BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Prevalensi osteoporosis dan cacat tulang di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian White Paper" yang dikeluarkan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), prevalensi osteoporosis pada 2007 mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% untuk wanita. Angka ini juga didukung hasil analisis data risiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia yang telah dipublikasikan pada tahun 2006 bahwa 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko mengalami osteoporosis. Semakin parah kondisi osteoporosis, maka semakin besar kemungkinan jumlah fraktur maksilofasial yang dialami. Hal ini diketahui dari review retrospektif yang dilakukan pada 59 pasien fraktur maksilofasial usia 60 tahun ke atas di sebuah trauma centre antara tahun 1989 dan 2000. Benturan ringan akibat terjatuh pada penderita osteoporosis yang parah dapat menimbulkan fraktur maksilofasial multiple, misalnya yang terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor (Werning dkk., 2004). Salah satu solusi untuk masalah osteoporosis dan cacat tulang adalah penggunaan bahan pengganti tulang. Bahan pengganti tulang sering dibutuhkan untuk rekonstruksi morfologi anatomi dan memulihkan stabilitas tulang yang rusak (Bintarti dkk., 2013). Bahan pengganti tulang material komposit adalah bahan yang tersusun dari berbagai material yang berbeda asalnya, seperti material sintetis dengan tulang autogenus atau sel tulang dengan agen osteoaktif. Material 28
7
sintetis yang digunakan dapat berupa polimer maupun keramik. Golongan lain dalam material komposit yaitu bahan pengganti tulang yang dapat diinjeksikan (Shalaby dan Salz, 2007). Kelebihan sediaan bentuk injeksi antara lain dapat dibentuk sesuai dengan bentuk rongga tulang yang akan diisi, steril, dan siap pakai (Warastuti dan Abbas, 2011). Bahan pengganti tulang sediaan injeksi atau Injectable Bone Substitute (IBS) dapat dibuat dengan memanfaatkan hidrogel. Day dan Underwood (2002) mengemukakan bahwa hidrogel adalah suatu koloid yang ketika berkoagulasi mengangkut sejumlah besar molekul air sehingga dihasilkan endapan menyerupai gel. Morais dkk. (2013) menyatakan bahwa hidrogel dapat meningkatkan biokompatibilitas karena adanya senyawa polisakarida yang terkandung di dalamnya. Hidrogel turunan polimer alami digunakan untuk aplikasi rekayasa jaringan karena menyerupai matriks ekstraselular jaringan asli. Bahan ini juga mampu mendukung pertumbuhan sel saat regenerasi jaringan (Tan dan Marra, 2010). Polisakarida alami dalam hidrogel seperti kitosan, hialuronat, dan alginat secara umum digunakan untuk berbagai aplikasi medis karena interaksinya terhadap obat baik, bersifat biokompatibel, dan mudah didegradasi (Baysal et al, 2013). Alginat pada tulang bersifat biokompatibel karena dapat didegradasi dengan baik, namun alginat tidak dapat memicu perlekatan sel (Andersen, 2012). Hidrogel hialuronat diketahui dapat mendukung deposisi matriks kondrosit dan diferensiasi kondrogenik dari sel stem mesenkimal karena dapat memicu perlekatan sel (Chung dan Burdick, 2009).
