BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut Maslow dalam Setiadi (2003:107) bahwa “Manusia adalah makhluk yang banyak keinginan.” Bila salah satu keinginan terpenuhi, maka keinginan lain muncul. Informasi adalah salah satu kebutuhan bagi manusia. Media televisi sebagai salah satu alat dalam penyebaran informasi yang menggunakan perangkat satelit, kini menjadi media informasi yang terus berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya stasiun televisi yang ada di Indonesia serta semakin luas jangkauannya, sampai ke pelosok desa. Artinya semakin banyak orang yang berkesempatan menonton TV. Televisi merupakan salah satu media hiburan dan informasi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Televisi adalah media paling utama yang dapat diakses, dinikmati dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Hal ini dikarenakan televisi mempunyai kemampuan audio visual yang membuat televisi menjadi lebih unggul dibanding dengan media informasi lainnya. Televisi mampu menciptakan suasana tertentu, yaitu pemirsanya dapat melihat sambil duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikannya. Penyampaian
pesan
seolah-olah
langsung
1
antara
komunikator
dan
komunikan. Informasi yang disampaikan oleh televisi akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual. Televisi melalui iklan dan programnya memiliki karakteristik yang berkontribusi terhadap efek bersosialisasi. Anak-anak sering menggunakan televisi untuk mempelajari fakta-fakta baru atau informasi. Dengan menonton televisi anak-anak bisa belajar bagaimana setiap orang berperilaku (Stroman, et al dalam Berry, 1998). Televisi dapat menciptakan perceived realism dengan sifatnya yang visual, dengan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata (Jefkins, 1997:110). Perceived realism didefinisikan sebagai derajat kesamaan persepsi antara karakter dan situasi di media dengan karakter dan situasi di kehidupan nyata (Barriga et al, 2009). Greenberg dalam Berry (1998), mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja yang menonton televisi lebih dari rekan-rekan mereka, lebih cenderung untuk mengevaluasi program dan iklan televisi sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Penelitian oleh Leifer et al dalam Berry (1998) menunjukkan bahwa anak-anak mengubah sikap mereka tentang orang dan peristiwa untuk mencerminkan yang ditemui dalam program televisi. Bagi seseorang yang melihat iklan televisi sebagai gambaran realistis konsumen, Richins dalam Speck dan Roy (2008) lebih lanjut mengemukakan bahwa hubungan antara jam yang dihabiskan menonton televisi dan materialism adalah signifikan. Morgan dalam Sirgy et
al (1998)
mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif antara pemirsa terlevisi dan
2
materialisme bagi orang yang percaya bahwa iklan televisi sebagai gambaran realitas konsumen. Perilaku materialism yaitu dimana seseorang menilai suatu objek berdasarkan kepemilikan atas barang tangible (Lamb dan Mc Daniel, 2001:205). Menurut Speck dan Roy (2008), materialisme adalah konsumsi berdasarkan orientasi untuk pencarian kesenangan, berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material. Materialism menyebabkan semakin banyak orang yang mengejar nilai materi tersebut untuk kepuasan hidupnya. Seseorang yang memiliki perilaku materialism akan berusaha untuk meningkatkan
kesejahteraan
dan
kepuasan
hidupnya
dengan
terus
menambahkan kepemilikan barang dalam hidupnya untuk menikmati suatu status posisi sosial (Fitzmaurice dan Comegys, 2006). Mempelajari materialisme pada akhirnya menemukan efek consumers’ well-being atau perceived well-being (Diener dan Oishi dalam Speck dan Roy, 2008). Diener dalam LaBarbera dan Gurhan (1997) subjective wellbeing didefinisikan sebagai penilaian kognitif dan afektif individu mengenai kepuasan hidup mereka. Dalam studi yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) terdapat dua indikator perceived well-being yaitu : perceived socioeconomic statues dan relatife life satisfaction. Perceived socioeconomic statues merupakan perasaan seseorang tentang kedudukan dalam sistem sosial berkenaan dengan penggambaran di media. Sedangkan relative life satisfaction merupakan kebahagiaan seseorang sehubungan dengan tolok ukur yang spesifik dalam hidup mereka.
3
Studi sebelumnya masih terdapat perbedaan hasil penelitian terkait dengan hubungan antara television viewing, perceived realism, materialism, dan perceived well-being. Kondisi yang demikian ini merupakan peluang yang menarik untuk dilakukan studi lanjutan untuk memberikan penjelasan secara teoritikal. Berikut ini penjelasan terhadap perbedaan hasil penelitian yang dimaksud. Perbedaan pertama terkait television viewing dengan perceived realism. Greenberg dalam Berry (1998), mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja yang menonton televisi lebih dari rekan-rekan mereka, lebih cenderung untuk mengevaluasi program dan iklan televisi sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Dari hasil studi literature yang dilakukan oleh O’Guinn dan Shrum (1997), efek dari menonton televisi adalah sebuah pandangan yang bias tentang kehidupan nyata dengan gambaran kehidupan dalam tayangan televisi. Akan tetapi dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) hubungan positif antara television viewing dan perceived realism menunjukkan hasil yang tidak signifikan di negara Barat (Amerika Serikat dan Selandia Baru), Amerika Latin dan Timur Tengah. Perbedaan kedua terkait dengan perceived realism dengan materialism. Morgan dalam Sirgy et al (1998) mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif antara pemirsa televisi dan materialisme bagi orang yang percaya bahwa iklan televisi sebagai gambaran realitas konsumen. Akan tetapi dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) hubungan positif antara perceived realism dan materialism menunjukkan hasil yang tidak
4
signifikan di negara Barat (Amerika Serikat dan Selandia Baru) Eropa Baru, dan Timur Tengah. Perbedaan ketiga terkait dengan materialism dengan perceived socioeconomic statues. Penelitian oleh Richins dan Dawson dalam Speck dan Roy (2008) yaitu konsumen dengan materialisme rendah lebih puas dengan status ekonomi sosial mereka daripada mereka yang menempatkan nilai yang lebih tinggi pada hal-hal material. Sebaliknya dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) di Eropa Baru dan di negara Barat (Amerika Serikat dan Selandia Baru) menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara materialism dan perceived socioeconomic statues dimana mengkonsumsi lebih akan memberikan kenyamanan, kemakmuran dan stabilitas masa depan. Dan hasil penelitian di Timur Tengah tidak menunjukkan hasil yang tidak signifikan hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues baik secara negatif maupun positif. Perbedaan keempat terkait dengan materialism dengan relative life satisfaction. Menurut Keng et al dalam Speck dan Roy (2008), orang-orang dengan kecenderungan derajat materialistis tinggi secara signifikan kurang puas dengan hidup dibanding kelompok dengan kecenderungan materialistis rendah. Hal tersebut didukung oleh hasil studi literature yang dilakukan oleh Tan et al (2006), yaitu menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara materialisme dan kepuasan hidup. Akan tetapi dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) hubungan negatif antara materialism dan relative life satisfaction tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan
5
di Eropa Barat. Selain itu dalam studi literature yang dilakukan oleh Sirgy et al (1998) hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues tersebut juga menunjukkan hasil yang tidak signifikan di negara Kanada. Perbedaan kelima terkait dengan perceived socioeconomic statues dengan relative life satisfaction. Fernandez dan Kulk dalam Speck dan Roy (2008) mengemukakan bahwa seseorang dengan status ekonomi sosial tinggi dalam lingkungannya memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan penghasilan rendah dalam lingkungan yang sama. Akan tetapi dalam studi literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) masih terdapat perbedaan yaitu hubungan negatif antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan di negara Amerika Latin dan Eropa Baru. Di Amerika Latin hasil tidak signifikan tersebut dikarenakan religiusitas berpengaruh kuat terhadap life satisfaction di negara tersebut. Sedangkan di Eropa Baru perceived realism lebih secara langsung mempengaruhi relative life satisfaction daripada materialism dan perceived socioeconomic statues. Terkait dengan variabel-variabel amatan yang menjadi perdebatan dalam studi ini, model yang dikonstruksi bertumpu pada beberapa variabel yaitu television viewing, perceived realism, materialism, dan perceived wellbeing. Selanjutnya, model tersebut diuji dengan menggunakan latar belakang Indonesia. Hal ini diharapkan dapat memberikan konstribusi praktis dalam upaya untuk mengetahui pengaruh television viewing yang dapat menciptakan
6
rasa perceived realism, pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialistis, yang pada akhirnya menemukan efek perceived well-being.
B. Permasalahan Terkait dengan hubungan antar variabel yang dimodelkan berikut ini rumusan permasalahan yang didesain antara lain : 1. Hubungan antara television viewing dan perceived realism Iklan dan program televisi merupakan salah satu media yang diperkirakan mampu menciptakan efek realism bagi penontonnya. Sehingga semakin sering orang melihat televisi diperkirakan perceived realism semakin terbentuk. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan : Apakah terdapat hubungan positif antara quantity of television viewing dan perceived realism? 2. Hubungan antara perceived realism dan materialism Seseorang yang percaya tayangan televisi sebagai realitas kehidupan, maka menonton televisi digunakan sebagai alasan keperluan sosial untuk mengumpulkan informasi tentang gaya hidup dan perilaku yang merupakan prediktor kuat materialisme dan motivasi ekonomi untuk konsumsi. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan : Apakah
terdapat
hubungan
positif antara
materialism?
