BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap manusia hidup dengan berbagai hasrat untuk memiliki, mendapatkan, atau melakukan sesuatu. Hasrat merupakan keinginan yang selalu ada di dalam alam bawah sadar manusia dan tidak bisa dihancurkan. Hasrat yang paling dasar yang dimiliki oleh setiap manusia adalah hasrat seksual. Jacques Lacan mendefinisikan seksualitas sebagai sesuatu yang tidak hanya berhubungan dengan libido1 dan kebutuhan fisik. Secara lebih luas, hasrat seksual merupakan hasrat mencari kepuasan untuk mendapatkan keutuhan jiwa yang membuat subjek mencari objek yang berbeda dan menggantinya tanpa pernah terpuaskan (Lacan, 1959: 19).
Hasrat seksual menarik untuk diteliti karena beberapa alasan. Pertama, hasrat seksual masih sering dianggap tabu untuk dibicarakan. Padahal, berdasarkan teori Desire and its Interpretation yang disampaikan oleh Jacques Lacan, hasrat seksual tersebut telah dimiliki oleh setiap manusia sejak ia lahir sampai meninggal. Kedua, hasrat seksual selalu berada dalam diri manusia dan tidak akan pernah mati dalam keadaan apapun. Meskipun manusia tersebut mengalami frustasi dan berniat menghilangkan hasrat seksualnya terhadap suatu objek, namun hasrat seksual akan 1
nafsu berahi yg bersifat naluri.
tetap selalu ada di alam bawah sadarnya. Ketiga, hasrat seksual mempengaruhi tingkah laku dan cara berfikir manusia. Lacan menegaskan bahwa hasrat seksual merupakan merupakan sesuatu yang menggerakkan kehidupan manusia.
Hasrat seksual dipengaruhi oleh alam bawah sadar manusia. Pengetahuan mengenai alam bawah sadar pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud (18561939). Freud mengemukakan bahwa keinginan bawah sadar manusia merupakan hasrat alami yang muncul sejak lahir untuk menyalurkan libido yang ada di dalam tubuhnya. Freud juga menambahkan bahwa masalah yang dihadapi manusia berhubungan dengan libidonya (Freud, 2003: 10).
Pada tahun 1973, Jacques Lacan mengembangkan teori alam bawah sadar yang dikemukakan oleh Freud. Secara lebih komprehensif, Lacan mengemukakan bahwa alam bawah sadar manusia bukan satu-satunya hal yang mempengaruhi hasrat seksual (Lacan, 1973: 26). Alam bawah sadar hanya merupakan salah satu tahap yang membentuk hasrat seksual. Selain dipengaruhi oleh alam bawah sadar, hasrat seksual manusia juga dipengaruhi oleh repetition (pengulangan), transference (perpindahan), dan drive (pengendalian). Hasrat seksual tergambar dalam novel berjudul La Promesse de L’aube karya Romain Gary. Romain Gary merupakan seorang pegarang Prancis yang telah memproduksi lebih dari lima puluh novel, menyutradarai dua film, berperan sebagai pilot di perang dunia kedua, dan akhirnya menjadi diplomat Prancis. Nama kecilnya
merupakan Roman Kacew, sebuah nama Rusia Yahudi. Namun ia berganti nama menjadi Romain Gary ketika menjadi penulis atas saran ibunya (Bellos, 2010: 20).
