BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah kurun waktu yang lama, sesuatu yang berasal dari alam yang banyak kita gunakan untuk menyimbolkan kedamaian itu selalu berkaitan dengan burung atau bunga, mungkin juga ada binatang lainnya. Dapat kita temukan bahwa makna binatang sering dimunculkan dalam karya seni, sastra dan adat istiadat. Tetapi benda hidup ini mungkin tidak dapat dipisahkan kedamaiannya dengan alam, setidaknya makhluk hidup yang ada di alam ini kehidupan mereka kelihatan sangat tenang dan tidak berbahaya seperti burung bangau (Tsuru).
Hal pertama yang terlintas dalam pikiran kita ketika melihat burung sebagai binatang yang hidup bebas di alam dan yang sering kita kenal adalah burung merpati putih. Burung merpati putih merupakan simbol kedamaian bagi kebudayaan Eropah. Jauh berbeda dari kebudayaan Timur, bahwa yang paling mirip dan cocok menjadi simbol kedamaian adalah burung bangau (nara sumber dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bangau).
Universitas Sumatera Utara
Burung Bangau merupakan simbol terpenting dalam kebudayaan Asia seperti China dan Jepang. Sebelumnya kita telah mengenal Burung Bangau yang ada di negara kita. Badannya yang berukuran besar, berkaki panjang, berleher panjang dan mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal, dan sering dijumpai di daerah beriklim hangat. Burung bangau ini mempunyai sejarah sejak dahulu kala. Sampai sekarang ini orang menceritakan tentang burung bangau sampai-sampai dibuatkan cerita-cerita, cerita rakyat maupun dongeng mengenainya. Burung Bangau juga membawakan makna arti yang berbeda di berbagai negara.
Dilihat dari sisi sejarah, burung diperlihatkan sebagai binatang yang mempunyai nilai yang spesial. Burung bangau ini dianugerahi dengan banyak artinya. Dapat dilihat bahwa kita dapat mengutip arti-artinya melalui legenda dan cerita-cerita bahwa burung bangau telah memikul cerita dari generasi ke generasi. Mitologi burung bangau ini melebar luas sehingga dapat ditemukan di negara-negara baik negara bagian Barat maupun negara bagian Timur antara lain negara Arab, China, Korea, Jepang dan di Amerika.
Nilai spesial dalam kebudayaan barat, burung Bangau digunakan sebagai lambang kelahiran bayi. Cerita tentang kelahiran bayi yang dibawa
Universitas Sumatera Utara
oleh burung bangau merupakan dongeng sebelum tidur dari negeri Belanda dan Jerman sebelah utara. Bangau yang bersarang di atap rumah dipercayakan sebagai keberuntungan dan penghuninya akan diberkahi kebahagiaan. Pada zaman Victoria, di saat perbincangan mengenai fungsi reproduksi masih dianggap tabu, pertanyaan anak kecil tentang asal-usul kelahiran bayi dijawab dengan dongeng kedatangan bayi yang dibawa burung bangau.
Dalam kebudayaan populer, burung Bangau sering digambarkan terbang membawa bayi beralaskan sehelai kain yang ujung-ujungnya terikat dan digantung pada paruh burung bangau. Di bibir atas, kelopak mata atas, dan bagian tengkuk bayi yang baru dilahirkan sering dijumpai bercak berwarna merah jambu kemerahan yang dipercaya sebagai bekas jepitan paruh burung Bangau. Di Jepang di Hokkaido sebelah utara, terutama orang Ainu mempertunjukkan dansa burung bangau. Dansa burung bangau ini didapatkan tahun 1908 dalam foto yang difotokan oleh Arnold Genthe ( Cerita Dongeng 2004:63)
Bagi orang Jepang, binatang selalu mempunyai arti simbol tersendiri. Diantaranya Burung Bangau dianggap harta karun Nasional, yang sering dimunculkan dalam karya seni Jepang, sastrawan dan adat istiadatnya.
Universitas Sumatera Utara
Burung bangau yang banyak dijumpai di temukan dalam negara Jepang adalah burung mahkota merah atau disebut sebagai Red Crowned Crane. Dalam bahasa Jepang disebut sebagai “Tanchou”. Orang Jepang memandang burung bangau ini sebagai simbol kemakmuran dan panjang umur karena dikhayalkan beribu-ribu tahun yang lalu oleh leluhurnya. Makna burung bangau yang lain juga mengartikan bahwa burung bangau dapat dijadikan sebagai teman sahabat yang tidak akan terlupakan yang dapat membawakan kesetiaan dalam kehidupan, menurut Bill Bryson, 2005:652 dan 2005:357.