7
perceived
realism dan
3. Hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Richins dan Dawson dalam Speck dan Roy (2008) menjelaskan bahwa konsumen dengan materialisme rendah lebih puas dengan status ekonomi sosial mereka daripada mereka yang menempatkan nilai yang lebih tinggi pada hal-hal material. Berarti konsumen dengan materialisme tinggi lebih tidak puas dengan status ekonomi sosial mereka daripada mereka yang menempatkan nilai yang lebih rendah pada hal-hal material. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan : Apakah terdapat hubungan negatif antara materialism dan perceived socioeconomic statues? 4. Hubungan antara materialism dan relative life satisfaction Menurut Keng et al dalam Speck dan Roy (2008), orang-orang dengan kecenderungan derajat materialistis tinggi secara signifikan kurang puas dengan hidup dibanding kelompok dengan kecenderungan materialistis rendah. Hasil studi literature yang dilakukan oleh Tan et al (2006) mengindikasikan bahwa materialisme memberikan kontribusi negatif terhadap kepuasan hidup. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan : Apakah terdapat hubungan negatif antara materialism dan relative life satisfaction?
8
5. Hubungan antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction Perceived socioeconomic status seorang individu, disisi lain, berkemungkinan mempengaruhi relative life satisfaction secara positif. Fernandez dan Kulk dalam Speck dan Roy (2008), mengemukakan bahwa seseorang dengan status ekonomi sosial tinggi dalam lingkungannya memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan penghasilan rendah dalam lingkungan yang sama. Dengan demikian permasalahan yang dirumuskan : Apakah evaluation of perceived socioeconomic statues secara positif mempengaruhi relative life satisfaction?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan
latar belakang dan
permasalahan
yang telah
dirumuskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara television viewing, perceived realism, materialism, dan perceived well-being. Berikut beberapa tujuan penelitian : a. Untuk mengetahui hubungan antara television viewing dan perceived realism b. Untuk
mengetahui
hubungan
materialism
9
antara
perceived
realism
dan
c. Untuk mengetahui hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues d. Untuk mengetahui hubungan antara materialism dan relative life satisfaction e. Untuk mengetahui hubungan antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction
2. Manfaat Penelitian a. Kemanfaatan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pemahaman terkait dengan konsep yang dihipotesiskan. Hal ini dikarenakan fenomena yang diteliti bersifat spesifik, sehingga hasil yang diperoleh bersifat spesifik juga. Dengan demikian dapat digunakan sebagai referensi dalam studi-studi di bidang pemasaran. b. Kemanfaatan metodologi Dalam studi ini model yang dikonstruksi bertumpu pada beberapa variabel yaitu television viewing, perceived realism, materialism, dan perceived
well-being.
Variabel-variabel
tersebut
memperoleh
pengukuran yang disesuaikan dengan studi yang diteliti. Hal ini dapat digunakan sebagai referensi dalam studi-studi dalam konteks yang berbeda.
10
c. Kemanfaatan praktis Model yang dikembangkan dalam studi ini dapat dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui lebih jelas mengenai pengaruh television viewing yang dapat menciptakan rasa perceived realism, pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialistis, yang pada akhirnya menemukan efek perceived well-being. Hal ini juga diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperbaiki strategi pemasaran perusahaan dengan memanfaatkan potensi media televisi sebagai salah satu agen sosialisasi konsumen yaitu dengan menyajikan gambaran yang benar dari produk yang diiklankan sehingga dapat menciptakan perceived realism, mempengaruhi individu menjadi materialistis yang selanjutnya berpengaruh terhadap status ekonomi sosial dan kepuasan hidup konsumen. d. Kemanfaatan studi ke depan Studi ini didesain dengan bertumpu pada ruang lingkup yang terbatas. Keterbatasan ini diperkirakan berpengaruh pada daya terap yang bersifat
terbatas.
Dengan
demikian
studi
mendatang
dapat
mengembangkan pengujiannya pada konteks yang berbeda dan lebih luas.
11
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori dan Hipotesis Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan teoritikal terkait hubungan antar variabel yang diamati. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dasar dalam merumuskan hipotesis. Dengan demikian topik yang dibahas yaitu : hubungan antara television viewing dan perceived realism, hubungan antara perceived realism dan materialism, hubungan antara materialism dan perceived well-being (perceived sosioeconomic statues dan relative life satisfaction) serta hubungan antara perceived sosioeconomic statues dan relative life satisfaction.
1. Television viewing dan perceived realism Menurut Ramdani (2007:131), media massa merupakan salah satu media sosialisasi selain media sosialisasi lainnya yaitu keluarga, teman sepermainan dan sekolah serta lingkungan kerja. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial (Soelaeman, 2009:166). Menurut Soekanto (1996:204) menjelaskan socialization dilihat dari sudut pandang individu adalah suatu proses mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku yang sesuai dengan kelompoknya.
12
Pendapat yang sama juga dikemukakan dalam hasil studi literature yang dilakukan oleh Moschis dan Churchill dalam Bush et al (1999) menjelaskan bahwa sosialisasi konsumen adalah proses dimana orangorang muda mengembangkan kemampuan konsumen terkait pengetahuan dan sikap. Dan hasil studi literature yang dilakukan Berry (1998) mengambil kesimpulan Socialization adalah proses yang membantu anak untuk mempelajari sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk bergaul di masyarakat. Socialization juga mengacu pada informasi pembelajaran, proses kognitif, nilai, sikap, peran sosial, konsep diri, dan perilaku yang berlaku umum atau diharapkan dalam masyarakat. Jadi socialization dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang dilakukan oleh seseorang dalam menghayati norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga menjadi bagian dari kelompoknya (Ramdani, 2007:110). Hasil studi literature dalam Berry (1998) mengemukakan media massa yang paling berpengaruh
dalam socialization adalah televisi.
Pernyataan ini juga dipertegas oleh Leifer et al dalam Berry (1998) menyatakan bahwa anak-anak akan meniru sikap dan perilaku orang-orang dan kegiatan yang ditayangkan dalam program televisi. Televisi mempengaruhi penonton dan nilai mereka melalui program dan melalui iklan. Rata-rata warga negara Amerika Serikat menghabiskan kira-kira 15% hidup mereka pada saat terjaga dengan menonton televisi dan penelitian terakhir menunujukkan televisi paling
13
banyak menghabiskan waktu luang dibeberapa negara (Kubey dan Csikszentmihalyi dalam Speck dan Roy, 2008). Televisi dapat mencapai berbagai jenis penonton, termasuk di daerah perkotaan dan pedesaan. Selain itu televisi dapat mempengaruhi orang-orang yang buta huruf. Melendez dalam Speck dan Roy (2008) mengungkapkan bahwa bahkan mereka yang tidak dapat membaca atau menulis dapat dipengaruhi oleh konsumsi berbasis penggambaran gaya hidup dalam iklan dan program televisi, dan bahwa prioritas tinggi menganggap kepemilikan televisi juga dapat memfasilitasi peningkatan lebih lanjut aspirasi konsumen. Televisi melalui iklan dan programnya dapat menciptakan perceived realism dengan sifatnya yang visual, dan kombinasi warnawarna, suara dan gerakan, maka iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata (Jefkins, 1997:110). Perceived realism didefinisikan sebagai derajat kesamaan persepsi antara karakter dan situasi di media dengan karakter dan situasi di kehidupan nyata (Barriga et al, 2009). Greenberg dalam Berry (1998), mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja yang menonton televisi lebih dari rekan-rekan mereka, lebih cenderung untuk mengevaluasi program dan iklan televisi sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Efek dari menonton televisi adalah sebuah pandangan yang bias tentang kehidupan nyata dengan gambaran kehidupan dalam tayangan televisi (Hasil studi literature yang dilakukan oleh O’Guinn dan Shrum 1997).
14
Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah : Hipotesis 1 : Terdapat hubungan positif antara quantity of television viewing dan perceived realism
2. Perceived realism dan materialism Menurut Speck dan Roy (2008), materialisme adalah konsumsi berdasarkan orientasi untuk pencarian kesenangan, berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material. Materialism juga merupakan suatu nilai yang menggambarkan pedoman individu mengenai perasaan dan kepemilikan barang yang perlu dimainkan dalam kehidupan (Richins dan Dawson dalam Fitzmaurice dan Comegys, 2006). Menurut Richins dan Dawson dalam Fitzmaurice dan Comegys (2006), materialism fokus pada a) acquisition centrality, individu yang tingkat materialism tinggi menganggap perlu adanya penambahan barang yang sudah dimiliki. Materialism dianggap sebagai suatu gaya hidup dimana tingkatan yang tinggi dari mengkonsumsi sebuah barang sudah menjadi perencanaan dalam hidup. b) acquisition as the pursuit of happiness, salah satu alasan memiliki dan menambahkan barang yang sudah dimiliki dipandang sebagai suatu hal yang perlu
untuk
meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan hidup. c) possesion-defined success, orang materialism cenderung untuk menilai kesuksesan diri dan orang lain berdasarkan pada jumlah dan kualitas kepemilikan barang yang terakumulasi. Bagi orang materialism kepemilikan barang diartikan
15
sebagai sesuatu yang dapat digunakan atau diperlihatkan dengan tujuan menunjukkan kondisi keuangan yang baik, serta menyampaikan status kesuksesan dan martabat seseorang (Brown dan Kaldenberg dalam Fitzmaurice dan Comegys, 2006). Morgan dalam Sirgy et al (1998) mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif antara pemirsa terlevisi dan materialisme bagi orang yang percaya bahwa iklan televisi sebagai gambaran realitas konsumen. Moschis dan Churcill dalam Bush et al (1999) menemukan hubungan yang kuat menonton TV dan motivasi sosial individu untuk konsumsi. Mereka menemukan bahwa alasan keperluan sosial untuk menonton televisi sebagai sarana untuk mengumpulkan informasi tentang gaya hidup dan perilaku merupakan prediktor kuat materialisme dan motivasi untuk konsumsi. Mengkonsumsi sebuah barang secara berlebihan mengarah pada gaya hidup konsumerisme. Konsumerisme membawa orang pada kecenderungan gaya hidup hedonis. Menurut Chaney (dalam Idi Subandy,1997) gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan hidup, seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian. Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup (www.google.co.id).