Pada tahun1956, Romain Gary dianugerahi penghargaan Prix Goncourt atas karyanya yang berjudul Les Racines du Ciel. Novel tersebut bercerita tentang perjuangan seorang pencinta lingkungan untuk menyelamatkan gajah-gajah dari kepunahan, yang merupakan simbol dari kebebasan manusia. Pada tahun 1975, Gary mendapatkan penghargaan yang sama atas karyanya yang berjudul La Vie Devant Soi dengan memakai nama samaran Ėmile Ajar. La Vie Devant Soi bercerita tentang hubungan baik antar individu dalam masyarakat yang memiliki perbedaan etnik, agama, dan budaya. Romain Gary merupakan satu-satunya penulis yang mendapatkan penghargaan Prix Goncourt dua kali. Hal tersebut membuktikan bahwa Romain Gary merupakan pengarang yang baik dalam memilih sudut pandang dan permasalahan dalam setiap karyanya. Kemampuan tersebut juga ditunjukkan dalam novel La Promesse de L’aube (1960) yang membahas tentang hasrat seksual yang dirasakan oleh seorang tokoh utama bernama “Romain” sejak kecil hingga dewasa. Berdasarkan buku biografi Romain Gary yang ditulis oleh Ralph Schoolcraft, novel tersebut merupakan sebuah autobiografi2 yang menceritakan kehidupan Romain Gary dengan ibunya yang
2
Menurut Philipe Lejeune, l’autobiographie merupakan prosa narasi yang bercerita tentang biografi diri sendiri maupun orang lain tapi dikemas dalam bentuk fiksi. (www. etudes-litteraires. com/autobiographie)
dikemas secara fiksi, mendramatisir dan melebih-lebihkan. Oleh sebab itu, tokoh yang ada dalam novel tersebut memiliki nama yang sama dengan pengarangnya, yaitu Romain Gary. Nama tokoh Ibu pun juga sama dengan ibu kandung pengarang, yaitu Nina Owczynska. Meski demikian, cerita yang ada dalam novel tersebut bukanlah replika dari kehidupan asli pengarang. Tema hasrat seksual dalam novel La Promesse de L’aube menarik untuk diteliti mengingat masih adanya konsepsi populer yang menganggap bahwa insting seksual seseorang baru muncul ketika seseorang memasuki masa pubertas. Namun novel tersebut menggambarkan secara eksplisit bahwa sejak kecil seorang anak sudah bisa merasakan hasrat seksual di dalam dirinya. Novel La Promesse de L’aube bercerita tentang kehidupan tokoh utama yang bernama Romain sejak ia berusia 8 sampai 44 tahun. Satu-satunya perempuan yang dekat dengan Romain sejak ia masih kecil adalah ibunya. Sejak lahir ia tidak mengenal siapa ayah kandungnya sebab orang tuanya bercerai sesaat setelah ia lahir. Walaupun mereka adalah bangsa Yahudi dan tidak tergolong kaya, namun sang ibu tidak pernah lelah meyakinkan Romain bahwa ia adalah anak yang brilian. Oleh sebab itu, Romain sangat mencintai ibunya.
Sebagai wujud kasih sayang yang sangat mendalam kepada sang ibu, Romain selalu menuruti semua perkataan Nina. Sejak Romain masih kecil, Nina sering menasehatinya tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, Nina juga mengajarkan bagaimana laki-laki seharusnya memperlakukan perempuan
dan sebaliknya. Pengalaman-pengalaman Romain tersebut mempengaruhi hasrat seksual yang dirasakan oleh Romain hingga ia dewasa. Pemilihan novel La Promesse de L’aube sebagai objek material didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, novel ini sarat dengan representasi tahap perkembangan hasrat seksual manusia. Kedua, novel ini banyak menceritakan pengakuan akan hal-hal yang dianggap tabu oleh masyarakat. Hal tersebut dapat membantu pembaca untuk menambah wawasan terutama tentang seksualitas yang jarang dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari.
Hasrat berhubungan erat dengan kondisi kejiwaan manusia. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis hasrat seksual tokoh utama pada karya sastra La Promesse de L’aube dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Pendekatan psikologi sastra dianggap sesuai dengan tujuan penulisan, yaitu menelaah proses dan aktivitas kejiwaan manusia dalam karya sastra.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah persoalan hasrat seksual yang menjadi bagian mutlak dari dalam diri manusia. Seorang anak pada umumnya cenderung ingin bebas dan memisahkan diri dari orang tuanya ketika dewasa. Namun dalam novel La Promesse de L’aube, Gary mengggambarkan bahwa
tokoh utama yang bernama Romain bertindak sebaliknya. Ia masih sangat menyayangi ibunya dan tidak mau jauh-jauh darinya sampai ia dewasa.
