju dan menginginkan adanya kawasan tanpa rokok. Harapan juga muncul untuk mewujudkan upaya penanggulangan dampak yang ditimbulkan oleh asap rokok (Suprantio, 2010). Dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa rokok dapat menimbulkan dampak yang buruk. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengontrol penggunaan rokok seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan pada pasal 22 menyatakan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok (KTR). Keterangan lebih khusus juga disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Pasal 115 menyatakan bahwa instansi pendidikan merupakan tempat yang dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. Dinas pendidikan merupakan salah satu instansi pendidikan yang memiliki tugas dan fungsi di antaranya adalah sebagai pengatur kebijakan dalam dunia pendidikan, baik dalam hal kurikulum, peraturan-peraturan dalam lingkungan pendidikan dan lain-lain. Melihat tugas dan fungsi sedemikian rupa, dinas pendidikan dapat menjadi pusat untuk pengendalian perilaku merokok terutama dalam lingkungan instansi pendidikan. Fenomena di lingkungan dinas pendidikan sendiri masih ada sebagian pegawai yang merokok. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji persepsi dan sikap pegawai Dinas Pendidikan terhadap rokok serta harapan terhadap pengendalian rokok di Kota Yogyakarta.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana persepsi dan sikap pegawai Dinas Pendidikan terhadap rokok serta harapan terhadap pengendalian rokok di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran persepsi dan sikap pegawai Dinas Pendidikan terhadap rokok serta harapan terhadap pengendalian rokok di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui gambaran persepsi pegawai Dinas Pendidikan terhadap rokok meliputi kandungan, dampak, dan penegakan aturan tentang rokok di Kota Yogyakarta. b. Untuk mengetahui gambaran sikap pegawai Dinas Pendidikan terhadap rokok meliputi kandungan, dampak, dan penegakan aturan tentang rokok di Kota Yogyakarta. c. Untuk mengetahui gambaran harapan pegawai Dinas Pendidikan terhadap pengendalian rokok di Kota Yogyakarta.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian pengetahuan
ini
diharapkan
dapat
menambah
khasanah
ilmu
mengenai persepsi dan sikap pegawai Dinas Pendidikan
terhadap rokok serta harapan terhadap pengendalian rokok. 2. Manfaat praktis a. Bagi profesi keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai persepsi dan sikap pegawai Dinas Pendidikan terhadap rokok serta harapan terhadap pengendalian rokok. b. Bagi Dinas Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk kebijakan tentang rokok demi terwujudnya pendidikan yang lebih baik. c. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah kontribusi pemahaman dan wawasan dalam melaksanakan
penelitian
dan dapat
menerapkan
pengetahuan yang didapatkan saat diperkuliahan.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai rokok telah banyak dilakukan, namun belum ada penelitian dengan judul yang serupa dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai rokok antara lain:
8
1. Rahmadi, et.al (2012) dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Rokok dengan Kebiasaan Merokok Siswa SMP di Kota Padang”. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juli 2012. Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional study. Populasi adalah semua siswa SMP di Kota Padang Tahun Ajaran 2011/2012. Jumlah sampel sebanyak 96 siswa yang diambil secara cluster sampling dan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan 32,30% siswa adalah perokok, 10,4% dengan pengetahuan rendah, dan 7,3% dengan sikap negatif. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan (p=1,000) dan sikap (1,000) dengan kebiasaan merokok pada siswa SMP di Kota Padang. Kesamaan dengan penelitian ini adalah tentang rokok dan salah satu variabelnya adalah sikap. Perbedaannya terdapat pada variabel lain yang diukur dan sampel penelitian. Selain variabel sikap, peneliti juga meneliti variabel persepsi dan harapan. Sampel yang digunakan peneliti adalah pegawai Dinas Pendidikan. 2. Astuti (2009) dengan judul “Gambaran Persepsi, Sikap, dan Perilaku Merokok pada Siswa Menengah Pertama (SMP) di Urban Kabupaten Sleman”. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2009 di Kelurahan Catur Tunggal, Kelurahan Condong Catur, dan Kelurahan Tridadi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan rancangan cross-sectional. Responden adalah siswa SMP kelas 8 yang berasal dari tiga SMP di daerah urban Kabupaten Sleman.
Sampel berjumlah 190 orang yang dipilih dengan teknik
9
pengambilan sampel acak sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (84,2%) memiliki persepsi terhadap merokok yang baik, 85,8% responden memiliki sikap terhadap merokok yang baik. Prevalensi merokok sebesar 47,4% dengan sebagian besar perokok (85,6%) adalah laki-laki. Secara umum, responden memiliki persepsi dan sikap terhadap merokok yang baik, namun prevalensi merokoknya masih cukup tinggi. Kesamaan dengan penelitian ini adalah tentang rokok dan variabel persepsi dan sikap. Perbedaannya terdapat pada variabel lain yang diukur dan sampel penelitian. Selain variabel persepsi dan sikap, peneliti juga meneliti variabel harapan. Sampel yang digunakan peneliti adalah pegawai Dinas Pendidikan.