16
Penelitian sebelumnya memberikan kesimpulan bahwa televisi adalah media yang dapat menciptakan rasa perceived realism pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialism pada penelitian sebagian wilayah Asia (Hasil literature yang dilakukan oleh Speck dan Roy, 2008). Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah : Hipotesis 2 : Terdapat hubungan positif antara perceived realism dan materialism
3. Materialism dan Perceived Well-Being Mempelajari materialisme pada akhirnya menemukan efek consumers’ well-being atau perceived well-being (Sirgy dalam Speck dan Roy, 2008). Diener dalam LaBarbera dan Gurhan (1997) subjective wellbeing didefinisikan sebagai penilaian kognitif dan afektif individu mengenai kepuasan hidup mereka.
Menurut Speck dan Roy (2008)
terdapat dua indikator kriteria untuk well-being yaitu : perceived socioeconomic statues dan relatife life satisfaction. Perceived socioeconomic statues merupakan perasaan seseorang tentang kedudukan dalam sistem sosial berkenaan dengan penggambaran di media.
Perceived
socioeconomic statues
cenderung dianggap
berbanding terbalik dengan materialism. Konsumen dengan materialisme rendah lebih puas dengan status ekonomi sosial mereka daripada mereka yang menempatkan nilai yang lebih tinggi pada hal-hal material (Richins
17
dan Dawson dalam Speck dan Roy, 2008). Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah : Hipotesis 3 : Terdapat hubungan negatif antara materialism dan perceived socioeconomic status
Sedangkan relative life satisfaction merupakan kebahagiaan seseorang sehubungan dengan tolok ukur yang spesifik dalam hidup mereka. Selain perceived socioeconomic status, relative life satisfaction juga cenderung berbanding terbalik dengan materialism. Sebagai contoh, penelitian oleh Belk dalam Speck dan Roy (2008) memberikan bukti hubungan negatif antara materialisme dan kebahagiaan dalam hidup. Secara khusus, materialisme telah terbukti memiliki dampak negatif pada kepuasan hidup dan kesejahteraan subjektif (Richins dan Dawson, Sirgy, Anda et al dalam Tan et al, 2006). Dalam studi di Singapura oleh Keng et al dalam Speck dan Roy (2008) mengemukakan bahwa orang-orang dengan kecenderungan derajat materialis tinggi secara signifikan kurang puas dengan hidup daripada kelompok dengan kecenderungan derajat materialis rendah. Selain itu dalam penelitian sebelumnya oleh Tan et al (2006) menunjukkan bahwa materialisme memberikan kontribusi negatif terhadap kepuasan hidup. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah : Hipotesis 4 : Terdapat hubungan negatif antara materialism dan relative life satisfaction
18
4. Perceived Socioeconomic Statues dan Relative Life Satisfaction Perceived socioeconomic statues seorang individu, disisi lain, berkemungkinan mempengaruhi relative life satisfaction secara positif. Sebagai contoh, menggunakan data dari United States, Fernandez dan Kulk dalam Speck dan Roy (2008) mengemukakan bahwa seseorang dengan status ekonomi sosial tinggi dalam lingkungannya memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan penghasilan rendah dalam lingkungan yang sama. Dari hasil literature yang dilakukan oleh Tan et al (2006) menjelaskan bahwa penghasilan memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan hidup, hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai pendapatan yang lebih besar akan membantu dalam menciptakan rasa yang lebih besar terhadap kepuasan kehidupan. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah : Hipotesis 5 : Evaluation of perceived socioeconomic statues secara positif mempengaruhi relative life satisfaction
B. Model Penelitian Berdasarkan 5 hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar variabel yang
dikonsepkan
dapat
digambarkan
dalam
bentuk
model
yang
mendeskripsikan proses pengaruh television viewing yang dapat menciptakan rasa perceived realism, pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialistis, yang pada akhirnya menemukan efek perceived well-being.
19
Gambar II.1 Model penelitian
Perceived well-being Perceived socioeconomic statues H3
Quantity of Television Viewing
H1
Perceived Realism
Materialism
H2
H5 H4
Perceived well-being Relative life satisfaction
Sumber : Speck dan Roy (2008)
Gambar II.1 menjelaskan bahwa H1 mengindikasi pengaruh television viewing dalam menciptakan perceived realism, H2 mengindikasi pengaruh perceived realism terhadap materialism, H3 mengindikasi efek materialism terhadap perceived socioeconomic statues, H4 mengindikasi efek materialism terhadap relative life satisfaction, dan H5 mengindikasi pengaruh perceived socioeconomic statues dengan relative life satisfaction.
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk menghasilkan data yang diyakini kebenarannya, sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipercaya dari segi metode dan prosedur pengujiannya. Untuk mendukung upaya tersebut, ada beberapa pembahasan yang diungkap antara lain : rancangan penelitian, metode pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data, variabel dan pengukuran, uji instrumen dan metode analisis data.
A. Rancangan Penelitian Penelitian ini berjenis kausal yaitu tipe penelitian yang bertujuan mencari penyebab suatu gejala atau mengungkap adanya hubungan sebab akibat antar variabel yang diteliti (Sandjaja dan Heriyanto, 2006:112). Penelitian ini berusaha untuk memahami hubungan antara variabel independen yang merupakan suatu penyebab dan variabel dependen yang merupakan akibat dari suatu fenomena yaitu penelitian ini menguji pengaruh television viewing sebagai variabel independen terhadap perceived realism, materialism dan perceived well-being sebagai variabel dependen. Rancangan penelitian
ini
menggunakan
penelitian
pengujian
hipotesis
(testing
hypothesis). Dalam studi ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik survey (kuesioner), sehingga data yang terkumpul merupakan
21
informasi yang bersumber pada fenomena riil yang diamati. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu dan data dikelompokkan berdasarkan periode waktu kedalam data cross sectional. Cross sectional yaitu data yang pengamatannya dilakukan pada satu waktu tertentu dengan banyak sampel (Jogiyanto, 2010: 54).
B. Metode Pengambilan Sampel dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survey yang dilakukan pada responden dengan cara mengisi kuesioner yang telah didesain sebelumnya. Survey dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dipandu dengan pertanyaan yang telah disiapkan. Hal ini untuk membatasi cakupan topik wawancara dan memperoleh keakuratan data. Target populasi dalam studi ini adalah calon konsumen yang pernah melihat tayangan televisi. Sample diambil sejumlah 200 orang di wilayah Surakarta dengan teknik purposive sampling. Hal ini dikarenakan sifat populasinya belum diketahui. Purposivenya adalah sebagai berikut : (1) individu yang interest terhadap produk-produk hedonis yang ditayangkan pada iklan dan program televisi (2) individu yang berusia 17-60 tahun, karena dalam range usia tersebut responden sudah memiliki tingkat kedewasaan dan bisa memahami pertanyaan didalam kuesioner; (3) setiap responden mempunyai satu kali kesempatan untuk di survei, hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada responden yang berbeda dalam memberi
22
informasi; (4) responden bebas menerima atau menolak survei, dan tidak ada ikatan kekerabatan, intimidasi atau hadiah-hadiah dalam bentuk apapun yang dapat
menurunkan
derajat
keyakinan
terhadap
kualitas
data
yang
dikumpulkan; hal ini dimaksudkan untuk menjaga keobyektifan dan keakurasian informasi yang diperoleh. Penentuan kriteria tersebut diharapkan mampu menghasilkan daya akurasi yang tinggi dalam memberikan informasi sesuai dengan kuesioner yang didesain. Jumlah sample yang diambil sebanyak 200 orang responden didasarkan pada pertimbangan aspek kualitas responden dan kriteria kelayakan dalam menganalisis data sesuai dengan metode statistik yang dipilih yaitu Structural Equation Modeling (Ghozali, 2008).
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Dalam penelitian ini terdapat lima variabel yang diukur dengan skala likert, yaitu : 1. Television viewing Televisi merupakan media massa yang paling berpengaruh dalam socialization (Berry, 1998). Televisi mempengaruhi penonton dan nilai mereka melalui program dan melalui iklan. Menonton televisi dapat menciptakan rasa perceived realism pada gilirannya mempengaruhi individu menjadi materialisme (Speck dan Roy, 2008). Television viewing diukur dengan menggunakan empat item pertanyaan yang dikembangkan Speck dan Roy (2008), yaitu :
23
a.
Saya menonton televisi setiap harinya.
b. Saya biasanya menghabiskan waktu luang dengan menonton televisi. c.
Di hari-hari sebelumnya saya juga menghabiskan waktu dengan menonton televisi.
d. Saya menghabiskan banyak waktu untuk menonton televisi setiap minggunya.