Selain itu, novel tersebut juga menceritakan bahwa anak laki-laki yang berusia di bawah sepuluh tahun sudah dapat merasakan hasrat seksual terhadap perempuan. Hal ini bertentangan dengan konsepsi populer yang menganggap bahwa insting seksual seseorang baru muncul ketika seseorang memasuki masa pubertas, yakni sekitar umur belasan tahun.
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, maka ada dua rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana bentuk hasrat seksual dalam novel La Promesse de L'aube?
2. Apa saja yang mempengaruhi hasrat seksual dalam novel La Promesse de L'aube?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami beroperasinya hasrat seksual dalam hubungan anak laki-laki dan dengan ibunya dalam novel La Promesse de L’aube. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara-cara yang dilakukan sang anak untuk memanifestasikan hasrat seksualnya.
1.4. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang menggunakan novel Le promisse de
l'aube belum pernah dilakukan di lingkup Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Sedangkan penelitian yang membahas tentang seksualitas pernah dilakukan oleh Ardin Rahmawati, mahasiswi Sastra Inggris UGM, pada tahun 2008 dengan judul “Pengaruh Insting Seksual terhadap Kepribadian Tokoh Utama Roman Plateforme Karya Michael Houellebecq: Sebuah Tinjauan Psikologi. Penelitian ini menggunakan teori psikoanalisis dari Sigmun Freud sebagai landasan teorinya. Pada penelitian, diambil kesimpulan bahwa hasrat seksual dapat merubah tingkah laku dan pola pikir individu. Hal tersebut dapat terlihat dari perubahan hidup Michel yang signifikan setelah berkenalan dengan Valerie, seorang perempuan yang sangat ia kagumi.
Penelitian lain yang menggunakan psikoanalisis sebagai landasan teori adalah penelitian yang dilakukan oleh Afaf, Mahasiswa Bahasa Korea UGM, pada tahun 2013 dengan judul “Konflik Batin Tokoh Chan dalam Film “Ma-eumi…”: Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dinamika id, ego, dan superego dalam diri tokoh utama Chan dapat saling bekerjasama dalam menghadapi konflik yang dialaminya, baik itu konflik dengan adiknya yang bernama Soi, konflik dengan temannya yang bernama Dumok, dan konflik dengan pacarnya yang bernama Ma-eumi.
Selain itu, penelitian tentang hasrat seksual dalam hubungan sedarah pernah dilakukan oleh Donny Syofyan, mahasiswa pascasarjana sastra UGM, pada tahun 2012 dengan judul “Hasrat Inses Edgar Allan Poe dalam Cerpen-cerpen Pilihannya: Psikoanalisis Freud”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasrat primal yang dialami Poe adalah hasrat insesnya terhadap sosok ibu yang melebur dengan berbagai citra : ibu angkat atau saudara perempuan. Cerita-cerita Poe juga mencerminkan keinginan bawah sadar dan ketakutannya, yaitu ketika hasrat insesnya yang menggelora tidak mungkin berhasil disalurkan.
Penelitian yang menggunakan teori hasrat (Jacques Lacan) juga pernah dilakukan oleh Paulo Padilla Petry dan Fernando Hernández Hernández, mahasiswa University of Illionis, pada tahun 2010 dengan judul “Jacques Lacan’s Conception of Desire in a Course on Psychology of Art for Fine Arts Students”.Penelitian tersebut menunjukkan bahwa teori hasrat yang dikemukakan oleh Jacques Lacan sangat berhubungan dengan pendekatan yang dapat dilakukan oleh pengajar di dalam kelas seni. Para siswa akan lebih puas belajar kesenian jika pengajar dapat membantunya untuk menghubungkan alam bawah sadar mereka dengan topik yang dibahas di dalam kelas.