Di Jepang terdapat banyak ungkapan-ungkapan yang beraneka ragam makna artinya tentang burung bangau, terutama pada origami bentuk lipatan burung bangau ini. Bentuk burung bangau dipilih sebagai subjek kebudayaan Jepang yang sangat berharga. Ada bermacam macam versi bahwa burung bangau mempunyai arti dapat membawakan kehormatan, kesetiaan yang abadi, bahkan ada yang mengartikan bahwa pasangan pengantin akan selalu abadi tanpa berpisah. Simbol burung bangau ini banyak digunakan orang Jepang sebagai bahan lambang dan merupakan tema pada seni kerja yang terkenal. Oleh karena bangau disebut sebagai burung keagungan atau burung kemuliaan, dimana dapat dijadikan teman
Universitas Sumatera Utara
dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya. (Meghan Krane, 2007:17).
Burung bangau ini sifatnya kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara yang istimewa, oleh sebab itu orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Waktu demi waktu, bagi masyarakat Jepang, simbol burung bangau ini juga perlahan-lahan berkembang pesat sebagai subjek favorit dari “Origami (cara melipat objek dari kertas berwarna tradisional Jepang), antara lainnya yang sering dilipat oleh orang Jepang adalah bentuk burung bangau.
Di Jepang dapat ditemukan anak-anak sampai orang dewasa melakukan origami dengan beraneka ragam bentuk sampai menjadi guru besar pada bidang kesenian ini. Tetapi yang merupakan dasar bentuk yang paling mudah dilipat dalam origami adalah bentuk burung bangaulah. Sampai sekarang ini orang Jepang merasa orang yang dapat melipat bentuk burung bangau sampai berjumlah beribu-ribu akan dihargai pengharapannya.
Di Jepang juga terdapat cerita rakyat bahwa orang yang mampu melipat burung bangau hingga 1000 ekor akan mendapatkan kedamaian yang kekal, melambangkan dapat menyembuhkan penderitaan atau
Universitas Sumatera Utara
memenangkan tantangan. Sehingga orang-orang berbondong-bondong melipat hingga 1000 ekor burung bangau bahkan lebih untuk menyusunnya menjadi sebuah bentuk seni karya objek baru yang cantik dan unik. Hasilnya dapat dibingkai untuk perayaan perkawinan, perayaan ulang tahun (Yakudoshi) atau perayaan peristiwa khusus lainnya dengan mengharapkan kebahagiaan, kemujuran dan kesetiaan.
Cerita ini berasal dari Sadako Sasaki, yang mengalami gejala penyakit leukemia akibat radiasi peledakan Hiroshima. Semua yang dia ketahui bahwa kehidupan anak-anak telah hancur. Dia mendapatkan penyakit leukemia sewaktu menjelang dewasa (Lisa Shea, 2002: 30)
Sadako Sasaki percaya pada legenda burung bangau yang pernah didengarnya bahwa tradisi dengan melipat 1000 ekor burung bangau dapat dihargai keinginannya. Harapan dia untuk melipat 1000 ekor burung bangau ini adalah untuk meraih “Kedamaian Dunia”. Akhirnya Sadako Sasaki dikubur bersama 1000 ekor bangau dengan jumlah penuh. Karena melihat kesabaran dan usahanya teman-temannya juga menyumbang mendirikan “Taman Perdamaian” (Peace Park) di tempat dimana Sasaki Sadako dikuburkan dan terdapat patung Sadako Sasaki yang sedang memegang origami burung bangau di tangannya di Hiroshima sekarang ini.
Universitas Sumatera Utara
Cerita tentang Sadako Sasaki yang berusaha meraih gol dengan melipat burung bangau sebanyak 1000 ekor yang bertujuan mengharapkan mendapatkan kesehatan, kebahagiaan dan kedamaian dunia yang abadi melebar luas ke segala penjuru dunia. Meskipun dia meninggal sebelum mencapai keberhasilannya, tradisi mengirim burung bangau origami ke tugu peringatan Hiroshima ini terus bertahan, yang telah memikul arti sebagai simbol “Pengharapan Jepang untuk penghentian persenjataan mengakhiri Perang dan Kedamaian Dunia”.