2. Perceived realism Televisi mampu menciptakan perceived realism dengan sifatnya yang visual, dan kombinasi warna-warna, suara dan gerakan, maka iklaniklan televisi nampak begitu hidup dan nyata (Jefkins, 1997:110). Perceived realism didefinisikan sebagai derajat kesamaan persepsi antara karakter dan situasi di media dengan karakter dan situasi di kehidupan nyata (Barriga et
al, 2009). Perceived realism diukur dengan
menggunakan lima item pertanyaan yang dikembangkan Speck dan Roy (2008), yaitu : a.
Menurut saya, program-program di televisi adalah realistis.
b. Menurut saya, program-program di televisi adalah jujur. c.
Menurut saya, iklan-iklan di televisi adalah realistis.
d. Menurut saya, iklan-iklan di televisi adalah jujur. e.
Menurut saya, iklan di televisi menyajikan gambaran yang benar dari produk yang diiklankan.
24
3. Materialism Materialisme adalah konsumsi berdasarkan orientasi untuk pencarian kesenangan, berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material (Speck dan Roy, 2008). Materialism diukur dengan menggunakan tigabelas item pertanyaan yang dikembangkan Richins dan Dawson dalam Speck dan Roy (2008), yaitu : Success a.
Saya mengagumi orang-orang yang memiliki rumah mewah.
b. Saya mengagumi orang-orang yang memiliki mobil mewah. c.
Saya mengagumi orang-orang yang memiliki pakaian mahal.
d. Menurut saya memperoleh hal-hal yang bersifat materi merupakan salah satu prestasi penting dalam hidup. e.
Saya menitikberatkan pada banyaknya materi yang dimiliki seseorang sebagai tanda atau bukti kesuksesan.
f.
Saya memberi perhatian lebih pada objek materi yang dimiliki oleh orang lain.
Centrality a.
Saya biasanya tidak hanya membeli barang-barang yang saya butuhkan saja.
b.
Saya suka hidup dalam kemewahan.
25
c.
Benda-benda yang saya miliki semuanya penting bagi saya.
d.
Saya menikmati menghabiskan uang pada benda-benda yang tidak begitu diperlukan.
Pursuit of happiness a.
Saya merasa belum memiliki semua hal yang benar-benar diperlukan untuk menikmati hidup.
b. Hidup saya akan lebih baik jika saya memiliki hal-hal tertentu yang sekarang ini tidak saya miliki. c.
Saya senang apabila saya dapat membeli banyak barang mewah dalam hidup saya.
4. Perceived socioeconomic statues Perceived socioeconomic statues merupakan perasaan seseorang tentang kedudukan dalam sistem sosial berkenaan dengan penggambaran di media (Speck dan Roy, 2008). Perceived socioeconomic status diukur dengan menggunakan lima item pertanyaan yang dikembangkan Speck dan Roy (2008), yaitu : a.
Saya lebih baik secara finansial daripada kebanyakan orang yang ditampilkan di iklan televisi.
b. Saya lebih baik secara finansial daripada kebanyakan orang yang ditampilkan di program televisi. c.
Saya secara material lebih baik daripada keluarga yang ditampilkan di program televisi.
26
d. Saya secara material lebih baik daripada keluarga yang ditampilkan di iklan televisi. e.
Program televisi tidak menunjukkan bahwa orang kelas menengah ke atas dan bahagia.
5. Relative life satisfaction Relative
life
satisfaction
merupakan
kebahagiaan
seseorang
sehubungan dengan tolok ukur yang spesifik dalam hidup mereka (Speck dan Roy, 2008). Relative life satisfaction diukur dengan menggunakan lima item pertanyaan yang dikembangkan Speck dan Roy (2008), yaitu : a.
Saya merasa puas dengan hidup saya sekarang dibandingkan dengan tujuan hidup saya dan cita-cita yang saya harapkan.
b. Saya merasa puas dengan prestasi saya sekarang dibandingkan dengan prestasi yang telah diraih teman-teman saya. c.
Saya merasa puas dengan posisi saya sekarang dibandingkan dengan pencapaian kebanyakan orang di posisi saya.
d. Saya merasa puas dibandingkan dengan yang saya prediksikan tentang diri saya. e.
Saya merasa puas dibandingkan dengan apa yang harus saya miliki selama ini.
27
Jawaban responden dengan menggunakan skala likert dimana 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = cukup setuju, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju.
D. Metode Analisis Data 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan tingkatan jawaban yang diberikan responden terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam kuesioner yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang ditinjau dari nilai minimum (min), nilai maksimum (max), nilai rata-rata (mean), dan simpangan baku (standar deviasi). 2. Uji Instrumen Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Pengujian instrument dilakukan dengan pengujian validitas dan reliabilitas. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan keandalan data, sehingga data tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode statistik apapun jenisnya. Dengan demikian, hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena yang diukur. a. Uji validitas Validitas menunjukkan bahwa suatu pengujian benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Jogiyanto, 2010:123). Alat ukur atau instrumen dikatakan valid apabila alat tersebut dapat mengukur apa yang mau diukur secara tepat (Sandjaja dan Heriyanto,
28
2006:166). Dalam penelitian ini akan digunakan uji validitas dengan Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan SPSS for Windows versi 18.0, dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading > 0,40 (Suliyanto, 2005:124). Confirmatory Factor Analysis (CFA) harus dipenuhi, karena merupakan salah satu syarat untuk dapat menganalisis model dengan Structural Equation Modeling (SEM). b. Uji reliabilitas Reliabilitas (reliability) adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur dengan stabil dan konsisten. Suatu pengukur dikatakan reliabel (dapat diandalkan) jika dapat dipercaya (Jogiyanto, 2010:120). Koefisien reliabilitas mengukur tingginya reliabilitas suatu alat ukur. Pengujian ini dilakukan terhadap setiap konstruk atau variabel yang digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan “internal consistency Reliability Method”, kriteria pengujian reliabilitas dilakukan dengan melihat koefisien Cronbach Alpha. Menurut Nunnally dalam Ghozali (2006:46), suatu instrument penelitian dinyatakan reliable jika koefisien alpha-nya > 0,60, artinya bahwa instrumen atau alat ukur yang digunakan terbukti konsisten dalam mengukur gejala yang sama. Untuk mempermudah analisis digunakan aplikasi pengolah data Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 18.0.
29
Berdasarkan pernyataan di atas, kriteria pengambilan keputusan uji reliabilitas disimpulkan sebagai berikut : - Jika Cronbach’s Alpha > 0,60 maka construct reliable - Jika Cronbach’s Alpha < 0,60 maka construct unreliable 3. Structural Equation Modeling (SEM) Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Structural Equation Modeling (SEM), dengan menggunakan program AMOS versi 18.0. Melalui SEM diharapkan dapat menganalisa structural model dan measurement model, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Model persamaan struktural (Structural Equation Modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun
non-recursive
untuk
memperoleh
gambaran
menyeluruh
mengenai keseluruhan model (Ghozali dan Fuad, 2008:3). Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama : a.
Model struktural yaitu hubungan antara konstruk independen dan dependen
b. Model measurement yaitu hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten).
30
1) Evaluasi Asumsi Structural Equation Model (SEM) a) Asumsi Kecukupan Sampel Disarankan lebih dari 100 atau minimal 5 kali jumlah observasi. Namun apabila jumlah sampel yang terlalu banyak dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penarikan sampel seluruhnya maka
penelitian
akan
menggunakan
rekomendasi
untuk
menggunakan Maximum Likelihood (ML) yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 200 orang, jumlah ini memenuhi prosedur Maximum Likelihood Estimation yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel (Ghozali, 2008:64). b) Asumsi Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Uji terhadap normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan nilai critical ratio skewness dan kurtosis yang berturut-turut, yang merupakan ukuran penyimpangan dari distribusi normal yang simetris dan ukuran kecuraman dari distribusi data. Nilai statistik untuk menguji normalitas disebut z value (Critical Ratio) dari ukuran skewness dan kurtosis sebaran data. Bila nilai Critical Ratio lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 1% yaitu sebesar 2,58.
31
Curran et al., dalam Ghozali dan Fuad (2005:37), membagi distribusi data menjadi tiga bagian yaitu : 1)) Normal, apabila nilai z statistik (Critical Ratio) skewness < 2 dan nilai Critical Ratio kurtosis < 7, 2)) Moderately non-normal, apabila nilai Critical Ratio skewness berkisar antara 2 sampai 3 dan nilai Critical Ratio kurtosis berkisar antara 7 sampai 21, 3)) Extremely non-normal, apabila nilai Critical Ratio skewness > 3 dan nilai Critical Ratio kurtosis > 21. c) Asumsi Outliers Outlier adalah kondisi observasi dari suatu data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim, baik untuk sebuah variabel tunggal ataupun variabelvariabel kombinasi (Hair et al., dalam Ghozali, 2008:227). Deteksi terhadap multivariate outliers dilakukan dengan memperhatikan nilai mahalanobis distance. Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan nilai Chi-squares pada derajat kebebasan (degree of freedom) sejumlah variabel pada tingkat p < 0,001. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah sejumlah item pengukuran pada model.