Teori psikoanalisis lacanian (Jacques Lacan) juga pernah digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ricky Aptifive Manik, mahasiswa S2 sastra UGM, pada tahun 2013 dengan judul “Hasrat N. Riantiarno dalam Trilogi Cermin (Cermin
Merah, Cermin Bening, Cermin Cinta) Kajian Psikoanalisis Lacanian”. Berdasarkan teori tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Trilogi Cermin adalah manifestasi dari hasrat dan kekurangan yang ada pada diri manusia terutama pada tokoh yang bernama Nano. Hasrat yang dimiliki oleh Nano membuatnya menciptakan dunia yang “ideal” berdasarkan subjektifitasnya sendiri. Dengan demikian, ia memiliki tekat yang kuat untuk mendapatkan dunia yang “ideal” tersebut.
Dalam penelitian ini, penulis lebih fokus meneliti tentang sumber dari hasrat seksual yang dimiliki manusia dengan menggunakan teori interpretasi hasrat dan teori empat konsep dasar psikoanalisis Jacques Lacan.
1.5. Landasan Teori
1.5.1. Teori Psikologi Sastra
Psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia. Psikologi adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu phsyche yang berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Sehingga jika digabungkan maka, psikologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa. Dalam hal ini jiwa manusia sebagai objek.
Psikologi tidak hanya digunakan untuk mempelajari tingkah laku manusia dalam kehidupan nyata, tetapi juga dalam kehidupan fiksi seperti karya sastra. Sastra adalah karya yang bersifat imajinatif dan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Meskipun bersifat imajinatif, karya sastra diciptakan berdasarkan kenyataan, tetapi kenyataan yang ada dalam unsur karya sastra bukan kenyataan yang apa adanya. Dengan kata lain, sastra merupakan cerminan perilaku manusia (Minderop, 2011:60). Salah satu contoh karya sastra adalah novel.
Pada karya sastra, terdapat penggambaran watak para tokoh yang memiliki masalah psikologis. Karya sastra memiliki objek yang sama dengan psikologi, yaitu sama-sama memiliki objek berupa manusia. Oleh sebab itu, karya sastra dapat ditelaah menggunakan pendekatan psikologi sebagai ilmu bantu yang relevan. Penggunaan teori psikologi untuk menelaah karya sastra disebut teori psikologi sastra. Menurut Minderop, psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra, atau kajian tipe dan hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Psikologi sastra juga dapat didefinisikan sebagai telaah tentang proses dan aktivitas kejiwaan dalam suatu karya sastra.
Teori psikologi sastra cocok digunakan dalam penelitian tentang kejiwaan dalam karya sastra seperti novel. Dalam menggunakan teori psikologi sastra, hal yang penting untuk dipahami adalah seorang analis karya sastra sekedar berlaku sebagai seorang yang menginterpretasi sebuah teks (Minderop, 2011: 56). Meskipun banyak pendapat yang mengatakan bahwa karya sastra merupakan cerminan dari kejiwaan pengarang, namun penelitian sastra harus dilakukan secara objektif sesuai dengan isi ceritanya saja. Oleh sebab itu, analisis mengenai latar belakang kehidupan pengarang
sangat dibatasi dalam penelitian ini. Di sisi lain, penelitian ini lebih fokus memahami unsur-unsur dan aktivitas-aktivitas kejiwaan yang dialami oleh tokoh dalam novel.
Kedekatan psikologi dan kaya sastra dapat dicermati melalui ungkapan pemuasan motif konflik – desakan keinginan dan nafsu yang ditampilkan para tokoh untuk mencari kepuasan imajinatif dengan upaya menyembunyikan dan menekan perasaan – dengan menggunakan “penyamar” dari lubuk hati yang terdalam (Minderop, 2011:57). Untuk mengetahui ungkapan perasaan yang dialami oleh para tokoh, peneliti melakukan analisis intrinsik terlebih dahulu meliputi tema, alur, penokohan, latar/setting, dan sudut pandang. Setelah memahami unsur-unsur intrinsik yang telah disebutkan sebelumnya, maka selanjutnya peneliti dapat melakukan pendekatan psikologi dalam karya sastra.