Melipat beribu-ribu burung bangau ini juga disebut sebagai “Tsuru wa sennen (Bangau Beribu)”, sebuah tradisi Jepang sepasang tunangan melipat bangau 1001 bersama-sama sebelum mereka menikah. Tugas ini meyakinkan bahwa pasangan ini dapat bekerja lebih lama bersama-sama tanpa kesusahan dan dapat mendatangkan penderitaan atau kesengsaraan bersama-sama. Buah hasil kerjanya dapat disaksikan bangga pada hari perayaan pernikahan.
“Tsuru” adalah kata burung bangau dalam bahasa Jepang, ada juga istilah lain dalam sebutan burung bangau yaitu “Tancho” dan dikenal di Jepang dengan sebutan “Japanese Crane/ Red Crest”. Peran dimana pasangan yang melipat bangau kertas seribu bangau ini secara
Universitas Sumatera Utara
bersama-sama ini disebut “Senbazuru”. Sedangkan melipat burung bangau disebut “Orizuru”.
Setelah pasangan ini menyelesaikan melipat 1000 ekor burung bangau ini mereka membentuk sebuah objek baru (Rokoan). Rokoan adalah gaya lipat dimana beberapa lipatan burung bangau dihubungkan bersama-sama membentuk sebuah rangkaian. Menurut orang Jepang rangkaian ini diartikan bahwa pasangan pengantin tersebut akan tetap hidup kekal. Bentuk burung bangau juga telah mentradisi terus menerus sebagai hadiah kepada teman baik dan kepada pasangan cinta yang tidak pernah pudar.
Dari uraian diatas penulis melihat adanya banyak keyakinan dan kepercayaan terhadap burung bangau (Tsuru) yang sangat kuat sejak dahulu kala hingga sekarang ini bagi masyarakat Jepang, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah burung bangau (Tsuru) tersebut.
1.2. Rumusan Masalah Pada zaman dahulu sampai sekarang burung bangau sangat dikenal oleh berbagai negara baik di bagian Asia dan Barat. Tetapi makna burung bangau (tsuru) sangat dikenal di negara, terutama di Asia. Hal ini dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat dari berbagai kalangan antara lain dari dongeng, cerita rakyat, Haiku (syair) dan pada karya-karya seni lainnya. Burung bangau (tsuru) mengandung banyak makna artinya, oleh sebab itu dapat dikatakan burung bangau (Tsuru) sangat penting bagi kehidupan masyarakat Jepang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Sebagian besar dapat ditemui dari cerita Sadako Sasaki dalam melipat Origami bentuk Tsuru (Burung Bangau) bahwa tanda burung Tsuru ini mengandung arti yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Jepang, yakni tanda lambang tsuru ini sering kita temukan di berbagai acara seperti acara pernikahan, acara pembukaan, acara ulang tahun, acara dalam perusahaan serta acara-acara pesta lainnya.
Dari acara-acara yang diuraikan diatas jikalau dihubungkan dengan lambang burung bangau (Tsuru) akan selalu membawakan berkah kedamaian, kekekalan, keabadian dalam menjalani kehidupan juga mengandung arti panjang umur dalam kehidupan masyarakat Jepang. Jadi burung bangau Tsuru mempunyai hubungan erat dengan religi (agama), kebudayaan dan fengshui (fuusui).
Adapun permasalahan burung bangau (tsuru) dalam bentuk pertanyaan
Universitas Sumatera Utara
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana masyarakat Jepang memandang Burung bangau (Tsuru) dalam kehidupan mereka menjalani tugas mereka sehari-hari. 2. Bagaimana perkembangan masyarakat Jepang melestarikan burung bangau tsuru lebih jauh di Jepang.
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan Penulis dalam penulisan skripsi ini membatasi ruang lingkup pembahasan pada pandangan orang Jepang dalam memprioritaskan objek burung bangau yang dianggap hal yang sangat penting. Bahwasannya burung bangau merupakan burung yang kuat, manis dan cantik yang selalu setia seumur hidupnya, sehingga orang Jepang merasa beribu-ribu burung bangau akan membawa pengharapan yang baik.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Jepang merupakan negara sekumpulan pulau-pulau yang dikelilingi oleh samudra dan lautan. Jepang merupakan salah satu negara kepulauan yang mempunyai banyak keindahan kebudayaan yang tetap terpelihara
Universitas Sumatera Utara
dan dilestarikan sejak dahulu sampai sekarang. Disamping itu Jepang juga mempunyai adat istiadat yang tetap terjaga dari zaman dahulu hingga masa sekarang ini.