32
2) Evaluasi Atas Kriteria Goodness of Fit Sebelum menganalisa hipotesis, kesesuaian model secara keseluruhan (Goodness-of-fit model) terlebih dahulu harus dinilai untuk menjamin bahwa model tersebut dapat menggambarkan sebab akibat. Pengujian kesesuaian model goodness-of-fit model dilakukan dengan melihat beberapa kriteria pengukuran, antara lain : a) X2 (Chi Square Statistic) dan probabilitas Alat uji fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood ratio chi square statistic. Model dikategorikan baik jika mempunyai chi square = 0 berarti tidak ada perbedaan. Tingkat signifikan penerimaan yang direkomendasikan adalah apabila p ≥ 0,05 yang berarti matriks input sebenarnya dengan matriks input yang diprediksi tidak berbeda secara statistik. b) CMIN/DF (Normed Chi Square) CMIN/DF adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Nilai yang direkomendasikan untuk menerima kesesuaian sebuah model adalah nilai CMIN/DF yang lebih kecil atau sama dengan 2,00. c) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) Nilai RMSEA menunjukkan goodness of fit yang diharapkan bila model diestimasikan dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model
33
itu didasarkan degree of freedom. RMSEA merupakan indeks pengukuran yang tidak dipengaruhi oleh besarnya sampel sehingga biasanya indeks ini digunakan untuk mengukur fit model pada jumlah sampel besar. d) GFI (Goodness of Fit Index) Digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasikan. Indeks ini mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat model yang diprediksi dibandingkan dengan data sebenarnya. Nilai Goodness of Fit Index biasanya dari 0 samapai 1. Nilai yang lebih baik mendekati 1 mengindikasikan model yang diuji memiliki kesesuaian baik. Nilai GFI dikatakan baik adalah ≥ 0,90. e) AGFI (Adjusted GFI) AGFI merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan degree of freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila mempunyai nilai sama atau lebih besar dari 0,9. f) TLI (Tucker-Lewis Index) TLI adalah sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk
34
diterimanya sebuah model adalah lebih besar atau sama dengan 0,9 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit. TLI merupakan index fit yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. g) CFI (Comparative Fit Index) CFI juga dikenal sebagai Bentler Comparative Index. CFI merupakan
indeks
kesesuaian
incremental
yang
juga
membandingkan model yang diuji dengan null model. Indeks ini dikatakan baik untuk mengukur kesesuaian sebuah model karena tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel (Hair et al, 2006). Indeks yang mengindikasikan bahwa model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik adalah apabila CFI ≥ 0,90. Tabel III.1 Indikator Goodness-of-Fit Model Kriteria
Control off value
Keterangan
Chi-Square (c2)
Diharapkan rendah
Baik
Significance Probability (p)
≥ 0,05
Baik
CMIN/DF
≤ 2,00
Baik
RMSEA
≤ 0,08
Baik
GFI
≥ 0,90
Baik
AGFI
≥ 0,90
Baik
TLI
≥ 0,90
Baik
CFI
≥ 0,90
Baik
Sumber : Wijaya (2009:6)
Untuk dapat menganalisa data, metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan uji hipotesis dengan tingkat keyakinan sebesar 95% (α = 0,05) dasar pengambilan keputusan uji hipotesis adalah
35
dengan membandingkan p-value dengan level of significant sebesar 5% (α = 0,05) yaitu sebagai berikut : a. Jika p-value < (0,05), maka Ho ditolak b. Jika p-value > (0,05), maka Ho diterima
36
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini bertujuan untuk mengungkap hasil analisis data penelitian dan pembahasannya. Pengujian statistik diawali dengan pengujian instrumen penelitian yang meliputi uji validitas dan reliabilitas data penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan keandalan data, sehingga data tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode statistik apaun jenisnya. Dengan demikian, hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena yang diukur. Secara lengkap, bab ini berisi tentang analisis statistik deskriptif, uji instrumen yaitu uji validitas dan uji reliabilitas, analisis data penelitian (analisis model struktural), analisis hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian. Berikut ini adalah penjelasan mengenai analisis statistik deskriptif.
A. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan tingkatan jawaban yang diberikan responden terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam kuesioner yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang ditinjau dari nilai minimum (min), nilai maksimum (max), nilai rata-rata (mean), dan simpangan baku (standar deviasi). Nilai mean adalah nilai rata-rata dari keseluruhan responden terhadap variabel yang diteliti. Sedangkan standar deviasi menunjukkan variasi dari jawaban responden. Nilai minimum adalah
37
jawaban (skala) terendah yang dipilih responden sedangkan nilai maksimum adalah jawaban (skala) tertinggi yang dipilih responden. Gambaran tentang karakteristik responden diperoleh dari data diri yang terdapat pada bagian data responden yang meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, dan total pendapatan yang disajikan pada Tabel IV.1. Responden wanita mendominasi penelitian ini (mean = 1,61). Hal ini dikarenakan pada saat penelitian di Pusat Grosir Solo (PGS) area tersebut merupakan area yang didominasi oleh wanita. Oleh karena itu pada penelitian ini responden wanita lebih mudah ditemui daripada pria. Dilihat dari segi pekerjaan didominasi oleh responden dengan pekerjaan swasta (mean = 2,58). Hal ini dikarenakan sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan di Pusat Grosir Solo (PGS) dan CV. Ar-Rahman sebagai tenaga administrasi, marketing, gudang. Mayoritas responden berusia 20-30 tahun (mean = 2,29). Hal ini didukung dengan pekerjaan responden yang bekerja sebagai tenaga administrasi, marketing, dan gudang. Dan rata-rata responden pada usia tersebut pada penelitian ini, secara kebetulan belum menikah (mean = 1,45). Sedangkan
karakteristik
responden
berdasarkan
pendidikan
mengindikasikan bahwa responden dengan pendidikan tamat Diploma mendominasi penelitian ini (mean = 1,62) dengan total pendapatan rata-rata per bulan ≤ Rp 1.000.000,00 (mean = 1,43).
38
Tabel IV.1 Statistik Deskriptif N
Minimum
Maximum
Mean
Jenis Kelamin
200
1
2
1,61
Std. Deviation 0,489
Pekerjaan
200
1
6
2,58
1,423
Usia
200
1
4
2,29
0,945
Status Pernikahan
200
1
3
1,45
0,556
Pendidikan
200
1
4
1,62
0,787
Total Pendapatan
200
1
4
1,43
0,661
Valid N (listwise)
200
Pengukuran 1 = Pria 2 = Wanita 1 = Pelajar 2 = PNS 3 = Swasta 4 = Wiraswasta 5 = Pensiunan 6 = Ibu rumah tangga 1= < 20 tahun 2 = 20-30 tahun 3 = 31-40 tahun 4 = > 40 tahun 1 = Belum menikah 2 = Menikah 3 = Janda/Duda 1 = Tamat SMA 2 = Tamat Diploma 3 = Tamat Sarjana 4 = Tamat Sarjana keatas (S2/S3) 1 = ≤ Rp1.000.000,2 = Rp 1.001.000,- s/d Rp 3.000.000,3 = Rp 3.001.000,- s/d Rp 6.000.000,4 = Rp 6.001.000,- s/d Rp 10.000.000,-
Sumber : data primer yang diolah, 2011.
B. Uji instrumen Pengujian statistik diawali dengan pengujian instrumen penelitian yang meliputi uji validitas dan reliabilitas data penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan keandalan data, sehingga data tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode statistik apapun jenisnya. Dengan demikian, hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena yang diukur.
39
1. Uji validitas Uji validitas bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Suliyanto, 2005:40). Dalam penelitian ini digunakan uji validitas dengan Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan SPSS for Windows versi 18.0, dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading > 0,40. Confirmatory Factor Analysis (CFA) harus dipenuhi, karena merupakan salah satu syarat untuk dapat menganalisis model dengan Structural Equation Modeling (SEM). Teknik yang digunakan adalah dengan melihat output dari rotated component matrix yang harus terekstrak secara sempurna. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel IV.2,IV.3 dan IV.4.
Tabel IV.2 KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
,775 3356,210 496 ,000
Sumber : Data primer yang diolah, 2011.
Tabel IV.2, menunjukkan nilai KMO Measure of Sampling Adequacy (MSA) dalam penelitian ini sebesar 0,775. Karena nilai MSA di atas 0,5 serta nilai Barlett test dengan Chi-squares = 3356,210 dan signifikan pada 0,000 dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan.
40
Tabel IV.3 Hasil Faktor Analisis I
Rotated Component Matrixa
1
Component 3
2
tview1 tview2 tview3 tview4 preal1 ,722 preal2 ,477 preal3 ,786 preal4 ,545 preal5 ,548 masuc1 ,782 masuc2 ,797 masuc3 ,514 masuc4 ,636 masuc5 ,436 masuc6 ,427 macen1 macen2 ,485 macen3 ,476 macen4 mahap1 ,624 mahap2 ,562 mahap3 ,730 psost1 ,593 psost2 ,598 psost3 psost4 psost5 lsatn1 lsatn2 lsatn3 lsatn4 lsatn5 Sumber : Data primer yang diolah, 2011.