Proses kejiwaan tokoh dianalisis melalui tingkah laku tokoh berupa perasaan gembira, sedih, marah, kasih sayang, cinta, benci, dendam, malu, puas, kecewa, dan sebagainya. Dengan menganalisis penokohan dalam suatu karya sastra, penulis dapat mengetahui pandangan seorang tokoh dalam komunitas tertentu terhadap suatu hal. Pandangan tersebut dapat mencerminkan pandangan masyarakat yang berada dalam komunitas yang bersangkutan. Dalam novel La Promesse de L’aube, penampilan watak para tokoh disampaikan dalam metode showing, yaitu pengarang menempatkan diri di luar kisah dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk menampilkan perwatakan
mereka melalui dialog dan tindakan. Oleh sebab itu, pendekatan psikologi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis percakapanpercakapan dan kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh tokoh dalam karya sastra. Dalam sebuah cerita, ada tiga jenis percakapan:
a. Dialog, yaitu percakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh
b. Dualog, yaitu percakapan antara dua tokoh saja
c. Monolog, yaitu percakapan batin terhadap diri sendiri
Romain Gary menggunakan semua jenis percakapan di atas untuk menampilkan cerita dalam novel La Promesse de L’aube. Demi mendapatkan hasil penelitian yang komprehensif, maka penulis menganalisis semua jenis perakapan (dialog, dualog, dan monolog) yang terdapat dalam novel La Promesse de L’aube. Selain dari ketiga jenis percakapan di atas, penulis juga menganalisis teks narasi yang terdapat di dalam novel untuk mengetahui kondisi yang terjadi dalam suatu kejadian.
1.5.3 Teori Interpretasi Hasrat (Jacques Lacan)
Hasrat merupakan keinginan kuat yang timbul untuk memiliki karena ada sesuatu yang kurang dalam diri subjek. Dengan kata lain, hasrat timbul karena manusia merasa ada yang kurang di dalam jiwanya sehingga ia merasa ingin memiliki suatu objek yang dianggap dapat melengkapi kekurangannya. Hasrat yang pasti
melekat dalam diri setiap manusia adalah harat seksual, yakni hasrat untuk meraih keutuhan jiwa. Hasrat tersebut dirasakan sepanjang hidup manusia mulai dari lahir hingga meninggal dunia (Lacan, 1973: 9).
Pada umur 0-2 tahun, perkembangan seksualitas bayi berada dalam tahap oral. Sumber utama interaksi bayi terjadi melalui mulut dalam hal mengisap payudara ibu. Pada umur 2-3 tahun, seorang anak berada di tahap anal dimana fokus libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Pada umur 3-7 tahun, fokus utama libido adalah pada alat kelamin. Pada umur 7-11 tahun, seorang anak berada dalam tahap latensi dan mulai mengalami hambatan-hambatan seksual seperti rasa malu dan rasa jijik. Pada tahap ini, seorang anak tidak dapat menyalurkan hasrat seksualnya dan mengalihkan fokusnya ke interaksi sosial. Memasuki umur 11 tahun ke atas, manusia mencapai tahap genital dan memiliki hasrat untuk bersetubuh yang besar dengan lawan jenis.3 Tahap-tahap perkembangan seksual yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa hasrat seksual yang dimiliki manusia selalu ada sejak ia lahir sampai meninggal dunia.
Meskipun hasrat seksual selalu ada dalam diri manusia, namun hasrat tersebut tidak bisa diwujudkan begitu saja karena berbagai faktor yang ada di kehidupan nyata misalnya norma-norma sosial, penolakan yang dilakukan oleh objek, nilai-nilai agama, dan sebagainya. Keberadaan faktor-faktor tersebut dalam kehidupan nyata dianggap sebagai penghalang atau penyumbat penyaluran hasrat yang menyebabkan 3
Freud, Sigmund. 2003. Teori Seks.
alam bawah sadar manusia tertekan dan frustasi sebab subjek tidak dapat menyalurkan hasrat seksualnya.