Peristiwa kepercayaan ini dapat dilihat dari banyaknya perayaan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jepang ini. Adanya berbagai macam perayaan dan festival-festival yang diadakan setiap acara baik acara penikahan, acara pembukaan usaha dan upacara-upacara khusus lainnya (David Krestan, 1990:143)
Melihat dari makna arti burung bangau (Tsuru) maka tidak akan lepas dari kata keindahan dan karya seni. Contoh-contoh karya seni burung bangau (tsuru) dalam lukisan adalah Crane and Pines by a Stream, yang dipersembahkan pada zaman Edo tahun 1854 dengan cetakan blok kayu, tinta dan warna cat oleh Utagawa Hiroshige I Japanese (1797-1858). Lukisan “Pine, Plum and Cranes yang dilukis pada tahun 1759 AD oleh Shen Quan (1682-1760). Hasil karya ini sangat terkenal dan sekarang ini dinikmati di Palace Museum di Beijing. Selain dari lukisan, ada juga cerita tentang burung bangau dalam bentuk novel, legenda dan cerita rakyat atau disebut sebagai foklore. Contoh lukisan terkenal lainnya adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. The Pine tree the Crane (Crane matsu ni Tsuru) 2. Tsuru Hiroshige 1857 3. Tsuru Ohara Koson in Woodblock
Sedangkan contoh pada keindahannya dapat ditemukan pada pakaian tradisional Jepang (Kimono) yang banyak terdapat gambar corak burung bangau (Tsuru). Selain itu ada juga yang menulis cerita burung tsuru berdasarkan Haiku (syair) yakni Haiku “Tsuru” yang ditulis oleh Yoshiko Yoshino (Selected Haiku oleh Yoshiko Yoshino, 2001)
Ada juga suku bangsa lain seperti di Jepang, China, Korea yang menciptakan tarian-tarian alunan gaya burung bangau. Karena dalam diri Burung bangau mempunyai gerak-gerik yang indah, anggun, gerakan yang istimewa dalam mengepakkan sayapnya, mempunyai sifat yang lembut, sifat yang selalu setia pada penolongnya, dan mempunyai mahkota merah seperti kobaran luapan api yang membara. Oleh sebab itu ada yang menyebutnya sebagai Burung Bangau bermahkota merah (Red Crown Crest), yang bersumber dari Wertheimer Moulan, 2001:86.
Universitas Sumatera Utara
Kepercayaan ini juga terdapat pula hubungan antara religi (agama) dan kebudayaan. Sedangkan kebudayaan dan religi (agama) juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan manusia. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri (Melville J.Herskovits dan Brosnislaw
Malinowski
dalam
Cultural
Determinism).
Dalam
pandangannya kebudayaan merupakan segala sesuatu yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi lain atau sebutan lainnya adalah Superorganic. Kebudayaan juga mengandung struktur-struktur sosial, religius dan segala penyataan intelektual dan artistik suatu ciri khas masyarakat.
Kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik atau bersifat semiotik yang artinya hal-hal yang berhubungan dengan symbol yang tersedia di depan umum dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Tanda-tanda atau lambang dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, salah satunya adalah simbol (Geertz 1992:5).
Strategi kebudayaan adalah memposisikan sistem kebudayaan itu dengan tepat dan benar. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, ada tujuh
Universitas Sumatera Utara
sistem kebudayaan. Yang pertama dan yang paling mendasar adalah sistem religi. Sistem religi ini sebagai sistem kebudayaan yang pertama untuk memberikan landasan moral dan mental pada proses sistem kebudayaan yang lainnya. Demikian juga dengan sistem kebudayaan yang lainnya. Seperti sistem kesenian. Berkesenian itu hendaknya sebagai media untuk mengekspresikan kebenaran dan kesucian dan menghasilkan keindahan yang benar-benar indah. Pengembangan kesenian dengan mengabaikan kebenaran dan kesucian justru dapat merusak kehidupan itu sendiri. Misi kesenian yang demikian akan gagal membangun kehalusan jiwa manusia. Agama mengarahkan hidup, ilmu memudahkan hidup sedangkan seni menghaluskan jiwa.