4 ,677 ,696 ,859 ,693
5
,445 ,479 ,526
,483 ,455 ,628 ,691 ,692 ,799 ,865 ,829 ,755
Berdasarkan Tabel IV.3 hasil uji validitas dengan jumlah 200 responden, terlihat rotated component matriks belum terekstrak sempurna. Hal ini dikarenakan masih terdapat indikator-indikator yang memiliki nilai ganda di dua tempat yaitu macen2 pada variabel materialism, serta psost1 dan psost2 pada variabel perceived socioeconomic statues. Selain itu juga terdapat beberapa indikan yang tidak menyatu terhadap kelompoknya yaitu masuc6 dan macen4 pada variabel materialism serta indikan yang tidak valid (factor loading < 0,40) yaitu psost5 pada variabel perceived socioeconomic statues. Kemudian langkah selanjutnya adalah dilakukan 41
pengujian analisis faktor lagi secara trial and error untuk mendapatkan output rotated component matriks yang terekstrak sempurna agar tidak menyebabkan pembiasan hasil penelitian. Setelah peneliti merevisi uji CFA seperti yang disajikan pada tabel IV.4, maka terdapat 25 item pertanyaan yang valid, yaitu indikator variabel television viewing (TVIEW) sebanyak 4 item, indikator variabel perceived realism (PREAL) sebanyak 4 item, indikator variabel materialism (MATTER) sebanyak 10 item, indikator variabel perceived socioeconomic statues (PSOST) sebanyak 2 item, dan indikator variabel relative life satisfaction (LSATN) sebanyak 5 item. Tabel IV.4 Hasil Faktor Analisis II Rotated Component Matrixa
1
Component 3
2
tview1 tview2 tview3 tview4 preal1 preal3 preal4 preal5 masuc1 ,766 masuc2 ,782 masuc3 ,539 masuc4 ,647 masuc5 ,441 macen2 ,524 macen3 ,482 mahap1 ,624 mahap2 ,621 mahap3 ,769 psost3 psost4 lsatn1 ,701 lsatn2 ,798 lsatn3 ,846 lsatn4 ,838 lsatn5 ,764 Sumber :Data primer yang diolah, 2011.
42
4
5 ,677 ,737 ,876 ,724
,710 ,814 ,511 ,662
,801 ,794
2. Uji reliabilitas Setelah pengujian validitas, maka tahap selanjutnya adalah pengujian reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui konsistensi item-item pertanyaan yang digunakan. Untuk mengukur reliabilitas dari instrument penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Dari hasil pengujian reliabilitas variabel dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 18.0 didapatkan nilai Cronbach Alpha masing-masing variabel sebagai berikut: Tabel IV.5 Hasil Pengujian Reliabilitas Jumlah Item
Cronbach’s Alpha
Television Viewing
4
0,776
Perceived Realism
4
0,741
Materialism
10
0,844
Perceived Socioeconomic Statues
2
0,814
Relative Life Satisfaction
5
0,865
Konstruk
Sumber : Data primer yang diolah, 2011.
Berdasarkan tabel diatas Tabel IV.5 dapat dilihat bahwa semua instrumen dinyatakan reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha > 0,60. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel tersebut mempunyai konsistensi internal yang tinggi. Sub bahasan berikut akan menjelaskan analisis data penelitian yang menggunakan metode analisis Structural Equation Modeling (SEM).
43
C. Structural Equation Modelling (SEM) Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik Structural Equation Modeling (SEM). Sebelum melakukan pengujian struktural dengan pendekatan Struktural Equation Modeling, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut : 1. Uji Asumsi Model a.
Asumsi Kecukupan Sampel Disarankan lebih dari 100 atau minimal 5 kali jumlah observasi. Namun apabila jumlah sampel yang terlalu banyak dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penarikan sampel seluruhnya maka
penelitian
akan
menggunakan
rekomendasi
untuk
menggunakan Maximum Likelihood (ML) yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 200 orang, jumlah ini memenuhi prosedur Maximum Likelihood Estimation yaitu penarikan sampel antara 100-200 sampel (Ghozali, 2008:64). b. Uji normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Normalitas univariate dilihat dengan nilai critical ratio (Cr) pada skewness yaitu dibawah ± 2,58 dan nilai Cr kurtosis dibawah 7. Normalitas multivariate dilihat pada assessment of normality baris bawah kanan dan mempunyai nilai batas ± 2,58.
44
Normalitas univariate dan multivariate terhadap data yang digunakan dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS 18,0. Hasil uji normalitas secara lengkap dapat dilihat pada tabel IV.6. Tabel IV.6 menjelaskan bahwa secara univariate dan multivariate data dalam penelitian ini termasuk moderately nonnormal yang ditunjukkan dengan nilai skewness > 2 dan nilai kurtosis > 7. Tabel IV. 6 Hasil Uji Normalitas Variable lsatn5 lsatn4 lsatn3 lsatn2 lsatn1 psost4 psost3 mahap3 mahap2 mahap1 macen3 macen2 masuc5 masuc4 masuc3 masuc2 masuc1 preal1 preal3 preal4 preal5 tview1 tview2 tview3 tview4 Multivariate
min 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
max 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 4,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000
skew -,134 ,005 ,299 ,271 ,429 ,608 ,865 ,232 ,051 -,301 -,516 ,909 ,281 ,079 ,775 ,440 ,372 ,504 ,572 ,720 ,201 -,183 -,068 ,372 ,742
Sumber : Data primer yang diolah, 2011.
45
c.r. -,775 ,027 1,725 1,567 2,480 3,510 4,993 1,338 ,292 -1,735 -2,981 5,250 1,622 ,457 4,476 2,542 2,150 2,911 3,304 4,158 1,163 -1,054 -,393 2,145 4,282
kurtosis -,494 -,536 -,533 -,736 -,320 ,210 ,907 -,886 -,631 -,181 ,138 ,429 -,825 -,845 ,567 -,523 -,494 -,239 -,159 ,587 -,706 -1,027 -1,046 -,755 -,044 107,982
c.r. -1,426 -1,546 -1,540 -2,126 -,923 ,606 2,617 -2,559 -1,822 -,522 ,398 1,240 -2,382 -2,439 1,637 -1,511 -1,426 -,690 -,460 1,694 -2,037 -2,965 -3,019 -2,179 -,127 20,781
Analisis terhadap data yang tidak normal dapat mengakibatkan pembiasan interpretasi karena nilai chi-square hasil analisis cenderung meningkat sehingga nilai probability level akan mengecil. Namun demikian, teknik Maximum Likehood Estimates (MLE) yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu terpengaruh (robust) terhadap penyimpangan multivariate normality (Ghozali dan Fuad, 2005:35). Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang disajikan apa adanya dari data primer berdasarkan jawaban responden yang sangat beragam, sehingga sulit untuk memperoleh data yang mengikuti distribusi normal secara sempurna. c.
Uji outliers Data outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat jauh berbeda dari data observasi lainnya. Deteksi terhadap multivariate outliers dilakukan
dengan
memperhatikan
nilai
mahalanobis distance. Kriteria yang digunakan adalah berdasarkan nilai Chi-squares
pada derajat kebebasan (degree of freedom)
sejumlah variabel pada tingkat p < 0,001. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah sejumlah item pengukuran pada model. Dalam penelitian ini jumlah indikator variabel yang digunakan sebanyak 25 indikator variabel. Dengan demikian, apabila terdapat nilai mahalanobis distance yang lebih besar dari x2 (25,0.001) = 52,619 maka nilai tersebut adalah outliers multivariate. Mahalanobis distance dapat dilihat pada tabel IV.7.
46
Tabel IV.7 menjelaskan bahwa 5 data dikategorikan sebagai outliers yaitu observation number 62, 147, 196, 125, dan 6. Hal ini tampak dari nilai mahalanobis distance yang lebih besar dari x2 (25,0.001) = 52,619. Kemudian langkah selanjutnya adalah dilakukan uji outliers lagi dengan membuang data yang bersifat outlier untuk mendapatkan data yang bebas dari outlier sebagaimana disajikan dalam tabel IV.8. Tabel IV.7 Hasil Jarak Mahalanobis Data Penelitian I Nomor Observasi 62 147 196 125 6 114 47 4 . . . 61
Jarak Mahalanobis 72,737 64,133 58,485 58,442 55,525 52,615 52,305 50,724 . . . 24,160
Jarak Mahalanobis Kritis (25, 0.001) 52, 619
Sumber: Data primer yang diolah, 2011.
Tabel IV.8 Hasil Jarak Mahalanobis Data Penelitian II Nomor Observasi 25 141 47 . . . 4
Jarak Mahalanobis 50,527 50,487 50,372 . . . 24,384
Sumber: Data primer yang diolah, 2011.
47
Jarak Mahalanobis Kritis (25, 0.001) 52, 619
2. Analisis Kesesuaian Model (Goodness-of-Fit Model) Sebelum
menganalisa
hipotesis,
kesesuaian
model
secara
keseluruhan (Goodness-of-fit model) terlebih dahulu harus dinilai untuk menjamin bahwa model tersebut dapat menggambarkan sebab akibat. Evaluasi nilai goodness-of-fit dari model penelitian yang diajukan dapat dilihat pada Tabel IV.9. Tabel IV.9 Hasil Goodness-of-Fit Model Goodness-of-fit Indices
Control off value
Hasil
Evaluasi Model
Chi-Square (c2)
Diharapkan rendah
846,365
-----
Significance Probability (p)
≥ 0,05
0,000
Belum memenuhi
CMIN/DF
≤ 2,00
3,135
Buruk
RMSEA
≤ 0,08
0,105
Buruk
GFI
≥ 0,90
0,724
Buruk
AGFI
≥ 0,90
0,668
Buruk
TLI
≥ 0,90
0.730
Buruk
CFI
≥ 0,90
0,757
Buruk
Sumber: Data primer yang diolah, 2011.