Hasrat seksual yang dimiliki oleh manusia memang dapat menimbulkan rasa frustasi dan tertekan jika tidak segera dipuaskan. Rasa frustasi tersebut dapat mengganggu keadaan psikologis seseorang. Meskipun demikian, hasrat tidak bisa dihilangkan
begitu
saja
dalam
diri
manusia
meskipun
manusia
ingin
menghilangkannya. Hasrat seksual akan selalu ada dan tidak dapat dihilangkan dalam alam bawah sadar manusia (Lacan, 1959: 36-37).
Hal tersebut membuat subjek terus berusaha untuk mencari objek yang berbeda-beda untuk menyalurkan hasratnya tanpa pernah merasa terpuaskan.di sisi lain, objek tidak menanggapi hasrat yang dirasakan oleh subjek, tetapi objek tetap mengharapkan subjek untuk selalu dekat dengannya. Hal tersebut dilakukan karena objek berusaha menghindari perasaan kehilangan jika subjek tidak lagi dekat dengannya.
Subjek yang memiliki hasrat seksual mengharapkan cinta dan pengakuan dari objek. Untuk mendapatkan dua hal tersebut, subjek berusaha untuk melengkapi kekurangan yang dimiliki oleh objek. Sebenarnya hasrat yang dirasakan oleh subjek sebenarnya bukan semata-mata hasratnya sendiri tetapi hasrat dari objek. Ketergantungan pada pengakuan dari objek mempengaruhi hasrat serta pengendalian diri yang dimiliki oleh subjek (Lacan, 1959: 248).
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa hasrat yang dimiliki objek selalu sama dengan hasrat yang dimiliki subjek. Hal tersebut disebabkan karena tidak ada yang pernah tahu bagaimana hasrat yang dimiliki oleh seseorang. Oleh sebab itu, subjek berusaha untuk terus mempertanyakan apa hasrat yang dimiliki objek agar bisa memuaskannya. Pada akhirnya, subjek menggunakan subjektivitasnya untuk menginterpretasi sendiri apa hasrat yang dirasakan oleh objek.
1.5.3 Teori Empat Konsep Dasar Psikoanalisis (Jacques Lacan)
Psikoanalisis dianggap paling dekat dengan kesusastraan sebab analisis yang paling tegas dan sistematis menjelaskan struktur jiwa manusia (Asch, 1959: 17). Sigmund Freud merupakan orang pertama yang merumuskan psikologi manusia secara komprehensif tentang kepribadian manusia. Pemikiran Freud tersebut dikembangkan oleh beberapa ilmuwan, salah satunya Jacque Lacan. Jacques Lacan lahir pada tanggal 13 April 1901 dan meninggal dunia pada tanggal 9 september 1981. Ia merupakan seorang psikoanalis dan psikiatris Prancis yang memiliki kontribusi besar dalam bangunan pemikiran filsafat, psikoanalisis dan kepustakaan teoritis. Lacan memberikan seminar di Prancis secara rutin dari tahun 1953 hingga 1981.
Lacan mengembangkan teori psikoanalisis dalam perspektif strukturalistis, khususnya dari linguistik modern. Lacan mencoba mengembangkan suatu perspektif psikoanalisisi dengan mengintegrasikannya dengan teori-teori linguistik strukrural.
Lewat bukunya yang berjudul “The Four Fundamental Concepts of Psychoanalysis”, Jacques Lacan menjelaskan bahwa ada empat konsep dasar dalam psikoanalisis.
a. Unconscious (alam bawah sadar)
Alam bawah sadar merupakan struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan mengharapkan kepuasan atas tujuan segera, terutama kepuasan seksual. Konsep ini menandai tahap alami dimana individu hanya memikirkan tentang kebutuhan dan keinginannya. Setiap individu butuh untuk mencari dan memuaskan hasrat tersebut tanpa memperdulikan faktor eksternal dari dirinya. Konsep ini merupakan sebuah keutuhan yang diekspresikan lewat bahasa. Lacan mengatakan bahwa manusia tidak mungkin tidak dapat mengekspresikan alam bawah sadarnya melalui bahasa, sebab keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Lacan, 1973: 17-29).