Perhatian terhadap bahan mengenai keagamaan (religi) itu sangat besar. Ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu:
1. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak paling lahir. 2. Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori tentang asal-mula religi.
Universitas Sumatera Utara
Masalah asal-mula dari suatu unsur universal seperti religi, artinya masalah mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib alam yang dianggapnya lebih tinggi daripadanya dan mengapa manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna, untuk
berkomunikasi
dan
mencari
hubungan
dengan
kekuatan-kekuatan tadi. Hubungan-hubungan itu dapat kita temukan dari sifat-sifat dan karakter dari burung tsuru itu sendiri.
Dalam memecahkan soal asal mula dari suatu gejala, sudah jelas orang akan melihat kepada apa yang dianggapnya sisa-sisa dari bentuk-bentuk tua dari gejala itu. Dengan demikian bahan etnografi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa di dunia sangat banyak diperhatikan dalam usaha penyusunan teori-teori tentang asal mula agama.
Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Emosi keagamaan menyebabkan sesuatu benda, sesuatu tindakan atau sesuatu gagasan, mendapat suatu nilai keramat atau Sacred Value dan dianggap keramat. Demikian juga benda-benda dan tindakan-tindakan serta gagasan-gagasan yang biasanya tidak keramat, yang biasanya profane, tetapi apabila dihadapi
Universitas Sumatera Utara
manusia yang dihinggapi oleh emosi keagamaan, seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan serta gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.
Apabila mengatakan kekuatan gaib alam maka Burung bangau juga mempunyai arti dalam fengshui (fuusui dalam bahasa Jepang). Burung bangau tsuru mempunyai arti dalam fengshui di setiap negara, artinya tidak beda jauh antara negara lain di asia dan di Jepang. Oleh karena itu masyarakat percaya akan burung bangau yang membawakan berkah pada masyarakat Jepang.
1.4.2 Kerangka Teori
Menurut cerita Noah Ark “Penerapan Mitologi purbakala tentang burung” baik dari burung yang dilipat dari kertas, logo-logo untuk pesawat
penerbangan
umum,
stempel-stempel
kerajaan
sampai
hiasan-hiasan dalam pesta semuanya memberikan timbulnya simbol kedamaian burung. Mereka mengangap burung merupakan simbol kedamaian yang dapat mencegah dari malapetaka karena makhluk hidup ini kelihatan hidup sangat bebas dan tenang di alam dan tidak membahayakan.
Dalam
cerita
Noah
mereka
pernah
mencoba
Universitas Sumatera Utara
menganalisa bagaimana kehidupan burung apabila terjadi bencana kebanjiran. Mereka melepaskan burung di daratan yang penuh air, burung itu tidak menemukan daratan kering selama berbulan-bulan. Burung yang dilepaskan itu tetap dapat hidup baik karena mereka dapat berlindung di dahan pohon. Maka seorang artis terkenal Pablo Picasso mempopuralitaskan
burung
sebagai
lambang
kedamaian
ketika
mengambar pada acara “Kongress kedamaian Internasional” pada tahun 1949
di
Paris.
Sumbernya
dari
http://birds.suite101.com/article.cfm/japanese_cranes__symbols_of_pea ce.
Menurut sebuah perkumpulan organisasi di Japanese American National
Museum
(http://www.janmstore.com/tsuru.html)
dalam
keterangannya mengatakan bahwa burung bangau diperlihatkan sebagai binatang yang mempunyai nilai khusus yang dapat menyembuhkan penyakit juga dianugerahi banyak maknanya antara lainnya untuk mencapai kemakmuran dan panjang umur. Cerita ini didasari oleh kejadian Sadako Sasaki setelah terjadinya radiasi peledakan Hiroshima yang melipat origami burung bangau sebanyak 1000 ekor bertujuan untuk dapat membebaskannya dari gejala penyakit Leukemia.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu juga mengharapkan kedamaian dunia.