8
Sejauh ini efek dari bahan-bahan tersebut terhadap fibroblas Vero cell line belum pernah dijelaskan. Sel fibroblas terlibat dalam fase pembentukan jaringan granulasi pada proses penyembuhan tulang (Pooler, 2009). Penggunaan sel fibroblas sering digunakan untuk pengujian efek sitotoksisitas suatu bahan secara in vitro (Gupta, 2006). Fibroblas merupakan sel berbentuk kumparan dengan nukleus oval dan prosesus sitoplasmik yang panjang. Sel ini dapat mensintesis kolagen dan matriks dan terlibat dalam degradasi kolagen untuk pengubahan bentuknya (Grossman, 1995). Sel fibroblas merupakan sel normal yang dapat diketahui perubahan fisiologis maupun patologisnya (Junqueira dan Carneiro, 2005). Sel Vero merupakan fibroblastic cell line non-tumorigenik yang didapatkan dari sel ginjal kera afrika. Sel ini dapat digunakan untuk melihat sitotoksisitas suatu bahan. Perubahan pertumbuhan dan morfologi pada sel ini mudah diamati (Goncalves dkk., 2006). Bentuk sel Vero serupa fibroblas dengan sedikit granulasi pada sitoplasma, sehingga banyak digunakan untuk penelitian in vitro pada fibroblas, misalnya penelitian untuk melihat transformasi selular sel yang diinduksi oleh stres nutrisional dan over-crowding (Adams dkk., 2015). Fakhrullin dan Choi (2014) menyatakan bahwa dalam studi kultur maupun rekayasa jaringan dan sel, viabilitas sel merupakan parameter yang penting untuk mengevaluasi sel yang bertahan hidup. Pengukuran viabilitas sel dilakukan dengan menghitung sel-sel hidup dalam suatu sampel. Uji viabilitas banyak dilakukan berdasarkan dua parameter karakteristik yaitu aktivitas metabolik atau integritas membran sel dari sel sehat. Aktivitas metabolik biasanya diukur dengan garam tetrazolium, contohnya pada uji MTT [3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-
9
diphenyltetrazolium bromide]. Pada uji MTT, yellow MTT direduksi menjadi formazan ungu oleh enzim mitokondrial pada sel hidup. Partikel formazan yang terbentuk
selanjutnya
dapat
dilarutkan
dalam
larutan
SDS,
sehingga
absorbansinya dapat diukur dengan spektrofotometer. Reduksi hanya terjadi jika enzim mitokondria reduktase aktif, sehingga konversi dari absorbansi dapat dikaitkan langsung dengan jumlah sel hidup (Herold dan Rasooly, 2009). Hidrogel alginat dan hidrogel alginat hialuronat sudah diteliti sebagai komponen bahan pengganti tulang sediaan injeksi, namun efek dari bahan-bahan tersebut terhadap fibroblas Vero cell line belum dijelaskan. Pada penelitian ini, penulis menggunakan bahan hidrogel alginat dan hidrogel alginat hialuronat sebagai komponen Injectable Bone Substitute (IBS) untuk mengetahui perbandingan efek dari hidrogel alginat dan hidrogel alginat hialuronat terhadap viabilitas fibroblas Vero cell line. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperoleh perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana perbandingan efek hidrogel alginat dan hidrogel alginat hialuronat sebagai komponen dari IBS terhadap viabilitas sel Vero ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efek dua macam hidrogel alginat, yaitu hidrogel alginat dan hidrogel alginat hialuronat sebagai komponen dari IBS terhadap viabilitas fibroblas sel Vero.
10
D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang hidrogel alginat dan hidrogel hialuronat telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Morais dkk. (2013) menunjukkan adanya perbedaan sitotoksisitas antara hidrogel alginat, hidrogel alginat hialuronat, dan hidrogel alginat chitosan terhadap sel MG63 sebagai representatif dari sel osteoblas manusia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hidrogel alginat hialuronat memiliki sitotoksisitas terendah dan hidrogel alginat memiliki sitotoksisitas tertinggi terhadap sel MG63 diantara ketiga hidrogel yang diuji. Nair dkk. (2011) telah mengkaji pembuatan, karakterisasi, dan evaluasi dari hidrogel sediaan injeksi berbasis kombinasi hialuronat dan kitosan. Penelitian tentang perbandingan efek hidrogel alginat dan hidrogel alginat hialuronat sebagai komponen dari IBS terhadap viabilitas fibroblas Vero cell line belum pernah dilakukan. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan uji in vivo dan pengembangan kedua hidrogel, sehingga nantinya dapat diaplikasikan pada manusia. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.