Dengan kata lain, kata-kata yang diucapkan seseorang saat mengigau, lupa, keceplosan, semuanya itu merupakan tanda yang mencerminkan kondisi alam bawah sadar. Lacan percaya bahwa susunan alam bawah sadar menyerupai struktur bahasa. Alam bawah sadar manusia terbentuk dari pengalaman-pengalamannya pada tahap tertentu, misalnya pengalaman saat seseorang masih anak-anak dan hendak mengenali dirinya sendiri.
Pengalaman pada tahap ini disebut tahap cermin (l’étape du miroir), yaitu tahap dimana perkembangan dari fungsi “aku” dalam tubuh manusia bekerja secara alamiah jika dipotret melalui psikoanalisis. Seorang bocah yang diberi cermin akan mengenali
dirinya,
mengidentifikasi,
meneliti
secara
fisik,
kemudian
mengimajinasikan bentuk-bentuk dalam cermin tersebut, yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Tahap cermin melambangkan hubungan libidinal dengan citra tubuh (Lacan, 1949: 2-4).
Alam bawah sadar mempengaruhi kehidupan manusia hingga dewasa secara terus-menerus. Misalnya, alam bawah sadar akan terus muncul ketika manusia mencari eksistensi dirinya, memberikan efek trauma terhadap suatu hal buruk yang terjadi di masa kanak-kanak, dan mendorong manusia mencari kenikmatan yang dibutuhkannya untuk tetap hidup.
b. Repetition (pengulangan)
Karakter seseorang dipengaruhi oleh tindakan yang ia lakukan atau kejadian yang menimpanya berulang-ulang. Pengulangan ini tidak dilakukan dengan tujuan untuk mengingat-ingat sesuatu yang telah terjadi di masa lalu. Pada kenyataannya pengulangan tersebut sering dianggap terjadi secara kebetulan di luar kendali manusia. Hal ini disebut “repetition compulsion” atau “pemaksaan pengulangan”
(Lacan, 1973: 56-57). Kejadian yang berulang-ulang terjadi kepada satu individu akan secara tidak langsung mempengaruhi cara berfikir maupun tindakannya.
Sebenarnya dalam fase penulangan ini, manusia berperan sebagai subjek yang mengulangi hal-hal yang pernah mereka lakukan, baik secara sadar maupun tidak (Lacan, 1973: 57). Pengulangan ini terjadi secara otomatis sehingga terkesan terpaksa, padahal manusia lah yang menjadi subjeknya. Motif pemaksaan tersebut adalah bagian dari usaha menghilangkan trauma di masa kanak-kanak. Pengulangan dapat dimanifestasikan dengan mengulangi cara individu menggunakan benda di awal kehidupan mereka atau mengatakan sesuatu yang telah mereka ucapkan sebelumnya. Pengulangan dianggap sebagai tahap kembalinya “kesenangan” atau “kenikmatan” yang dirasakan manusia ketika mengulangi hal-hal tersebut. Oleh sebab itu manusia akan selalu punya motivasi untuk mengulangi banyak hal dalam hidup mereka yang pada akhirnya membentuk karakter jiwanya.
c. Transference (perpindahan)
Konsep transference (perpindahan) merupakan hasil yang diakibatkan oleh kejadian yang menimpa individu secara berulang-ulang. Pada fase ini, seorang anak menunjukkan tingkah lakunya terhadap orang tua maupun orang lain di sekitarnya.