Burung Bangau juga terkenal di kota Den Haag di Belanda. Pada http://id.wikipedia.org/wiki/bangau
menuliskan
bahwa
menurut
masyarakat kebudayaan Barat, bayi konon berasal dari burung bangau. Cerita ini didasari pada zaman Victoria bahwa pendidikan mengenai fungsi reproduksi tentang asal-usul kelahiran bayi masih dianggap tabu, tentunya pertanyaan ini bermasalah bagi orang barat. Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan anak-anak dijawab dengan dongeng kedatangan bayi yang dibawa dari burung bangau. Sedangkan di Negara Perancis dahulu kala bayi dikatakan berasal dari dalam bulatan selada.
Burung bangau yang dipercayai oleh masyarakat Jepang sebagai burung keagungan dan kemuliaan yang mengartikan bahwa berteman dengan burung bangau dalam kehidupan akan sangat setia untuk pendampingnya. Dapat dilihat dari cerita menurut cerita dongeng rakyat yang
berjudul
Tsuru
no
Ongaeshi
(http://www.dongeng_1001_malam_blogspot.com/2003/03/balas_budi_ burung_bangau_html), bahwa burung bangau selalu mengembalikan kebajikan yang diterima olehnya. Kebudayaaan Jepang selama 1000 tahun ini telah menghargai burung bangau sebagai simbol kehormatan
Universitas Sumatera Utara
dan kesetiaan dan bahan lambang dan tema untuk karya seni yang terkenal.
Dalam
tradisi
pernikahan
yang
didapat
dari
http://www.lisashea.com/japan/origami/sales/history/crane.html lambang burung bangau juga sangat terkenal yang mengartikan bahwa pasangan yang melipat burung bangau sebanyak 1000 ekor burung bangau oleh pasangan ini “Senbazuru” akan hidup bahagia. Tradisi ini dinamakan sebagai tsuru wa sennen, yang sangat dipercayakan oleh masyarakat Jepang. Bahkan ada yang membentuknya memjadi Rokoan. Hal ini terjadi berawal dari kepercayaan mereka bahwa waktu dan usaha mereka yang termakan untuk melipat 1000 ekor burung bangau ini memerlukan kesabaran dan kepercayaan sepenuhnya untuk membentuk keluarga yang harmonis.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penulis adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui asal usul mitologi tentang Burung bangau di Jepang.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai masyarakat Jepang terhadap burung bangau (tsuru). 3. Untuk mengetahui hubungan antara burung bangau tsuru dengan religi (agama) dan karya seni lainnya.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan agar:
1) Dapat menambah wawasan tentang mistik yang berkaitan dengan burung bangau bagi penulis dan pembaca. 2) Dapat dijadikan sebagai panduan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang yang ingin mengetahui pengetahuan kebudayaan Jepang yang lebih dalam. 3) Dapat dijadikan informasi dan data tambahan bagi para pembaca.
1.6 Metode Penelitian Dalam memecahkan masalah di bawah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan bersifat deskriptif dengan memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan atau gejala dalam kelompok tertentu dan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Metode penelitian
Universitas Sumatera Utara
deskriptif yaitu memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri:
(1) Berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu
(2) Menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu
(3) Variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan. (Kountur, 2003: 105-106).
Tujuan utama digunakannya metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Sevilla et al., 1993: 71).
Informasi-informasi yang berbahasa asing juga digunakan pada penelitian yaitu dengan menggunakan teknik terjermahan. Untuk lebih mendapatkan data-data yang berhubungan dengan judul ini, maka penulisan melakukan pencarian data (survey buku) yakni menghimpun data-data dari berbagai perpustakaan atau Library Research. “Library
Universitas Sumatera Utara
Research” merupakan suatu kegiatan yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian ini. Hal yang dikutip dari library research ini adalah mengutip masalah yang berkaitan dengan topik ini, teori-teorinya dan penarikan kesimpulan serta saran yang ada. Data yang diambil dari buku-buku kepustakaan ini serta referensinya dianilis untuk mendapatkan saran dan kesimpulan.
Disamping itu ada juga pengumpulan data-data dan bahan-bahan yang berhubungan dengan judul penelitian ini, serta pengambilan foto-foto, penulis menggunakan metode media elektonik yaitu melalui fasilitas teknologi networking (internet).
Data-data dan bahan-bahan pustaka untuk penelitian ini dipeoleh dari: Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Perpustakaan Fakultas Sastra Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara Perpustakaan ITMI Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan Sumber dari sastrawan lainnya
Universitas Sumatera Utara