Tabel IV.9 menjelaskan hasil goodness of fit dari model penelitian yang dilakukan. Dalam pengujian ini nilai c2 menghasilkan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 dengan nilai c2 sebesar 846,365 menunjukkan bahwa chi-square dalam model penelitian ini belum memenuhi. Chi-Square sensitif terhadap ukuran sampel, sehingga diperlukan
indikator-indikator lainnya untuk menghasilkan suatu
justifikasi yang pasti mengenai model fit (Ghozali dan Fuad, 2005:30). Nilai CMIN/DF, RMSEA, GFI, AGFI, TLI dan CFI dalam model penelitian ini menunjukkan tingkat kesesuaian yang buruk. Secara 48
keseluruhan pengukuran goodness of fit tersebut di atas mengindikasikan bahwa model yang diajukan dalam penelitian ini belum dapat diterima. Karena model yang diajukan dalam penelitian ini belum dapat diterima maka peneliti mempertimbangkan untuk melakukan modifikasi model untuk membentuk model alternatif yang mempunyai goodness of fit yang lebih baik. 3. Modifikasi Model Salah satu tujuan modifikasi model adalah untuk mendapatkan kriteria goodness of fit dari model yang dapat diterima. Melalui nilai modification indices dapat diketahui ada tidaknya kemungkinan modifikasi terhadap model yang dapat diusulkan. Modification indices yang dapat diketahui
dari output Amos 18.0 akan menunjukkan
hubungan-hubungan yang perlu diestimasi yang sebelumnya tidak ada dalam model supaya terjadi penurunan pada nilai chi-square untuk mendapatkan model penelitian yang lebih baik. Untuk mendapatkan kriteria model yang dapat diterima, peneliti mengestimasi hubungan korelasi antar error term yang tidak memerlukan justifikasi teoritis dan yang memiliki nilai modification indices lebih besar atau sama dengan 7,0. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan nilai goodness of fit yang memenuhi syarat. Tabel IV.10 merupakan hasil goodness of fit model yang telah dimodifikasi.
49
Tabel IV.10 Hasil Goodness-of-Fit Model Setelah Modifikasi Goodness-of-fit Indices
Control off value
Hasil
Evaluasi Model
Chi-Square (c2)
Diharapkan rendah
423,570
-----
Significance Probability (p)
≥ 0,05
0,000
Belum memenuhi
CMIN/DF
≤ 2,00
1,736
Baik
RMSEA
≤ 0,08
0,062
Baik
GFI
≥ 0,90
0,851
Marginal
AGFI
≥ 0,90
0,802
Marginal
TLI
≥ 0,90
0.907
Baik
CFI
≥ 0,90
0,924
Baik
Sumber: Data primer yang diolah, 2011.
Tabel IV.10 menjelaskan hasil goodness of fit dari model yang telah dimodifikasi. Dalam pengujian ini nilai c2 menghasilkan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 dengan nilai c2 sebesar 423,570 menunjukkan bahwa chi-square dalam model penelitian ini belum memenuhi. Chi-Square sensitif terhadap ukuran sampel, sehingga diperlukan
indikator-indikator lainnya untuk menghasilkan suatu
justifikasi yang pasti mengenai model fit (Ghozali dan Fuad, 2005:30). Normed Chi-Square (CMIN/DF) adalah ukuran yang diperoleh dari nilai Chi-Square dibagi dengan degree of freedom. Dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan ≤ 2,00, dapat disimpulkan bahwa model memiliki tingkat kesesuaian yang baik dengan CMIN/DF sebesar 1,736 . The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) merupakan indeks pengukuran yang tidak dipengaruhi oleh besarnya sampel sehingga biasanya indeks ini digunakan untuk mengukur fit 50
model
pada
jumlah
direkomendasikan
£
sampel
besar.
Nilai
penerimaan
yang
0,08, maka nilai RMSEA sebesar
0,062
menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik. Goodness of Fit Index (GFI) mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat model yang diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan ³ 0,9, dapat disimpulkan bahwa model memiliki tingkat kesesuaian yang marginal dengan nilai GFI sebesar 0,851. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan degree of freedom yang tersedia untuk menguji
diterima
tidaknya
model.
Nilai
penerimaan
yang
direkomendasikan ³ 0,9, maka nilai AGFI sebesar 0,802 menunjukkan tingkat kesesuaian yang marginal. Tucker Lewis Index (TLI) merupakan sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan model yang diuji terhadap sebuah baseline model. TLI merupakan index fit yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai yang direkomendasikan ³ 0,9, dapat disimpulkan bahwa model menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai TLI sebesar 0,907. Comparative Fit Index (CFI) merupakan indeks kesesuaian incremental yang juga membandingkan model yang diuji dengan null
51
model. Indeks ini dikatakan baik untuk mengukur kesesuaian sebuah model karena tidak dipengaruhi oleh
ukuran
sampel. Dengan
memperhatikan nilai yang direkomendasikan ³ 0,9, maka nilai CFI sebesar 0,924 menunjukkan bahwa model ini memiliki kesesuaian yang baik. Berdasarkan keseluruhan pengukuran goodness-of-fit tersebut di atas mengindikasikan bahwa model yang diajukan dalam penelitian dapat diterima. Setelah model penelitian dapat diterima, sub bahasan berikutnya akan menjelaskan analisis uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.
D. Pengujian Hipotesis Setelah kriteria goodness of fit model struktural yang diestimasi dapat terpenuhi, maka tahap selanjutnya adalah analisis terhadap hubunganhubungan struktural model (pengujian hipotesis). Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights sebagaimana yang disajikan dalam tabel IV.11. Pengujian keputusan uji hipotesis membandingkan p-value dengan level of significant sebesar 5% (alpha 0,05). Jika p-value kurang dari alpha 0,05 maka H0 ditolak, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel. Jika p-value lebih besar atau sama dengan alpha 0,05 maka H0 gagal ditolak, yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel.
52
Tabel IV.11 menunjukkan bahwa terdapat 3 jalur yang dianalisis memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan 2 jalur yang tidak signifikan karena memiliki tingkat signifikansi lebih besar dari 5%, yaitu hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues, dan hubungan antara materialism dan relative life satisfaction. Tabel IV.11 Regression Weights Hubungan Antar Konstruk
Estimate
S.E.
Perceived Realism <--- Television Viewing
,240
,064
3,769
,000
Materialism <--- Perceived Realism
,557
,155
3,594
,000
Perceived Socioeconomic Statues <--- Materialism
,033
,056
,583
,560
-,051
,047
-1,077
,281
,311
,080
3,886
,000
Relative Life Satisfaction <--- Materialism Relative Life Satisfaction <--- Perceived Socioeconomic Statues
C.R.
Sumber: Data primer yang diolah, 2011.
E. Pembahasan Berikut adalah pembahasan untuk setiap hipotesis dalam penelitian ini: 1. Hubungan antara television viewing dan perceived realism Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan antara television viewing terhadap perceived realism yang dapat dilihat pada pada Tabel IV.11 menunjukkan hasil yang signifikan (C.r = 3,769 dan p<0,05). Dengan demikian Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara television viewing dengan perceived realism didukung pada studi ini. Hasil pengujian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Greenberg dalam Berry (1998) bahwa seseorang yang menonton
53
P
televisi lebih sering daripada rekan-rekannya, lebih cenderung untuk mengevaluasi program dan iklan televisi sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Fenomena ini dapat terjadi karena semakin sering orang menonton televisi maka seseorang akan menerima pesanpesan yang terkandung didalam tayangan televisi dan semakin seseorang menerima pengulangan tayangan televisi maka seseorang akan lebih mudah untuk memahami dan mengevaluasi tayangan televisi tersebut sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. 2. Hubungan antara perceived realism dan materialism Hasil pengujian pada Tabel IV.11 mengindikasikan hasil yang mendukung hipotesis 2 yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived realism dengan materialism (C.r = 3,594 dan p<0,05). Hasil pengujian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Morgan dalam Sirgy et al (1998) bahwa terdapat hubungan positif antara pemirsa terlevisi dan materialisme bagi orang yang percaya bahwa iklan televisi sebagai gambaran realitas konsumen. Fenomena ini dapat terjadi karena seseorang yang percaya tayangan televisi sebagai realitas kehidupan, maka menonton televisi digunakan sebagai alasan untuk mengumpulkan informasi tentang gaya hidup dan perilaku yang merupakan prediktor kuat materialisme dan motivasi ekonomi untuk konsumsi. Dan seseorang yang terbiasa menonton tayangan televisi yang menampilkan cara hidup orang kaya dan merasa yakin bahwa hal
54
tersebut sudah lazim terjadi maka nilai-nilai materialism yang diperoleh dan diyakini juga semakin kuat dalam diri orang tersebut. 3. Hubungan antara materialism dan perceived socioeconomic statues Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan antara materialism terhadap perceived socioeconomic statues yang dapat dilihat pada pada Tabel IV.11 menunjukkan hasil yang tidak signifikan (C.r = 0,583 dan p>0,05). Dengan demikian Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara materialism terhadap perceived socioeconomic statues tidak didukung pada studi ini. Hasil pengujian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) yang menyatakan bahwa konsumen yang menempatkan nilai yang lebih tinggi pada hal-hal material maka akan lebih tidak puas dengan status ekonomi sosial mereka. Fenomena ini dapat terjadi karena kemungkinan responden menilai tinggi rendahnya status ekonomi sosial seseorang tidak hanya diukur dengan perolehan materi saja tetapi dengan melihat faktor lain seperti pendidikan dan jabatan/pekerjaan seseorang. 4. Hubungan antara materialism dan relative life satisfaction Hasil pengujian pada Tabel IV.11 mengindikasikan hasil yang tidak mendukung hipotesis 4 yaitu tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara materialism dengan relative life satisfaction (C.r = 1,077 dan p>0,05).