Tingkah laku tersebut sebenarnya sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang biasa ia lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada
dua
jenis
transference
(perpindahan):
pertama
transference
(perpindahan) positif yang berupa cinta yang mendalam, dan kedua transference (perpindahan) negatif yang berupa munculnya ambivalensi di dalam diri mansia tersebut (Lacan, 1973: 137). Sikap individu dalam tahap perpindahan akan sangat dipengaruhi oleh objek dan keadaan yang ia hadapi. Seorang individu bisa memiliki cinta yang mendalam kepada objek A, namun juga sangat membenci objek B. Sikapsikap tersebut dipengaruhi oleh pengalaman atau trauma-trauma di masa lalu.
d. Drive (pengendalian)
Semua yang terjadi dalam tahap unconscious, repetition, dan transference (perpindahan) akan mempengaruhi karakter individu dalam mengendalikan hidupnya. Tahap pengendalian membangun budaya dan simbolik. Lacan mengintegerasikan unsur-unsur tersebut ke dalam sirkuit drive yang berasal dari zona sensitive seksual, lingkaran objek, dan kembali ke zona sensitive seksual (Lacan, 1973: 157-160). Sirkuit ini tersusun dari:
The active (melihat)
The reflexive (melihat diri sendiri)
The passive (membuat diri terlihat)
Dalam tahap ini, manusia berusaha mengendalikan tindakan dan perkataannya agar mencapai keseimbangan. Namun di sisi lain, manusia juga masih mencari cara untuk mencapai “kenikmatan”, khususnya kenikmatan seksual. Objek dalam tahap pengendalian merupakan simbol kekurangan yang menimbulkan keinginan untuk memiliki atau meniru demi melengkapi kekurangan tersebut. Dalam tahap ini, manusia berperan sebagai subjek yang berusaha mengendalikan pikirannya agar sesuai dengan perbuatannya.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang mempertahankan unsur-unsur nilai dalam penelitian. Selanjutnya, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memilih dan menentukan karya sastra yang akan dijadikan objek material penelitian. Karya yang dipilih adalah novel berjudul La Promesse de L’aube karya Romain Gary. 2. Melakukan pembacaan tahap pertama (heuristik).Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan pada sistem semiotik tingkat pertama, atau berupa pemahaman
makna
sebagai
yang
dikonvesikan
oleh
bahasa
yang
bersangkutan. Langkah ini dilakukan untuk memahami isi dan alur cerita
novel tersebut. Dari pembacaan heuristik tersebut, peneliti membuat table data yang berisi tentang daftar kejadian dan penokohan yang terdapat dalam cerita. 3. Menentukan permasalahan dalam novel, yaitu penyaluran hasrat seksual yang dimiliki manusia untuk mencapai keutuhan jiwa di dalam hidupnya. 4. Melakukan analisis data dengan berfokus pada tokoh utama yang bernama Romain. Analisis data terhadap tokoh utama ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Cuplikan-cuplikan cerita yang menunjukkan hasrat seksual yang dimiliki oleh tokoh utama. b. Cuplikan-cuplikan
cerita
yang
menunjukkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi timbulnya hasrat seksual dalam diri tokoh utama. c. Membuat kesimpulan. 1.7. Sistematika Penyajian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I. Pendahuluan : Dalam bab ini terdapat penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, dan daftar pustaka.
BAB II. Pembahasan mengenai hasrat seksual dalam diri manusia. Bab ini dibagi menjadi tiga subbab pembahasan. Pertama, subbab mengenai hasrat seksual dalam
kehidupan manusia. Kedua, subbab mengenai kepemilikan hasrat seksual. Ketiga, subab mengenai kepuasan dalam hasrat seksual.
BAB III. Pembahasan mengenai analisis timbulnya hasrat seksual. Bab ini dibagi menjadi empat subbab pembahasan.Pertama, subbab mengenai alam bawah sadar. Kedua,
subbab
mengenai
pengulangan.
Ketiga,
subbab
mengenai
perpindahan.Keempat, subbab mengenai pengendalian.
BAB IV. Kesimpulan: Dalam bab ini dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.