55
Hasil pengujian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tan et al (2006) yang menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara materialisme dengan kepuasan hidup. Fenomena yang dijelaskan adalah kemungkinan responden tidak hanya menilai kepuasan hidup diukur dengan perolehan materi saja tetapi dengan faktor-faktor lain seperti : kesehatan, daya tarik fisik, interaksi sosial, keberhasilan kerja, kondisi kehidupan dan keseimbangan emosi. 5. Hubungan antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan antara perceived socioeconomic statues terhadap relative life satisfaction yang dapat dilihat pada pada Tabel IV.11 menunjukkan hasil yang signifikan (C.r = 3,886 dan p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5 terdukung. Hasil pengujian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Speck dan Roy (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara perceived socioeconomic statues dengan relative life satisfaction. Fenomena yang dijelaskan adalah semakin tinggi status ekonomi sosial seseorang dalam lingkungannya memiliki kepuasan yang lebih tinggi daripada seseorang dengan status ekonomi sosial yang lebih rendah dalam lingkungan yang sama.
56
Berdasarkan
pembahasan
diatas
bahwa
materialism
tidak
mempengaruhi perceived well-being (perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction) responden, kemudian penulis melakukan analisis kembali
terhadap
hubungan-hubungan
struktural
model.
Hasilnya
ditunjukkan oleh nilai regression weights sebagaimana yang disajikan dalam tabel IV.12. Tabel IV.12 Regression Weights (Model Alternatif yang Disarankan) Hubungan Antar Konstruk
Estimate
S.E.
Perceived Realism <--- Television Viewing
,221
,059
3,753
,000
Materialism <--- Perceived Realism
,640
,192
3,330
,000
Perceived Socioeconomic Statues <--- Materialism
,028
,059
,474
,635
Perceived Socioeconomic Statues <--- Perceived Realism
,489
,172
2,851
,004
-,072
,050
-1,438
,150
Relative Life Satisfaction <--- Perceived Socioeconomic Statues
,269
,083
3,255
,001
Relative Life Satisfaction <--- Perceived Realism
,187
,127
1,471
,141
Relative Life Satisfaction <--- Materialism
C.R.
Tabel IV.12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived realism dan perceived socioeconomic statues (C.r = 2,851 dan p<0,05). Hal ini berarti, perceived realism mempengaruhi materialism tetapi materialism belum cukup untuk mempengaruhi perceived well-being. Dalam penelitian ini, perceived realism secara langsung mempengaruhi perceived socioeconomic statues. Fenomena yang dijelaskan adalah dengan perceived realism yang telah terbentuk dalam benak konsumen atas tayangan televisi, maka konsumen berkeyakinan bahwa produk-produk yang ditayangkan dalam program dan iklan televisi tersebut dapat
57
P
meningkatkan status ekonomi sosialnya yang kemudian mempengaruhi relative life satisfaction konsumen yaitu semakin tinggi status ekonomi sosial konsumen, semakin tinggi kepuasan hidup konsumen.
58
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Bab ini bertujuan untuk memberikan kesimpulan yang diikuti dengan keterbatasan dan implikasi penelitian. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan sehingga menjadi bahan masukan bagi pihak yang terkait. Berikut ini adalah penjelasannya.
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, terdapat hubungan positif antara television viewing dan perceived realism. Artinya semakin sering seseorang melihat tayangan televisi maka perceived realism juga semakin terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena semakin sering konsumen menonton televisi maka akan semakin sering pula menerima pengulangan pesan dari tayangan televisi sehingga konsumen akan lebih mudah untuk memahami dan mengevaluasi tayangan televisi tersebut sebagai pertunjukan yang lebih realistis dan dapat dipercaya. Semakin tinggi perceived realism yang dirasakan oleh seseorang maka materialism juga semakin tinggi. Dengan konsumen percaya bahwa iklan televisi sebagai gambaran yang realistis dan jujur, maka iklan televisi tersebut digunakan sebagai media informatif bagi konsumen untuk mengumpulkan informasi tentang gaya hidup dan perilaku dimana hal tersebut dapat
59
mendorong konsumen menjadi materialism dan memotivasi konsumen untuk melakukan konsumsi. Dengan demikian, memberikan pemahaman bahwa dalam mengiklankan produk, dibuat yang lebih realistis, jujur serta menyajikan gambaran yang benar dari produk yang diiklankan agar meningkatkan perceived realism konsumen yang selanjutnya menciptakan materialism sehingga dapat memotivasi konsumen untuk melakukan konsumsi dimana individu yang tingkat materialismenya tinggi menganggap perlu adanya penambahan barang yang sudah dimiliki. Kesimpulan berikutnya dalam penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara materialism dan perceived socioeconomic statues. Hal
ini
dimungkinkan
meskipun
konsumen
berkepentingan tinggi pada persoalan pokok material tetapi konsumen menilai tinggi rendahnya status ekonomi sosial konsumen tidak hanya diukur dengan perolehan materi saja yaitu dengan melihat faktor lainnya juga seperti pendidikan, jabatan/pekerjaan
seseorang. Semakin
tinggi
pendidikan
seseorang maka semakin tinggi pula status ekonomi sosialnya dan semakin tinggi jabatan seseorang atau semakin besar tanggung jawab dalam pekerjaannya maka semakin tinggi pula status ekonomi sosial yang dirasakan. Selain itu juga tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara materialism dan relative life satisfaction. Hal ini dimungkinkan kepuasan hidup konsumen tidak hanya diukur dengan perolehan materi saja tetapi ada beberapa faktor lain yang mendukung kepuasan hidup konsumen seperti
60
kesehatan, daya tarik fisik, interaksi sosial, keberhasilan kerja, kondisi kehidupan dan keseimbangan emosi. Kesimpulan terakhir dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction. Hal ini mengindikasikan bahwa tinggi rendahnya status ekonomi sosial konsumen mempengaruhi kepuasan hidup konsumen. Semakin tinggi status ekonomi sosial konsumen, semakin tinggi kepuasan hidup konsumen.
B. Keterbatasan Selain kesimpulan, dalam bab ini juga mengungkap keterlibatan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan generalisasi model. 1. Obyek amatan yang digunakan dalam studi ini difokuskan pada perilaku menonton televisi sehingga berdampak pada generalisasi studi yang bersifat terbatas. Untuk mengaplikasi studi ini pada konteks yang berbeda, diperlukan kehati-hatian untuk mengamati obyek amatan yang diambil dalam studi. Hal ini diperlukan karena dalam obyek yang berbeda diperkirakan terdapat keragaman karakteristik responden baik usia, tingkat pendidikan, maupun penghasilan. Apabila hal ini diabaikan, diperkirakan berpotensi mengakibatkan pembiasan hasil-hasil pengujian yang dapat berdampak pada kekeliruan dalam merumuskan kebijakan yang diambil. 2. Ruang lingkup yang berlatar belakang pengaruh menonton televisi terhadap individu yang ada di Surakarta diperkirakan berdampak pada
61
generalisasi studi yang bersifat terbatas. Dengan demikian untuk mengaplikasi studi ini pada setting yang berbeda diperlukan kehati-hatian untuk mencermati karakteristik respondennya. Hal ini diperlukan karena dalam setting yang berbeda diperkirakan terdapat latar belakang dan perilaku individu yang berbeda pula. Apabila hal ini diabaikan, kemungkinan berpotensi mengakibatkan pembiasan hasil-hasil pengujian, yang berdampak pada kekeliruan dalam merumuskan kebijakan yang disarankan.
C. Implikasi Berikut ini beberapa implikasi penelitian : 1. Implikasi untuk studi lanjutan Model yang dikembangkan bertumpu pada metode riset yang terbatas ruang lingkupnya. Hal ini berdampak pada keterbatasan model untuk diaplikasi pada setting yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena dalam setting yang berbeda diperkirakan terdapat latar belakang dan perilaku responden yang berbeda. Keterbatasan ini mengisyaratkan perlunya studi lanjutan pada konteks yang berbeda, sehingga konsep yang dimodelkan dapat ditingkatkan generalisasinya. 2. Implikasi teoritis Hasil pengujian ini dapat digunakan sebagai acuan di bidang studi pemasaran mengenai pengaruh menonton tayangan televisi yang dapat menciptakan perceived realism dan selanjutnya menciptakan materialism
62
konsumen sehingga memotivasi konsumen untuk melakukan konsumsi terhadap produk yang ditayangkan pada program dan iklan televisi tersebut. Selain itu memberikan pemahaman teoritikal terhadap variabelvariabel yang diamati yaitu : television viewing, perceived realism, materialism, perceived well-being (perceived socioeconomic statues dan relative life satisfaction). Hubungan variabel yang terbentuk diharapkan dapat menjadi referensi di bidang ilmu pemasaran. 3. Implikasi praktis Studi ini dapat memberikan pemahaman pada praktisi terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan perceived realism dengan cara membuat iklan yang lebih realistis, jujur serta menyajikan gambaran yang benar dari produk yang diiklankan agar konsumen percaya bahwa tayangan televisi sebagai gambaran realitas konsumen yang selanjutnya menciptakan materialism sehingga dapat memotivasi konsumen untuk melakukan konsumsi dimana individu yang tingkat materialismenya tinggi menganggap perlu adanya penambahan barang yang sudah dimiliki. Selain itu dapat memberikan masukan bagi manajer pemasaran dimana produk yang dihasilkan oleh perusahaannya yang sekarang ini tidak diiklankan di televisi agar memasarkan produknya melalui media televisi.
63